Makalah Toksisitas Ginjal Kelompok 2 - A [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TOKSISITAS GINJAL Dosen: Dr. Apt Deden Winda S, M. Farm



Disusun oleh: Kelompok 2/ Kelas A Farmasi Khopipah Adawiah



24041118222



Muhammad Anggit



24041119031



Putri Puji



24041119005



Rafdi Agil Yusup



24041119040



Rosa Rosmawati



24041119044



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GARUT 2021



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya dan tentunya nikmat sehat sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Toksisitas Ginjal” ini selesai sesuai dengan apa yang diharapkan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW dan tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Apt Deden Winda S, M. Farm selaku dosen mata kuliah Toksikologi serta berterimakasih kepada pihak yang ikut membantu membuat makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Toksikologi. Semoga apa yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat menambah wawasan baik itu untuk kami pribadi sebagai penulis maupun dunia pendidikan pada umumnya. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak - pihak yang sudah membantu dalam penyusunan makalah ini.



Garut, 20 Oktober 2021



Penulis



ii



DAFTAR ISI



JUDUL ................................................................................................................................................



i



................................................................................................................................................ KATA PENGANTAR .........................................................................................................



ii



DAFTAR ISI ........................................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................



4



1.1. Latar Belakang .........................................................................................................



4



1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................



4



1.3. Tujuan ......................................................................................................................



4



BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................



5



2.1. Anatomi Ginjal .........................................................................................................



5



2.2. Toksisitas Ginjal dan Mekanismenya ......................................................................



8



2.3. Tanda kerusakan ginjal karena keracunan ...............................................................



8



2.4. Zat-zat Penginduksi Nefrotoksik ..............................................................................



17



2.5. Sindrom Nefrotik ......................................................................................................



20



2.6.Gejala Sindrom Nefrotik ............................................................................................



21



2.7.Penyebab Sindrom Nefrotik.......................................................................................



21



2.8.Diagnosis Sindrom Nefrotik ......................................................................................



22



2.9.Pengobatan Sindrom Nefrotik....................................................................................



22



2.10.Komplikasi Sindrm Nefrotik....................................................................................



23



BAB III PENUTUP .............................................................................................................



25



3.1. Kesimpulan ...............................................................................................................



25



DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................



26



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang



Ginjal merupakan organ vital dalam tubuh yang berfungsi sebagai organ ekskresi dalam tubuh yang berbentuk mirip kacang dan terletak dibelakang perut atau abdomen. Gagal ginjal merupakan kehilangan kemampuan untuk menyaring sisa-sisa makanan dan air dalam tubuh. Apabila kondisi tersebut terjadi, kadar cairan berbahaya dan racun akan terkumpul dan mengendap didalam tubuh. Gagal ginjal yang bersifat progresif, lambatdan berlangsung lama merupakan ciri dari gagal ginjal kronik. Ginjal kehilangan kemampuan untuk menyeimbangkan komposisi dan volume cairan tubuh. Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible (Rahardjo et al., 2006). Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara tiba-tiba sampai dibawah 15 mL/menit. Toksisitas ginjal disebabkan oleh berbagai bahan yang bersifat racun, misalnya logam berat (merkuri/Hg), bahan organik (karbon tetraklorida), maupun obat-obatan (gentamisin, antibiotika lain atau bahan kontras pemeriksaan radiologik).



1.2.



Rumusan Masalah a. b. c. d.



1.3.



Apa itu ginjal ? Apa itu toksisitas ginjal dan mekanismenya? Apa saja ciri-ciri kerusakan ginjal akibat dari keracunan? Apa saja tanda patologi kerusakan ginjal?



Tujuan a. b. c. d.



Mengetahui anatomi ginjal Mengetahui toksisitas ginjal beserta mekanismenya Mengetahui ciri-ciri kerusakan ginjal akibat dari keracunan Mengetahui tanda patologi dari kerusakan ginjal



4



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram.



Gambar 1. Anatomi Ginjal Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota.



Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor.



5



Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus. Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari ginjal. Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitonial bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut hilus renalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. Fungsi yang diperankan ginjal sangat penting untuk kehidupan manusia, yaitu menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang selanjutnya akan dikeluarkan melalui urin. Fungsi tersebut antara lain mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (Anti Diuretic Hormone) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, serta menghasilkan beberapa hormon yaitu eritropoetin yang mempunyai peran dalam pembentukan eritrosit, renin yang mempunyai peran dalam mengatur tekanan darah, dan hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh (Purnomo, 2011). Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible (Rahardjo et al., 2006). Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara tiba-tiba sampai dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin, dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum tingkat kematian pasien tinggi. Gambaran klinis gagal ginjal akut meliputi perubahan volume urin (oliguria, poliuria), kelainan neurologis (lemah, letih, gangguan mental), gangguan pada kulit (gatal-gatal, pigmentasi), tanda pada kardiopulmoner (sesak, perikarditis), dan gejala pada saluran cerna (mual, nafsu makan menurun, muntah) . (Kenward & Tan, 2003).



6



Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal akut, yaitu prerenal, renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda. a). Prerenal Prerenal ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke ginjal. Penyebab umumnya yaitu terjadinya penurunan volume intravaskular karena kondisi seperti perdarahan, dehidrasi, atau hilangnya cairan gastrointestinal. Kondisi berkurangnya curah jantung misalnya gagal jantung kongestif atau infark miokard dan hipotensi juga dapat mengurangi aliran darah ginjal yang mengakibatkan penurunan perfusi glomerulus dan prerenal ARF (Stamatakis, 2008). Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang mengakibatkan tekanan intraglomerular yang disebabkan oleh pelebaran arteriola aferen (arteri yang memasok darah ke glomerulus), penyempitan arteriola eferen (arteri yang membawa darah dari glomerulus), dan redistribusi aliran darah ginjal ke medula ginjal. Fungsional ARF terjadi ketika mekanisme adaptif terganggu dan hal tersebut sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain: NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug) merusak dilasi mediator prostaglandin dari arteriola aferen. ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) dan ARB (Angiotensin Receptor Blocker) menghambat angiotensin II dimediasi oleh penyempitan arteriola eferen. Siklosporin dan takrolimus terutama dalam dosis tinggi merupakan vasokonstriktor ginjal yang poten. Semua agen tersebut dapat mengurangi tekanan intraglomerular dengan penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) (Stamatakis, 2008). b). Renal Gagal ginjal intrinsik, disebut juga sebagai intrarenal ARF disebabkan oleh penyakit yang dapat mempengaruhi integritas tubulus, pembuluh glomerulus, interstitium, atau darah. ATN (Acute Tubular Necrosis) merupakan kondisi patofisiologi yang dihasilkan dari obat (aminoglikosida atau amfoterisin B) atau iskemik terhadap ginjal (Stamatakis, 2008).



7



c). Postrenal Postrenal terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa sebab, antara lain: hipertrofi prostat jinak, tumor panggul, dan pengendapan batu ginjal (Stamatakis, 2008).



Penyebab gagal ginjal akut: a). Penyebab prerenal, misalnya septicaemia, hypovolaemia, cardiogenic shock, dan hipotensi akibat obat. b). Penyebab renal, misalnya glomerulonephritis, myoglobinuria, obstruksi intrarenal, obat yang bersifat nefrotoksik, dan hipertensi yang meningkat. c). Penyebab postrenal, misalnya obstruksi saluran kemih akibat hipertrofi prostat, batu ginjal, dan batu pada saluran kemih (Kenward & Tan, 2003). 2.2. Toksisitas Ginjal a). Degenerasi dan Nekrosis Dalam keadaan normal, sel berada pada keadaan homeostasis, di mana terdapat keseimbangan sel dengan lingkungan sekitar. Sel yang terjejas merupakan satu rangkaian perubahan biokimia atau morfologi yang terjadi ketika kondisi homeostasis mengalami gangguan hebat. Perubahan tersebut bisa kembali ke kondisi normal (reversible) atau tidak (irreversible). Terdapat bermacam-macam penyebab jejas pada sel, baik sebab eksogen (dari luar tubuh) seperti trauma fisik (panas,dingin, suntukan jarum), kimiawi (racun, obat, bahan toksik), dan biologi (virus, bakteri, parasit, jamur) maupun sebab endogen (dari dalam tubuh) seperti kelainan genetik, metabolit, hormon, sitokin, dan substansi bioaktif yang lain. Sebagian besar perbedaan jejas reversibel dan ireversibel terletak pada penilaian kualitatif. Apabila trauma yang dialami oleh sel ringan sehingga perubahan seluler yang terjadi segera teratasi dan sel kembali dalam kondisi normal, disebut jejas yang reversibel. Sedangkan apabila sel tidak mampu kembali ke kondisi normal, maka keadaan ini disebut jejas ireversibel. Pada makhluk hidup/manusia, jejas ireversibel akan dikuti dengan kematian sel, di mana di dalam sel akan terjadi reaksi degradatif berupa autolisis



8



(penghancuran oleh enzim intraseluler, misalnya protease, lipase) atau



heterolisis



(penghancuran oleh enzin dari luar sel, missal bakteri, leukosit). Kematian sel di dalam organisme hidup disebut nekrosis. Sel yang mengalami kematian mempunyai perubahan inti yang tipikal, antara lain piknosis (penggumpalan kromatin), karioreksis (fragmentasi material inti), dan kariolisis (kromatin inti menjadi lisis). Seiring waktu sekitar satu sampai dua hari, inti pada sel yang nekrosis sama sekali menghilang, sementara itu sitoplasma berubah menjadi masa asidofil suram bergranula. Perubahan reversibel dan ireversibel dapat terjadi pada morfologi ginjal akibat bermacammacam agen penyebab jejas terutama agen kimiawi maupun radikal bebas. Perubahan reversibel yang mungkin terjadi pada ginjal antara lain adalah degenerasi sel tubulus, inflamasi sel tubulus, dan terbentuknya cast atau silinder, sedangkan perubahan ireversibel dari sel tubulus antara lain adalah atrofi atau dilatasi lumen, fibrosis sel tubulus, dan yang paling berat adalah nekrosis sel tubulus. Perubahan ireversibel biasanya ditandai dengan hilangnya brush border dan inti sel yang memipih. b). .Nekrosis Tubular Akut Nekrosis Tubular Akut (NTA) adalah suatu kelainan klinikopatologi yang secara morfologik ditandai oleh destruksi sel epitel tubulus dan klinik dengan gangguan faal ginjal akut. NTA dibedakan atas NTA iskemik dan NTA nefrotoksik. Nekrosis Tubular Akut (NTA) iskemik dapat terjadi karena berkurangnya aliran darah ke ginjal, misalnya pada pasien yang mengalami syok akibat perdarahan, trauma, luka bakar, trauma, obstruksi usus, reaksi transfusi, dan operasi. Karena epitel tubulus-tubulus ginjal terutama tubulus proksimal sangat peka terhadap suatu iskemia, maka jaringan ini akan mengalami kerusakan dalam batas–batas tertentu, walaupun sisa jaringan ginjal lainnya tampak seperti tidak mengalami kelainan. Iskemia adalah penyebab paling sering, dan lamanya iskemia akan menentukan luasnya cedera yang terjadi dan prognosis kembalinya fungsi ginjal. Penelitian menunjukkan bahwa iskemia selama 25 menit atau kurang berakibat pada kerusakan ringan yang masih reversibel, sedangkan iskemia 2 jam menimbulkan kerusakan berat yang ireversibel.



9



Gambar 2. Nekrosis Tubular Akut NTA nefrotoksik disebabkan oleh berbagai bahan yang bersifat racun, misalnya logam berat (merkuri/Hg), bahan organik (karbon tetraklorida), maupun obat-obatan (gentamisin, antibiotika lain atau bahan kontras pemeriksaan radiologik). Kerusakan ginjal akibat zat nefrotoksik terlihat dari adanya penyempitan tubulus proksimal, nekrosis sel epitel tubulus proksimal, adanya hialin cast di tubulus distal, pecahnya sel darah merah, koagluasi intavaskular, pengendapan kristal oksalat dan asam urat, serta hipoksia jaringan. Tampak juga degenerasi tubulus proksimal yang mengandung debris, tetapi membrana basalis utuh. Nekrosis tubular akut (NTA) adalah Acute Kidney Injury (AKI) yang disebabkan oleh cedera iskemia atau nefrotoksik pada epitel tubulus ginjal, sehingga dapat terjadi kerusakan dan kematian epitel tubulus.dengan gejala klinis oliguria yang dilanjutkan diuresis. Perjalanan klinik dari NTA dibedakan atas tahap awal, maintenance, dan penyembuhan. Tahap awal berlangsung selama 36 jam, ditandai dengan penurunan pengeluaran kemih (oliguria) dilanjutkan dengan tahap maintenance yang berlangsung dari hari kedua sampai keenam di mana pengeluaran kemih turun drastis sampai 50-400 ml/hari disertai tanda-tanda uremia.Adanya kerusakan tubulus menyebabkan retensi cairan, sehingga terjadi uremia, hiperkalemia, edem, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, peningkatan blood urea nitrogen (BUN) sekitar 25-30mg/dl per-hari, dan kreatinin kira-kira 2,5mg/dl per-hari. Tahap penyembuhan ditandai dengan peningkatan pengeluaran urin mencapai 3 liter per hari. Gangguan keseimbangan elektrolit dapat terjadi pada tahap ini. Risiko terkena infeksi besar sehingga 25% penderita meninggal pada tahap ini. Setelah penyembuhan, epitel tubulus diganti dengan sel yang belum memiliki kemampuan selektif, sehingga urin mudah lewat tanpa absorpsi yang mengakibatkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit tertentu. Obat-obatan yang menyebabkan nefrotoksisitas: 10



1. Aminoglikosida (AMG) Prototipe obat AMGare memiliki efek samping utama nefrotoksisitas. Risiko nefrotoksik meningkat dengan keadaan deplesi Na+ dan K+, iskemia ginjal, bertambahnya usia, penyakit hati, diuretik, penggunaan bersama agen nefrotoksik dan dengan durasi terapi mencapai, 50% bila diberikan selama 14 hari atau lebih. Toksisitas relatif: neomisin > gentamisin > tobramisin > netilmisin > amikasin > streptomisin. Mekanisme toksisitas AMG terkonsentrasi secara aktif di korteks ginjal dan sel tubulus proksimal. Kemudian berikatan dengan lisosom, mengarah pada pembentukan badan myeloid/lisosom sekunder, yang diyakini mengganggu jalur fosfatidil-inositol. Dengan demikian, konsentrasi obat tinggi sesaat yang dicapai segera setelah injeksi intravena menghasilkan saturasi mekanisme penyerapan. Oleh karena itu, dosis ganda lebih berbahaya daripada injeksi bolus dosis tunggal. Pencegahan dan tindakan pencegahan •



Nefrotoksisitas AMG secara langsung tergantung pada dosis dan durasi



terapi. Dengan demikian, nefrotoksisitas lebih mungkin terjadi jika dosis besar diberikan dalam waktu lama, atau dosis biasa diberikan kepada pasien dengan penyakit ginjal yang mendasarinya. Oleh karena itu, gunakan dosis terendah dan terapi sesingkat mungkin. •



Gunakan AMG sebagai dosis sekali sehari daripada dosis terbagi terutama



pada individu berisiko tinggi. •



Pemantauan serial fungsi ginjal (kreatinin serum setiap hari) harus



dilakukan untuk deteksi dini nefrotoksisitas. •



Hindari



kombinasi



AMG



dengan



nefrotoksin



potensial



lainnya



(amfoterisin, cisplatin, diuretik, bahan kontras, dll.). •



Selama terapi AMG, pastikan hidrasi yang memadai, terutama pada orang



tua 2. NSAID Ketersediaan over-the-counter obat-obatan ini menempatkan populasi yang besar pada risiko. Dosis lebih tinggi dari biasanya, penipisan volume, gagal jantung kongestif, sindrom



11



nefrotik, sirosis terutama dengan asites, penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya dan usia > 65 tahun merupakan faktor yang meningkatkan toksisitasnya. Mekanisme toksisitas : Nefrotoksisitas disebabkan oleh respons hipersensitivitas yang tertunda dengan pirau metabolit asam arakidonat ke jalur lipoksigenase. Leukotrien memediasi kemotaksis untuk sel darah putih yang mengarah ke infiltrat seluler (sel T dan eosinofil). Nefropati analgesik adalah nefritis interstisial kronis yang berhubungan dengan sklerosis kapiler pada pembuluh darah pelvis ginjal dan nekrosis papiler ginjal, diikuti oleh kalsifikasi. Hal ini disebabkan oleh iskemia meduler yang diinduksi oleh hilangnya efek vasodilatasi prostaglandin pada vasa rekta. Pemindaian tomografi komputer tanpa kontras pada perut of menunjukkan kontur ginjal yang bergelombang, penurunan panjang kedua ginjal dan kalsifikasi papiler adalah ciri dari nefropati analgesik. Pencegahan dan manajemen : •



Kenali risiko (faktor situasional) untuk penyebab nefrotoksisitas dan ambil



tindakan korektif untuk meminimalkan potensi nefrotoksik. •



Hindari penggunaan NSAID kronis (kebiasaan).







Hindari kombinasi analgesik dan pantau penggunaan obat-obatan bila



konsumsi adalah wajib. •



Semua analgesik yang tersedia memiliki potensi nefrotoksik dan harus



dipertimbangkan dengan cermat sebelum digunakan. •



Intervensi dini dapat mencegah perkembangannya. Hentikan NSAID jika



pasien mengembangkan bukti insufisiensi ginjal dan memastikan hidrasi yang memadai sebelum dan selama terapi. 3. Cisplatin Nefrotoksisitas adalah efek samping utama obat ini, tetapi bersifat kumulatif dan terkait dosis (>25-33 mg/m2/minggu). Pencegahan dan manajemen 1. Pencegahan toksisitas adalah dengan menghindari obat nefrotoksik lain seperti AMG. 2. Diuresis harus dimulai segera setelah pemberian obat; mempertahankan keluaran urin 100 mL/jam, dapat menurunkan nefrotoksisitas. Manitol mungkin membantu. Ketika diberikan dengan salin hipertonik, cisplatin lebih baik ditoleransi. 12



3. Natrium-tiosulfat intravena harus ditambahkan jika: > 200 mg/m2 cisplatin digunakan. 4. Obat anti-oksidan yang menyebabkan penangkal radikal bebas mungkin memainkan peran penting dalam renoprotection. 3.



Siklosporin (CS-A)



Nefrotoksisitas akut reversibel dan ireversibel kronis adalah dua bentuk sitotoksisitas yang dikenal dengan CS. 



Bentuk akut Hal ini terlihat terutama pada penerima transplantasi yang bermanifestasi sebagai ARF,



karena vasokonstriksi yang diinduksi dalam sirkulasi sistemik dan juga karena produk vasospastik dari metabolisme arakidonat khususnya tromboksan-A2. Pencegahan dan manajemen : 1. Perbaikan cepat terlihat dengan pengurangan dosis. GFR secara progresif mencapai baseline saat kadar CS-A dalam darah turun ke level terendah. 2. Penghambat saluran kalsium memberikan perlindungan dan memperbaiki toksisitas CS awal dan jangka panjang dan meningkatkan kelangsungan hidup cangkok. 3. Misoprostol analog prostaglandin juga bermanfaat dalam membalikkan efek vasokonstriksi. 



Bentuk kronis CS-Anefrotoksisitas biasanya bermanifestasi setelah 1 tahun; meniru penolakan kronis. Mekanisme toksisitas : Hal ini disebabkan oleh arteriolopati obliteratif, atrofi tubulus dan fibrosis interstisial.



Atrofi tubulardengan fibrosis difusdapat muncul sebagai garis-garis (fibrosis interstisial bergaris karakteristik CS-A). Lesi parah terlihat pada pasien dengan dosis kumulatif lebih dari 1,8 g/kg selama 6 bulan terkait dengan trombosis pada mikrosirkulasi ginjal bersama dengan trombositopenia dan anemia hemolitik. Pencegahan dan manajemen : 1. Mulai CS-A pada tanggal 5 hari pasca operasi dengan dosis terendah dengan titrasi ke atas untuk mencapai konsentrasi ideal dalam 1-2 bulan dengan pemantauan kreatinin serum dan tekanan darah yang cermat. 2. Calciumchannel blocker bermanfaat pada tahap awal hipertensi akut. 13



3. Hindari obat-obatan seperti simetidin, ranitidin, diltiazem, verapamil, eritromisin, metoklopramid, steroid anabolik, dan kontrasepsi oral yang meningkatkan konsentrasi CS-A. 4.



Amfoterisin-B (Am-B)



Ini mengandung daerah hidrofilik serta lipofilik. Faktor risiko toksisitas tetap sama dengan nefropati toksik lainnya, tetapi defisiensi natrium penting terutama pada pasien yang menggunakan diuretik dan mereka dengan dosis kumulatif 3-4 g memiliki risiko lebih besar. Mekanisme toksisitas : Ini mudah bercampur dengan membran sel, mengganggu mereka dan merusak endotel, yang tidak hanya meningkatkan permeabilitas, tetapi juga menyebabkan vasokonstriksi arteriol aferen dan eferen, penurunan GFR dan menyebabkan ARF oliguria, yang dapat berkembang menjadi toksisitas tubulus. Pencegahan dan manajemen : 1. Pencegahan adalah kunci dalam mengelola pasien ini. 2. Agonis dopamin dan suplementasi garam dapat memberikan peran protektif. 3. Liposomal Am-B mengurangi toksisitas ginjal. Dosis total yang lebih tinggi 5 mg/kg/hari dibandingkan dengan maksimum 0,5-1,5 mg/kg/hari dengan Am-B hidrofilik dapat dicapai tanpa membahayakan jaringan ginjal.



Berdasarkan sifat dan tempat kejadiannya,mekanisme aksi efek zat kimia dibagi menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel. Mekanisme luka intrasel adalah luka sel yang diawali oleh aksi racun pada tempat aksi di dalam sel sasaran. Mekanisme ini sering disebut mekanisme langsung atau primer. Pada mekanisme luka intrasel,racun mungkin berada dalam bentuk zat kimia induk atau metabolit reaktif ( produk metabolisme ), sebelum berada di sel sasaran ( Glaister,1986). Setelah masuk dalam sel sasaran salah satu atau kedua bentuk senyawa tersebut kemungkinan akan berinteraksi dengan sel sasaran molecular yang khas atau tak khas,melalui salah satu dari beberapa mekanisme reaksi kimia yang mungkin ( reaksi pendesakkan, ikatan kovalen, substitusi, peroksidasi ) dan lain sebagainya (Donatus,2001). Timbulnya respon toksis pada mekanisme luka intrasel pada dasarnya sebagai perubahan atau kekacauan biokimia, fungsional, atau struktur (Glaister,1986). 14



Sedangkan luka eksternal adalah luka sel yang terjadi secara tidak langsung, dimana aksi racun dari suatu zat terjadi di lingkungan luar sel. Mekanisme ini sering disebut mekanisme tak langsung atau sekunder ( Donatus,1986). Bila racun berada di lingkungan eksternal, maka akan mengganggu system mekanisme metabolik dan pengaturan aktivitas sel sehingga menimbulkan perubahan struktur atau fungsi sel ( Glaister,1986).



3.Kerusakan Yang Dapat Terjadi Pada Ginjal 1. Glomerolus Kerusakan pada glomerolus bias juga terjadi melalui proses autoimun, dimana toksikan seperti logam berat, hidrokarbon, penisilamin dan kaptopril berperan sebagai hapten yang menyerang protein tertentu membentuk antigen lengkap, kemudian menstimulasi respon imun sehingga terbentuk antibodi. Komplek antigen antibodi yang terbentuk akan merusak sel glomerolus. 2. Tubulus proksimal Logam berat seperti Cd, Hg, Pb, Cr dapat mengubah fungsi tubulus yang ditandai dengan glukosuria, aminoasiduria, dan poliuria. Pada dosis yang tinggi logam berat menyebabkan kematian sel, peningkatan BUN, dan anuria. Sefaloridin tidak disekresi oleh tubulus proksimal tapi ditumpuk dalam sel sehingga menyebabkan kerusakan. 3.Loop Henle Tubulus distal dan Tubulus Pengumpul Tetrasiklin dan amfoterisin B mempengaruhi tubulus distal dan mengakibatkan berkurangnya keasaman urin (salah satu fungsi tubulus ini adalah sekresi H+).Kerusakan–kerusakan pada tubulus diperantarai oleh metabolit toksik fluorida. Metoksi fluran menyebab kan kerusakan pada tubulus proksimal, loop henle, tubulus distal juga tubulus pengumpul. Aspirin dan fenasetin dapat menyebabkan gagal ginjal kronis dengan efek toksik pada medulla yaitu Loop henle, tubulus pengumpul dan vasa recta.



2.3. Tanda Kerusakan Ginjal Karena Keracunan 1.Mudah lelah Penurunan fungsi ginjal secara perlahan menyebabkan penumpukan racun dan kotoran dalam darah. Hal ini membuat tubuh menjadi mudah lelah, lemah, dan mengalami kesulitan



15



berkonsentrasi. Pada beberapa kasus, kondisi ini menyebabkan anemia dan membuat tubuh selalu terasa lemah dan lunglai. 2.Kulit kering dan Gatal Kulit menjadi kering dan gatal tidak selalu penyebab adanya penyakit kulit. Bisa saja itu tanda adanya gangguan dalam kadar mineral dan tulang yang sering terjadi pada pengidap penyakit gagal ginjal stadium lanjut. Munculnya gejala kulit kering dan gatal menandakan bahwa ginjal tidak lagi mampu menjaga keseimbangan mineral dan nutrisi dalam darah. 3.Keluarnya darah ketika buang air kecil Ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan keseimbangan cairan dan zat lain dalam tubuh. (Aditya et al., 2018). Ketika ginjal mengalami penurunan fungsi itu berarti mengalami gangguan, sehingga seringkali membuat darah bercampur kedalam urine. Selain menandakan adanya kegagalan fungsi ginjal, kondisi ini juga indikasi penyakit lain seperti batu ginjal atau infeksi. 4.Urine berbusa Menurut National Kidney Foundation, adanya busa pada urine menandakan fungsi ginjal yang terganggu. Busa pada urine menandakan bahwa terdapat protein dalam urine. Protein yang biasa ditemukan pada urine adalah albumin, yaitu protein yang juga ditemukan pada terul. 5.Pembengkakan pada pergelangan kaki Penurunan fungsi ginjal menyebabkan terjadinya retensi natrium dan menimbulkan pembengkakan pada beberapa bagian tubuh. Kaki, tangan, dan wajah merupakan beberapa bagian tubuh yang paling rentan mengalami pembengkakan ketika terjaid masalah pada ginjal. Melansir dari National Kidney Foundation, pembengkakan pada bagian pergelangan kaki dapat menjadi tanda adanya penyakit jantung, penyakit hati dan masalah vena kaki kronis. 6.Pembengkakan pada area mata Adanya gangguan pada fungsi ginjal dapat menyebabkan seseorang mengalami pembengkakan pada area mata. Hal ini terjadi karena ginjal membocorkan protein dalam darah yang membuat pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, salah satunya mata. 7.Otot lebih sering mengalami kram Ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi akibat adanya gangguan ginjal. Akibatnya, beberapa nutrisi seperti fosfor maupun kalsium dapat mengalami penurunan sehingga menyebabkan kram otot. 16



8.Frekuensi buang air kecil meningkat Meningkatnya frekuensi buang air kecil khususnya pada malam hari ini bisa menjadi tanda adanya gangguan pada ginjal. Atau bisa juga disebabkan oleh faktor lain. 9.Selain itu, peningkatan kadar kreatinin serum setelah masuknya obat juga menandakan kemungkinan cedera ginjal akibat obat. (Dhodi et al., 2014)



2.4. Zat-zat Penginduksi Nefrotoksik 1.Timah (Pb) Paparan berlebihan timah (Pb) dapat menyebabkan efek nefrotoksik akut atau kronis. Nefropati Pb akut dicirikan oleh defisit fungsional umum mekanisme transportasi tubular (Sindrom Fanconi) dan secara morfologis dengan munculnya perubahan degeneratif di epitel tubular dan nuclear inclusion bodies yang mengandung protein kompleks Pb. Efek ini, yang biasanya reversibel dengan terapi khelasi, seperti yang telah dilaporkan terutama pada anakanak. Nefropati Pb kronis adalah penyakit ginjal irreversible yang berkembang selama beberapa bulan atau beberapa tahun karena paparan berlebihan dan mungkin terkait dengan gout dan hipertensi. 2.Cadmium (Cd) Paparan kadmium dapat menyebabkan gagal ginjal. Akumulasi dari pajanan kadmium dan konsentrasinya di ginjal dapat dinilai dengan mengukur kadar kadmium dalam urin. Tanda awal gagal ginjal yang diinduksi cadmium adalah proteinuria tubular, biasanya terdeteksi Cadmium juga dapat menyebabkan penyakit nefritis interstisial. Tidak seperti nefropati karena timbal, paparan cadmium tidak berkaitan dengan hipertensi atau asam urat. Kadmium awalnya menumpuk di hati dan kemudian ditransfer ke ginjal terikat pada protein pembawa, metallothionein. Hal ini terakumulasi dalam lisosom oleh endositosis dalam sel tubulus proksimal. Pelepasan enzim lisosomal diyakini bertanggung jawab atas kerusakan tubulus. Nefritis interstisial kronis yang disebabkan oleh kadmium ditandai oleh sindrom Fanconi disertai dengan gejala klinis penting yaitu kelainan reabsorpsi kalsium dan fosfor di tubulus proksimal. 3. Merkuri (Hg)



17



Ginjal adalah salah satu organ yang menjadi target utama dari paparan uap merkuri. Efek pada glomerulus dan efek tubular telah dilaporkan. Efek pada glomerulus berkisar dari peningkatan prevalensi berat molekul proteinuria pada sindrom nefrotik. Perubahan tubular dilaporkan terdiri peningkatan ekskresi enzim dalam urin (misalnya, N-acetylglucosaminidase, fl-galaktosidase) atau retinol binding protein (RBP). Beberapa penelitian, telah gagal untuk menemukan tanda-tanda gangguan pada tubulus ginjal atau glomerulus, mungkin karena paparan merkuri dengan dosis rendah. Gejala utama setelah paparan lingkungan atau pekerjaan untuk merkuri adalah neurologis, meskipun acrodynia masih sesekali ditemui pada bayi setelah aplikasi salep merkuri untuk ruam kulit. 4. Arsen (AsH3) Arsen adalah bahan umum insektisida, yang dapat tertelan tanpa sengaja atau sengaja. Keracunan akut yang parah dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gagal ginjal akut. Nekrosis tubular akut juga dapat diakibatkan dari paparan gas arsen dalam kecelakaan industri. Arsen, yang berwujud gas tidak berwarna, tidak berbau, berevolusi ketika arsenicals bercampur dengan asam. Tanda-tanda pertama keracunan adalah malaise, kram perut, mual, dan muntah, hal ini dapat terjadi segera atau tertunda hingga 24 jam. Gagal ginjal hasil akibat dari nekrosis tubular akut sekunder hingga hemoglobinuria. 5.Kromium (Cr) Oliguria pada gagal ginjal akut dan nekrosis tubular terjadi setelah penyerapan besar kromium heksavalen dalam bentuk kromat atau dikromat. Gagal ginjal disebabkan oleh kromium trivalen. Kromium secara selektif terakumulasi dalam tubulus proksimal, tetapi ada sedikit bukti dari penyakit ginjal kronis akibat pajanan biasa. Proteinuria tubular berkurang dengan tidak adanya penyaringan glomerular.



6.Uranium (U)



18



Penyerapan sejumlah kecil uranium dalam waktu lama dapat menghasilkan penyakit ginjal kronis interstisial. penyulingan uranium menunjukkan peningkatan B2-mikroglobulin pada ekskresi urin, suatu bentuk proteinuria berhubungan dengan penyakit ginjal interstisial. Garam uranium, bila diberikan secara intravena, sangat nephrotoxic dan dapat mengakibatkan nekrosis tubular pada ginjal. 7.Silika (Si) Bukti bahwa silika adalah salah satu nefrotoksik yang dapat ditemui di tempat kerja sangat terbatas. Laporan anekdot dan studi klinis yang tidak terpercaya pda serangkaian kasus patologis menunjukkan bahwa penyakit silikosis paru berat, terutama silikosis akut, terkait dengan penyakit glomerulotubular. Ginjal berperan penting untuk menyaring racun dalam tubuh, oleh karena itu sangat penting untuk benar-benar menjaga organ ini supaya tidak keracunan. Ada beberapa cara untuk mencegah keracunan pada ginjal : a) Penuhi kebutuhan cairan dalam tubuh Penuhi kebutuhan air putih 6-8 gelas sehari, jika asupan cairan dalam tubuh cukup maka aliran ke ginjal juga akan baik. Jika terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, maka dapat membuat perburukan fungsi ginjal. b) Olahraga Rutin Cara menjaga kesehatan ginjal itu dapat dilakukan dengan olahraga secara teratur minimal 20 menit sehari. Kebiasaan ini akan membuat ginjal Anda akan tetap sehat, bekerja secara optimal, dan terhindar dari risiko penyakit ginjal. c) Mengatur pola makan Pilihlah makanan seperti buah-buahan, sayur-sayuran yang di tanam dengan tanpa pupuk kimia (organik) serta jauhilah makanan olahan, kurangi konsumsi garam berlebih, serta konsumsilah ikan atau daging putih tanpa lemak.Terlalu banyak mengonsumsi makanan asin dapat mengganggu keseimbangan mineral dalam darah. Pada akhirnya, hal ini dapat



19



memperberat kerja ginjal dan mengganggu fungsi bagian ginjal. Terlalu banyak garam bisa membuat seseorang lebih cepat merasa haus dan juga kembung. d) Hindari terlalu banyak minum obat dan suplemen Usahakanlah tidak mengonsumsi beberapa obat antibiotik dan antinyeri. Kedua obat ini berisiko dapat merusak ginjal. selain itu, obat umum non-resep pil seperti ibu profen dapat menyebabkan kerusakan ginjal jika dikonsumsi terlalu teratur selama jangka waktu yang lama.Waspada juga penggunaan suplemen dan obat herbal. Konsumsi berlebihan beberapa ekstrak herbal dan suplemen vitamin tertentu dapat berbahaya bagi ginjal 2.5.Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti dengan hipoproteinemia (hipoalbuminemia) dan akhirnya mengakibatkan edema. Dan hal ini berkaitan dengan timbulnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria. 1,2 Sindrom nefrotik pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi pada usia 1-2 tahun dan 8 tahun.3,4 Pada anakanak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2:1 hingga 3:2. Pada anak yang lebih tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan kira-kira sama. Data dari International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menunjukkan bahwa 66% pasien dengan minimal change nephrotic syndrome (MCNS) dan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) adalah laki-laki dan untuk membrano proliferative glomerulonephritis (MPGN) 65 % nya adalah perempuan. 1 Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.2,5 Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Sindrom nefrotik merupakan salah satu jenis penyakit ginjal pada anak-anak maupun orang dewasa. Kondisi yang menyerang sistem urinaria ini dapat diobati dengan mengonsumsi obatobatan yang diberikan oleh dokter. Jika sindrom nefrotik terjadi akibat penyakit lain, seperti diabetes atau lupus, dokter juga akan mengobati kondisi penyebab sindrom nefrotik tersebut.



2.6 Gejala Sindrom Nefrotik 20



Gejala utama sindrom nefrotik adalah penumpukan cairan dalam tubuh atau edema. Edema terjadi akibat rendahnya protein dalam darah, sehingga menyebabkan cairan dari dalam pembuluh darah bocor keluar dan menumpuk di jaringan tubuh. Pada anak-anak, edema yang disebabkan sindrom nefrotik dapat diamati dari pembengkakan di wajah. Sedangkan pada orang dewasa, edema dapat diamati dari pembengkakan di tumit, yang diikuti pembengkakan di betis dan paha. Gejala sindrom nefrotik lain yang dapat muncul adalah:     



Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine. Diare. Mual. Letih, lesu, dan kehilangan nafsu makan. Bertambahnya berat badan akibat penumpukan cairan tubuh.



Sindrom nefrotik yang disebabkan oleh penyakit lain juga akan menimbulkan gejala penyakit tersebut. Contohnya, sindrom nefrotik yang disebabkan oleh rheumatoid arthritis dapat menimbulkan gejala nyeri sendi. 2.7 Penyebab Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik terjadi akibat kerusakan pada glomerulus, yaitu bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah dan membentuk urine. Akibatnya, protein yang seharusnya tetap di dalam darah malah bocor ke urine. Dalam kondisi normal, urine seharusnya tidak mengandung protein. Kerusakan bagian ginjal ini dapat disebabkan oleh sel ginjal yang menebal atau membentuk jaringan parut. Sampai saat ini belum dapat diketahui penyebab glomerulus menebal atau membentuk jaringan parut. Sindrom nefrotik yang disebabkan oleh glomerulus yang menebal atau membentuk jaringan parut disebut juga dengan sindrom nefrotik primer. Selain penebalan dan pembentukan jaringan parut pada ginjal, sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh penyakit lain yang mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Kondisi ini disebut sindrom nefrotik sekunder. Ada beberapa penyakit yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik sekunder, antara lain:        



Diabetes. Lupus. Penyakit infeksi, seperti kusta, sifilis, HIV, malaria, atau penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Rheumatoid artritis. Henoch-Schonlein purpura. Amiloidosis. Kanker, seperti leukemia atau limfoma. Sindrom Sjogren. 21







Erythema multiforme.



Mengkonsumsi obat-obatan yang memengaruhi kerja ginjal, seperti obat antiinflamasi nonsteroid atau interferon alfa, juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena sindrom nefrotik. Menyalahgunakan heroin juga berisiko menimbulkan sindrom nefrotik. 2.8 Diagnosis Sindrom Nefrotik Pada pemeriksaan awal, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang dirasakan dan memeriksa kondisi fisik penderita. Selain itu, dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan pasien, terutama penyakit yang pernah diderita.Jika penderita adalah anak-anak, dokter juga akan menanyakan kepada keluarganya, apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut.Jika dokter menduga seseorang menderita sindrom nefrotik, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan yang meliputi:  Tes Urine Sampel urine akan diperiksa di laboratorium untuk melihat ada tidaknya protein yang bocor. Dokter dapat meminta pasien untuk melakukan pengambilan sampel urine selama 24 penuh.  Tes Darah Tes darah dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien untuk memeriksa kadar protein dalam darah (albumin), disertai dengan tes fungsi ginjal. Tes darah juga dapat dilakukan untuk mencari penyebab sindrom nefrotik, misalnya pemeriksaan kadar gula darah bagi yang menderita diabetes.  Biopsi Ginjal Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal. Biopsi ginjal dilakukan untuk memeriksa jaringan ginjal melalui mikroskop. 2.9 Pengobatan Sindrom Nefrotik Penanganan sindrom nefrotik oleh dokter ginjal akan berbeda-beda untuk tiap penderita, tergantung pada penyebabnya. Ada beberapa obat yang dapat diberikan kepada penderita sindrom nefrotik, antara lain:  Obat kortikosteroid Obat ini berfungsi untuk menangani peradangan pada ginjal atau mengobati penyakit peradangan penyebab sindrom nefrotik, seperti lupus atau amioloidosis. Contoh obat ini adalah methylprednisolone.



 Obat antihipertensi



22



Obat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi yang bisa meningkat saat terjadi kerusakan ginjal. Selain itu, obat darah tinggi dapat mengurangi jumlah protein yang terbuang melalui urine. Contoh obat ini adalah obat ACE inhibitor, seperti enalapril atau catropril.  Obat diuretik Fungsi obat diuretik adalah untuk membuang cairan yang berlebihan dari dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi gejala edema. Contoh obat ini adalah furosemide.  Obat pengencer darah Fungsi obat ini adalah untuk menurunkan risiko penggumpalan darah yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik. Contoh obat ini adalah heparin.  Obat penisilin Penisilin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mencegah infeksi yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik.Bila protein dalam darah terlalu rendah, dokter dapat memberikan albumin melalui infus. Dokter juga akan menyarankan penderita untuk cuci darah atau transplantasi ginjal bila sudah mengalami gagal ginjal kronis. Di samping obat-obatan, pola makan penderita sindrom nefrotik perlu diatur. Penderita perlu mengonsumsi protein yang cukup, tidak berlebih ataupun kurang. Selain itu, penderita sindrom nefrotik perlu mengurangi konsumsi garam, lemak, serta kolestrol untuk mencegah komplikasi dan mengurangi edema. Konsultasikan dengan dokter gizi mengenai pola makan bagi penderita sindrom nefrotik. Tingkat kesembuhan dari kondisi ini sangat bergantung pada penyebab, keparahan, dan respon tubuh terhadap pengobatan. Umumnya penderita usia anak-anak dapat sembuh walau sekitar 70% kembali mengalaminya lagi di masa depan. 2.10 Komplikasi Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti:  Hipertensi akibat gangguan pada ginjal Kadar albumin rendah (hipoalbuminemia) akibat banyaknya protein albumin di dalam darah yang terbuang bersama urine.  Peningkatan kadar kolesterol dalam darah Terbentuknya gumpalan darah akibat protein pengencer darah alami ikut terbuang bersama urine.Rentan terkena infeksi akibat antibodi di dalam darah ikut terbuang bersama urine.Penyakit gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis akibat ginjal tidak dapat menyaring darah dengan optimal.  Pencegahan Sindrom Nefrotik



23



Sulit untuk mencegah sindrom nefrotik yang penyebabnya belum diketahui (sindrom nefrotik primer). Namun untuk sindrom nefrotik yang muncul akibat penyakit lain, langkah pencegahannya adalah menjalani pengobatan terhadap penyakit tersebut. Misalnya, penderita diabetes perlu meminum obat pengontrol gula darah dari dokter, serta menjalani pola makan dan olahraga yang dianjurkan oleh dokter. Langkah pencegahan selanjutnya yang juga tidak kalah penting adalah mencegah komplikasi sindom nefrotik, salah satunya adalah gagal ginjal akibat kerusakan permanen pada ginjal.Hal ini dapat dilakukan dengan menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter ginjal, serta disiplin dalam menerapkan pola makan yang disarankan oleh dokter gizi.



24



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Toksisitas ginjal disebabkan oleh berbagai bahan yang bersifat racun, misalnya logam berat (merkuri/Hg), bahan organik (karbon tetraklorida), maupun obat-obatan (gentamisin, antibiotika lain atau bahan kontras pemeriksaan radiologi. 



Obat-obatan yang menyebabkan nefrotoksisitas: Aminoglikosida, NSAID, Cisplatin, Siklosporin, Amfoterisin-B.







Tanda Kerusakan Ginjal Karena Keracunan:



Mudah lelah, kulit kering dan gatal, keluar darah ketika buang air kecil, urine berbusa, pembengkakan pada pergelangan kaki, pembengkakan pada area mata, otot lebih sering mengalami kram, frekuensi buang air kecil meningkat. 



Penyakit Ginjal Akibat Paparan Logam Berat Di Tempat Kerja: Cadmium(Cd), Merkuri(Hg), Arsen(AsH3), Kromium(Cr), Uranium(U), Silika(Si).







Beberapa cara untuk mencegah keracunan pada ginjal: a). Penuhi kebutuhan cairan dalam tubuh b). Olahgaraga rutin c). Mengatur pola makan d). Hindari terlalu banyak minum obat dan suplemen



25



DAFTAR PUSTAKA



Aditya, A., Udiyono, A., Saraswati, L. D., & Setyawan, H. (2018). Screening Fungsi Ginjal Sebagai Perbaikan Outcome Pengobatan Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II ( Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep ). Kesehatan Masyarakat, 6(1), 191–199. Anonim ,2019, Info Sehat FKUI Dhodi, D. K., Bhagat, S. B., Pathak, D., & Patel, S. B. (2014). Drug-induced nephrotoxicity. International



Journal



of



Basic



&



Clinical



Pharmacology,



3(4),



591–597.



https://doi.org/10.5455/2319-2003.ijbcp20140826 Glaister, J. R., 1986, Priciples of Toxicologycal Pathology, 95-103, Francis and Taylor, London. Kenward, R., dan Tan, C.K, 2003, Penggunaan Obat Pada Gangguan Ginjal,dalam Aslam Farmasi Klinis : Menuju Pengobnatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Paiesn 2003, 140-153, PT. Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta. National Kidney Foundation. (2021). 10 Signs You May Have Kidney Disease. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar – dasar Urologi. Edisi ke-3. Sagung Seto : Malang. Stamatakis, M.K.,2008. Acute Renal Failure. New York : The McGraw-Hill Companies,Halaman 361-370. Willy, Tjin. 2019. . Alodokter https://id.scribd.com/document/394658500/TOKSIKOLOGI-GINJAL https://www.fkm.ui.ac.id/wp-content/uploads/2021/files/Buku_Toksikologi_Industri.pdf http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1378/pdf



26