9 0 807 KB
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL “OSTEOSARCOMA”
OLEH : KELOMPOK 2 KELAS B-13 B
1. IDA AYU GEDE SWANDEWI
(203221144)
2. COKORDE ISTRI WULAN DIVYASITA
(203221145)
3. NI KOMANG WAHYU WULAN DEWI
(203221146)
4. NI MADE NILA WARSIKI
(203221147)
5. PUTU EKA DIANTARI
(203221148)
6. NI WAYAN SINTYA PUTRI
(203221149)
7. IDA AYU MILLA BRAHMANI
(203221150)
8. LUH GEDE ARY DARMAWATHI
(203221151)
9. KADEK ARYANI
(203221152)
10. NI PUTU CHYNTIA PURNA DEWI
(203221153)
11. NI MADE BUDI ASTITI
(203221154)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2021
KATA PENGANTAR Om Swastyastu Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Medikal Bedah III dengan judul “Gangguan Sistem Muskuloskeletal (Osteosarcoma)” Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, 27 Maret 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul ...................................................................................................................i Kata pengantar ..................................................................................................................ii Daftar isi ............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang .........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................................2 C. Tujuan Penulisan .....................................................................................................2 D. Manfaat penulisan ...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Osteosarcoma ........................................................................................ 4 B. Etiologi Osteosarcoma ............................................................................................. 4 C. Lokasi Osteosarcoma ............................................................................................... 5 D. Manifestasi Klinis Osteosarcoma ............................................................................7 E. Klasifikasi Osteosarcoma......................................................................................... 8 F. Pathway Osteosarcoma ............................................................................................ 12 G. Patofisiologi Osteosarcoma .....................................................................................13 H. Pemeriksaan Diagnostik Osteosarcoma...................................................................13 I. Penatalaksanaan / Terapi Osteosarcoma ..................................................................17 J. Prognosis Osteosarcoma ........................................................................................... 19 K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Osteosarcoma................................................19 L. Asuhan Keperawatan Tn.A dengan Osteosarcoma ..................................................37
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................................................66 B. Saran ........................................................................................................................ 66
Daftar Pustaka ...................................................................................................................67
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah multipel myeloma. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas lima puluh tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari pagets disease dengan prognosis sangat jelek. Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah lima tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindel dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid. Osteosarkoma didapatkan kira-kira tiga orang per 10.000 di Amerika. Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya retinoblastoma herediter dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi. Akhir-akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb (kromosom 13). Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa di dalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi
1
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian osteosarcoma? 2. Apa etiologi osteosarcoma? 3. Dimana saja lokasi osteosarcoma? 4. Apa saja manifestasi klinis osteosarcoma? 5. Apa saja klasifikasi osteosarcoma ? 6. Bagaimana pathway osteosarcoma? 7. Bagaimana patofisiologiosteosarcoma? 8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik osteosarcoma? 9. Bagaimana penatalaksanaan / terapi osteosarcoma? 10. Bagaimana prognosis osteosarcoma?
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Agar mahasiswa mampu mengetahui gangguan sistem muskuloskeletal (osteosarcoma). 2. Tujuan Khusus Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Untuk mengetahui pengertian osteosarcoma 2. Untuk mengetahui etiologi osteosarcoma 3. Untuk mengetahui lokasi osteosarcoma 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis osteosarcoma 5. Untuk mengetahui klasifikasi osteosarcoma 6. Untuk mengetahui pathway osteosarcoma 7. Untuk mengetahui patofisiologi osteosarcoma
2
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik osteosarcoma 9. Untuk mengetahui penatalaksanaan / terapi osteosarcoma 10. Untuk mengetahui prognosis osteosarcoma
D. Manfaat Penulisan 1.
Manfaat Teoritis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gangguan sistem muskuloskeletal (osteosarcoma).
2.
Manfaat Praktis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Osteosarcoma Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarcoma adalah suatu neoplasma ganas yang berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma multiple. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis (Bielack, 2009). B. Etiologi Osteosarcoma Penyebab pasti osteosarkoma belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya osteosarkoma : 1. Kecepatan Pertumbuhan Tulang Kecepatan
pertumbuhan
tulang
nampaknya
menjadi
predisposisi
seseorangterkena osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa remaja danlokasi tipikal pada daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis pada tulang panjang. 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah pengaruhradiasi. 3. Predisposisi Genetik Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma. Pasien denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen Rb. Mutasi pada gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik. Mutasi pada genp53 sering nampak. Namun gen retinoblastoma telah melokalisir pada lengankromosom 13 (13q14). Gen Rb diakui sebagai prototipe tumor suppressor genedan menyangkut jumlah patogenesis
4
neoplasma pada manusia. Tumor suppressorgene berfungsi mengendalikan pertumbuhan sel tumor, jadi hilangnya fungsi atauinaktivasi dari tumor suppressor gene menyebebkan terjadinya pertumbuhantumor. 4. Displasia Tulang Hal ini juga menyangkut paget disease, displasia fibrosa, enkondromatosis, daneksotose multipel herediter dan retinoblastoma yang merupakan faktor resiko.Sindrom Li-Fraumeni (mutasi germline p53) dan sindrom RothmundThomson(berkumpulnya autosomal yang terpendam pada defek tulang kongenital, displasiapada kulit dan rambut, hipogonadisme, dan katarak) juga menjelaskankemungkinan berkembangnya osteosarkoma. C. Lokasi Osteosarcoma Tumor ini paling sering ditemui di distal femur atau proximal tibia (48%), pelvisdan proximal femur (14%), bahu dan proximal humerus (10%) dan dapat puladitemukan di radius distal dan humerus proximal.
Gambar 1 : Lokasi osteosarkoma (distal femur atau proximal tibia).
5
Gambar 2 : Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang.
6
Gambar 3 : Daerah metaphysis growth plate ditunjukkan pada no.2, merupakan daerah yang lebih sering diserang osteosarkoma. D. Manifestasi Klinis Osteosarcoma Osteosarkoma bermanifestasi sebagai massa yang terus membesar, sering nyeri, dan mungkin menimbulkan perhatian karena fraktur pada tulang yang terkena. Meskipun kombinasi gambaran klinis dan radiografik mungkin memberi dukungan kuat mengenai diagnosis, diperlukan konfirmasi histologis untuk semua kasus. Osteosarkoma konversional adalah lesi agresif yang bermetastasis melalui aliran darah pada awal perjalanan penyakitnya. Paru sering menjadi tempat metastasis. Sekitar 20% pasien telah mengalami penyebaran ke paru saat didiagnosis lebih banyak lagi yang mengalami
7
metastasis tersamar yang baru terlihat belakangan. Namun kemajuan dalam teknik pembedahan dikombinasikan dengan terapi radiasi dan kemoterapi untuk metastasis telah sangat memperbaiki prognosis pasien dengan tumor ini. Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia yang lebih tua daripada osteosarkoma primer konvensioanl. Tumor ini paling sering terbentuk dalam kaitannya dengan paget disease, riwayat terpajan radiasi, displasia fibrosa walaupun jarang, infark tulang atau osteomielitis kronis. Osteosarkoma sekunder adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang berespons terhadap terapi yang ada saat ini dibandingkan osteosarkoma konvensional. Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal (jukstakorteks), periosteal, telangiektatik, intraoseus derajat ringan, dan sel kecil
Gambar 4 : Osteosarkoma pada proksimal humerus.
E. Klasifikasi Osteosarcoma Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka osteosarkoma dibagi atas beberapa klasifikasi atau variasi yaitu: 1.
Osteosarkoma klasik Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe ini disebut juga osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut pada anak-anak dan dewasa muda. Terbanyak pada distalfemur.Sangat jarang ditemukan pada tulangkecil di kaki maupun di tangan, begitu juga
8
padakolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanyamengenai tulang besar pada kaki bagian belakang (hindfoot), yaitu pada tulang talus dan calcaneus dengan prognosis yang lebih jelek (Errol, 2005). Penderita biasanya datang karena nyeri atauadanya benjolan, padahal keluhan biasanya sudah ada minimal tiga bulan sebelumnya dan sering kali dihubungkan dengantrauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan saatistirahat atau pada malam hari dan biasanya tidak berhubungandengan aktivitas.Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yangsering kali sangat besar, nyeri tekan dan tampakpelebaran pembuluh darah pada kulit di permukaannya.Tidak
jarang
menimbulkan
efusi
pada
sendi
yangberdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah tulangpatologis (Salter, 1999). 2.
Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis Pada plainradiografi kelihatan gambaran lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi benigna pada tulang seperti aneurysmal bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik osteosarkoma. Tumor ini mempunyai derajat keganasanyang sangat tinggi dan sangat agresif. Diagnosis denganbiopsi sangat sulit oleh karena tumor memiliki sedikit
jaringanyang
padat,
dan
sangat
vaskuler.
Pengobatannya
samadengan osteosarkoma klasik. Sifatnya sangat responsif terhadap kemoterapi adjuvan. 3.
Parosteal osteosarkoma Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun. Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal.
9
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80 - 90%. 4.
Periosteal osteosarkoma Periosteal
osteosarkoma
merupakan
osteosarkoma
derajat
sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari osteosarkoma
klasik
yaitu
20%
-
35%
terutama
ke
paru-
paru.Pengobatannya adalahdilakukan operasi marginal-wide eksisi (widemarginsurgical resection), dengan didahului kemoterapi preoperatif dan dilanjutkan sampai post-operasi (Errol, 2005). 5.
Osteosarkoma sekunder Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak padatulang, yang mengalami mutasi sekunder dan biasanyaterjadi pada umur lebih tua. Dapat berasal dari Paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, dan benigngiant cell tumor. Contoh klasik dari osteosarkomasekunder adalah yang berasal dari Paget’s disease yangdisebut pagetic osteosarcomas(Bielack, 2009). Di Eropa merupakan3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada umurtua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudiandi daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampaimengalami degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 - 25 tahun dengan keluhan nyeri padadaerah inflamasi dari Paget’s disease. Selanjutnya rasanyeri bertambah dan disusul dengan terjadinya destruksitulang. Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelekdengan five years survival rate rata-rata hanya 8%. Olehkarena terjadi pada orang tua, maka pengobatan dengankemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya yang rendah (Ottaviani, 2009).
10
6.
Osteosarkoma intrameduler derajat rendah Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasiosseofibrous derajat rendah yang terletak intrameduler.Secara mikroskopik gambarannya mirip dengan parostealosteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulangdan terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanyamempunyai umur yang lebih tua yaitu antara 15 – 65tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir sama.Padapemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik padadaerah intrameduler metafise tulang panjang. Sepertipada parosteal osteosarkoma, osteosarkoma
tipe
inimempunyai
prognosis
yang
baik
dengan
hanyamelakukan lokal eksisi saja. 7.
Osteosarkoma akibat radiasi Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 - 35 tahun, dan derajat keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dan angka metastase yang tinggi.
8.
Multifokal osteosarkoma Variasiini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor yang secara bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu tipeSynchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaanpada lebih dari satu tulang, sering terdapat padaanak-anak dan remaja dengan tingkat keganasan yang sangat tinggi dan tipe Metachronousyang terdapat pada orang dewasa dimana terdapat tumorpada tulang lain setelah beberapa waktu atau setelahpengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah (Errol, 2005).
11
F. Pathway Osteosarcoma TRAUMA VIRUS ONKOGENIK
TERPAPAR SINAR RADIOAKTIF, DAN BAHAN KARSINOGENIK
HEREDITER
KERUSAKAN GEN
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
AMPUTASI
TERPUTUSNYA KONTINUITAS JARINGAN
PROLIFERASI SEL TULANG SECARA ABNORMAL
OPERASI
NEOPLASMA
TINDAKAN MEDIS
OSTEOSARCOMA
CACAT PERMANEN
Gangguan Citra Tubuh
Gangguan Mobilitas Fisik
SUPLAI O2 KE JARINGAN MENURUN
Perfusi Perifer Tidak Efektif
KERUSAKAN STRUKTUR TULANG
JARINGAN-JARINGAN SEKITAR DI INVASI OLEH TUMOR
TULANG LEBIH RAPUH
PENINGKATAN PENEKANAN PADA JARINGAN SEKITAR
RESIKO FRAKTUR
PEMBULUH DARAH TERTEKAN DAN MUDAH RUPTUR/PECAH
Resiko Perdarahan
MENEKAN SYARAFSYARAF SEKITAR
PERSEPSI NYERI
Nyeri Kronis
12
Resiko Cedera
G. Patofisiologi Osteosarcoma Osteosarkoma dapat terjadi pada tulang mana saja. Namun lebih sering pada tulang ekstremitas yang posisinya dekat dengan metaphyseal growth plate. Bagian yang paling sering adalah femur (42% dengan kejadian 75% tumor pada distal femur), tibia (19% dengan kejadian 80% pada proksimal tibia), dan humerus (10% dengan kejadian90% tumor pada proksimal humerus). Lokasi lainnya adalah tengkorak dan rahang (8%) serta pelvis (8%). Osteogonik sarkoma secara histologis mempunyai gambaran dari jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorf jaringannya. Tulang dan osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan lunak, atau jaringan miksoid. Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor dengan sel-sel spindle yang ganas dengan pembentukanosteoid. Pembentukan jaringan tulang harus dibedakan dari pembentukan reaksi tulang.Pemeriksaan histokimia dapat menunjukkan adanya aktivitas alkali fosfatase. Pada telangiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas H. Pemeriksaan Diagnostik Osteosarcoma 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Biopsi Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan denga biopsi jarum perkutan (percutaneus needle biopsy) dengan berbagai keuntungan : seperti invasi yang sangat minimal, tidakmemerlukan waktu penyembuhan luka operasi, resiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah. Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorfik dan banyak
13
mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik di antara jaringan tumor yang membentuk osteoid.
Gambar 5 : Osteosarkoma yang berasal dari regio metafisis. Tumor telah tumbuh menembus korteks dan mengangkat periosteum. b. Pemeriksaan Darah Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan alkaline phospatase dan laktat dehidrogenase (LDH). Pemeriksaan ini juga penting dalam mengontrol pasien yang sedang menjalani kemoterapi.
2. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologik yang dapat ditemukan tergantung dari kelainan yang terjadi : • Pada tipe osteolitik proses destruksi lebih menonjol. • Pada tipe osteoblastik pembentukan tulang lebih menonjol. • Pada tipe campuran terdapat proses osteolitik dan osteoblastik yang seimbang. 14
a. Foto Polos Penampakan kasar dari sarkoma osteogenik bervariasi. Neoplasma tersebut dapat berupa osteolitik, dengan tulang yang telah mengalami kerusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh tumor, atau osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru. Pada foto polos ditunjukkan lesi yang agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekula tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga campuran area radiopak dan radiolusen oleh karena adanya proses destruksi tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang (bone formation). Pembentukan tulang baru periosteum yang menunjukkan adanya suatu bangunan yang berbentuk segitiga, pengangkatan kortek tulang, dengan pembentukan codman’s triangle dan gambaran sunburst dan disertai dengan gambaran massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering dijumpai. Foto polos thoraks juga perlu dibuat untuk melihat adanya metastase ke paru-paru.
Gambar 6 : Foto lateral femur yang menunjukkan gambaran Codman’s Triangel.
15
Gambar 7 : Foto distal femur pada pasien dengan osteosarkoma telangiaktasis yang menunjukkan mixed medullary sclerosis dan sklerosis,dekstruksi korteks mediak, perubahan periosteal agresif, dan massa jaringan lunak dengan massa periferal ossifikasi.
b. CT Scan dan MRI CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jarinagn di sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada jaringan otot. CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase pada paru-paru. Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang mana sarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti massa bola. Apabila tulang menembus kortek tulang menuju jaringan otot sekitarnya dan seolah-olah membentuk suatu kapsul (pseudo capsule) yang disebut reactive zone. Kadang-kadang jaringan dapat invasi ke daerah zona reaktif dan tumbuh berbentuk nodul yang berada di luar zona reaktif pada satu tulang yang disebut skip lession. Bentuk ini semua sangat bagus dideteksi dengan MRI. c. Bone Scan (Bone Scintigraphy) Pemeriksaan ini bertujuan menentukan tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi tumor. Apakah intraoseus
16
dan ekstraoseus. Juga untuk mengetahui adanya skip lesion, sekali pun masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang digunakan adalah thallium T1 201. Thallium scantigraphy digunakan juga untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatam kemoterapi dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut. d. Angiografi Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat ditentuka jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High Grade Osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan preoperatif kemoterapi yang mana apabila terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil. I. Penatalaksanaan / Terapi Osteosarcoma Belakangan ini osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan prosedur penegakan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam pengobatannya sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan operasi. 1.
Kemoterapi Kemoterapi
merupakan
pengobatan
yang
sangat
vital
pada
osteosarkoma, terbukti dalam tiga puluh tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah,melakukan eksisi
metastase tersebut.
Regimen standar yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preopeartif (preoperative chemotheraphy)yang disebut juga dengan induction chemotherapy dan kemoterapi post operatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga adjuvant chemotherapy. Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini
17
akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum tiga minggu. Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk oseteosarkoma
adalah
:
Doxorubicin
(Adriamycin©)
,
Cisplatin
(Platinol©), Ifosfamide (Ifex©), Mesna (Mesnex©), dan methotrexate dosis tinggi
(Rheumatrex©).
Protokol
standar
yang
digunakan
adalah
Doxorubicin dan Cisplatin dengan atau tanpa Methitrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neo adjuvant) atau terapi adjuvant. Kadangkadang dapat ditambah Ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60-80%. 2. Operasi Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan rekonstruksinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction neo adjuvant chemotheraphy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90-95% pada penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal. Protesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight bearing) dan mobilisasi secara cepat,
18
memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi post operasinya dibanding dengan menggunakan bone graft. 3. Follow up post operasi Post operasi dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah longgarnya protesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain photo dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap tiga bulan dalam dua tahun pertama post operasinya dan setiap enam bulan pada lima tahun berikutnya. J. Prognosis Osteosarcoma Faktor penting yang mempengaruhi prognosis osteosarkoma adalah tingkat penyakitnya. Kurang lebih 15% pasien osteosarkoma ditemukan dengan metastasis pada paru-paru pada saat didiagnosis. Selanjutnya pasien ini memiliki prognosis yang buruk dengan masa survival sebesar 20%. Pasien tanpa metastase paru-paru (contoh : metastase ke tulang) memilikiprognosis yang lebih buruk. Pasien dengan “skip metastases” juga memiliki prognosis yang sama buruknya dengan pasien dengan metastase yang jauh. Pasien yang memiliki hasil histopatologi baik dari kemoterapi neoadjuvant (>95% sel tumor mati atau nekrosis) memiliki prognosis yang lebih baik. K. Konsep Asuhan Keperawatan Osteosarkoma 1. Pengkajian a. Identitas Klien Identitas klien : Identits klien ( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose medis ). Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi 19
yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya osteosarkoma ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman yang mengandung karbon. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang). Pekerjaan yang memicu terjadinya osteosarkoma adalah yang sering terkena radiasi seperti tenaga kesehatan bagian O.K, tenaga kerja pengembangan senjata nuklir, tenaga IT. Pendidikan berkisar antara SMP samapai Sarjana. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah kaki atau tangan yang mengalami pembengkakan, terjadi pembengkakan biasanya di daerah tulang panjang. 2) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya pasien mengalami adanya masa / pembengkakan pada tulang, demam, nyeri progresif, kelemahan, parestesia, paraplegia, retensi urine, anemia. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas. Peningkatan kadar kalsium dalam darah. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat. 3) Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar radio aktif dosis tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas tidak normal. Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti : makanan dengan zat pengawet, merokok dan lainlain. 4) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya adanya keluarga ( keturunan sebelumnya) yang menderita kanker tulang dan kanker lainnya.
20
c. Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon 1) Pola persepsi terhadap Kesehatan ➢ Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi
tentang
kesehatan,
tapi
kadang
juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. ➢ Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. 2) Pola nutrisi dan metabolisme ➢ Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. ➢ Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan kanker tulang akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari rasa nyeri yang berlebihan. 3) Pola eliminasi ➢ Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. ➢ Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. 4) Pola aktivitas dan latihan ➢ Pasien aktivitasnya akan berkurang akibat adanya nyeri pada lokasi tumor tulang. ➢ Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. 5) Pola tidur dan istirahat ➢ Adanya nyeri pada kanker tulang akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat . Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
21
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondarmandir, berisik dan lain sebagainya. 6) Pola Neurosensori Pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal
atau
memahami,
tidak,
kemampuan
keadekuatan
alat
berkomunikasi, sensori,
seperti
kemampuan penglihatan
pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif. 7) Peran hubungan Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap. 8) Pola Persepsi dan konsep diri Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. 9) Seksualitas Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan. 10) Pola mekanisme koping Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya,
termasuk
dalam
memutuskan
untuk
menjalani pengobatan yang intensif. Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan dalam menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
22
11) Nilai kepercayaan/ spiritual Klien kanker tulang tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
d. Pemeriksaan Fisik Kanker Tulang 1) Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala. Wajah tampak pucat. 2) Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-) 3) Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk. 4) Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik. 5) Paru a) Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-), takipnea (+) b) Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan. c) Perkusi : Sonor d) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya. 6) Jantung a) Inspeksi : iktus kordis tak terlihat b) Palpasi : iktus kordis biasanya teraba serta adanya pelebaran vena, nadi meningkat. c) Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
23
d) Auskultasi : disritmia jantung. 7) Abdomen a) Inspeksi : Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan abdomen. Ada konstipasi atau diare. b) Auskultasi : Bising usus c) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak membesar suara tymphani. d) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah. 8) Ekstremitas a) Inspeksi : px tampak lemah, aktivitas menurun, rentang gerak
pada ekstremitas pasien menjadi terbatas karena adanya masa, nyeri, pembengkakan ekstremitas yang terkenal. b) Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas
massa serta adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.
2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri Kronis (D.0078) berhubungan dengan kerusakan sistem saraf b. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang c. Gangguan Integriras Jaringan (D.0192) berhubungan dengan faktor mekanis d. Gangguan Citra Tubuh (D.0083) berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh e. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan kurang aktivitas fisik f. Risiko Perdarahan (D.0012) berhubungan dengan tindakan pembedahan g. Risiko Cedera (D.0136) berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor
24
3. Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Kriteria Hasil 1
Nyeri Kronis (D.0078)
Setelah dilakukan
Manajemen Nyeri (I.08238)
tindakankeperawatan selama
Observasi
.... x 24 jam menit diharapkan
▪
Identifikasi lokasi,
▪
Mengidentifikasi nyeri membantu
tingkat nyeri dengan
karakteristik, durasi,
untuk mengetahui intervensi yang
berkurang dengan
frekuensi, kualitas,
akan diberikan
kriteria hasil
intensitas nyeri ▪
SLKI:
Identifikasi skala nyeri
▪
Tingkat Nyeri (L.08066)
untuk mengetahui skala nyeri dan
1. Keluhan nyeri menurun
Mengidentifikasi nyeri membantu
penanganan yang dapat diberikan ▪
2. Meringis menrun
Identifikasi respons nyeri
▪
Mengidentifikasi nyeri nonverbal dapat membantu melihat keparahan
non verbal
3. Sikap protektif
nyeri yang dirasakan pasien
4. menurun 5. Gelisah menurun
▪
Identifikasi faktor yang
▪
Mengidentifikasi nyeri membantu
6. Kesulitan tidur
memperberat nyeri dan
untuk mengetahui intervensi yang
7. menurun
memperingan nyeri
akan diberikan
25
8. Frekuensi nadi 9. membai
▪
Identifikasi pengetahuan
•
dan keyakinan tentang
Mengidentifikasi pemahaman tentang nyeri
nyeri ▪
Monitor efek samping
•
penggunaan analgetik
Dapat mengetahui efek samping pada pengguanaan analgetik yang diberikan
Terapeutik ▪
Berikan teknik
•
nonfarmakologis untuk
Teknik nonfarmakologis membantu mengurangi rasa nyeri.
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) ▪
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
26
•
Memberikan lingkungan yang nyaman
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) ▪
Fasilitas istirahat dan Tidur
•
Memberikan fasilitas istirahat dan tidur yang cukup.
▪
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
•
pemilihan strategi
Mengidentifikasi jenis dan sumber nyeri untuk meredakan nyeri
meredakan nyeri Edukasi ▪
Ajarkan teknik
▪
Teknik non-farmakologis yaitu napas
nonfarmakologis untuk
dalam dapat membantu pasien
mengurangi rasa nyeri
menurunkan nyeri dan mengontrol nyeri
Kolaborasi ▪
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
27
▪
Pemberian analgetik membantu dalam menurunkan nyeri
2
Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Setelah dilakukan tindakan
Dukungan Mobilisasi
keperawatan selama .... x 24
(I.05173)
jam menit diharapkan
Observasi
mobilitas fisik meningkat
▪
dengan
Indentifikasi adanya nyeri
▪
arau keluhan fisik lainnya
kriteria hasil
▪
SLKI:
Identifikasi toleransi fisik
lainnya ▪
melakukan pergerakan
Mobilitas fisik (l.05042) 1. Pergerakan
Megidentifikasi adanya nyeri
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan otot
Terapeutik ▪
Fasilitasi aktivitas mobilisasi
▪
Menbantu daam meningkatkan
ekstremitas kekuatan
dengan alat bantu(mis. Pagar
aktifitas dengan menggunakan alat
otot meningkat
tempat tidur)
bantu
2. Rentang gerak (ROM) meningkat 3. Nyeri menurun
▪
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
Membantu klaien dalam latihan mobilisasi
meningkatkan pergerakan
4. Kecemasan menurun
Edukasi
5. Kaku sendi menurun
▪
6. Gerak terbatas menurun
▪
Jelaskan tujuan dan
▪
prosedur mobilisasi ▪
7. Kelemahan fisik menurun
28
Ajarkan mobilisasi
Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
▪
Meminimalkan atrofi otot,
sederhana yang harus
meningkatkan sirkulasimencegah
dilakukan (mis. duduk di
terjadinya kontraktur
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
3
Gangguan Integriras Jaringan (D.0192)
Setelah diberikan
Perawatan Integritas kulit
asuhankeperawatan …x24
(I.11353)
jamdiharapkan Integritas
Observasi
kulitmeningkat dengan tujuan
▪
dan kriteria hasil : Integritas jaringan meningkat (L.14125)
▪
gangguan integritas kulit
Dapat mengetahui adanya gejala yang tidak menyenangkan pada pasien
Terapeutik ▪
1. Kerusakan lapisan kulit berkurang
Identifikasi penyebab
Ubah posisi setiap 2 jam
▪
Dapat mengindari iritasi pada kulit
▪
Membantu mengurangi rasa tidak
jika tirah baring ▪
2. Kemerahan pada kulit
Bersihkan perineal dengan airhangat
nyaman pada pasien
berkurang 3. Suhu kulit membaik
▪
Gunakan produk berbahan patrolium atau minyak kulit kering
29
▪
Membantu menghindari iritasi dan kulit kering
▪
Gunakan produk
▪
Dapat mengindari iritasi pada kulit
▪
Memperbanyak asupan cairan dapat
berbahanringan/alami pada kulit sensitif Edukasi ▪
Anjurkan minumair yang cukup.
▪
Anjurkan meningkatkan
mencegah dehidrasi dan kulit kering
▪
Agar asupan nutrisi terpenuhi
▪
Untuk mengurangi iritasi pada kulit
▪
Untuk mengidentifikasi kegiatan
asupan nutrisi ▪
Anjurkan menggunakan pelembab
4
Gangguan Citra Tubuh (D.0083)
Setelah diberikan asuhan
Promosi Koping (I.09312)
keperawatan selama …x 24
Tindakan
jam diharapkan pasien dapat
▪
Identifikasi kegiatan jangka
mempertahankan koping yang
pendek dan panjang sesuai
efektif.
tujuan
Dengan kriteria hasil : Cintra Tubuh (l.09067)
▪
Identifikasi kemampuan yang dimiliki
30
jangka pendek dan panjang ▪
Untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki agar mampu mengaktualisasi
1. Melihat bagian tubuh meningkat
diri ▪
2. Menyentuh bagian tubuh meningkat
▪
proses penyakit ▪
3. Verbalisasi kecemasan
Identifikasi dampak situasi
Mampu memahami tentang proses penyakit
▪
terhadap peran dan
bagian tubuh meningkat
Identifikasi pemahaman
Mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi terhadap peran dan hubungan
hubungan ▪
4. Verbalisasi perasaan
Identifikasi metode
▪
penyelesaian masalah
Meningkatkan perilaku dalam proses penyelesaian masalah
negatif tentang perubahan tubuh menurun
Terapeutik ▪
5. Verbalisasi
Diskusikan alasan
▪
mengkritik diri sendiri
Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki
kekhawatiran pada penolakan/reaksi
▪
orang lain menurun
Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
Edukasi ▪ 5
Perfusi perifer Tidak efektif (D.0009)
Perawatan Sirkulasi (I.02079)
selama …x 24
Observasi ▪
Identifikasi faktor risiko
31
Menggali kemampuan yang masih bisa dilakukan
▪
Latih teknik relaksasi
Setelah dilakukan intervensi
jam,diharapkan perfusi
▪
Relaksasi mampu memberikan kenyamanan
•
Mengidentifikasi faktor risiko
perifer meningkat dengan
gangguan sikulasi
gangguan sikulasi membantu untuk
kriteria hasil :
(mis.diabetes, perokok, oag
mengetahui intervensi yang akan
Perfusi Perifer meningkat
tua, hipertensi dan kadar
diberikan
(L.02011)
kolesterol tingi)
1. Denyut nadi perifer meningkat
▪
2. Denyut nadi perifer sedang
Monitor
•
Mengidentifikasi adanya
panas,kemerahan,nyeri, atau
panas,kemerahan,nyeri, atau bengkak
bengkak pada ekstemitas
pada ekstemitas
3. penyembuhan luka meningkat 4. warna kulit pucat
Terapeutik ▪
menurun 5. edema perifer menurun
▪
Hindari pemasangan infus
•
Menghindari risiko infeksi berhubungan
atau pengambilan darah di
dengan prosedur invasif (pemasangan
area keterbatasan perfusi
infus)
Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas pada
•
Untuk menghindari ketegangan otot.
•
Deteksi dini untuk memprioritaskan
keterbatasan perfusi 6
Risiko Perdarahan (D.0012)
Setelah dilakukan
Pencegahan Perdarahan (I.02067)
intervensiselama ... x 24 jam,
Observasi
maka tingkat perdarahan menurun
▪
Monitor tanda dan gejala perdarahan
32
intervensi
dengan kriteria hasil : Tingkat Perdarahan(
▪
D.0012) 1. Hemoptisis menurun 2. Hematemesis menurun 3. Hematuria menurun
▪
•
Mengidentifikasi nilai hematokrit
sebelum dan sesudah
membantu untuk mengetahui
kehilangan darah
intervensi yang akan diberikan
Monitor TTV
•
Mengetahui keadaan umum
•
Mencegah terjadinya perdarahan yang
Terapeutik ▪
4. Hemoglobin membaik 5. Hematokrit membaik
Monitor nilai hematokrit
Pertahankan bed rest selama perdarahan
berlebih
▪
Batasi tindakan invasive
•
Mengetahuitingkatkecemasanpasien
▪
Gunakan kasur pencegah
•
Untuk menurunkanrisiko decubitus
▪
Memberikan pemahaman pada tanda
dekubiktis Edukasi ▪
Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
▪
Anjurkan menggunakan
dan gejala perdarahan •
kaus kaki saat ambulasi
Penggunaan kaos kaki penyokong dapat membantu pergerakan ambulansi
Kolaborasi ▪
Kolaborasikan pemberian
▪
obat pengontrol perdarahan ▪
Kolaborasikan pemberian
33
Mengetahui dalam proses pengontrol rdarah
•
Bimbingan antisipasi dapat membantu
produk darah
7
Risiko Cedera (D.0136)
Setelah dilakukan intervensi
Pencegahan Cedera (I.14537)
selama ... x 24 jam, maka
Observasi
tingkat cedera menurun
▪
Identifikasi area lingkungan
dengan kriteria hasil :
yang berpotensi
Tingkat Cedera (L.14136)
menyebabkan cedera
1. Toleransi aktivitas meningkat
▪
Mengidentifikasi area yang lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
Terapeutik ▪
2. Kejadian cedera luka/lecet menurun
pasien dalam perdarahan
Sediakan pencahayaan yang
▪
memadai ▪
3. Ekpresi wajah kesakian menurun 4. Gangguan mobilitas menurun ▪
Sosialisasikan pasien dan
Meminimalisir terjadinya risiko cedera yang tidak diinginkan
▪
Memberi informasi kepada
keluarga dengan lingkungan
Sosialisasikan pasien dan keluarga
ruang rawat inap (mis.
dengan lingkungan ruang rawat inap
Penggunaan telepon, tempa
(mis. Penggunaan telepon, tempa tidur,
tidur, penerangan ruangan
penerangan ruangan dan lokasi kamar
dan lokasi kamar mandi)
mandi)
Sediakan pispot atau urinal
▪
Meminimalisir terjadinya risiko cedera
untuk eliminasi di tempat
yang tidak diinginkan dan mepermudah
tidur, jika perlu
eliminasi
34
▪
Pastikan barang-barang
▪
pribadi muidah dijangkau
Mempermudah menjangkau barangbaran pribadi dan Meminimalisir terjadinya risiko cedera
▪
Gunakan pengaman tempat
▪
Meminimalisir terjadinya risiko cedera yang tidak diinginkan
tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan ▪
Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis.tongkat atau alat bantu jalan)
35
▪
Mempermudah klien melakukan mobilisasi
4. Implementasi Keperawatan Implementasi
keperawatan
adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan
yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukann merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respons (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan. Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP.
36
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN OSTEOSARCOMA DI RS X DENPASAR TGL 27-30 MARET 2021
A. PENGKAJIAN 1. Data Umum Identitas Pasien Nama
: Tn. A
Umur
: 50 thn
Agama
: Hindu
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Status Marital
: Sudah Menikah
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pedagang
Suku Bangsa
: Bali, Indonesia
Alamat
: Ubung, Denpasar
Tanggal Masuk
: 25 Maret 2021
Tanggal Pengkajian
: 27 Maret 2021
No. Register
: 14.00.45
Diagnosa Medis
: Osteosarcoma
Identitas Penanggung Jawab Nama
: Ny. B
Umur
: 48 thn
Hub. Dengan pasien : Istri Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Ubung, Denpasar
37
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Pasien mengeluh nyeri yang meningkat pada daerah paha dan menjalar ke panggul. Paha kanan bengkak sejak 3 bulan yang lalu, bengkak pada paha kanan semakin membesar. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 27 Maret 2021 , pukul 08.00 WITA, pasien mengeluh nyeri pada paha kanan, nyeri karena perjalanan penyakit, nyeri yang dirasakan menjalar sampai ke panggul, nyeri hilang timbul, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri menyebabkan pasien tidak bisa tidur, skala nyeri 7 dalam kategori berat, nyeri semakin bertambah jika bengkak pada paha kanan tertekan, atau digerakkan. pasien mengeluh badan terasa lemah, terdapat bengkak pada paha kanan sebesar bola, bengkak teraba keras, dan nyeri jika ditekan. Pasien juga mengeluh tidak bisa berjalan karena nyeri dan bengkak pada paha kanan, kaki kanan sulit untuk digerakkan, hanya bisa digeser-geser di atas tempat tidur. pasien hanya berbaring di tempat tidur. Aktivitas sehari-hari pasien dibantu oleh perawat dan keluarga. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya, pasien memiliki kebiasaan merokok, pasien biasanya menghabiskan 2 bungkus rokok sehari. Pasien mengatakan juga pernah jatuh dari motor dan kakinya terkilir, pasien hanya berobat ke tukang urut. pasien juga terbiasa mengkonsumsi obat di warung jika kaki pasien sakit. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker ataupun tumor, dan tidak ada keluarga menderita penyakit yang bersifat degenerative seperti DM, hipertensi, dan jantung.
38
3. Genogram :
Keterangan :
:
: Laki-laki
:
Perempuan meninggal
: Perempuan
:
Laki-laki meninggal
:
Garis perkawinan
: Pasien
:
Tinggal se-rumah
:
Garis keturunan
4. Riwayat Sosio-kultural Pasien mengatakan mengetahui tentang penyakitnya, pasien pernah mencoba pengobatan alternatif tetapi kondisi pasien tidak kunjung membaik, sekarang pasien hanya mengikuti terapi yang diberikan dari rumah sakit.
39
5. Pola Fungsi Kesehatan Gordon a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan Pasien mengatakan dulu saat nyeri yang dirasakan di paha, pasien menganggap hanya nyeri biasa karena asam urat, dan pasien hanya minum obat yang dibeli sendiri dari warung, karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan jarang mengunjungi pelayanan kesehatan. Saat nyeri pada paha sudah berat, dan terdapat bengkak yang semakin membesar di paha kanan, pasien baru kontrol ke pelayanan kesehatan. Pasien mengatakan ia hanya berserah diri kepada Tuhan dan berharap penyakitnya bisa disembuhkan. Pasien sebelumnya adalah seorang perokok berat. Sehari biasanya pasien menghabiskan hingga 2 bungkus rokok. Sejak 3 bulan yang lalu pasien baru berhenti merokok setelah didiagnosa mengalami nyeri dan bengkak pada kaki, keluarga mengatakan, terkadang pasien masih merokok. Biasanya pasien meminum Obatobatan warung/tanpa resep dokter yaitu obat penghilang nyeri. b. Pola Nutrisi-Metabolik Pasien mengatakan nafsu makan pasien sedikit menurun karena nyeri yang dirasakan, pasien tidak memiliki alergi makanan. pasien mengatakan tidak ada perubahan berat badan 6 bulan terakhir, pasien tidak mengalami masalah dalam menelan. Gambaran diet pasien dalam sehari : Di RS pasien mendapatkan diet Makanan biasa 3 kali sehari. i. Makan pagi : 1. Sebelum Sakit : pasien makan nasi, lauk dan sayur. 1 porsi makanan habis, terkadang pasien tidak sarapan. 2. Saat sakit : pasien makan nasi, lauk, dan sayur. pasien tidak menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan ½ dari porsi makan ii. Makan siang : 1. Sebelum Sakit : pasien makan nasi, lauk. Makanan habis dan terkadang bertambah. 2. Saat Sakit : pasien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. pasien juga mendapatkan susu kotak. pasien tidak menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan 1/2 dari porsi makan. 40
iii. Makan malam : 1. Sebelum Sakit: pasien makan nasi, lauk. Makanan hanya dihabiskan 1 porsi. 2. Saat Sakit : pasien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. pasien tidak menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan 1/4 dari porsi makan, terkadang pasien hanya makan buah c. Pola Eleminasi Pasien mengatakan belum BAB 1x sehari. Kebiasaan berkemih dalam batas normal, pasien terpasang kateter urine.
d. Pola Aktivitas dan Latihan Kemampuan Perawatan Diri : 0 = Mandiri
2 = Bantuan Orang Lain
1 = Dengan Alat Bantu
4 = Tergantung / tidak
3 = Bantuan peralatan dan orang lain 0
1
2
Makan/Minum
√
Mandi
√
Berpakaian/berdandan
√
3
4
√
Toileting √
Mobilisasi di tempat tidur Berpindah
√
Berjalan
√
Menaiki Tangga
√
Berbelanja
√
Memasak
√
Pemeliharaan Rumah
√
41
Keluhan saat beraktivitas: Tidak bisa menggerakkan kaki kanan, hanya bisa digeser geser di atas tempat tidur. Sebelumnya, pasien menggunakan tongkat untuk berjalan. Kekuatan Otot :
555
555
222
555
e. Pola koqnitif dan Persepsi sensori Pasien dalam keadaan sadar, kesadaran komposmentis. Pasien dapat berbicara dengan baik, bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa daerah. Pasien mengatakn pasrah dengan kondisinya, tingkat kecemasan ringan, keterampilan interaksi tepat. Pasien mengeluh nyeri, dan memegang area yang nyeri dan mengubah posisi untuk mengurangi nyeri.
f. Pola Persepsi-Konsep diri Pasien dapat berkomunikasi dengan perawat maupun orang lain sangat baik dan lancar serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat. Orang yang paling dekat dengan pasien adalah istrinya .Ekspresi pasien pada penyakitnya tidak ada masalah.Pasien mengatakan interaksi dengan orang lain baik dan tidak ada masalah. Reaksi saat interaksi dengan pasien kooperatif dan tidak ada gangguan konsep diri.
g. Pola Tidur dan Istirahat Sebelum Sakit : pasien mengatakan biasanya tidur kurang lebih selama 7 jam perhari, tidak ada gangguan selama tidur. Bangun tidur merasa segar. Saat Sakit : pasien mengeluh tidak bisa tidur karena nyeri pada paha kanan, pasien sering terbangun dimalam hari, tidur tidak nyenyak, dan tidak merasa segar.
42
h. Pola Peran-Hubungan Pasien bekerja sebagai pedagang, pasien didukung oleh istri dan anak-anaknya. Keluarga mengatakan tidak ada masalah keluarga yang berkenaan dengan rumah sakit, pasien mematuhi seluruh perawatan yang telah ditetapkan. Selama dirawat di rumah sakit, pasien ditemani oleh istri dan anak-anaknya, terkadang ada kunjungan dari keluarga dan teman-teman.
i. Pola Seksual-Reproduksi Pasien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami pasien. Pasien memiliki 4 orang anak dan satu orang istri. Hubungan pasien dan istrinya harmonis, terkadang istri kesal pada pasien karena pasien tidak bisa dilarang merokok.
j. Pola Toleransi Stress-Koping Pasien mengatakan malu kepada kelurganya mengenai kondisinya sekarang. Pasien berusaha untuk beradaptasi dengan kondisinya saat ini dan mengikuti rangkaian pengobatan agar kondisinya bisa membaik. Keluarga pasien sangat mendukung kesembuhan pasien. Keluarga pasien selalu bersama sama dalam mengambil keputusan kesehatan terkait dengan pengobatan dan pembiayaan di rumah sakit
k. Pola Nilai-Kepercayaan Pasien beragama Hindu, pasien mengatakan penyakit yang dideritanya sekarang merupakan cobaan dari Tuhan akibat dari kebiasaan hidup pasien sebelumnya yaitu merokok. Saat ini pasien mencoba pasrah dan ikhlas akan kondisinya dan berharap dapat sembuh secepatnya. Pasien tampak jarang beribadah selama dirawat di rumah sakit.
6. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Keadaan umum : Lemah Tingkat kesadaran : komposmetis 43
GCS
= 15 (E4M6V5)
b. Tanda Vital TD =130/80mmHg, Nadi = 100x/mnt, RR =20x/mnt , Suhu =36,70C c. Kepala Bentuk kepala normochepal, tidak ada lesi, rambut pendek, ikal, tidak ada ketombe,tidak mudah rontok, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan d. Mata Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks pupil baik e. Hidung Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada polip f. Telinga Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik g. Mulut Mukosa mulut lembab, bibir tidak pucat h. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran tiroid i. Dada dan Punggung Jantung: Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat Palpasi: iktus cordis teraba Perkusi: batas jantung dalam batas normal Auskultas: irama reguler Paru : Inspeksi: simetris kiri dan kanan Palpasi: fremitus kiri dan kanan Perkusi: sonor Auskultasi: vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing j. Abdomen Inspeksi: perut tidak membuncit Auskultasi: bising usus normal 44
Perkusi: timpani Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas k. Ekstremitas Ekstremitas Atas : Tidak ada lesi, tidak ada udem, pergerakan baik. terpasang infus RL di tangan kiri. Ekstremitas Bawah : Terdapat bengkak pada paha kanan, pasien tidak bisa mengangkat kaki kanan, hanya bisa menggeser-geser di atas tempat tidur. Kaki kiri pergerakan baik. l. Genetalia Pasien terpasang kateter.
7. Data Penunjang (Pemeriksaan Diagnostik) : a. Diagnostik : Rontgen Femur b. Laboratorium : Nilai Rujukan Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Interpretasi Pria
Wanita
14-18`
12-16`
Hb
14,6
g/dl
Leukosit
8.770
mm3
5000-10.000
Normal
Trombosit
384.000
mm3
150.000-400.000
Normal
Ht
44
%
PT
10,3
Detik
9,5- 12,7
Normal
APTT
35,3
Detik
29,8-40,0
Normal
Basofil
0
%
0-1,0
Normal
Eosinofil
2
%
1,0-3,0
Normal
40-48
45
37-43
Normal
Normal
N.Batang
0
%
2,0-6,0
Normal
N.Segmen
70
%
50-70
Normal
Limfosit
23
%
20-40
Normal
Monosit
5
%
2,0-8,0
Normal
8. Data Tambahan Pengobatan Obat-Obatan Dosis
Dosis Terakhir
Frekuensi
(Resep/obat bebas) IVFD RL
500 cc
500 cc
8 jam/kolf
Injeksi Ranitidin
50 mg
50 mg
2 x 50 mg
Injeksi Tramadol
1 amp
1 amp
3 x 1 amp
Injeksi Ketorolac
1 amp
1 amp
3 x 1 amp
9. Analisa Data Data DS :
Etiologi Kerusakan Gen
Nyeri Kronis
- Klien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan - Klien mengatakan nyeri
Proliferasi Sel Tulang Secara Abnormal
terasa di tusuk-tusuk dan hilang timbul, nyeri
Masalah Keperawatan
Neoplasma
menjalar ke panggul 46
(D.0078 )
- Klien mengatakan skala nyeri 7
Osteosarcoma
- Klien mengatakan nyeri dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
Jaringan-Jaringan Sekitar Di Invasi Oleh Tumor
DO : - Klien tampak merintih - Klien tampak menangis
Peningkatan Penekanan Pada Jaringan Sekitar
- Klien tampak gelisah - Klien tampak memegang daerah yang nyeri
Menekan Syaraf-Syaraf Sekitar
- Tampak bengkak pada paha kanan, bengkak teraba keras.
Persepsi Nyeri
- Terdapat nyeri tekan pada paha sebelah kanan
Nyeri Kronis
- TD : 130/80 mmhg; HR: 85 x/menit; RR: 21 x/menit
DS : - Klien mengeluh kaki kanan
Terpapar Sinar Radioaktif, Dan Bahan Karsinogenik
sulit untuk digerakkan, hanya bisa digeser-geser di atas tempat tidur
Kerusakan Gen
- Klien mengatakan nyeri jika kaki kanan diangkat/digerakkan
Proliferasi Sel Tulang Secara Abnormal
47
Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
- Klien mengatakan tidak
Neoplasma
bisa berjalan - Klien mengatakan aktivitas sehari hari dibantu oleh
Osteosarcoma
keluarga Tindakan Medis
DO : - Klien tampak terbaring di tempat tidur - Paha kanan klien tampak
Gangguan Mobilitas Fisik
bengkak - Terjadi penurunan kekuatan otot
555
555
222
555
- Klien tampak sulit untuk merubah posisi - Kebutuhan ADLs klien dibantu perawat dan keluarga - TD : 130/80 mmHg
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
No.
Tanggal, Jam
Diagnosis Keperawatan
Ditemukan
48
1
27 Maret 2021
Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem
08.00WITA
saraf ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan, klien tampak merintih, gelisah dan memegang daerah yang nyeri.
2
27 Maret 2021 08.00WITA
Gangguan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kerusakan integritas struktur tulang ditandai dengan kekuatan otot menurun, nyeri saat kaki kanan digerakan dan klien tampak sulit untuk merubah posisi/ menggerakan ekstremitas
C. PERENCANAAN
No.
Diagnosa
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Kriteria Hasil 1
Nyeri Kronis
Setelah dilakukan
Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0078)
tindakankeperawatan
Observasi
selama 3 x 24 jam
▪
Identifikasi lokasi,
▪
Mengidentifikasi
menit diharapkan
karakteristik, durasi,
nyeri membantu
tingkat nyeri dengan
frekuensi, kualitas,
untuk mengetahui
berkurang dengan
intensitas nyeri
intervensi yang akan
kriteria hasil
diberikan
SLKI: Tingkat Nyeri
▪
Identifikasi skala nyeri
(L.08066)
▪
Mengidentifikasi nyeri membantu
1. Keluhan nyeri
untuk mengetahui
menurun
skala nyeri dan
2. Meringis
penanganan yang
menrun
dapat diberikan
49
3. Sikap
▪
protektif
Identifikasi respons nyeri
▪
non verbal
Mengidentifikasi nyeri nonverbal
4. menurun
dapat membantu
5. Gelisah
melihat keparahan
menurun
nyeri yang dirasakan
6. Kesulitan tidur
pasien ▪
Identifikasi faktor yang
▪
Mengidentifikasi
7. menurun
memperberat nyeri dan
nyeri membantu
8. Frekuensi nadi
memperingan nyeri
untuk mengetahui
membai
intervensi yang akan diberikan ▪
Identifikasi pengetahuan
•
dan keyakinan tentang
pemahaman tentang
nyeri
nyeri •
▪
Mengidentifikasi
Dapat mengetahui
Monitor efek samping
efek samping pada
penggunaan analgetik
pengguanaan analgetik yang diberikan
Terapeutik ▪
•
Teknik
Berikan teknik
nonfarmakologis
nonfarmakologis untuk
membantu
mengurangi rasa nyeri
mengurangi rasa
(mis. TENS, hypnosis,
nyeri.
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
50
kompres hangat/dingin, terapi bermain) ▪
Kontrol lingkungan yang
•
Memberikan
memperberat rasa nyeri
lingkungan yang
(mis. Suhu ruangan,
nyaman
pencahayaan, kebisingan) • ▪
Fasilitas istirahat dan
istirahat dan tidur
Tidur
yang cukup. •
▪
Memberikan fasilitas
Mengidentifikasi
Pertimbangkan jenis dan
jenis dan sumber
sumber nyeri dalam
nyeri untuk
pemilihan strategi
meredakan nyeri
meredakan nyeri
▪
Teknik non-
Edukasi
farmakologis yaitu
▪
Ajarkan teknik
napas dalam dapat
nonfarmakologis untuk
membantu pasien
mengurangi rasa nyeri
menurunkan nyeri dan mengontrol nyeri ▪
Kolaborasi •
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
51
Pemberian analgetik membantu dalam menurunkan nyeri
2
Gangguan
Setelah dilakukan
Dukungan Mobilisasi
Mobilitas
tindakan keperawatan
(I.05173)
Fisik
selama 3 x 24 jam
Observasi
(D.0054)
menit diharapkan
▪
mobilitas fisik meningkat dengan
▪
kriteria hasil
Indentifikasi adanya nyeri
▪
Megidentifikasi
arau keluhan fisik lainnya
adanya nyeri
Identifikasi toleransi fisik
lainnya
melakukan pergerakan
▪
SLKI:
Mengidentifikasi kekuatan/kelemaha
Mobilitas fisik
Terapeutik
(l.05042)
▪
1. Pergerakan
n otot
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
▪
Menbantu daam
ekstremitas
bantu(mis. Pagar tempat
meningkatkan
kekuatan otot
tidur)
aktifitas dengan
meningkat 2. Rentang gerak
menggunakan alat ▪
Libatkan keluarga untuk
(ROM)
membantu pasien dalam
meningkat
meningkatkan pergerakan
bantu ▪
Membantu klaien dalam latihan
3. Nyeri menurun
mobilisasi
4. Kecemasan menurun 5. Kaku sendi
Edukasi ▪
menurun 6. Gerak terbatas menurun 7. Kelemahan fisik menurun
▪
Jelaskan tujuan dan
▪
Menjelaskan
prosedur mobilisasi
tujuan dan prosedur
Ajarkan mobilisasi
mobilisasi
sederhana yang harus
▪
Meminimalkan
dilakukan (mis. duduk di
atrofi otot,
tempat tidur, duduk di sisi
meningkatkan
tempat tidur, pindah dari
sirkulasimencegah
tempat tidur ke kursi)
terjadinya kontraktur
52
D. IMPLEMENTASI
Hari/
No.
Tgl/Jam
Dx
Sabtu,
1
Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Paraf
1. Manajmen nyeri
27/03/2021
Observasi
Pukul
• Mengidentifikasi
lokasi, DS : Pasien mengatakan
08.00
karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri pada paha kanan,
WITA
kualitas,intensitas nyeri
nyeri
karena
penyakit,
perjalanan
nyeri
yang
dirasakan menjalar sampai ke panggul, nyeri hilang timbul,
nyeri
yang
dirasakan seperti ditusuktusuk DO
:
Pasien
tampak
meringis kesakitan Pukul
• Mengidentifikasi skala nyeri
DS : Pasien mengatakan
08.15
nyeri pada paha kanan
WITA
DO
:
Pasien
tampak
meringis, skala nyeri 7 Pukul
• Mengidentifikasi
faktor
08.20
memperberat
WITA
memperingan nyeri
nyeri
yang DS : Pasien mengatakan dan nyeri semakin bertambah jika bengkak pada paha kanan
tertekan,
digerakkan
53
atau
DO
:
Pasien
meringis Pukul 08.25
• Mengidentifikasi
tampak
menahan
rasa
pengetahuan sakit
dan keyakinan tentang nyeri
WITA
DS : Pasien mengatakan dulu
saat
nyeri
yang
dirasakan di paha, pasien menganggap hanya nyeri biasa karena asam urat, dan pasien hanya minum obat yang dibeli sendiri dari warung DO
:
Pasien
kurang
pengetahuan mengenainyeri yang selama
Terapeutik • Memerikan
teknik ini dirasakan
Pukul
nonfarmakologis
11.00
mengurangi
WITA
TENS,
rasa
untuk nyeri (mis. DS : Pasien mengatakan
hypnosis, akupresur, ingin
melakuka
terapi
terapi music, biofeedback, terapi musik pijat,
teknik DO : TD =130/80, Nadi =
aromaterapi,
terbimbing, kompres 100, RR =20 , Suhu =36,7
imajinasi
hangat/dingin, terapi bermain) • Mengontrol
lingkungan
yang
Pukul
memperberat rasa nyeri (mis.
14.00
Suhu
WITA
kebisingan) Fasilitas
ruangan, pencahayaan, DS : pasien mengeluh tidak istirahat bisa tidur karena nyeri pada paha kanan, pasien sering
dan Tidur
terbangun dimalam hari, tidur tidak nyenyak, dan tidak
merasa
segar.
DO : Pasien tampak lemas 54
• Mempertimbangkan jenis dan danhanya
berbaring
Oukul
sumber nyeri dalam pemilihan ditempat tidur
18.10
strategi meredakan nyeri
DS : pasien mengatakan
WITA
jika pasien banyak bergerak dan ada tekanan pasin akan merasakan
nyeri
DO : Pasien tampak lemas Edukasi • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
DS : Pasien mengatakan
Pukul
masih merasakan nyeri
20.00
DO : Perawat mengajarkan
WITA
teknikrelaksasi napas dalam untuk meredakan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, nyeri jika perlu Pukul
DS
:
pasien
21.00
mengatakantidak ada alergi
WITA
obat DO : IVFD RL, Injeksi
1
Ranitidin,
Injeksi
Tramadol,
Injeksi
1. Manajmen nyeri
Ketorolac,
Observasi
pasien tidak ada alergi
• Mengidentifikasi
obat
masuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, Pukul 08.15
DS : Pasien mengatakan
kualitas,intensitas nyeri • Mengidentifikasi skala nyeri
nyeri pada paha kanan, nyeri
WITA
karena
penyakit,
perjalanan
nyeri
yang
dirasakan menjalar sampai 55
ke panggul, nyeri hilang timbul,
nyeri
yang
dirasakan seperti ditusuktusuk • Mengidentifikasi
pengetahuan DO
dan keyakinan tentang nyeri
:
pasien
tampak
meringis skala nyeri 7
Pukul
DS : Pasien mengatakan
11.05
sudah
WITA
tentang nyeri yang dialami DO
mulai
:
memahami
pasien
tampak
mengerti tentang penjelasan yang diberikan
Terapeutik • Memerikan
teknik untuk DS : pasien mengatakan
nonfarmakologis mengurangi
rasa
nyeri (mis. ntuk mengurangi rasanyeri
Pukul
TENS,
hypnosis, akupresur, dengan
beribincang-
15.00
terapi music, biofeedback, terapi bincang
dengan
WITA
pijat,
teknik keluarganya
aromaterapi,
imajinasi
terbimbing, kompres DO : pasien tampak lemas
hangat/dingin, terapi bermain)
dan
berbaring
ditempat
• Mempertimbangkan jenis dan tidur sumber nyeri dalam pemilihan DS : pasien mengatakan sudah melakukan relaksasi
strategi meredakan nyeri Pukul
napas
dalam
18.00
mengurangi nyeri
WITA
DO
:
pasien
mempraktekkan
untu
mampu kegiatan
relaksasi napas dalam
Kolaborasi • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
56
Pukul
DS
:
pasien
20.15
mengatakantidak ada alergi
WITA
obat DO : IVFD RL, Injeksi
1
1. Manajmen nyeri
Ranitidin,
Injeksi
Observasi
Tramadol,
Injeksi
• Mengidentifikasi
lokasi, Ketorolac,
obat
masuk
karakteristik, durasi, frekuensi, pasien tidak ada alergi kualitas,intensitas nyeri Pukul
• Mengidentifikasi skala nyeri
08.05 WITA
DS : pasien mengatakan nyeri
• Mengidentifikasi memperberat
faktor nyeri
sudah
mulai
yang berkuarang tidak seperti dan sebelumnya DO : Pasien masih tampak
memperingan nyeri
lemas skala nyeri 6 Pukul 08.30 WITA
• Mengidentifikasi
pengetahuan DS : pasien mengatakan sudah sedikit bisa bergerak dan keyakinan tentang nyeri tapi masih merasakan nyeri DO : pasien tampak lemas
Pukul
DS : pasien mengatakan
10.00
sudah memahami tentang
WITA
nyeri yang dialami selama ini DO
Terapeutik
:
pasien
tampak
setiap yang memahami memperberat rasa nyeri (mis. penjelasan yang diberikan Suhu ruangan, pencahayaan, perawat
• Mengontrol
lingkungan
kebisingan) Fasilitas Pukul
istirahat DS : pasien mengatakan
dan Tidur
14.10
tidurnya
WITA
membaik, 57
sudah tapi
mulai kadang
masih
terbangun
jika
• Mempertimbangkan jenis dan merasakan nyeri sumber nyeri dalam pemilihan DO : pasien tampak masih lemas
strategi meredakan nyeri
dan
belum
bisa
banyak bergerak Pukul
DS : pasien mengatakan
16.00
sudah melakukan relaksasi
WITA
napas • Memerikan
dalam
untu
teknik mengurangi nyeri untuk DO
nonfarmakologis mengurangi
rasa
:
pasien
nyeri (mis. mempraktekkan
mampu kegiatan
hypnosis, akupresur, relaksasi napas dalam
TENS, Pukul
terapi music, biofeedback, terapi DS : pasien mengatakan
19.00
pijat,
WITA
imajinasi
teknik ntuk mengurangi rasanyeri
aromaterapi,
terbimbing, kompres dengan
beribincang-
bincang
dengan
hangat/dingin, terapi bermain)
keluarganya
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, DO : pasien tampak lemas dan berbaring ditempat jika perlu tidur
Pukul
DS
:
pasien
20.10
mengatakantidak ada alergi
WITA
obat DO : IVFD RL, Injeksi Ranitidin,
Injeksi
Tramadol,
Injeksi
Ketorolac,
obat
masuk
pasien tidak ada alergi Sabtu,
2
1. Dukungan Mobilisasi 58
27/03/2021
Observasi
Pukul
• Mengidentifikasi adanya nyeri S : Pasien mengeluh nyeri
09.00
atau keluhan fisik lainnya
WITA
pada paha dan tidak bisa berjalan karena nyeri yang dirasakan O : Pasien lemas dan meringis
09.10 WITA
• Mengidentifikasi toleransi fisik S : Pasien mengatakan hanya mampu melakukan
melakukan pergerakan
pergerseran karena bengkak pada paha O : Pasien hanya berbaring di tempat tidur dan aktivitas sehari
–
hari
dibantu
keluarga 09.20
Terapeutik
WITA
• Memfasilitasi
aktivitas S : Pasien mengatakan tidak
mobilisasi dengan alat bantu mampu berdiri karena takut (mis. pagar tempat tidur)
menimbulkan nyeri O : Pasien hanya berbaring di tempat tidur
09.45 WITA
• Melibatkan membantu
untuk S : Pasien mengatakan dalam kesehariannya di bantu oleh
keluarga pasien
meningkatkan pergerakan
keluarga O : Pasien hanya berbaring di tempat tidur
10.30
Edukasi
WITA
• Menjelaskan
tujuan
prosedur mibilisasi
dan S : Pasien mengatakan mengerti dan akan melakukan mobilisasi
59
O
:
Pasien
tampak
menyimak yang dijelaskan • Mengajarkan
12.00 WITA
mobilisasi S : Pasien mengatakan mau
sederhana yang harus dilakukan
melakukan mobilisasi jika dibantu O : Pasien duduk di tempat tidur
14.30
Edukasi
WITA
• Mengajarkan
mobilisasi S : Pasien mengatakan ingin
sederhana yang harus dilakukan
mengubah posisi O :Pasien duduk di sisi tempat tidur
16.30
Terapeutik
WITA
• Memfasilitasi
aktivitas S : Pasien mengatakan ingin mobilisasi dengan alat bantu duduk di tempat tidur (mis. pagar tempat tidur)
O
:
Pasien
melakukannya berpegangan
mampu dengan
di
;pagar
tempat tidur dan dibantu Minggu, 28/03/2021
keluarga 2
1. Dukungan Mobilisasi
Pukul
Observasi
08.00
• Mengidentifikasi adanya nyeri S : Pasien mengeluh nyeri pada paha dan tidak bisa atau keluhan fisik lainnya
WITA
berjalan dan nyeri jika di gerakan Pukul 08.30 WITA
O : Pasien lemas • Mengidentifikasi toleransi fisik S : Pasien mengatakan hanya mampu melakukan melakukan pergerakan pergerseran karena bengkak
60
pada paha dan nyeri jika digerakan O : Pasien hanya berbaring di tempat tidur dan aktivitas sehari Pukul
Terapeutik
10.00
• Memfasilitasi
WITA
hari
dibantu
keluarga aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu S : Pasien mampu duduk (mis. pagar tempat tidur)
sendiri dengan
Pukul
–
• Melibatkan
di
untuk tenmpat tidur
pasien
dalam O
membantu
WITA
meningkatkan pergerakan
:
tidur
bantuan
keluarga
10.30
tmpat
Pasien
pagar
mampu
melakukan pergeseran S : Pasien mengatakan sudah mampu melakukan pergeseran dan dibantu oleh keluarga
13.00
Edukasi
WITA
• Menjelaskan
O : Pasien mampu duduk tujuan
dan sendiri di tempat tidur
prosedur mibilisasi S : Pasien mengatakan mengerti dan akan belajar melakukan Pukul 13.30 WITA
mobilisasi
sendiri • Mengajarkan
: Pasien tampak mobilisasi O sederhana yang harus dilakukan menyimak yang dijelaskan S : Pasien mengatakan ingin duduk di pinggir tempat tidur untuk makan
15.30
O : Pasien duduk di pinggir
Terapeutik
WITA
tempat tidur 61
• Memfasilitasi
aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu S : Pasien mampu duduk sendiri di tempat tidur dan
(mis. pagar tempat tidur)
melakukan
mobilisasi
Senin,
sederhana di tempat tidur
29/03/2021
O : Pasien tampak meringis
Pukul
2
karena nyeri
1. Dukungan Mobilisasi
08.00
Observasi
WITA
• Mengidentifikasi adanya nyeri S : Pasien mengeluh nyeri
atau keluhan fisik lainnya
pada paha dan tidak bisa berjalan dan nyeri jika di Pukul
gerakan
08.30
O : Pasien tampak cemas
WITA
• Mengidentifikasi toleransi fisik dan lebih sering berbaring di tempat tidur melakukan pergerakan S : Pasien mengatakan
Pukul
hanya mampu melakukan
10.00
duduk di tempat tidur
WITA
O : Pasien tampak meringis
Terapeutik • Memfasilitasi
aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu S : Pasien mampu duduk sendiri di tmpat tidur (mis. pagar tempat tidur) dengan
bantuan
pagar
tempat tidur Pukul 11.00 WITA
O • Melibatkan membantu
:
Pasien
mampu
untuk melakukan pergeseran dalam S : Pasien mengatakan
keluarga pasien
meningkatkan pergerakan
sudah mampu melakukan pergeseran dan dibantu oleh keluarga
62
O : Pasien mampu duduk 14.00
Edukasi
WITA
• Menjelaskan
sendiri di tempat tidur tujuan
dan S : Pasien mengatakan
prosedur mibilisasi
mengerti dan akan belajar melakukan 14.45
sendiri
WITA
O • Mengajarkan
:
mobilisasi
Pasien
tampak
mobilisasi menyimak yang dijelaskan
sederhana yang harus dilakukan
S : Pasien mengatakan ingin duduk di tempat tidur dan melakukan
mobilisasi
sederhana pada kaki 15.30 WITA
O : Pasien duduk di tempat tidur
Edukasi • Mengajarkan
mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan
S : Pasien mampu duduk sendiri di tempat tidur dan melakukan
mobilisasi
sederhana di tempat tidur Pukul
O : Pasien tampak meringis
16.00
Terapeutik
WITA
• Memfasilitasi
karena nyeri aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu S : Pasien mengatakan sudah mampu duduk (mis. pagar tempat tidur) sendiri di tempat tidur tetapi masih merasakan nyeri O : Pasien tampak meringis Pukul
setiap
20.00
mobilisasi
WITA 63
melakukan
• Memfasilitasi
aktivitas S : Pasien mengatakan
mobilisasi dengan alat bantu sudah (mis. pagar tempat tidur)
mampu
duduk
sendiri di tempat tidur tetapi masih
merasakan
nyeri
setiap akan memindahkan kaki O : Pasien tampak meringis setiap
melakukan
mobilisasi.
E. EVALUASI
No 1
Hari/Tgl Selasa, 30/03/2021
No
Evaluasi
Dx
Paraf
S : Pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang, jika terlalu banyak nyeri masih dirasakan O : Pasien masih berbaring ditempat tidur, dan masih tampak lemas, skala nyeri 6 A : Tujuan tercapai sebagian, masalah teratasi sebagian P : Pertahankan kondisi pasien dan lanjutkan intervensi untuk mengatasi nyeri pada pasien •
Memerikan
teknik nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa nyeri •
Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
64
•
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
2
Selasa,
2
S : Pasien mengatakan sudah mampu duduk di tempat
30/03/2021
tidur dengan bantuan pagar di tempat tidur dan
Pukul 08.00
bantuan dari keluarga serta mampu melakukan
WITA
mobilisasi sederhana tetapi masih merasakan nyeri O : Pasien tampak lebih sering berbaring di tempat tidur daripada melakukan mobilisasi, pasien tampak cemas dan meringis setiap melakukan mobilisasi A : Tujuan tercapai sebagian, masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi •
Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
•
Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
•
Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
65
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma multiple. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis (Bielack, 2009). Penyebab pasti osteosarkoma belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya osteosarkoma : Kecepatan Pertumbuhan Tulang Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi seseorangterkena osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa remaja danlokasi tipikal pada daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis pada tulang panjang, Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah pengaruhradiasi, Predisposisi Genetik Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma. Pasien denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen Rb. Mutasi pada gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik. Mutasi pada gen sering nampak. Namun gen retinoblastoma telah melokalisir pada lengan kromosom. Dalam pengobatannya sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan operasi.
B. Saran Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan khusus pada mata kuliah keperawatan medikal bedah.
66
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC. Berquest TH. Musculoskeletal Neoplasms. Dalam : Musculoskeletal imaging companion second edition. Wolters Kluwer; 2007; 1-36. Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC. De Graaff V. Skeletal system. Dalam : human anatomy sixth edition. The McGraw-Hill Companies; 2001; 137. Eder. Human skeletal anatomy. Dalam : laboratory atlas of anatomy and physiology third edition. The McGraw-Hill Companies; 2001; 64. Isaacs DM. Osteosarcoma. Orthopedic Surgery Rotation; 2003; 1-9. Kawiyana S. Osteosarkoma Dan Penanganannya. Dalam : Jurnal orthopedi RSUP Sanglah edisi Maret 2010. Denpasar: Bagian / SMF Ortopedi dan traumatologi bagian bedah FK unud; 2010; 68-74. Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL. Dalam: Hartanto H (editor). Buku ajar patologi. Jakarta: EGC; 2004; 856-61. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC. Rasjad C. Tumor tulang dan sejenisnya. Dalam: Pengantar ilmu bedah ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue; 2003; 279-99. Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika. Silveira WR, Lieberman G. Imaging osteosarcoma & surgical outcomes. Harvard Medical School; 2007; 1-41. Sukardja IDG. Biologi tumor. Dalam: Onkologi klinik edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press; 2003; 59. Suratun, et al. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC. Suzanne, C. Smeltzer. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). 67
Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
68