Kelompok 4 Skenario 6 Blok 16 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario 6 ini sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok 16 Semester VI ini. Pada skenario ini kami membahas masalah yang berkaitan dengan Ca Serviks mencakup definisi, epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario serta Learning Objective yang kami cari. Ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, 31 Maret 2016



Penyusun



1



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



…………………………………………………………….



1



DAFTAR ISI



…………………………………………………………….



2



SKENARIO



…………………………………………………………….



3



MAPPING CONCEPT



………………………………………………………..... .....



4



PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE Pendekatan Diagnosis ………………………. .........................................



5



Differensial Diagnosis 1. Servisitis



………………………………………………................



18



2. Vaginitis



……………………………………………… ..................



20



3. Kanker serviks .........................…………………………….....



DAFTAR PUSTAKA



…………………………………………………………….



2



29



49



BAB I PENDAHULUAN



SKENARIO VI Ny M, ibu tiga anak, berusia 37 tahun. Datang ke poliklinik RSUP dengan keluhan keluar flek-flek tiga hari yang lalu setelah berhubungan suami istri. Keluhan lain yang dirasakan adalah keputihan yang sudah berlangsung selama sekitar 6 bulan sebelumnya, agak berbau dan tidak gatal. Pada status umum, didapatkan tekanan darah, nadi, laju nafas dalam batas normal. Pada pemeriksaan ginekologis, inspekulo, didapatkan vulva/ vagina didapatkan fluor, tidak didapatkan fluksus, portio multipara, didapatkan erosi. Dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan portio licin, organ genitalia interna dalam batas normal, tidak didapatkan massa.



3



Mind Map



Anamnesis: Wanita usia 37 thn, memiliki 3 anak



Ku: flek2 pasca coitus



Leukorea dan post coitus bleeding



Kl: keputihan sejak 6 bulan yang lalu, agak berbau, tidak gatal Diagnosis Banding: -



Px. Fisik umum: Tanda vital baik



CA SERVIKS SERVISITIS VAGINOSIS BAKTERIALIS



Px. Ginekologis: Inspekulo: fluor, fluksus, portio multipara, erosi Px. Dalam :



PEMERIKSAAN PENUNJANG



Porsio licin, tidak teraba masa



Diagnosis Kerja



4



BAB II PEMBAHASAN I.



Analisis Skenario Ny M, ibu tiga anak, berusia 37 tahun. Datang ke poliklinik RSUP dengan keluhan



keluar flek-flek tiga hari yang lalu setelah berhubungan suami istri. Keluhan lain yang dirasakan adalah keputihan yang sudah berlangsung selama sekitar 6 bulan sebelumnya, agak berbau dan tidak gatal. Pada status umum, didapatkan tekanan darah, nadi, laju nafas dalam batas normal. Pada pemeriksaan ginekologis, inspekulo, didapatkan vulva/ vagina didapatkan fluor, tidak didapatkan fluksus, portio multipara, didapatkan erosi. Dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan portio licin, organ genitalia interna dalam batas normal, tidak didapatkan massa. A. Analisis a. Multipara Merupakan faktor resiko untuk terjadinya karsinoma serviks, hal ini dikarenakan paparan trauma yang lebih tinggi pada serviks pada saat melahirkan, maupun karena paparan hubungan seksual yang lebh panjang.



b. Keluhan keluar flek-flek tiga hari yang lalu setelah berhubungan suami istri (post-coital bleeding) Post-coital bleeding dapat disebabkan oleh beberapa sebab, seperti karsinoma serviks, peradangan serviks, massa pada serviks atau vagina (berupa polip atau kista), infeksi, maupun trauma akibat penetrasi dari penis. Pada kasus, dugaan terkait adanya massa pada serviks dan vagina dapat disingkirkan oleh hasil pemeriksaan ginekologi.



c. Fluor albus pada vulva/vagina, keputihan agak berbau dan tidak gatal Keputihan yang berbau merupakan jenis keputihan patologis, bau dari sekret dapat disebabkan karena infeksi bakteri (karena proses asimilasi karbon), maupun nekrosis sel (sering disebabkan infeksi HPV). Karakteristik keputihan yang berbau namun tidak menimbulkan rasa gatal merupakan gejala yang sering timbul pada peradangan serviks yang dapat mengarah juga ke karsinoma serviks.



5



d. Fluksus (-) Kemungkinan letak kelainan adalah dari organ serviks uteri hingga genitalia eksterna.



e. Portio licin namun nampak erosi Portio dengan permukaan yang licin merupakan kondisi yang normal, namun apabila ditemukan adanya erosi pada portio maka hal tersebut merupakan tanda pasti dari peradangan serviks (servisitis). Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk mengetahui erosi pada porsio pasien merupakan penyakit servisitis biasa (disebabkan infeksi atau trauma) atau merupakan lesi pra-kanker serviks.



B. Interpretasi Hasil Pada pemeriksaan ginekologis, inspekulo, didapatkan vulva/vagina didapatkan : 



Fluor : (keputihan) adanya fluor mengindikasikan adanya kelainan fisiologis maupun patologis, namun sebab sebab fisiologis sudah disingkirkan, kemungkinan disebabkan oleh keadaan patologis karena keputihannya sudah berlangsung selama 6 bulan dan agak berbau. Fluor dapat ditemukan pada infeksi organ genitalia, peradangan pada vulva, vagina, serviks dan kavum uteri serta dapat disebabkan oleh neoplasma jinakmaupun ganas yang terdapat di saluran genitalia. Fluor merupakan keluhan umum yang dirasakan oleh wanita sehingga untuk mengetahui letak kelainannya perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan.







Portio multipara : pada pasien di scenario, ibu ini sudah melahirkan sebanyak 3 kali sehingga portio akan terlihat lebih lebar seperti bibir, tidak bulat.







Didapatkan erosi : adanya erosi yang terlihat pada pemeriksaan inspekulo mengindikasiakan adanya suatu lesi yang abnormal bisa disebabkan karena peradangan, infeksi parasit, bakteri, virus ataupun jamur, lesi dapat menyebabkan perdarahan berupa flek flek dan juga dapat menimbulkan perdarahan saat berhubungan seksual karena pembuluh darah akan mudah rupture.



Pada pemerksaan dalam didapatkan : 



Portio licin : normalnya portio adalah licin, namun jika pada pemeriksaan dalam didapatkan portio licin perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan lainnya seperti inspekulo vulva dan vagina agar hasilnya lebih akurat. 6







Tidak didapatkan massa : adanya masa mengindikasikan adanya suatu tumor atau keganasan pada daerah vulva, serviks atau vagina. Namun pada scenario tidak didapatan adanya massa sehingga dapat disingkirkan adanya tumor dan kanker ganas, namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu keganasan jika tidak di periksa secara rutin karena bisa saja terdapat lesi prakanker yang tidak terlihat.



C. Pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan Anamnesis 



Identitas: menanyakan pekerjaan ibu dan suami (dikaitkan dengan faktor resiko terkait perilaku seksual)







Riwayat penyakit sekarang: warna keputihan, jumlahnya, durasi keputihan: timbul terus-menerus/ di saat tertentu saja, nyeri pasca koitus, nyeri di daerah supra pubik atau abdomen







Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit menular seksual (termasuk HIV), riwayat keputihan sebelumnya, riwayat gangguan siklus menstruasi dan AUB, penggunaan kontrasepsi, penggunaan higiene feminim







Riwayat penyakit keluarga: riwayat kanker pada keluarga (terutama kanker serviks)







Riwayat penyakit sosial: perilaku seksual (baik ibu maupun suaminya), perilaku terkait kebersihan organ genitalia Pemeriksaan penunjang







PAP Smear (dapat digantikan dengan Tes IVA) dan







Tes Intra Vaginal (pemeriksaan gram, pH, KOH, dan sediaan basah)



D. Assessment Sementara Servisitis



E. Diagnosis Banding 1. Ca. Serviks 2. Vaginosis Bakterial + lesi serviks pasca koitus



7



F. Tata Laksana Awal Hidrogen peroksidae sediaan topikal dapat digunakan sebagai terapi simptomatis awal, namun terapi definitif harus menunggu hasil pemeriksaan penunjang. Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi terkait kebersihan genitalia pada pasien dan pasangan. II.



Leukorea (Keputihan)



a. Definisi Leukorea (white discharge, flour albus, keputihan) merupakan gejala penyakit yang berupa cairan putih yang keluar dari alat-alat genital dan bukan berupa darah. Leukorea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien ginekologik.



b. Klasifikasi Leukorea dapat dibedakan menjadi leukorea fisiologis dan patologis. Leukorea fisiologis terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan pada leukorea patologis ditemukan banyak leukosit. Leukorea fisiologis dapat ditemukan pada : -



Bayi yang baru lahir sampai usia kira-kira 10 hari karena adanya pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.



-



Saat menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen.



-



Wanita dewasa yang melakukan hubungan seksual (coitus) akibat adanya transudasi cairan dari dinding vagina.



-



Waktu di sekitar ovulasi dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri yang menjadi lebih encer.



Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri yang bertambah banyak pada wanita dengan penyakit menahun, neurosis, dan wanita dengan ektropion porsionis uteri. Perbedaan Keputihan Fisiologis dan Patologis



Keputihan Fisologis 



Keputihan Patologis 



Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang



mengandung



banyak



keputihan yang patologik terdapat banyak leukosit







epitel 8



Tanda-tanda



keputihan



patologis



dengan leukosit yang jarang 







antara lain cairan yang keluar sangat adalah:



kental dan berubah warna, bau yang



Cairan encer, warna cairan transparan



menyengat, jumlahnya yang berlebih



atau bening, cairan tidak lengket,



dan menyebabkan rasa gatal, nyeri



tidak bau, tidak menyebabkan gatal,



serta rasa sakit dan panas saat



jumlah cairan yang keluar sedikit



berkemih



Tanda



keputihan



Keputihan



yang



normal



fisiologis







dapat



Faktor-faktor



yang



menyebabkan



ditemukan pada:



terjadinya keputihan antara lain benda



(1) Waktu disekitar menarche karena



asing dalam vagina, infeksi vaginal



mulai terdapat pengaruh estrogen;



yang disebabkan oleh kuman, jamur,



keputihan ini dapat menghilang



virus, dan parasit serta tumor, kanker



sendiri



tetapi



dapat



dan keganasan alat kelamin juga



kecemasan



pada



dapat



akan



menimbulkan



terjadinya



keputihan



orang tua (2) Wanita



menyebabkan



dewasa



apabila







ia



Radang vulva, vagina, serviks, dan



dirangsang sebelum dan pada



kavum



waktu koitus, disebabkan oleh



leukorea



pengeluaran



leukorea juga dapat ditemukan pada



transudat



dari



dinding vagina.



neoplasma



(3) Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret



dari



uteri



dapat



menyebabkan



patologis.



Selanjutnya



jinak



ataupun



ganas,



apabila tumor tersebut memasuki



kelenjar-kelanjar



lumen saluran alat-alat genital.



serviks uteri menjadi lebih encer (4) Pengeluaran sekret dari kelenjarkelenjar



serviks



uteri



juga



bertambah pada wanita dengan penyakit



menahun,



dengan



neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri



c. Etiologi Penyebab paling penting pada leukorea patologis adalah infeksi. Cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks, dan kavum uteri dapat menyebabkan leukorea 9



patologis. Selanjutnya leukorea juga dapat ditemukan pada neoplasma jinak ataupun ganas, apabila tumor tersebut memasuki lumen saluran alat-alat genital. Penyebab keputihan tergantung dari jenisnya yaitu penyebab dari keputihan yang fisiologik dan patologik.



1) Keputihan fisiologik Penyebab keputihan fisiologik adalah faktor hormonal, seperti bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari disebabkan pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin. Kemudian dijumpai pada waktu menarche karena mulaiter dapat pengaruh estrogen. Rangsangan birahi disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Kelelahan fisik dan kejiwaan juga merupakan penyebab keputihan.



2) Keputihan Patologik Keputihan patologik disebabkan oleh karena kelainan pada organ reproduksi wanita dapat berupa infeksi. Adanya benda asing, dan penyakit lain pada organ reproduksi.



1) Infeksi Infeksi adalah masuknya bibit penyakit kedalamtubuh. Salah satu gejalanya adalah keputihan. Infeksi yang sering terjadi pada organ kewanitaan yaitu vaginitis, candidiasis, trichomoniasis.



a) Vaginitis Penyebabnya adalah pertumbuhan bakteri normal yang berlebihan pada vagina. Dengan gejala cairan vagina encer, berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau busuk, vulva agak bengkak dan kemerahan, gatal, terasa tidak nyaman serta nyeri saat berhubungan seksual dan saat kencing. Vaginosis bakterialis merupakan sindrom klinik akibat pergantian Bacillus Duoderlin yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti Bacteroides Spp, Mobiluncus Sp, Peptostreptococcus Sp dan Gardnerella vaginalis bakterialis dapat dijumpai duh tubuh vagina yang banyak, Homogen dengan bau yang khas seperti bau ikan, terutama waktu berhubungan seksual. Bau tersebut disebabkan adanya amino yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa menimbulkan terlepasnya amino dari perlekatannya pada protein dan vitamin yang menguap menimbulkan bau yang khas. 10



b) Candidiasis Penyebab berasal dari jamur kandida albican. Gejalanya adalah keputihan berwarna putih susu, begumpal seperti susu basi, disertai rasa gatal dan kemerahan pada kelamin dan disekitarnya. Infeksi jamur pada vagina paling sering disebabkan oleh Candida,spp, terutama Candida albicans. Gejala yang muncul adalah kemerahan pada vulva, bengkak, iritasi, dan rasa panas. Tanda klinis yang tampak adalah eritema, fissuring, sekret menggumpal seperti keju, lesi satelit dan edema. Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina meliputi penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat, mengganti kontrasepsi dengan kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan hygiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluarnya



c) Trichomoniasis Berasal dari parasit yang disebut Trichomonas vaginalis. Gejalanya keputihan berwarna kuning atau kehijauan, berbau dan berbusa, kecoklatan seperti susu ovaltin, biasanya disertai dengan gejala gatal dibagian labia mayora, nyeri saat kencing dan terkadang sakit pinggang. Trichomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah. Pada wanita sering tidak menunjukan keluhan, bila ada biasanya berupa duh tubuh vagina yang banyak, berwarna kehijauan dan berbusa yang patognomonic (bersifat khas) untuk penyakit ini. Pada pemeriksaan dengan kolposkopi tampak gambaran “Strawberry cervix” yang dianggap khas untuk trichomoniasis. Salah satu fungsi vagina adalah untuk melakukan hubungan seksual. Terkadang mengalami pelecetan pada saat melakukan senggama. Vagina juga menampung air mani, dengan adanya pelecetan dan kontak mukosa (selaput lendir) vagina dengan air mani merupakan pintu masuk (Port d’entre) mikroorganisme penyebab infeksi PHS.



11



2). Adanya benda asing dan penyebab lain Seperti masuk melalui prosedur medis, saperti; haid, abortus yang disengaja, insersi IUD, saatmelahirkan, infeksi pada saluran reproduksi bagian bawah yang terdorong sampai ke serviks atau sampai pada saluran reproduksi bagian atas.



d. Patofisiologi Keputihan (Fluor albus) merupakan salah satu tanda dan gejala penyakit organ reproduksi wanita, di daerah alat genitalia eksternal bermuara saluran kencing dan saluran pembuangan sisa-sisa pencernaan yang disebut anus. Apabila tidak dibersihkan secara sempurna akan ditemukan berbagai bakteri, jamur dan parasit, akan menjalar ke sekitar organ genitalia. Hal ini dapat menyebabkan infeksi dengan gejala keputihan. Selain itu dalam hal melakukan hubungan seksual terkadang terjadi pelecetan, dengan adanya pelecetan merupakan pintu masuk mikroorganisme penyebab infeksi penyakit hubungan seksual (PHS) yang kontak dengan air mani dan mukosa



e. Factor risiko Ada beberapa factor risiko yang dapat menyebabkan keputihan, antara lain: 1. Tidak cepat ganti pembalut saat haid 2. Berendam di air hangat 3. Menggunakan produk pembersih organ kewanitaan 4. Menggunaka pakaian dalam yang ketat 5. Stress, Karen aterjadi ketidakseimbangan hormone



III.



Perdarahan Pasca Koitus



a. Definisi dan Epidemiologi Perdarahan pasca koitus terdiri dari bercak atau pendarahan yang tidak berhubungan dengan menstruasi dan terjadi selama atau setelah hubungan seksual. Prevalensnya berkisar dari 0,7 menjadi 9,0% dengan satu laporan menunjukkan bahwa kejadian kumulatif tahunan sekitar 6% di antara wanita yang menstruasi.Bagi wanita premenopause yang secara alami menstruasi, 51% akan mengalami resolusi spontan pada dua tahun tanpa tanda-tanda lebih 12



lanjut dari kekambuhan. Sekitar 30% dari pasien dengan perdarahan pasca koitus juga mengalami kelainan perdarahan uterus dan 15% dengan dispareunia. Perdarahan pasca koitus terutama berasal dari lesi permukaan saluran kelamin termasuk polip serviks, servisitis, ektropion, lesi intra-epitel serviks(CIN), atau karsinoma. Prevalensi kanker serviks pada wanita dengan pendarahanpasca koitus3,0-5,5% dan prevalensi CIN dari 6.8% menjadi 17,8%. The United Kingdom Departemen of Health dalam The Guildline of Susppect Cancermelaporkan bahwa rujukan mendesak (dalam 2 minggu) harus dibuat untuk wanita yang lebih dari usia 35 tahun dengan perdarahan posca koitus yang lebih dari 4 minggu dengan peningkatan risikoyang mendasari untuk kanker serviks dan awal rujukan (dalam 4-6 minggu) dapat dilakukan dalam semua kasus lain pada perdarahan pasca koitus. Rekomendasi ini disangkal oleh Khattab et al. yang melaporkan bahwa tidak ada perbedaanyang signifikan antara prevalensi kanker serviks atau CIN pada wanita tua atau lebih muda dari 35 tahun.



b. Etiologi Diagnosis yang mungkin untuk wanita dengan perdarahan pasca koitus adalah banyak. Kebanyakan wanita dengan Perdarahanpasca koitusmemiliki penyakit ringan, namun kemungkinan keganasan perlu diwaspadai. Tabel 1 menguraikan beberapa penyebab paling umum untuk pendarahan pasca koitus.



13



Kanker Ketakutan terbesar bagi pasien yang mengalami perdarahanpasca koitusdan juga para tenaga medis yang menanganinya adalah keganasan. Perdarahan pasca koitus adalah keluhan dari wanita dengan serviks kanker sebanyak 11% . Kanker serviks adalah kankeryang kedua paling umum pada wanita di seluruh dunia. Perkiraan global tahunan untuk tahun 2000 adalah 233.400 kematian dan 470.600 kasus baru; di Amerika Serikat pada tahun 2009, ada perkiraan bahwa ada 11.270 kasus baru kanker serviks dan 4.070 kematian. Usia rata-rata untuk kanker serviks adalah 51,4 tahun. Faktor risiko yang paling penting untuk ini penyakit adalah perempuan yang telah terinfeksi dengan virus papiloma manusia (HPV)risiko tinggi, virus diyakini menyebabkan kanker serviks. Faktor risiko lain termasuk imunosupresi dan merokok. Tabel 2 menggambarkan risiko kanker serviks pada wanita dengan perdarahan pasca koitus berdasarkan usia. Insiden wanita dengan perdarahan pasca koitus dari kanker serviks telah menurun secara signifikan selama dekade terakhir karena skrining ditingkatkan untuk kanker serviks. Skrining kanker serviks, melalui sitologi serviks baik dengan atau tanpa 14



pengujian untuk HPV, memungkinkan untuk identifikasi premalignant dan penyakit serviks ganas, yang penting mengingat bahwa CIN sebagian besar asimtomatik. Jenis histopatologi yang paling umum dari kanker serviks termasuk karsinoma sel skuamosa (69%) dan adenokarsinoma (25%). Dari dua jenis tersebut, adenokarsinoma mungkin kurang menyajikan gejala perdarahan pasca koitus karena lesi mungkinlebih tinggi di leher rahim dan



terlindungi



dari



traumasaat



melakukan



hubungan



seksual.Wanita



dengan



perdarahanpasca koitus sering didiagnosismemiliki kanker servikspada tahap yang lebih lanjutdaripada wanita tanpa gejala. Meskipun kanker serviks dapat menjadi perhatian awal pasien dengan perdarahan pasca koitus, kanker vagina adalah keganasan ginekologi lain denganperdarahan pasca koitus. Kanker vagina primer bertanggung jawab untuk 3% dari neoplasma ganas dari saluran kelamin perempuan. Ada sekitar 3000 kasus didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat dan sekitar 900 kematian. Neoplasia intraepitel vagina (VAIN),prekursor lesi karsinoma vagina invasif, juga langka dengan kejadian sekitar 0,2-0,3 kasus per 100.000 perempuan di Amerika Serikat. Kebanyakan pasien dengan kanker VAIN atau vagina tidak menunjukkan gejala, tetapi banyak wanita melaporkan bercak pasca koitus dan keputihan yang tidak biasa. Karsinoma vagina primer sering berada di bagianposterior dari sepertiga atas vagina. Area vagina ini dekat dengan leher rahim di manadiyakini bahwa salah satu faktor risiko yang paling penting untuk pengembangan VAIN adalah dari sebelumnya atau bersamaan dengan terjadinya displasia serviks. Kanker endometrium adalah kankerginekologi yang paling umum di Amerika Serikat. Pada tahun 2008, ada 40.100 kasus kanker endometrium dan 7.474 kematian dikaitkan dengan penyakit ini. Perdarahan vaginaperempuan pascamenopause terutama perubahanatrofi sekunder, namun gejala ini dapat menjadi keluhan 90% wanita dengan karsinoma endometrium. Akhirnya, ada keganasan primer yang nyata dalam saluran kelamin yang lebih rendah dan hadir dengan perdarahan pasca koitus.Limfoma ganas terutama dari saluran kelamin perempuan jarang. Limfoma Non-Hodgkin telah ditemukan hadir dalam leher rahim, vagina, dan uterus. Ada lebih dari seratus laporan utama lymphoma serviksnon-Hodgkin, limfoma serviks primermenyumbang kurang dari 1% dari limfoma ekstranodal. Namun, itu lebih sering memiliki keterlibatan pada serviks dari limfoma sekunder untuk penyakit yang luas.



15



Servisitis Servisitis mengacu pada peradangan stroma serviks yang dapat berupa akut atau kronis. Servisitis biasanya terlihat cairan yang encer dan mukopurulen; Namun, perdarahan pasca koitus juga berhubungan dengan ini kondisi. Servisitis akut dapat disebabkan oleh infeksi C. trachomatis, N. gonorrhea, T. vaginalis, G. vaginalis, dan spesies Mycoplasma. servisitis kronis biasanya tidakmemiliki sumber infeksi. Infeksi serviks adalah penting untuk mendiagnosa dan mengobati sedini infeksi ini karena dapat naik ke saluran kelamin bagian atas dan menyebabkan komplikasi yang signifikan untuk termasuk radang panggul penyakit, infertilitas, panggul kronis nyeri, dan peningkatan risiko kehamilan ektopik. Endometritis Endometritis adalah peradangan pada endometrium yang dapat berupa akut atau kronis; diferensiasi didasarkan pada evaluasi patologis. Pada endometritis akut terdapat mikroabses dalam kelenjarendometrium, sedangkan endometritis kronis terdapat beberapa sel plasma dalam stroma endometrium. Endometritis kronis sering disebabkan oleh agen infeksi tetapi juga bisa disebabkan dari benda asing, polip, atau fibroid dalam rongga rahim; Namun demikian, tidak ada sumber teridentifikasi ditemukan pada sepertiga pasien wanita.Sebagian endometritis kronis dapat hadirdengan gejala perdarahan menstruasi banyak atau perdarahan intermenstruasi; Namun, beberapa wanita awalnya mungkin mengeluh perdarahan pasca koitus. Polip Serviks Polip serviks adalah cukup jarang terjadi dan dapat menjadi sumber perdarahan pasca koitus sekunder terhadap trauma serviks dengan hubungan seksual. Polip endoserviks dan pertumbuhan neoplastik jinak yang terjadi pada serviks dengan kejadian 4% dari pasien ginekologi. Polip biasanya terjadi pada pasien multipara di usia40-50 tahun-an. Kebanyakan pasien dengan polip serviks hanya memiliki satu, tetapi tidak jarang memiliki lebih dari satu. Pada pemeriksaan , terlihat halus, kemerahan ungu struktur lobular yang rapuh dan mudah berdarah saat menyentuh. Kebanyakan polip ukurannya hanya beberapa sentimeter. Polip mungkin timbul dari bagian endoserviks serviks atau muncul pada portio serviks. Hal ini diyakini bahwa ini polip berasal dari peradangan berulang serviks dibandingkan respon fokus terhadap stimulasi hormonal.



16



Ektropion Serviks Ektropion serviks mengacu pada eversi dari endoserviks yang memaparkan epitel columnar ke daerah vagina. Penting untuk dicatat bahwa kehadiran ektropion tidak menunjukkan kondisi patologis. Daerah serviksini mungkin terlihat kemerahan dan ditutup dengan debit kuning, pada kebanyakan wanita dengan ektropion serviks mengeluhkan gejala discharge vagina. Kondisi ini sering terlihat selama masa remaja, perempuan yang menggunakan pil kontrasepsi oral, dan kehamilan karena proses renovasi serviks. Pemaparan dari epitel kolumnar dari endoserviks ke vagina kemudian meningkatkan risiko perdarahan dengan hubungan seksual karena kerapuhan sel-sel ini. Prolap Organ Panggul Prolaps organ panggul mengacu herniasi organ panggul [serviks, kandung kemih, rektum, dan uterus] atau di luar dinding vagina. Sulit untuk menentukan prevalensi yang tepat dari prolaps organ panggul untuk beberapa alasan: kebanyakan wanita hanya hadir ketika gejala menjadi parah, banyak wanita yang malu untuk melaporkan gejala ini, dan wanita dengan prolaps ringan sering tidak melaporkan gejala ini. Faktor risiko untuk prolaps organ panggul termasuk paritas, obesitas, usia, histerektomi, ras, sembelit, dan batuk kronis. Iritasi signifikan bisa terjadi dan trauma pada vagina dan serviks ketika organ-organ ini prolaps melalui introitus yang dapat menyebabkan perdarahan pasca koitus. Atrofi Vagina / vulva Atrofi vagina, juga dikenal sebagai atrofi urogenital, vaginitis atrofi, atau vulvovaginal atrofi, hasil dari hilangnya estrogen yang dapat menyebabkan keluhan vulvovaginal seperti pendarahan pasca koitus. Kondisi ini biasanya terjadi pada wanita menopause, tetapi mungkin juga terjadi pada wanita yang mengalami penurunan estrogen. Keluhan lain termasuk kekeringan vagina, vagina terasa terbakar, dispareunia, penurunan lubrikasi, keputihan, dan tekanan panggul. Terakhir, lesi lichenoid seperti lichen planus dan lichen sklerosis juga dapat menyebabkan perdarahan pasca koitus. Neoplasma Vascular Jinak Tumor pembuluh darah dari saluran kelamin perempuan jarang ditemukan. Lesi ini termasuk hemangioma, lymphangiomas, angiomatosis, dan arteriovenous cacat. Kebanyakan



17



tumor ditemukan secara kebetulan pada ujian karena sifat asimtomatik mereka. Namun, ketika menimbulkan gejala, perdarahan pasca koitus mungkin terkait dengan kondisi ini. Pelecehan Seksual Kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual adalah masalah kesehatan masyarakat seriusdi Amerika Serikat dimana 32 juta Amerika mengalaminya. Tergantung pada sejauh mana pelecehan itu, korban mungkin mengalami trauma genital yang signifikan. IV.



Diagnosis Banding



SERVISITIS a. Definisi Peradangan serviks atau servisitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput lendir dari kanalis servikalis. Karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapis epitel silindris sehingga lebih mudah terinfeksi dibandingkan selaput lendir vagina.



b. Etiologi Gonorhea, trikomonas vaginalis, streptococus, e coli, stafilokokus. Etiologi ini dapat menyebabkan terjadinya deskuamasi pada epitel dan inflamasi.



c. Manifestasi klinis Fluor hebat, biasanya kental atau purulent, berbau, sering menimbulkan lecet pada portio. Gejala non spesifik yang dapat terjadi antara lain : nyeri senggama, nyeri panggul dan gangguan berkemih.



d. Patofisiologi Berupa radang pada serviks uteri bisa terjadi pada porsio uteri diluar ostium uteri eksernum dan/atau pada endoserviks uteri. Dapat dibagi menjadi : a. Servisitis akuta Servisitis akuta dalam pengertian yang lazim ialah infeksi yang diawali diendoserviks dan ditemukan pada gonorea, dan pada infeksi postabortum atau pospartum, yang disebabkan oleh streptokokus, stafilokokus, dan lain-lain. Dalam hal ini serviks merah 18



dan membengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulen. Akan tetapi gejal-gejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak di tengah gejala-gejala lain dari infeksi yang bersangkutan. Pengobatannya dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakit-penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi servisitis kronika. b. Servisitis kronika Merupakan infeksi jangka panjang jika servisitis akut tidak diobati. Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan. 1. Serviks kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini tidak menimbulkan gela, kecuali pengeluaran sekret yang agak putih-kuning. 2. Di sini pada porsio uteri di sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas oleh epitel porsio di sekitarnya, sekret yang dikeluakan terdiri atas mukus yang bercampur nanah. 3. Sobekan pada serviks uteri disini lebih dan mukosa endoserviks lebih kelihatan dari luar (ekstropion). Mukosa dalam keadaan demikian mudah kena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi hipertrofis dan mengeras; sekret mukopurulen bertambah banyak.



e. Diagnosis : Dilakukan pemeriksaan klinis dengan melihat adanya perubahan inflamasi, lesi ulseratif, cacat atau sekret dari serviks. Selanjutnya dapat dilakukan kolposkopi dan pap smear untuk melihat perubahan sitologi pada serviks. Gambaran servisitis kronis sering kali pada pemeriksaan biasa sukar dibedakan dari karsinoma serviks dalam tingkat permulaan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan pengobatan, perlu Pap Smear yang jika perlu diikuti oleh biopsi, untuk memastikan bahwa tidak ada karsinoma.



f. Terapi Dapat dilakukan pengobatan topikal dengan melakukan irigasi menggunakan Hidrogen Peroksida 1-2% dan larutan asam laktat 4%. 19



Pengobatan juga dapat diberikan metronidazol oral dosis tunggal 2gr atau 3X200 mg/hari selama 7 hari. Atau dapat diberikan tinidazole, nimodazole. Pengobatan yang baik ialah dengan jalan kauterisasi-radial dengan termokauter, atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi atau krioterapi terjadi nekrosis; jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambat laun oleh jaringan sehat. Jika radang menahun mencapai endosrviks jauh ke dalam kanalis servikalis, perlu dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar mukosa endoserviks. Jika sobekan dan infeksi sangat luas, perlu dilakukan pengangkatan serviks, namun hal ini sebaiknya dilakukan pada wanita yang tidak ingin hamil lagi. g. Prognosis Jika peradangan yang terjadi masih sedikit maka prognosisnya baik, namun jika tidak diobati dengan baik dapat menjadi kronik dan mengakibatkan berbagai komplikasi seperti radang panggul, nyeri panggul kronis hingga kanker serviks.



VAGINOSIS BAKTERIAL (VAGINITIS NONSPESIFIK) Vaginosis Bakterial (VB) adalah penyebab vaginitis yang paling umum, dan tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual karena pernah dilaporkan kejadiannya pada perempuan muda dan biarawati yang secara seksual tidak aktif. Tidak ada penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi flora vagina normal dengan peningkatan bakteri anerobik sampai sepuluh kali dan kenaikan dalam konsentrasi Gardnerella vaginalis. Dalam waktu yang bersamaan terjadi penurunan konsentrasi laktobasili.



a. Definisi Bacterial vaginosis merupakan kondisi dimana lactobacillus-predominant vaginal flora normal digantikan dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bakteroides spp, Mobilincus spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi, bacterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebihan dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.



20



b. Epidemiologi Bacterial vaginosis sangat sering terjadi, dengan jumlah prevalensi bervariasi tergantung pada populasi pasien. Pada penelitian terhadap pegawai kantor swasta, jumlahnya berkisar antara 4 – 17 %, pada mahasiswi jumlahnya berkisar antara 4 – 25 %, pada wanita hamil rata – ratanya hampir sama dengan wanita yang tidak hamil yaitu berkisar antara 6 – 32%. VB dapat meningkatkan terkenanya dan penularan HIV, VB juga meningkatkan resiko terkenanya penyakit radang panggul (PID). VB lebih sering dijumpai pada pemakai AKDR dibanding kontrasepsi lain (OR 2,0; IK 95% 1.1-3.8) dan meningkatkan resiko penyakit menular seksual (OR 1,7; IK 95% 1.1-2.9). Pada ibu hamil dengan VB meningkatkan infeksi klamidia dua kali (19,5% vs 8,25) dan gonorea enam kali lipat (3,2 % vs 0,5%). Disamping itu, ada hubungan kuat antara VB yang didiagnosis pada umur kehamilan 16 sampai 20 minggu dengan kelahiran prematur (umur kehamilan kurang dari 37 minggu) (OR 2,0; IK 1.0-39). c. Etiologi Penyebab bacterial vaginosis bukan organisme tunggal. Organisme penyebab bacterial vaginosis antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan berbagai bakteri anaerob lainnya seperti Prefotella, Peptosterptococcus, Porphyromonas, dan Mobiluncus species. 1) Gardnerella vaginalis Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bacterial vaginosis. Organisme ini mula – mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksiribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negative atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negative. Kuman ini bersifat anerob vakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Untuk pertumbuhannya membutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin dan pirimidin.



21



Gambar Gardnerella Spp



2) Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bakteriodes Spp Bakteriodes Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan bacterial vaginosis. Pada wanita normal kedua tipe anerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole, bakterioides dan peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organic yang predominan dalam cairan vagina. Bakteri anaerob berinteraksi dengan G. vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan bacterial vaginosis mengandung organisme ini.



Gambar Mobilincus Species



3) Mycoplasma Hominis Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa Mycoplasma Hominis juga harus dipertimbangkan sebagai agen etiologic untuk bacterial vaginosis, bersama – sama dengan G. vaginalis dan bakteri anaerob lainnya. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita dengan bacterial vaginosis. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100 – 1000 kali lebih besar pada wanita yang mengalami bacterial 22



vaginosis dibandingkan dengan wanita normal. Pertumbuhan mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bacterial vaginosis.



Gambar Mycoplasma Hominis



d. Faktor Resiko Ada beberapa faktor resiko terjadinya bacterial vaginosis yaitu berhubungan dengan ras (lebih sering terjadi pada wanita kulit hitam), merokok, aktivitas seksual, dan vaginal douching.



e. Patofisiologi Bacterial vaginosis disebabkan oleh faktor–faktor yang mengubah lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan berlebihan bakteribakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam. Faktor–faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mucus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotic dan perubahan hormone saat hamil dan menopause. Faktor– faktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan bakteri anaerob. , metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain. Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria, keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan pencucian vagina (douching ), dilaporkan terjadi perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri pathogen yang oportunistik. Secret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel – sel vagina yang terlepas dan sekesi kelenjar bartolini. Pada wanita, secret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan diri dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, secret 23



vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau bewarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel – sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Tricomonas, dan tanpa clue sel. Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH secret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan bau tidak sedap keluar dari vagina . basil – basil anaerob yang menyertai bacterial vaginosis diantaranya Bakteriodes bivins, B. Capilosus, dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia. G. vaginalis melekat pada sel – sel epitel vagina invitro, kemudian menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi local yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam secret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bacterial vaginosis dan hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi trichomonas. Rekurensi pada Bacterial vaginosis belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan, yaitu : 1) Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bacterial vaginosis. Laki – laki yang mitra seksualnya wanita terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki – laki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bacterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung. 2) Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bacterial vaginosis yang hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh. 3) Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protector dalam vagina. 4) Menetapnya mikroorganisme lain yang belum teridentifikasi faktor hostnya pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.



f. Manifestasi Klinis Ciri-ciri keputihan pada VB adalah tipis, homogen, warna putih abu-abu , dan berbau amis. Keputihannya bisa banyak sekali dan pada pemeriksaan dengan spekulum lengket didinding vagina. Pruritus atau iritasi vulva dan vagina jarang terjadi.



24



Pada 50% wanita tidak memiliki gejala. Jika ada gejala bisanya berupa discharge dari vagina yang biasanya bewarna abu - abu atau kekuning – kuningan, bau yang tidak enak (bau amis), gatal disekitar dan diluar vagina, rasa terbakar pada saat berkemih. Gejala yang paling sering adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor) yang disebabkan oleh metabolit amine yang dihasilkan oleh bakteri anaerob. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, atau karena penyakit lain. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal dan rasa terbakar) lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh Tricomonas vaginalis atau C. albicans. Bacterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.



g. Diagnosis Agen etiologi tunggal tidak dapat teridentifikasi pada bacterial vaginosis sehingga criteria klinis (Amsel criteria) digunakan untuk membuat diagnosis. Diagnosis klinis pada bacterial vaginosis berdasarkan pada tiga dari empat criteria Amsel yaitu : (1) abnormal gray discharge, (2) pH > 4.5, (3) positif amine test, dan (4) terdapat clue cells > 20% pada sediaan basah. a) Anamnesis Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah berhubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor). Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva. b) Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan secret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu – abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Secret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis tau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya secret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol. c) Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pH vagina Pada pemeriksaan pH, kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandngkan dengan warna standart. pH normal vagina 3,8 – 4,2 pada 80 – 90 % bacterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.



25



2. Whiff test Whiff test dikatakan positif bila muncul bau amine ketika cairan vaginal dicampur dengan satu tetes 10 – 20 % potassium hydroxide (KOH). Bau muncul sebagai pelepasan amine dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. 3. Pemeriksaan Preparat basah Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9 % pada secret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cell, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah memiliki sensitivitas 60 % dan spesifisitas 98% untuk mendeteksi bacterial vaginosis.



Gambar Clue Cells



4. Nugent Gram Stain test Beberapa studi penelitian menggunakan quantitative Nugent Gram Stain test untuk mendiagnosa bacterial vaginosis, dimana nilai uji 0-3 normal (non-BV), 4-6 intermediate, dan 7-10 positif BV. Meskipun Nugent Gram Stain test cenderung subjektif, tetapi lebih sulit dipraktekkan pada penggunaan klinis rutin.



Gambar Gram Stain



26



5. Kultur Vagina Kultur dari sampel vagina tidak terbukti berguna untuk mendiagnosa BV karena BV berhubungan dengan beberapa organisme seperti Gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis, Bacteriodes species, normal flora vagina lain, dan juga ada beberapa organisme yang tidak dapat dikultur. 6. Deteksi Hasil Metabolik Tes proline aminopeptidase : G. vaginalis dan Mobilincus Spp menghasilkan proline aminopeptidase, dimana laktobasilus tidak menghasilkan enzim tersebut. Suksinat / laktat : batang gram negative anaerob menghasilkan suksinat sebagai hasil metabolic. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam secret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan - gas meningkat pada bacterial vaginosis dan digunakan sebagai test screening untuk bacterial vaginosis dalam penelitian epidemiologi klinik. 7. Variety DNA Based Testing Methods Penggunaan Variety DNA Based Testing Methods seperti Broad Range dan Quantitative PCR telah mengidentifikasi novel bacteria yang berhubungan dengan bacterial vaginosis, dan juga lebih objektif, dalam mengukur kuantitatif bakteri. itu juga memungkinkan pemahaman yang lebih kompleks terhadap perubahan mikroflora yang mendasari bacterial vaginosis dan untuk mengembangkan tes diagnostic.



Gambar Algoritma Vaginal Discharge



27



h. Tatalaksana Pilihan untuk pengobatan oral dan topical metronidazole dan clindamycin. Oral metronidazole harus diberikan dalam dosis 500 mg dua kali sehari selama tujuh hari. Dosis tunggal 2 gram digunakan untuk trikomoniasis. Metronidazole dapat digunakan pada kehamilan trimester pertama. Clindamycin oral merupakan pilihan tambahan dengan dosis 300 mg dua kali sehari selama tujuh hari. Pengobatan intravaginal berkhasiat untuk mengobati bakterial vaginosis dan tidak menghasilkan efek sistemik, meskipun efek samping seperti infeksi jamur pada vagina bisa terjadi. Pilihan obat untul intravaginal adalah metronidazole gel digunakan pada malam hari sebelum tidur selama lima hari. Cream clindamycin digunakan pada malam hari sebelum tidur selama tujuh hari, clindamycin ovula selama tiga hari, dan sustained release clindamycin sebagai dosis tunggal. Ada pertimbangan bahwa agen topical mungkin merupakan terapi yang tidak adekuat untuk pasien yang hamil, karena kemungkinan terjadi upper tract colonization yang berhubungan dengan bacterial vaginosis. Pemulihan flora vagina dengan laktobacillus eksogen telah disarankan sebagai tambahan untuk terapi antibiotic, meskipun ini membutuhkan penggunaan strain berasal manusia untuk kolonisasi efektif dan tidak tersedia secara komersial. Terapi dengan yogurt, lactobacilli suppocitories, atau acidifying agent tidak begitu memberikan manfaat. Pengobatan pada bacterial vaginosis yang asimptomatik masih merupakan kontroversi dan biasanya tidak direkomendasikan. Kejadian bacterial vaginosis yang berulang sering terjadi dan biasanya terjadi pada 50% kasus yang terjadi pada 6 bulan. Beberapa data tersedia untuk penggunaan profilaksis intravaginal metronidazole gel dua kali seminggu malam hari sebelum tidur untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis. Penggunaan kondom yang konsisten juga bermanfaat untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis.



i. Komplikasi dan Prognosis Ascending genital tract infection pada bacterial vaginosis berhubungan dengan postabortion dan postpartum endometritis, pelvic inflammatory disease (PID), late foetal loss, kelahiran preterm, premature rupture of membranes, infection of the chorion and amnion. Selain itu bacterial vaginosis juga membuat wanita lebih rentan untuk terinfeksi Trichomonas vaginalis, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HSV-2 dan HIV-1. Prognosis pada bacterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih dari sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazole dan clindamicin memceri angka kesembuhan yang tinggi (84 – 96 %).



28



CA SERVIKS a. Definisi Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis. Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel permukaan (epitel) tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.



b. Epidemiologi Kanker serviks merupakan kanker tersering ke 3 pada wanita di dunia dengan insidensi sebesar 17,0 per 100.000 penduduk. Kanker serviks di Indonesia sendiri merupakan kanker tersering ke 2 pada wanita setelah kanker payudara dengan insidensi sebesar 14,3 per 100.000 penduduk.



29



c. Klasifikasi Klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The International Federation of Gynekology and Obstetrics) : a.



Klasifikasi berdasarkan histopatologi : -



CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).



-



CIN



2,



perubahan



sel-sel



abnormal



lebih



kurang



tiga



perempatnya,



dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat). -



CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang parah ditempat asal.



b.



Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks : -



ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).



-



LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.



-



HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.



c.



Klasifikasi berdasarkan stadium klinis : -



FIGO, 2012 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:



30



-



Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:



Tingkat T



Kriteria Tidak ditemukan tumor primer



T1S



Karsinoma pra invasif (KIS)



T1



Karsinoma terbatas pada serviks



T1a



Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik



T1b



Secara klinik jelas karsinoma yang invasif



T2



Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal



T2a



Ca belum menginfiltrasi parametrium



T2b



Ca telah menginfiltrasi parametrium



T3



Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul (tidak ada celah bebas)



T4



Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas sampai diluar panggul



T4a



Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara 31



histologik T4b



Ca telah meluas sampai di luar panggul



Nx



Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.



N0



Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi



N1



Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul, limfografi)



N2



Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor



M0



Tidak ada metastasis berjarak jauh



M1



Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri iliaka komunis.



d. Etiologi



Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker -



Morfologi HPV Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.



E Protein



Perananya



32



E1



Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal



E2



E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi



E4



Mengikat sitokeratin



E5



Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet derivat growth factor, p123)



E6



Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi



E7



Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130



L Protein



Peranannya



L1



Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein



L2



Protein sruktur / minor Viral Coat Protein



-



Klasifikasi HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan. a. HPV tipe low-risk (resiko rendah). Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81 b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi) Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 6



58. Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan kanker serviks



e. Faktor predisposisi



-



Pola hubungan seksual Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko 33



terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. -



Paritas Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.



-



Merokok Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersamasama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.



-



Kontrasepsi oral Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut. WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam 34



menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding. -



Defisiensi gizi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.



-



Sosial ekonomi Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.



-



Pasangan seksual Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.



f.



Patofisiologi



Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.



Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. 35



mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV



mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi 1mm dari membrana basalis, atau