Kelompok 3 Ergonomik (MSDS) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Universitas MH Thamrin



Muscoloskeletas disoders (MSDs) Nama Anggota : Arlina Krisna Dewi Dini Andriani Fianisa Jauhari Puput Novitasari Rafika Fitri Febrian



2018



S1 Kesehatan Masyarakat



Kata pengantar Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa berkat Rahmat dan Hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas Ergonomi K3 ini. Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini kami mengucapkan banyak terimakasih, terutama kepada kedua orang tua kami yang telah mendukung kami dalam menyelesaikan tugas ini dan kepada rekan-rekan kelompok kami dalam menyusun tugas ini. Semoga tugas Ergonomi K3 ini dapat bermanfaat dan sebagai inspirasi untuk semua pihak. Kami menyadari bahwa proposal ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang bersifat membangun agar usaha kami menjadi lebih baik. Atas dukungan dari bapak, ibu, saudara, dan teman-teman. kami mengucapkan terimakasih.



Penyusun



Daftar isi KATA PENGANTAR......................................................................................... i i



DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………... 1 1 Latar belakang .................................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 2 2 Ergonomi ............................................................................................................ 2 2.1.1 Pengertian Ergonomi .................................................................................... 2 2.1.2 Prinsip Ergonomi .......................................................................................... 3 3. Muskuloskletal Disoders ……………………………………………………....4 3.1.1 Pengertian MSDs ......................................................................................... 4 3.1.2 Gejala ........................................................................................................... 5 3.1.3 Jenis Keluhan ............................................................................................... 6 3.1.4 Faktor Risiko ................................................................................................ 7 3.1.5 Dampak ....................................................................................................... 22 3.1.6 Pencegahan Keluhan …………………………………………………….. 23 3.1.7 Pengukuran ………………………………………………………………. 25 BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………. 29 BAB IV PENUTUP ………………………………………………………….. 34 1. Kesimpulan ..................................................................................................... 34 2. Saran ............................................................................................................... 34



ii



BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Ergonomi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Sikap kerja yang kurang sesuai dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri pada otot atau muskuloskeletal disorders, hal ini disebabkan oleh postur kerja yang tidak alamiah akibat dari tuntutan tugas, alat dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja. (1) Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau gangguan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan hingga sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon (Tarwaka dkk, 2004). Berbagai studi yang dilakukan mengenai cidera pada sistem muskuloskeletal menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah sakit (Tarwaka, dkk., 2004). Menurut WHO (2016), Kondisi muskuloskeletal adalah penyumbang disabilitas terbesar kedua di dunia, dengan nyeri punggung bawah menjadi penyebab utama kecacatan secara global. Sementara prevalensi kondisi muskuloskeletal bervariasi berdasarkan usia dan diagnosis, antara 20% – 33% orang di seluruh dunia hidup dengan kondisi muskuloskeletal yang menyakitkan. Berdasarkan hasil studi Departemen Kesehatan Indonesia dalam profil masalah kesehatan tahun 2005 penelitian yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia umumnya berupa penyakit musculoskeletal disorders (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (5%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan THT (1,5%) (Arifandhy dkk, 2011). Prevalensi nyeri muskuloskeletal pada pekerja berkisar antara 60-76 % selama satu tahun. Prevalensi nyeri muskuloskeletal lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Samara, 2007).



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ergonomi 2.1.1



PENGERTIAN Definisi Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani. Menurut bahasa, ergonomi berasal dari kata ergon dan nomos. Ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum atau aturan. Secara menyeluruh, ergonomi berarti studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjannya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain atau perancangan. Istilah ergonomi pertama kali dicetuskan pada tahun 1950 oleh sekelompok ahli medis, psikolog dan insinyur di United Kingdom untuk menjelaskan aplikasi multidisiplin ilmu yang dirancang untuk memecahkan masalah-masalah teknologi pada masa perang. Dari beberapa literatur yang didapatkan dalam menjabarkan defenisi ergonomi, diantaranya adalah: 1) Suma’mur



(1989)



menyatakan



bahwa



ergonomi



adalah



ilmu



yang



penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimaloptimalnya, hal ini meliputi penyerasian pekerja terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja. 2) Menurut Pheasant (1991) mendefinisikan ergonomi sebagai aplikasi informasi ilmiah mengenai manusia terhadap desain objek, sistem, lingkungan, untuk penggunaan manusia. 3) Ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004) 4) Ergonomi adalah suatu istilah yang berlaku untuk dasar studi dan desain hubungan antara manusia dan mesin untuk mencegah penyakit dan cidera serta meningkatkan prestasi atau performa kerja (ACGHI,2007)



2



5) Sedangkan ILO (International Labor Organization) mendefenisikan ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaiyan yang saling menguntungkan anatara pekerja dengan pekerjaannya secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. 6) Menurut organisasi International Ergonomi Association (IEA), ergonomi atau human factor adalah sebuah disiplin keilmuan yang memiliki focus di dalam memahami interaksi antara manusia dan elemen lainnya di dalam sebuah sistem dan ergonomi adalah pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode di dalam mendesain dengan tujuan mengoptimalisasikan keberadaan manusia dan keseluruhan performa dalam suatu sistem. Jadi, ergonomi dapat disimpulkan sebagai suatu ilmu dan seni yang mempelajari lingkungan kerja, peralatan, manusia serta hubungan kesesuain antara manusia, mesin dan lingkungan kerja. Agar tercapainya keefisiensian dan keselamatan dalam menjalankan aktifitas pekerjaannya maka ergonomi merupakan aplikasi ilmu yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan sesuai dengan pekerja sehingga dicapai produktifikasi kerja yang tinggi. 2.1.2



PRINSIP ERGONOMI Pada prinsipnya ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari keserasian kerja dalam suatu sistem (worksystem). Sistem ini terdiri dari manusia, mesin dan lingkungan kerja. Penerapan Ergonomi sangat luas, tidak terbatas hanya industry tertentu saja, namun juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Bridger, 1995). Manusia pada prinsipnya memiliki kemampuan (capacity) dan keterbatasan (limitation) maka dari itu untuk dapat bekerja



dengan



peralatan



dan



lingkungan



kerja



yang



menuntut



terselesaikannya pekerjaan dengan baik dan aman sehingga perlu adanya keserasian dan kesesuaian antara alat, lingkungan dan kerja atau jenis pekerja tersebut. Titik perhatian dari para ahli ergonomi ini ada pada desain atau rancangan suatu alat atau benda yang dipengaruhi untuk memudahkan kegiatan manusia sebagai penggunanya. Dalam mendesain suatu alat maka pendekatan yang dipengaruhi adalah “The principle of user- centred desaign’’. 3



Hal ini berarti bahwa dalam mendesain sesuatu benda yang diperuntukkan untuk manusia maka sebaiknya harus didasari pada pertimbangan karakter fisik dan mental dari manusia itu sendiri. Pengembangan konsep ini dapat membuat lingkungan kerja menjadi lebih sehat dan aman, sehingga diperoleh beberapa keuntungan, antara lain: 1) Peningkatan produktivitas 2) Peningkatan kualitas kerja 3) Mengurangi frekuensi perputaran karyawan 4) Mengurangi angka absen 5) Peningkatan kualitas moral pekerja Desain ini harus menyerasikan atau membuat matching antara alat dengan pengguna sehingga kenyamanan dan keamanan dalam bekerja dan mempergunakan alat atau benda akan terwujud. Hal ini bukan tidak mungkin kecelakaan yang menjadi risiko dan setiap pekerjaan dapat terhindar dan produktivitas kerja seseorang akan meningkat karena kenyamanan yang mereka rasakan dan pekerjaannya. 3. Muskuloskeletal Disorders (MSDs) 3.1.1 PENGERTIAN Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar (OSHA, 2000). Musculoskeletal



Disorders



(MSDs)



adalah



kelainan



yang



disebabkan



penumpukan cidera atau kerusakan-kerusakan kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak bisa sembuh secara sempurna, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Humantech, 1995). MSDs bukanlah merupakan diagnosis klinis tapi merupakan label untuk persepsi rasa sakit atau nyeri pada sistem muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal 4



adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai yang sangat fatal. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemastars, 1996 dalam Tarwaka, et al. 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan menjadi dua (Tarwaka, et al. 2004) yaitu: 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan 2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. 3.1.2 GEJALA Gejala keluhan muskuloskeletal dapat menyerang secara cepat maupun lambat (berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada tiga tahap terjadinya MSDs yang dapat diidentifikasi yaitu: Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh pada kinerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat; Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja. Tidak



mungkin



terganggu.



Kadang-kadang menyebabkan berkurangnya



performa kerja; Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.



5



3.1.3 JENIS KELUHAN Jenis-jenis Keluhan muskuloskeletal antara lain: 1. Sakit Leher : Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher. Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku; 2. Nyeri Punggung : Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur yang buruk saat menggunakan computer. 3. Nyeri Ektremitas Inferior : Nyeri ekstremitas inferior dapat menyerang bagian tubuh manapun. Antara lain bahu, leher, pergelangan tangan, kaki, lengan dan bagian tubuh lain. Nyeri ini dapat berulang, namun datang secara tiba-tiba dan sangat menyiksa dalam jangka waktu yang lama. Berdiri lama di tempat kerja berkaitan dengan rasa nyeri pada ekstremitas inferior. 4. Carpal Tunnel Syndrome : Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus; 5. Thoracic Outlet Syndrome : Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut. Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan leher tertekan. Thoracic outlet syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan diatas atau maju kedepan. 6. Tennis Elbow : Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon ekstensor. 6



7. Low Back Pain : Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu L4 dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini berhubungan dengan posisi duduk atau berdiri yang janggal, kursi



yang tidak ergonomis, dan peralatan lainnya yang tidak sesuai



dengan antopometri pekerja. 3.1.4 FAKTOR RISIKO Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan, karena banyak faktor yang mempengaruhinya dan dalam banyak kesempatan MSDs terjadi akibat dari kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Adapun faktor risiko yang biasanya muncul memberikan kontribusi terhadap timbulnya MSDs (Kuntodi, 2008) dapat dikategorikan dalam tiga kategori yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan meliputi; postur kerja (postur janggal dan postur statis), penggunaan tenaga, pergerakan repetitif dan karakteristik objek. Fakor karakteristik individu terdiri dari; umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kekuatan fisik, Indeks Masa Tubuh (IMT), masa kerja, lama masa kerja,dan sikap kerja. Sedangkan faktor lingkungan terdiri dari; vibrasi/getaran dan mikroklimat (Bridger, 1995; Bernard & Cohen et al, 1997; OSHA & Peter Vi, 2000; Kumar 2001). 2.1.4.1



Faktor Pekerjaan



2.1.4.1.1



Postur Kerja Postur kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri, duduk, jongkok, membungkuk, berjalan, dan lain sebagaianya. Postur kerja tersebut di lakukan tergantung dari kondisi sistem kerja yang ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman (Nurmianto, 2003). Postur kerja dibagi manjadi dua jenis yaitu, postur janggal dan postur statis:



7



2.1.4.1.1.1 Postur Janggal Postur janggal adalah deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas kerja secara berulangulang dan dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur janggal merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka. Gangguan, penyakit, atau cidera pada sistem musculoskeletal hampir tidak pernah terjadi secara langsung, akan tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama (Cohen, et al, 1997). Dalam ukuran jarak atau dimensi pada dasarnya setiap orang memiliki keinginan untuk melakukan kegiatannya dalam postur yang optimal. Postur tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan bahu (Bernard, 1997). Postur janggal pada leher (Cohen, et al, 1997): 1. Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang di bentuk oleh garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher > 20o. 2. Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau ekstensi. Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vetikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. 3. Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan. Postur janggal pada punggung : 1. Membungkuk, postur punggung membungkukkan badan hingga membentuk sudut 20o terhadap vertikal dan berputar. 2. Rotasi badan, berputar (twisting) adalah adanya rotasi dan torsi pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar baik ke arah kanan, kiri) dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan. 8



3. Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau ke samping. Untuk postur janggal pada kaki adalah bertumpu di atas satu kaki atau tidak seimbang. Sedangkan postur janggal pada bahu : 1. Aduksi adalah posisi bahu menjahui garis tengah atau vertikal tubuh. 2. Abduksi adalah posisi bahu mendekati garis tengah atau vertikal tubuh. 3. Fleksi adalah posisi bahu diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan dada. 4. Ekstensi adalah posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan berada di belakang badan. Postur janggal pada lengan: 1. Fleksi adalah posisi lengan bawah diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 90o. 2. Ekstensi adalah posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan berada dibelakang badan. Ekstensi penuh pada siku adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan sumbu lengan bawah >135o. Postur janggal pada pergelangan tangan : 1. Deviasi radial adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari. 2. Deviasi ulnar adalah postur tangan yang mering ke arah kelingking. 3. Ekstensi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk ke arah punggung tangan di ukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar > 45o.



9



4. Fleksi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk kearah telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar >45o. Perputaran (rotasi) pergelangan tangan yang berisiko adalah melakukan perputaran keluar (supinasi) daripada perputaran ke dalam (pronasi) 2.1.4.1.1.2 Postur Statis Postur statis yaitu pada saat persendian tidak bergerak. Hal tersebut tidak hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen, tetapi juga membatasi pembuangan metabolisme. Oleh sebab itu, postur statis sangat dianjurkan untuk dihindari (Nurmianto, 1998). Postur statis merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini memberikan peningkatan beban pada otot dan tendon yang menyebabkan kelelahan. Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen, serta pengangkutan sisa metabolisme pada otot terhalang. Gerakan yang dipertahankan > 10 detik dinyatakan sebagai postur statis (Cohen at al, 1997). Posisi tubuh dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kelelahan jika dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Berdiri misalnya, adalah postur tubuh alami, dan dengan sendirinya tidak menimbulkan bahaya kesehatan tertentu.



Idealnya berdiri dalam sehari adalah sekitar 2 jam. Jika sudah



melebihi waktu tersebut maka di haruskan untuk melakukan peregangan atau duduk sejenak. Namun, bekerja untuk waktu lama dalam posisi berdiri dapat menyebabkan sakit kaki, kelelahan otot umum, dan sakit punggung (OSHA, 2002).



10



2.1.4.1.2



Penggunaan Tenaga Pekerjaan membutuhkan penggunaan tenaga untuk menempatkan beban yang tinggi untuk otot, tendon, ligamen, dan sendi. Pekerjaan yang menggunakan tenaga besar dapat membebani otot, tendon, ligamen, dan sendi. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan cideranya otot skeletal (tarwaka et al, 2004). Dalam banyak peristiwa, tenaga akan menjadi paling besar jika sebanyakbanyaknya otot berkontraksi. Sikap tubuh yang bertalian dengan pengerahan tenaga yang paling besar dengan pengerahan tenaga yang paling besar bagi gerakan-gerakan tertentu adalah sebagai berikut (Suma’mur, 1989): 1. Rotasi (perputaran) tangan ke arah dalam paling kuat jika dimulai dengan telapak tangan berada pada keadaan rotasi ke luar secara penuh (supsinasi penuh) 2. Rotasi tangan ke arah luar paling kuat jika dimulai dengan telapak tangan berada pada keadaan rotasi ke dalam secara penuh (rotasi penuh) 3. Ekstensi siku (perentangan lengan terhadap siku) paling kuat jika dimulai pada posisi fleksi penuh 4. Fleksi siku (dengan tangan terbuka) terkuat pada sudut 90° (efek pengungkit) 5. Pada pekerjaan mendorong dengan tangan sambil duduk, kekuatan terbesar didapat pada keadaan siku bersudut 150-160° dan dengan pegangan tangan pada jarak kira-kira 66 cm dari daratan sandaran pinggang



11



6. Sambil duduk, kekuatan mendorong lebih besar dari pada menarik, apabila sandaran pinggang dan injakan kaki disediakan dengan memadai. Kekuatan menarik terbesar didapat dengan lengan pada keadaan ekstensi dan pegangan tangan diantara 18-23 cm di atas dataran duduk 7. Secara ungkitan, tenaga terbesar dalam posisi duduk diperoleh jika pegangan tangan berada pada ketinggian diantara bahu dan siku, sedangkan pada posisi berdiri pegangan harus setinggi bahu. 8. Pada posisi berdiri, kekuatan lebih besar pada menarik ke belakang daripada mendorong ke depan. Gerakan-gerakan ke depan lebih kuat pada kegiatan mendorong daripada kegiatan menarik. 9. Sambil duduk, kekuatan terhadap pedal terbesar didapat pada fleksi lutut 160° dan fleksi sendi kaki 120°. Sikap istirahat terbesar diperoleh dengan fleksi lutut 105-135°. 10. Penggunaan tenaga akan semakin besar, jika gerakan tubuh yang membutuhkan pengerahan tenaga ditambah dengan berat beban objek yang harus diangkat. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 Kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tekanan diskus pada tulang belakang. Selain itu, berat beban juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis (Bridger, 1995). Risiko yang berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi dan frekuensi beban yang akan ditangani. Tangan, siku, bahu dan kaki hanya diperbolehkan mengangkat beban kurang dari 4,5 kg. Sedangkan beban yang dijepit pada tangan tidak boleh melebihi 0,9 kg dengan durasi tidak lebih dari 10 detik. Durasi pada kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% per hari (Humantech, 1995).



12



2.1.4.1.3



Pergerakan repetitive Pergerakan repetitif pada aktifitas pekerjaan yang sama dapat memperburuk akibat dari postur kerja janggal dan gangguan tenaga. Tendon dan otot dapat memperbaiki efek peregangan atau penggunaan tenaga jika waktu yang dibagikan cukup dalam penggunaannya. Bagaimanapun jika pergerakan meliputi otot yang sama sering diulang, tanpa istirahat, kelelahan, dan ketegangan, dapat terakumulasi menghasilkan kerusakan jaringan. Pekerjaan repetitif dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sampah metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya terjadi pada tangan/lengan bawah ketika melakukan pekerjaan repetitive. Dengan demikian pekerjaan yang mengharuskan melakukan kegiatan berulang, gerakan yang kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Kroemer,1989 dalam Bridger, 1995). Aktivitas berulang (tarwaka at al, 2004) adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat- angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. Menurut Sue Hignett dan Mc. Atamney (2000) penggunaan otot berisiko apabila diindikasikan melakukan gerakan statis lebih dari 1 menit atau gerakan yang dilakukan berulang-ulang sebanyak 4x atau lebih dalam satu menit. Oleh karena itu, perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi untuk mencegah terjadinya kelelahan, penurunan kemampuan fisik dan memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran (Tarwaka et al, 2004).



13



2.1.4.1.4



Karakteristik Objek Karakteristik objek yang menjadi faktor risiko cidera otot skeletal antara lain: 1. Besar dan bentuk objek Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot bahu lebih dari 300-400 mm, pajang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari 450 mm. Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 2001). 2. Genggaman tangan Kegiatan menggenggam dapat dibagi menjadi dua kategori utama (kumar, 2001) yaitu: 1) Power grip : dimana jari dapat menggenggam benda dengan fleksibel dan mengapit dalam telapak tangan. 2) Pinch grip : dimana objek ditahan dengan ujung ibu jari dan satu atau lebih jari lain, seperti saat menggunakan ujung jari, mencubit, menggenggam kunci, pena dan lain-lain.



14



2.1.4.2



Faktor Individu



2.1.4.2.1



Umur Guo et al, 1995; Chaffin, 1979 menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Pada umur 35 tahun sebagian besar pekerja mengalami peristiwa pertama dalam sakit punggung, dan tingkat kelelahan akan terus bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Suatu penelitian yang dilakukan oleh betti’e, et al (1989) tentang kekuatan statik otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rata-rata kekuatan otot menurun sampai 20 %. Pada saat kekuatan otot mulai menurun maka risiko terjadinya otot akan meningkat. Riihimaki, et al (1989) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al. 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Hendra (2001) pada pekerja panen kelapa sawit di PT X Sumatra Selatan menunjukan adanya hubungan antara umur pekerja dengan keluhan MSDs. Demikian halnya penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada operator plant PT. X menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan terjadinya keluhan MSDs.



15



2.1.4.2.2



Jenis Kelamin Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua per tiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, et al (1989) menunjukan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al, (1993), Bernard et al, (1994), Hales et al. (1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut diatas, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas (Tarwaka, et al. 2004).



16



2.1.4.2.3



Kebiasaan Merokok Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka, et al, 2004). Pengaruh kebiasaan merokok ini masih diperdebatkan, namun beberapa penelitian menunjukan bahwa perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung daripada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant, 1991). Hubungan merokok dengan keluhan MSDs disebabkan karena batuk yang meningkatkan tekanan pada perut dan menimbulkan ketegangan pada tulang belakang atau punggung (Deyo and Bass 1989; Frymoyer at al. 1980; Troup at al. 1987 dalam Bernard, 1997). Penelitian yang dilakukan Ariani (2009) pada tukang angkut barang di Stasiun Jatinegara Jakarta dan penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada operator Cant Plan PT X menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSD



17



2.1.4.2.4



Kekuatan Fisik Kekuatan/kemampuan kerja fisik (Tarwaka, et al, 2004) adalah suatu kemampuan fungsional seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan aktivitas otot pada periode waktu tertentu. Lamanya waktu aktivitas dapat bervariasi antara beberapa detik (untuk pekerjaan yang memerlukan kekuatan) sampai beberapa jam (untuk waktu yang memerlukan ketahanan). Beberapa hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian lainnya menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik denga keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. Sementara itu Betti’e, et al (1990) menentukan bahwa pekerja yang sudah mempunyai keluhan pinggang mampu melakukan pekerjaan seperti pekerja lainnya yang belum memiliki keluhan pinggang.



18



2.1.4.2.5



Masa Kerja Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko Musculoskeletal



Disorders



(MSDs),



terutama



untuk



pekerjaan



yang



menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Cohen, et al (1997) menjelaskan bahwa masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko MSDs. Penelitian yang dilakukan oleh Hendra; Rahardjo (2009) Pada 117 Pekerja Panen Kelapa Sawit di PT “X” Sumatra Selatan menunjukan ada hubungan antara masa kerja (>4 tahun dan