Kelompok 10 - Toksisitas Narkotika - Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TOKSIKOLOGI Toksisitas Narkotika



Mata Kuliah : Toksikologi Kelas A Disusun Oleh



: Kelompok 10



1. Luthfia Alfianti



(19330767)



2. Selfina Junita Welisa



(20330705)



3. Novarani



(20330707)



4. Zein Kusfirona Zalty



(20330713)



5. Celin Gracela Tanama



(20330744)



Dosen Pengampu Putu Rika Veryanti, S.Farm, M.Farm-Klin, Apt



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2020



KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Toksisitas Narkotika” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran dari pembaca. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.



Jakarta, 16 November 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2 C. Tujuan ............................................................................................... 2 BAB II. PEMBAHASAN ………........................................................................ 3 A. Definisi Toksisitas ............................................................................ 3 B. Definisi Narkotika .............................................................................. 5 C. Gejala dan Efek dari Toksisitas Narkotika .......................................... 8 D. Pemeriksaan dan Antidotum pada Toksisitas Narkotika .................... 12 E. Pencegahan, Terapi, dan Rehabilitasi Narkotika ……………………...18



BAB III. PENUTUP............................................................................................. 21 A. Kesimpulan ....................................................................................... 21



DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22



ii



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injury. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsorbsi. Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Hal tersebut dapat disebabkan lebih pekanya suatu organ, atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan metabolitnya di organ Toksisitas merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya pada suatu organisme bergantung pada berbagai jenis factor. Faktor yang nyata adalah dosis dan lamanya pajanan. Faktor yang kurang nyata adalah species dan strain hewan, jenis kelamin, umur, serta status gizi dan hormonal. Faktor lain yang turut berperan yaitu faktor fisik, lingkungan dan sosial. Di samping itu, efek toksik suatu zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain yang diberikan bersamaan. Efek toksik dapat berubah karena berbagai hal seperti perubahan absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat kimia, peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta perubahahan kepekaan reseptor pada organ sasaran (Lu, 1995). Masalah Penyalahgunaan narkotik di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menjadi



masalah



serius



dan



telah



mencapai



masalah



keadaan



yang



memperihatinkan sehingga menjadi masalah nasional. Korban penyalahgunaan narkotika telah meluas sedemikian rupa sehingga melampaui batas-batas strata sosial, umur, jenis kelamin. Merambah tidak hanya perkotaan tetapi merambah sampai pedesaan dan melampaui batas negara yang akibatnya sangat merugikan perorangan, masyarakat, negara, khususnya generasi muda. Bahkan dapat menimbulkan bahaya lebih besar lagi bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional. Penyalahgunaan narkotika di Indonesia telah sampai pada titik yang menghawatirkan.



1



B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian toksisitas? 2. Apa pengertian narkotika? 3. Apa saja penggolongan narkotika dan undang-undang nya? 4. Bagaimana gejala dan efek terhadap toksisitas narkotika? 5. Bagaimana pemeriksaan dan penanganan toksisitas narkotika?



C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian toksisitas? 2. Untuk mengetahui pengertian narkotika? 3. Untuk mengetahui penggolongan narkotika dan undang-undang nya? 4. Untuk mengetahui gejala dan efek terhadap toksisitas narkotika? 5. Untuk mengetahui pemeriksaan dan penanganan toksisitas narkotika?



2



BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI TOKSISITAS Dalam bidang toksisikologi sudah dikenal adanya Postulat Paracelcius: “All substances are poisons; there is none which is not a poison. The right dose differentiates a poison from a remedy”, “Semua zat adalah racun, tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat yang membedakan racun dari obat.” Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensi memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme. Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi. Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik atau toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik atau toksokinetik).



3



Toksisitas dapat dinyatakan dengan ukuran sebagai berikut: 1. LD50 yaitu jumlah (dosis) efektif senyawa kimia yang mampu menyebabkan kematian 50% populasi hewan coba yang terpapar dengan berbagai cara, dinyatakan dengan satuan mg/kg berat badan. Semakin tinggi LD50, semakin rendah toksisitas.



Tabel 1.1 Toksisitas menurut kategori LD50 Kategori



LD50



Supertoksik



< 5 mg/kg



Amat sangat toksik



5 – 50 mg/kg



Sangat toksik



50 -500 mg/kg



Toksik sedang



0,5 – 5 g/kg



Toksik ringan



5 – 15 g/kg



Praktis tidak toksik



>15 g/kg



LC50 yaitu senyawa kimia dalam lingkungan (air dan udara) yang menyebabkan kematian 50% populasi hewan coba dalam jangka waktu tertentu. Dinyatakan dengan satuan mg/L (part per million = ppm). 2. ED50 (dosis efektif) adalah dosis yang meyebabkan efek spesifik selain mematikan pada 50% hewan. 3. Ambang dosis adalah tingkat dosis rendah ini dimana tidak ada efek yang dapat diamati. Ambang batas diperkirakan ada untuk efek tertentu, seperti efek toksik akut; tapi tidak untuk yang lain, seperti efek karsinogenik. Toksisitas dapat dinyatakan berdasarkan waktu hingga timbulnya gejala keracunan (onset), yaitu: 1. Toksisitas akut, jika efek timbul segera atau paparan durasi pendek dalam hitungan jam sampai hari setelah terpapar bahan toksik. Efek akut dapat reversibel atau tidak dapat dipulihkan.



4



2. Toksisitas sub akut, jika gejala keracunan timbul dalam jangka waktu setelah sedang (minggu sampai bulan) setelah terpapar bahan toksik dalam dosis tunggal. 3. Toksisitas kronis, jika akibat keracunan baru timbul setelah terpapar bahan toksik secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang (dalam hitungan tahun) atau bahkan dekade. Efek kronis terjadi setelah terpapar dalam waktu lama (bulan, tahun, dekade) dan bertahan setelah paparan telah berhenti.



B. DEFINISI NARKOTIKA Narkotika menurut UU ketentuan pasal 6 ayat (1) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009). Cara kerjanya mempengaruhi susunan syaraf yang dapat membuat orang yang memakai nya tidak merasakan apa-apa, bahkan bila bagian tubuh disakiti sekalipun. Efek narkotika disamping membius dan menurunkan kesadaran, adalah mengakibatkan daya khayal atau halusinasi (ganja), serta menimbulkan daya rangsang atau stimulant (cocaine). Narkotika tersebut dapat menimbulkan ketergantungan (depence). Narkotika yang dibuat dari alam yang di kenal adalah candu (opium), ganja dan cocaine. Opium atau candu adalah getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniverum L. atau P. paeoniflorum) yang belum matang. Opium mengandung morfin yang dimana bekerja langsung pada sistem saraf untuk menghilangkan rasa sakit. Zat ini merupakan narkotika golongan 1 yang memiliki daya adiktif yang tinggi. Yang termasuk golongan opioid ialah: •



Obat yang berasal dari opium-morfin







Senyawa semisintetik morfin







Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Di dalam klinik opioid dapat digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat



(morfin). Akan tetapi pembagian ini sebetulnya lebih banyak didasarkan pada efikasi relatifnya dan bukannya pada potensinya. Opioid kuat mempunyai rentang efikasi yang lebih luas dan dapat menyembuhkan nyeri yang berat lebih banyak



5



dibandingkan dengan opioid lemah. Penggolongan opioid lain adalah opioid natural (morfin, kodein, pavaperin dan tebain), semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil). Berikut ini merupakan turunan opioid yang sering disalahgunakan: 1. Candu Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai “Lates”. Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap. Pemakaiannya dengan cara dihisap. 2. Morfin Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan. 3. Heroin (putaw) Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir – akhir ini. Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik. 4. Kodein Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.



6



5. Demerol Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.



Ganja atau mariyuana mengandung tetrahidrokanabinol dan kanabidiol yang membuat pemakainya mengalami euphoria. Ganja biasanya dibuat menjadi rokok untuk dihisap supaya efek dari zatnya bereaksi. Kokaina atau juga disebut sebagai kokain adalah senyawa sintesis yang memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat. Kokaina merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan koka Erythroxylon coca yang berasal dari Amerika selatan. Daunnya bisa dikunyah oleh penduduk setempat mendapatkan efek stimulan. Saat ini kokaina masih digunakan sebagai anastetik local, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokontriksifnya juga membantu. Golongan - golongan narkotika yang dimaksud dalam UU narkotika ketentuan pasal 6 ayat (1) terdapat 3 golongan, yaitu: 1. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Antara lain: Heroin, Kokain, Daun kokain, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ekstasi, dan lebih dari 65 macam jenis lainnya. 2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan



ilmu



pengetahuan



serta



mempunyai



potensi



tinggi



mengakibatkan ketergantungan. Antara lain: Morfina, Petidin, Fentanil, Metadon selanjutnya ada 86 Jenis (Lampiran I UU Narkotika). 3. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Antara lain: Kodein, Buprenorfin, Etilmorfina, Nikokodina, Polkodina, Propiram dan ada tiga belas macam termasuk beverapa campuran lainnya.



7



C. GEJALA DAN EFEK DARI TOKSISITAS NARKOTIKA 1. Ganja a. Gejala dan Efek toksisitas Penggunaan dosis rendah hingga sedang menyebabkan efek intoksikasi seperti relaksasi, rasa mengantuk, dan mild euphoria sedangkan pada dosis tinggi menyebabkan reaksi panik dan halusinasi akut atau kata lain dapat menimbulkan efek toksisitas akut (jangka pendek). Besar jumlah dan jenis efek yang terjadi bervariasi tiap individu tergantung pada respon personal dan jumlah marijuana yang dikonsumsi. Efek toksisitas akut dari marijuana dapat disebabkan oleh penggunaan berlebihan (overdose), pemakaian dosis tinggi, atau kontaminasi dengan bahan kualitas rendah atau kombinasi dengan golongan bahan lain seperti golongan halusinogen (LSD) atau dengan PCP. Manifestasi klinik gejala toksisitas akut toksik dari pemakaian marijuana antara lain: 1) Ketajaman sensorik, 2) Euforia yang disertai dengan relaksasi atau rasa mengantuk seperti teler yang



disebabkan



oleh



gangguan



aktivitas



neurotransmitter



dopaminergik dan norepinefrin yang berlebihan, 3) Peningkatan denyut jantung yang disebabkan laju aliran darah dalam pembuluh meningkat yang ditandai dengan hipertensi, 4) Takikardia yang disebabkan gangguan impuls listrik, 5) Memori jangka pendek menurun karena aktivitas neurologik pada hipokampus yang menurun pada daya ingat jangka pendek. 6) Fokus, perhatian, dan kemampuan pengambilan keputusan berkurang. 7) Gangguan psikomotorik, seperti gangguan koordinasi kerja otot, dan gangguan keseimbangan pergerakan otot, reaksi refleks yang lambat, koordinasi tangan-mata yang terganggu, dan disinterpretasi jarak. 8) Nafsu makan bertambah, 9) Pneumomediastinum ditandai dengan overdistensi dan pecahnya bagian viseral 10) Pulmonari dan parietal pleura. Gejala ini muncul sebagai tanda sekunder dari pemakai marijuana melalui inhalasi. 11) Ansietas dan panik pada pemula. 8



2. Heroin a. Gejala dan Efek toksisitas 1) Toksisitas akut (overdosis) Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800 mg untuk pecandu narkotik. Gejala overdosis biasanya timbul beberapa saat setelah pemberian obat. 2) Gejala intoksikasi akut (overdosis); a) Kesadaran menurun, sopor – koma b) Depresi pernafasan, frekuensi pernafasan rendah 2-4 kali semenit, dan pernafasan mungkin bersifat Cheyene stoke c) Pupil kecil (pin poiny pupil), simetris dan reaktif. Tampak sianotik, kulit muka kemerahan secara tidak merata. Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila pernafasan memburuk dan terjadi syok d) Suhu badan rendah (hipotermia) dan kulit terasa dingin e) Bradikardi f) Edema paru g) Kejang



3) Efek Kematian biasanya disebabkan oleh depresi pernafasan. Angka kematian meningkat bila pecandu narkotik menggabungkannya dengan obat-obatan yang menimbulkan reaksi silang seperti alkohol, tranquilizer. a) Angka kematian heroin + alkohol 40 % b) Angka kematian heroin + tranquilizer 30%



3. Kokain a. Gejala dan Efek toksisitas Gejala dari toksisitas kokain berupa; a) Dilatasi pupil/midriasis b) Tremor c) Berkeringat d) Mual, muntah e) Selera makan menurun 9



f)



Halusinasi visual / taktil



g) Nyeri dada h) Tekanan darah naik i) Aritmia j) Over dosis : kejang, koma dan kematian k) Penilaian realita kurang wajar, gangguan fungsi sosial / pekerjaan l) Meningkatnya kewaspadaan dan aktivitas, bergerak terus menerus, memaksakan kehendak dan banyak bicara ( agitasi psikomotor ) m) Meningkatnya percaya diri n) Euforia Dalam kasus keracunan akut yang parah, efek samping yang berpotensi



mematikan



termasuk



aritmia



yang berkepanjangan,



hipoglikemia berat, tremor , kejang , hipertermia (yaitu, peningkatan suhu inti yang nyata), uremia yang tidak diobati , infark miokard , stroke , dan serangan jantung mendadak. Overdosis kokain dapat menyebabkan hipertermia karena stimulasi dan peningkatan aktivitas otot menyebabkan produksi panas yang lebih besar. Kehilangan panas juga dihambat oleh vasokonstriksi yang diinduksi kokain. Kokain dan/atau hipertermia terkait dapat menyebabkan kerusakan sel otot ( rhabdomyolysis ) dan mioglobinuria yang mengakibatkan gagal ginjal 4. Morfin a. Gejala dan Efek toksisitas 1) Gejala kelebihan dosis Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah). Dikenal dengan nama Triad Morfin (Harrison, 2016)



10



2) Gejala toksik akut morfin Stupor, coma; RR 2-4x/menit; Cyanosis ; Pin-point pupil; Urine formation menurun; Temperatur tubuh menurun; Konvulsi (biasa terjadi pada anak-anak) (Harrison, 2016) 3) Gejala–gejala lepas obat Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak (dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi(kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi), keluar air dari hidung(rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik (Harrison, 2016). Gejala ini makin hebat disertai timbulnya muntah, kolik, dan diare. Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meniingkat. Pasien merasa panas dingin disertai hiperhidrosis. Akibatnya timbul dehidrasi, ketosis, asidosis, dan berat badan pasien menurun. Kadangkadang timbul kolaps kardiovaskular yang bisa berakhir dengan kematian.



5. Codein a. Gejala dan Efek toksisitas Keracunan dan kematian akibat kodein saja yang jarang ditemui. Dosis yang mematikan adalah antara 500 mg dan g ingestions toksik akut kodein menghasilkan triad khas gejala terlihat dengan morfin, koma, miosis, dan depresi pernafasan. Codein merupakan turunan dari opioid sehingga gejala dan efek yang ditimbulkan mirip dengan morfin.



b. Gejala kelebihan dosis Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah). Dikenal dengan nama Triad Morfin (Harrison, 2016)



11



6. Gejala toksik akut morfin Stupor, coma; RR 2-4x/menit; Cyanosis ; Pin-point pupil; Urine formation menurun; Temperatur tubuh menurun; Konvulsi (biasa terjadi pada anak-anak) (Harrison, 2016) 7. Gejala–gejala lepas obat Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak (dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi (kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi), keluar air dari hidung (rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan cemas, tremor, kadangkadang psikosis toksik (Harrison, 2016). Gejala ini makin hebat disertai timbulnya muntah, kolik, dan diare. Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meniingkat. Pasien merasa panas dingin disertai hiperhidrosis. Akibatnya timbul dehidrasi, ketosis, asidosis, dan berat badan pasien menurun. Kadang-kadang timbul kolaps kardiovaskular yang bisa berakhir dengan kematian.



D. PEMERIKSAAN DAN ANTIDOTUM PADA TOKSISITAS NARKOTIKA 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi, termasuk tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen dan sistem saraf. a. Tanda-tanda vital Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obatobat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dari narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat



12



simpatomimetik,



antimuskarinik.



salisilat



dan



obat-obat



yang



menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh obat narkotik, fenotiazin dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar. b. Mata Konstriksi pupil (miosis) adalah khas untuk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta kornea yang dalatasi akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus horizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulinum. c. Abdomen Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut dan diare adalah umum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin dan A. phalloides. d. Sistem saraf Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP) dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disebabkan oleh antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik dan mungkin menyerupai kematian otak.



13



2. Pemeriksaan Laboratorium a.



Urin, cairan empedu dan jaringan tempat suntikan.



b.



Darah dan isi lambung, diperiksa bila diperkirakan keracunannya peroral.



c.



Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara menghirup.



d.



Rambut



3. Metode yang digunakan: a. Dengan Thin Layer Chromatography atau dengan Gas Chromatography (Gas Liquid Chromatography) b. Liquid chromatography ultraviolet Untuk pemeriksaan dari rambut dapat digunakan metode Liquid chromatography ultraviolet. Seseorang dikatakan pecandu heroin, bila pada rambutnya ditemukan kandungan 10 mg heroin/ mg rambut.



4. Antidotum pada Toksisitas Narkotika



Antidotum



Sediaan



Reseptor



Naloxone



Parenteral : 0,4; 1 mg/ml; μ, δ, dan κ antagonis 0,02 mg/ml



Naltrexone



Oral tablet 50 mg



μ, δ, dan κ antagonis



Nalorphine



Injeksi : 10 mg/ml



μ antagonis / κ agonis



14



Nalokson merupakan obat antagonis opioid murni tanpa adanya sifat agonist dari opioid. Nalokson bekerja dengan cara kompetitif sebagai opioid antagonis dengan cara berikatan dengan reseptor opioid sistem saraf pusat. Reseptor yang berikatan dengan naloxone adalah reseptor μ (mu), δ (delta), dan κ (kappa). Nalokson berikatan dengan reseptor μ -opioid dengan afinitas tinggi, sedangkan pada reseptor δ dan κ -opioid dengan afinitas lebih rendah. Secara klinis pemberian naloxone dapat mengembalikan dan menghambat efek opioid yang khas, termasuk analgesia, euforia, sedasi, depresi pernapasan, miosis, bradikardi, dan ketergantungan fisik. Nalokson seringnya diberikan melalui intravena dan mempunyai durasi kerja yang sangat singkat (1-2 jam). Disposisi metabolik terutama melalui konjugasi glukoronide, seperti pada agonis opioid dengan gugus hidroksil bebas. Nalokson merupakan antagonis murni dan lebih disukai daripada obat-obat agonis-antagonis lemah yang lebih dulu ada seperti nalorfin dan levalorfan. Nalokson terutama digunakan untuk intoksikasi opioid akut. Kerja nalokson sangat singkat, pasien dengan depresi berat dapat pulih setelah diberikan satu dosis nalokson dan tampak normal, hanya untuk kembali koma 1-2 jam kemudian.



15



Berikut nalokson sebagai first of choices terapi toksisitas:



16



Berikut algoritma terapi pasien toksisitas



Untuk Naltrekson, akan diabsorbsi baik pada pemberian per oral tetapi dapat mengalami metabolisme pada fase pertama. Waktu paruhnya 10 jam, dan dosis oral tunggal 100 mg akan memblokade efek opioid sampai 48 jam. Naltrekson durasinya panjang. Biasanya digunakan untuk maintenance pasien withdrawl opioid. Nalorphine adalah obat untuk menangkal depresi pernapasan yang dihasilkan oleh overdosis narkotika. Obat ini adalah turunan morfin yang bertindak sebagai antagonis terhadap depresi dan efek stimulasi dari morfin dan narkotika lainya yang terkait.



17



E. PENCEGAHAN, TERAPI, DAN REHABILITASI NARKOTIKA 1. Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, meliputi (BNN, 2004) : a. Pencegahan primer Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan Narkotika, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan Narkotika. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik. b. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah menyalahgunakan Narkotika. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan Narkotika lagi. c. Pencegahan tersier Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi penyalahguna Narkotika dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan terhadap penyalahguna Narkotika yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali. 2. Terapi Terapi pengobatan bagi klien Narkotika misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu: a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi Pasien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.



18



b. Detoksifikasi dengan Substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).



Tahapan tindakan yang dilakukan terhadap keadaan intoksinasi adalah sebagai berikut: a. Intoksikasi Opioida Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali b. Intoksikasi Ganja 



Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.







Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.



c. Intoksikasi Kokain dan Amfetamin 



Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 1025 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit.







Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral



Tindakan terhadap keadaan over dosis yang pertama adalah usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu : 



Lurus dan tengadahkan leher kepada pasien (jika diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu)







Kendurkan pakaian yang terlalu ketat







Hilangkan obstruksi pada saluran napas







Bila perlu berikan oksigen







Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar



19







Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal, injeksi adrenalin 0.1-0.2 cc I.M







Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru, hiperventilasi) karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium bikarbonas







Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan, jika didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.







Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau trauma yang membahayakan







Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang belum teratasi.







Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV



1. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna Narkotika kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut Hawari (2009) jenis-jenis rehabilitasi antara lain : a. Rehabilitasi Medik Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahguna Narkotika benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan. b. Rehabilitasi Psikiatrik Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannya maupun



5



personil yang membimbing atau mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi atau konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat



5



penyalahgunaan Narkotika, bagaimana cara menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak kambuh. c. Rehabilitasi Psikososial Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah atau kampus dan di tempat kerja. Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali ke sekolah atau kuliah atau bekerja. d. Rehabilitasi Psikoreligius Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna Narkotika mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan Narkotika.



20



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 



Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injury.







Narkotika menurut UU ketentuan pasal 6 ayat (1) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009).







Narkotika dibagi menjadi tiga golongan dalam UU narkotika ketentuan pasal 6 ayat (1) yaitu Narkotika golongan I, II, dan III.







Gejala dan efek toksisitas pada ganja yaitu pada dosis tinggi menyebabkan reaksi panik dan halusinasi akut atau kata lain dapat menimbulkan efek toksisitas akut (jangka pendek).







Overdosis kokain dapat menyebabkan hipertermia karena stimulasi dan peningkatan aktivitas otot menyebabkan produksi panas yang lebih besar.







Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi, termasuk tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen dan sistem saraf.



21



DAFTAR PUSTAKA



Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar; Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, UI Press. Rachel, Benita, dkk. 2014. Toksisitas Marijuana. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Japardi, Iskandar. 2002. Efek Neurologis Pada Penggunaan Heroin (Putaw). Medan: Universitas Sumatera Utara. Rahayu, Muji & Solihat, Moch. Firman. 2018. Toksikologi Klinik. Departemen Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Harrison’s, et.al. 2016. Principle of Internal Medicine 19th Edition. Mc. Graw Hills – NY Melina, Rotua Indah, dkk. 2014. Intoksikasi Kodein. Universitas Kristen Indonesia Boyer, Edward. 2018. Management of Opiod Analgesic Overdose : Review Article. N England J Med, 2012; 367:146-55 Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2004. Komunikasi Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : BNN Purba, J. M., Wahyuni, S. E., Nasution, M. L., Daulay, W. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : Usu Press. Hawari, D. H. (2009). Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza (Edisi Kedua). Jakarta : FK. UI.



22