10 0 169 KB
MAKALAH KONSEP KEPERAWATAN TAHAP KELUARGA SEJAHTERA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga Dosen Pengampu : Ns. Dhia Diana Fitriani, M.Kep
Disusun oleh : Kelompok 4 Tuti Vulti
221030122597
Novika Dwi Hidayanti
221030122601
Wahyu Hermawan W.
221030122607
JURUSAN S1 KEPERAWATAN STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TAHUN AJARAN 2022/2023 Jl. Pajajaran No.1, Pamulang, Kota Tangerang Selatan-Banten Telp. (021) 74716128
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Gangguan Orientasi Realitas: Harga Diri Rendah dan Defisit Perawatan Diri. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa yang diampu oleh Ns. Dhia Diana Fitriani, M.Kep . Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini selesai sesuai dengan waktunya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa sangat penyusun harapkan, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan. Penyusun juga mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua.
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan di dalam kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan yang tidak kecil di dalam segi kehidupan manusia. Perubahan situasi individu baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental dan sosial. Individu yang sehat jiwa ini meliputi menyadari kemampuan dirinya secara penuh. Mampu menghadapi problem maupun situasi yang berat dan mampu berada dengan orang lain (Keliat,dkk.2007). Data statistik yang dikemukakan oleh (WHO) (2012) menyebutkan bahwa sekitar 450 juta orang di dunia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa. Sepertiga diantaranya terjadi di Negara berkembang. Data yang ditemukan oleh peneliti di Harvard University dan University College London,mengatakan penyakit kejiwaan pada tahun 2016 meliputi 32% dari semua jenis kecacatan diseluruh dunia. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya (VOA Indonesia, 2016). Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa, dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia padaurutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat iniakan menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013). Dalam pasien dengan gangguan jiwa kurangnya keperawatan diri akibat adanya perubahan proses pikir sehingga dalam kemampuan melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya sendiri. Cara perawatan dirimenjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau
keadaan emosional klien. Selainitu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene klien. Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekatdengan klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosionalklien. Oleh karena itu penulis membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan diri dan mengkaji pasien dengan gangguan perawatan diri. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan jiwa pada klien Harga Diri Rendah dan Defisit Perawatan Diri. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini agar mahasiswa mampu : a. Mampu menjelaskan pengertian dan penyebab dari Gangguan orientasi realitas: HDR dan DPD b. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Gangguan orientasi realitas: HDR dan DPD c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan orientasi realitas: HDR dan DPD d. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien dengan Gangguan orientasi realitas: HDR dan DPD e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Gangguan orientasi realitas: HDR dan DPD f. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Gangguan orientasi realitas: HDR dan DPD g. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus
BAB II PEMBAHASAN A. Kasus (Masalah Utama) I. Harga Diri Rendah (HDR) Harga diri rendah adalah Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri, perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri (Yosep, 2010). Sedangkan menurut (Depkes RI, 2000 dalam Nurarif & Hardhi, 2015, p. 55) Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. B. Proses Terjadinya Masalah a. Faktor predisposisi Terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua, harapan orangtua yang tidak realistik, orangtua yang tidak percaya, tekanan teman sebaya dan kultur sosial yang berubah (Yosep, 2011). Dan menurut (Satrio, 2015) proses terjadinya harga diri rendah kronis juga di pengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural. 1. Faktor Biologi Faktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat dilihat sebagai suatu keadaan atau faktor resiko yang dapat mempengaruhi peran manusia dalam menghadapi stressor. 2. Faktor psikologis Harga diri rendah sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran. Termasuk dalam harga diri
rendah situasional. Harga diri rendah situsional merupakan pengembangan persepsi negatif tentang dirinya sendiri pada suatu kejadian (NANDA, 2011). 3. Faktor sosial dan kultural Secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah. Dimana dalam kehidupan sehari hari anak tumbuh kembang di tiga tempat, yaitu dirumah, disekolah, dilingkungan (NANDA, 2011). b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, kehilangan orang yang di cintai perubahan penampilan atau bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun (Yosep, 2011). Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi pada situsional atau kronik, secara situsional atau kronik, secara situsional misalkan trauma muncul secara tiba tiba misalkan kecelakaan, dioperasi, pemerkosaan, atau di penjara termasuk dirawat dirumah sakit, biasa menyebabkan harga diri rendah karena penyakit fisik ataupun pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Penyebab lain adalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga (Damaiyanti & Iskandar, 2012). Secara kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama yaitu sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negative, kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini dapat menyebabkan respon yang maladaptif, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik kronis (Damaiyanti & Iskandar, 2012). c. Jenis harga diri rendah a) Situasional Harga
diri
rendah
situasional
dalam
Wilkinson,
Ahern
(2009)
didefinisikan sebagai suatu perkembangan persepsi negatif terhadap harga diri individu sebagai respon terhadap situasi tertentu misalnya akibat menderita suatu penyakit, kondisi ini dapat di sebabkan akibat adanya ganggguan citra tubuh,
kegagalan dan penolakan, perasaan kurang menghargaan, proses kehilangan, dan perubahan pada peran social yang dimiliki. b) Kronik Menurut Fitria (2012) menyatakan bahwa gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan pasien sebelum sakit atau sebelum dirawat. Sedangkan menurut Nurarif dan Hardhi (2015, p. 55) harga diri rendah kronis merupakan evaluasi diri/ perasaan negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri yang berlangsung lama. d. Tahap Harga diri rendah Keliat, dkk. (2011, p. 76) menyatakan bahwa diri rendah muncul apabila lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuan. Proses terjadinya harga diri rendah disebabkan karena sering disalakan pada masa kecil, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Individu pada saat mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. e. Rentang Respon Prabowo, (2014 hal 104) menjelaskan rentang respon adaptif dan maladaptif klien dengan harga diri rendah adalah : 1) Respon Adaptif Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang dihdapainya. 1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. 2. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang posistif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negative dari dirinya. 2) Respon Maladaptif Respon maladaptive adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1. Harga diri adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. 2. Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dan mencapai tujuan. 3. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai kepribadian secara intim. Respon adaptif
Respon maladaptive
Aktualisasi
Konsep
Harga Diri
Keracunan
Deperdiri
diri positif
rendah
identitas
sonalisasi
f. Mekanisme Koping Seseorang dengan harga diri rendah memiliki mekanisme koping jangka pendek dan jangka Panjang. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberikan hasil yang telah diharapkan individu, maka individu dapat mengembangkan mekanis koping jangka Panjang (Direja, 2011). Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut : 1. Jangka Pendek a. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu : pemakaian obatobatan, kerja keras, nonton tv secara terus menerus. b. Aktivitas yang memberikan penggantian indesitas bersifat sementara, misalnya ikut kelompok social, agama, dan politik. c. Aktivitas
yang
perlombaan. 2. Jangka Panjang
memberikan
dukungan
bersifat
sementara
misalnya
a. Penutupan identitas : terlalu terburu-buru mengadopsi identias yang disukai dari orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan atau potensi diri sendiri. b. Identitas negative : asumsi identitas yang bertentangan dengan nilai-nilai dan harapan masyarakat. g. Tanda dan Gejala 1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. 2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri 3. Merendahkan martabat 4. Gangguan hubungan sosial 5. Percaya diri kurang 6. Mencederai C. Pohon Masalah Effect
Isolasi sosial
Core Problem
Causa
Harga Diri Rendah
Ketidakefektifan mekanisme koping
Gambar Pohon masalah Harga Diri Rendah menurut Ade Herman 2011. D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji 1. Isolasi sosial : menarik diri Data yang perlu dikaji : a) Data Subjektif: Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi, Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
b) Data Objektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup. 2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah Data yang perlu dikaji : a) Data Subyektif Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri b) Data Obyektif Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup. 3. Koping individu tidak efektif Data yang perlu dikaji : a) Data subyektif Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih karena keadaan tubuhnya, Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat b) Data obyektif Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, Suara pelan dan tidak jelas, Tampak menangis. E. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan mekanisme koping 2. Harga diri rendah 3. Isolasi sosial F. Penatalaksanaan Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat di berikan pada penderita Harga Diri Rendah yaitu : 1. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan orang lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika klien menarik diri, klien dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi. 2. Therapy aktivitas kelompok Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilkukan paa klien harga diri rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan menggunakan stimulasi atau diskusi untuk mengetahui pengalaman atau perasaan yang dirasakan saat ini dan untuk membentuk kesepakatan persepsi atau penyelesaian masalah. G. Rencana Tindakan Keperawatan Table 2.1 Rencana Tindakan Keperawatan
RENCANA TINDAKAN DIAGNOSA
TUJUAN
KEPERAWATAN :
INTERVENSI
Gangguan Konsep
TUM
Diri : Harga Diri
meningkatkan harga dirinya dan Klien:
Rendah
mempunyai sistem pendukung SP 1 yang
Klien
dapat
mampu TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
membentu a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang
mengekspresikan perasaan dan pikirannya secara optimal.
b. Bantu klien menilai kemampuan klien yang masih
TUK : a. Klien
dapat digunakan. dapat
membina c. Bantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih
hubungan saling percaya. b. Klien dan
aspek e. Berikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan
kemampuan
yang dimiliki. c. Klien
sesuai kemampuan klien.
dapat d. Latih klien sesuai kemampuan yang dipilih
mengidentifikasi positif
dimiliki pasien.
dapat
klien f. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
menilai
harian
kemampuan yang dimiliki SP 2 untuk dilaksanakan.
d. Klien dapat merencanakan a. Evaluasi kegiatan harian klien kegiatan
sesuai
dengan b. Latih kemampuan kedua
kemampuan yang dimiliki. e. Klien
dapat
kegiatan
melakukan
sesuai
c. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
rencana Keluarga
yang dibuat.
SP 1
f. Klien dapat memanfaatkan a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam sistem
pendukung
ada.
yang
merawat klien b. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami klien dan proses terjadinya c. Jelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah SP 2 a. Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah b. Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga diri rendah SP 3 a. Bantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning). b. Jelaskan follow up klien setelah pulang.
H. Implementasi Tindakan
keperawatan
merupakan
standar
dari
standard
asuhan
yang
berhubungan dengan aktivitas keperawatan professional yang dilakukan oleh perawat, dimana implementasi dilakukan kepada pasien, keluarga dan kominitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat (Damaiyanti, 2012). I. Evaluasi Merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai perkembangan klien dalam mencapai hasil yang di harapkan, asuhan keperawatan adalah proses dinamik yang melibatkan perubahan dalam status kesehatan klien sepanjang waktu, pemicu kebutuhan
terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan dan modivikasi rencana keperawatan asuhan sesuai kondisi klien (Damaiyanti, 2012).
A. Masalah Utama 1) Defisit Perawatan Diri Perawatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri (Depkes, 2000). Menurut Dermawan & Rusdi (2013) Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi, berhias, makan, toileting. Deficit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan seharihari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Deficit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negative dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyrakat (Yusuf, Rizky & Hanik, 2015).
B. Proses terjadinya DPD a. Faktor Predisposisi a) Biologis , dimana deficit perawatan diri disebabkan oleh adanya penyakit fisik dan mental yang disebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri dan dikarenakan adanya faktor herediter dimana terdapat anggota keluarga yang mengallami gangguan jiwa. b) Psikologis, adanya faktor perkembangan yang memegang peranan yang tidak kalah penting, hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan memanjakan individu tersebut sehingga perkembangan inisiatif menjadi terganggu. Klien yang mengalami deficit perawatan diri dikarenakan kemampuan realitas yang kurang yang menyebabkan klien tidak peduli terhadap diri dan lingkungannya termasuk perawatan diri. c) Sosial, kurangnya dukungan sosial dan situasi lingkungan yang mengakibatkan penurunan kemampuan dalam merawat diri. b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi yang menyebabkan deficit perawatan diri yaitu penurunan motivasi, kerusakan kognitif/persepsi, cemas, lelah, lemah yang menyebabkan individu kurang mampu melalukan perawatan diri. Menurut Rochmawati (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah : a) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. b) Praktik Sosial Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. c) Status Sosial Ekonomi Ersonal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi semuanya yang memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada klien penderita DM, ia harus menjaga kebersihan kakinya. e) Budaya Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. f) Kebiasaan Seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo, dan lain-lain. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene : a) Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. b) Dampak Psikolososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksi sosial. c. Rentang Respon Menurut Keliat (2014), rentang respon perawatan diri pada klien adalah sebagai berikut : Adaptif
Maladaptif
Pola perawatan diri
kadang perawatan diri,
tidak melakukan
Seimbang
kadang tidak
perawatan saat stres
Keterangan :
a) Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri. b) Kadang perawatan kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadangkadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya. c) Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stressor. d. Mekanisme Koping Menurut (sutria, 2020), mekanisme koping berdasarkan penggolongan dibagi menjadi 2 yaitu : a. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukung fungsi integritas pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. b. Mekanisme koping maladaptive Mekanisme koping yang menghabat fungsi integritas, memecahkan pertumbuhan,
menurunkan
otonomi
dan
cenderung
menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak ingin merawat diri. e. Jenis-jenis Defisit perawatan diri Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari : a. Deficit perawatan diri : mandi Hambatan
kemampuan
untuk
melakukan
atau
menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri. b. Deficit perawatan diri : berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri c. Defisit perawatan diri : makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan secara mandiri
d. Deficit perawata diri : eliminasi/toileting Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri f. Tanda dan gejala Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang mengalami deficit perawatan diri adalah sebagai berikut : a. Mandi/hygiene Klien mengalami ketidak mampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, meringankan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi. b. Berpakian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan,
menggunakan
kancing
tarik,
melepaskan
pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu. c. Makan Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan,mencerna
makanan
menurut
cara
yang
diterima
masyarakat,mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman. d. BAB/BAK (toiletting) Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil. Keterbatasan diri di atas biasanya diakibatkan karena stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan bisa mengalami masalah resiko tinggi isolasi social. C. Asuhan Keperawatan pada klien Defisit Perawatan Diri 1. Pohon Masalah Effect
Risiko Tinggi Isolasi Sosial
Core Problem
Defisit Perawatan Diri
Causa
Harga Diri Rendah
2. Pengkajian Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014) pengkajian Defisit Perawatan Diri yaitu: 1) Komponen yang harus di perhatikan oleh seorang perawat dalam mengkaji Defisit Perawatan Diri: a. Kaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari b. Kaji kondisi kulit saat mandi c. Bantu perawatan diri: mandi/hygiene (Nic): pantau kebersihan kuku sesuai kemampuan perawatan diri pasien d. Kaji tingkat energi dan toleransi terhadap aktivitas e. Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan f. Kaji asupan terhadap keadekuatan asupan nutrisi 2) Data yang bisa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri:
a. Data Primer (Subjektif) : a) Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS tidak tersedia alat mandi b) Klien mengatakan dirinya malas berdandan c) Klien mengatakan ingin disuapin makan d) Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK maupun BAB b. Data Sekunder (Objektif): a) Ketidak mampuan mandi / membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau, serta kuku panjang dan kotor. b) Ketidak mampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (perempuan). c) Ketidak
mampuan
makan
secara
mandiri
ditandai
dengan
ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya d) Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK 3. Diagnosa Keperawatan Menurut Heather (2015) 1) Defisit perawatan diri: mandi. 2) Defisit perawatan diri: berpakaian. 3) Defisit perawatan diri: makan. 4) Defisit perawatan diri: eliminasi. 4. Rencana Tindakan Keperawatan Menurut NANDA NIC-NOC dalam Budi Anna Keliat (2010) Table 2.2 Rencana Keperawatan No. Diagnosa
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Dx
Keperawatan
1.
Defisit
Tujuan
perawatan
klien
umum: 1. Ekspresi wajah Bina hubungan saling tidak bersahabat.
diri: mandi, mengalami deficit 2.
percaya
dengan
Menunjukkan menggunakan
prinsip
berpakaian,
perawatan diri.
rasa senang.
makan,
Tujuan Khusus:
3. Klien bersedia 1
Sapa klien dengan
eliminasi
TUK 1:
berjabat tangan.
ramah, baik verbal
Klien
komunikasi terapeutik:
dapat 4. Klien bersedia
membina hubungan percaya
menyebutkan
maupun non verbal. 2
saling nama. dengan 5.
perawat.
Ada
Perkenalkan
diri
dengan sopan. kontak 3
Tanyakan
nama
mata.
lengkap dan nama
6. Mau bersedia
panggilan
berdampingan
disukai klien.
dengan perawat. 7.
4
Mau
mengutarakan yang
dihadapi.
Jelaskan
tujuan
pertemuan. 5
masalah
yang
Jujur dan menepati janji.
6
Tunjukkan
sikap
empati
dan
menerima klien apa adanya. 7
Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan
dasar
klien. 2.
Defisit
TUK
2:
perawatan
Mampu
menyebutkan
kesehatan
diri: mandi.
melakukan
pentingnya
klien
kebersihan diri.
perawatan
kebersihan
klien 1
diri
Klien
dapat Berikan
pendidikan dan
latih
cara-cara kebersihan
secara mandiri.
2
Klien
mampu diri:
menyebutkan
3
kebersihan
kebersihan diri.
berdandan,makan
Klien
dan eliminasi.
mampu
6
7
2
diri,
Jelaskan pentingnya
fungsi
menjaga kebersihan
kebersihan diri
diri.
untuk
5
Identifikasi
tanda
menyebutkan
4
1
3
Dorong klien untuk
kesehatan.
menyebutkan
Klien
tanda
mampu
3
kebersihan
menyebutkan
diri.
tujuan
Diskusikan
fungsi
kebersihan diri.
kebersihan
diri
Klien
untuk
kesehatan
menyebutkan
dengan
menggali
alat-alat untuk
pengetahuan
menjaga
terhadap hal yang
kebersihan diri.
berhubungan
Klien
dengan
dari 4 mampu
mampu
mempraktikkan
diri.
cara
Bantu
menjaga 5
klien
kebersihan klien
kebersihan diri.
mengungkapkan arti
Klien
kebersihan diri dan
mampu
menyebutkan
tujuan
cara-cara
kebersihan diri.
melakukan kebersihan diri.
6
memelihara
Beri reinforcement positif setelah klien mampumengungkap kan arti kebersihan diri.
7
Jelaskan
alat-alat
untuk
menjaga
kebersihan diri. 8
Jelaskan
cara-cara
melakukan kebersihan diri. 9
Latih
klien
mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri. 10 Beri
reinforcemen
positif setelah klien mampu mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri. 11 Bantu
klien
memasukkan dalam
ke jadwal
kegiatan klien. 12 Diskusikan rencana tindak
lanjut
bersama
klien
(SP2). 3.
Defisit
TUK
3:
Klien 1
perawatan
mampu
menyebutkan
diri:
melakukan
cara
berpakaian.
berhias/berdanda
yang baik.
n dengan baik
2
Klien
Klien
mampu Berikan kesehatan
pendidikan dan
latih
berhias klien berhias/berdandan:
mampu 1
Sapa klien dengan
menyebutkan
ramah, baik verbal
cara
maupun non verbal.
menyisir
rambut. 3
Klien
2 mampu
menyebutkan cara
3
berdandan 4
Klien
Jelaskan
cara
berhias yang baik.
dan 4
(perempuan).
jadwal
kegiatan klien.
bercukur
(laki-laki)
Evaluasi
Jelaskan
cara
menyisir rambut. 5
mampu
Jelaskan
cara
bercukur (laki-laki),
mempraktikkan
dan
cara
(perempuan).
berhias
yang baik.
6
berdandan
Latih
klien
mempraktikkan cara berhias yang baik. 7
Ber
reinforcemen
positif setelah klien mampu mempraktikkan cara berhias yang baik. 8
Bantu
klien
memasukkan kedalam
jadwal
kegiatan. 9
Diskusikan rencana tindak
lanjut
bersama klien (SP3) 4.
Defisit
TUK
4:
Klien 1
perawatan
mampu
menyebutkan
kesehatan
diri: makan
melakukan makan
cara
klien
dengan baik.
mempersiapkan
mandiri:
makanan.
1
2
Klien
Klien
mampu Berikan
mampu
pendidikan dan
makan
latih secara
Sapa klien dengan ramah, baik verbal
menyebutkan cara
makan
maupun non verbal. 2
yang tertib. 3
Klien
mampu
jadwal
kegiatan klien. 3
Jelaskan
cara
menyebutkan
mempersiapkan
cara merapikan
makan.
peralatan
4
Evaluasi
4
Jelaskan
cara
makanan
makan yang tertib
setelah makan.
dan baik.
Klien
mampu
5
Jelaskan
cara
mempraktikkanj
merapikan
cara
peralatan
makan
yang baik.
makan
setelah makan. 6
Latih cara makan yang baik.
7
Beri reinforcement positif setelah klien mampu mempraktikkan cara makan yang baik.
8
Bantu
klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
klien. 9
Diskusikan rencana tindak
lanjut
bersama
klien
(SP4). 5
Defisit
TUK
perawatan
mampu
5:
Klien 1
Klien
mampu Berikan
menyebutkan
pendidikan
kesehatan dan ajarkan
diri:eliminasi melakukan
tempat
buang klien melakukan buang
eliminasi dengan
air besar/buang air
mandiri
air kecil yang kecil secara mandiri:
air
(buang
besar/buang
air kecil)
sesuai. 2
Klien
1 mampu 2
membersihkan
3
Sapa klien dengan maupun non verbal.
cara
buang
air
ramah,baik verbal,
menyebutkan
diri
besar/buang
setelah
Evaluasi
jadwal
kegiatan klien. 3
tempat
buang
air
besar/buang air
besar/buang
air
kecil.
kecil yang sesuai.
Klien
air
Jelaskan
mampu
4
Jelaskan
cara
mempraktikkan
membersihkan diri
cara buang air
setelah buang air
besar/buang air
besar/buang
kecil
kecil.
sesuai.
yang 5
Latih
air klien
mempraktikkan cara
buang
besar/buang
air air
kecil yang sesuai. 6
Beri reinforcement positit setelah klien mampu mempraktikkan cara eliminasi yang baik dan benar.
7
Evaluasi
tindakan
keperawatan.
3. Strategi Pelaksanana Tindakan Keperawatan. Menurut Mukhripah, Damaiyanti (2014) Tabel 2.3 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1 2
Klien
Keluarga
SP1P
SP1K
Menjelaskan pentingnya kebersihan 1
Mendiskusikan
diri.
dirasakan keluarga dalam merawat
Menjelaskan cara menjaga kebersihan
klien.
diri. 3 4
2
masalah
yang
Menjelaskan pengertian, tanda dan
Membantu klien mempraktikkan cara
gejala defisit perawatan diri, dan jenis
menjaga kebersihan diri.
deficit perawatan diri yang dialami
Menganjurkan
klien
memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
klien beserta proses terjadinya. 3
Menjelaskan cara-cara merawat klien deficit perawatan diri.
SP2P 1
SP2K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1
Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien.
merawat
2
Menjelaskan cara makan yang baik.
perawatan diri.
3
Membantu klien mempraktikkan cara 2
Melatih keluarga mempraktikkan cara
makan yang baik.
merawat langsung kepada klien deficit
4
Menganjurkan
klien
memasukkan
klien
dengan
defisit
perawatan diri.
dalam jadwal kegiatan harian. SP3P 1
SP3K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1
Membantu keluarga membuat jadwal
klien.
aktivitas di rumah termasuk minum
2
Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
obat (discharge planning).
3
Membantu klien mempraktikkan cara 2
Menjelaskan follow up pasien setelah
eliminasi yang baik.
pulang.
4
Menganjurkan
klien
memasukkan
dalam jadwal kegiatan klien.
SP4P 1
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2
Menjelaskan cara berdandan.
3
Membantu klien mempraktikkan cara berdandan.
4
Menganjurkan
klien
memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan harga diri rendah diambarkan sebagai perasaan yang negative terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial. Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka disfungsional adalah merupakan pemanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh individu dalam melalui prosess modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri hendaknya di berikan perhatian yang lebih dalam perawatan diri sehinngga peningkatan kebersihan klien dapat lebih meningkat lebih baik. Klien yang sering menyendiri merupakan resiko menjadi
isolasi sosial maka komunikasi terapeutik yang di gunakan sebagai landasan untuk membina saling percaya sehingga dapat mengggali semua permasalahan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri harus selalu di libatkan dalam kegiatan dan di temani setiap tindakan yang lebih.Identifikasi diri mengenai penyebab awal terjadinya gangguan tersebut menjadi focus perhatian pemberian pelayanan kesehatan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri membutuhkan dukungan dari keluarganya sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan klien. B. Saran Klien diharapkan dalam mengikuti program penyembuhan yang direncanakan oleh dokter dan perawat mau dan mampu untuk mengikuti guna kesembuhan klien. Keluarga nantinya mampu memberikan motivasi dan semangat kepada klien untuk mengembalikan kepercayaan diri baik di rumah maupun di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA Anna Keliat, Budi. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :Buku Kedokteran EGC. Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika Keliat, Budi Anna. (2006). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klarifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC. Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama