KELOMPOK 5 (Makalah Teori Nilai Harapan) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI NILAI HARAPAN



Dosen pengampu :



Restiawan Permana M. Si Disusun oleh : Kelompok 5 Ahmad Ghariza



044120332



Aden Ahmad Said Daroen 044120314 Dhafie satria fadilla



044120128



Gilang ramdani



044120005



Maji sugiyono



044120325



PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2022



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena berkat rahmat serta karunia-NYA lah kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Komunikasi dengan membuat makalah mengenai Teori Nilai Harapan tepat pada waktu yang ditentukan. Makalah ini disusun agar pembaca serta saya sendiri dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman mengenai Teori Nilai Harapan. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, maupun dapat pula digunakan sebagai bahan belajar dan sebagai prasarana penunjang tercapainya pemahaman yang baik mengenai Teori Nilai Harapan. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, Kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran positif yang membangun, agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.



Penyusun



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya selalu berkomunikasi. Segala gerak-gerik, tingkah laku, dan perbuatan kita dapat dimaknai oleh orang lain. Tentunya agar dapat berkomunikasi dengan baik dan memahami lawan bicara kita, kita memerlukan teori. Dari sebuah fenomena yang ada akan lahir sebuah konsep. Kemudian dari konsep itu berkembang sebuah proposisi (pernyataan yang bisa dinilai benar atau salahnya. Lalu setelah diuji proposisi menjadi fakta; fakta menjad teori, dan akhirnya lahirlah suatu ilmu. Apa itu teori? Teori merupakan sekumpulan pernyataan yang saling terkait, sistematis, logis, faktual, dan objektif tentang suatu fenomena tertentu yang tujuannya adalah untuk menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol fenomena tersebut. Lebih lanjut, teori komunikasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang proses berlangsungnya suatu tindakan atau peristiwa komunikasi (communication problem solving). Dengan pemahaman yang lebih baik kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk meramalkan dan mengontrol hasil-hasil dari tindakan komunikasi kita.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan teori nilai harapan ? 2. Apa konsep utama teori nilai harapan ? 3. Bagaimana penerapan teori nilai harapan ?



1.3 Tujuan Makalah 1. Memberi pengertian mengenai teori nilai harapan. 2. Menjelaskan teori nilai harapan. 3. Menjelaskan penerapan teori nilai harapan. 3



BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Teori Nilai Harapan Teori



nilai



harapan atau value



expentancy



theory adalah



salah



satu teori tentang komunikasi massa yang meneliti pengaruh penggunaan media oleh pemirsanya dilihat dari kepentingan penggunaanya. Teori ini mengemukakan bahwa sikap seseorang terhadap segmen-segmen media ditentukan oleh nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka tentang media tersebut. Teori ini merupakan tambahan penjelasan dari teori atau pendekatan “ uses and gratifications” adalah dijelaskannya teori yang medasarkan diri pada orientasi khalayak sendiri sesuai dengan kepercayaan dan penilaian atau evaluasinya. Intinya, sikap kita terhadap sejumlah media akan di tentukan oleh keprcayaan tentang penilaian kita terhadap media tersebut. (Palmgreen dkk. dalam Littlejohn, 1996) membatasi gratification sought (pencarian kepuasan) Contohnya, bila kita percaya bahwa segmen gosip akan menghadirkan hiburan bagi kita, dan



kita



senang



dihibur,



maka



kita



akan



memenuhi



kepentingan



kita



dengan



menonton/mendengar/ membaca acara gosip. Di pihak lain bila kita percaya bahwa bergosip itu termasuk bergunjing dan melihatnya sebagai hal yang negatif, dan kita tidak menyukainya, kita akan menghindar diri dari menonton/ mendengar/ membacanya. Klandersman dalam value-expectancy theory nya menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan fungsi nilai ( value ) dari hasil yang diharapkan dari sebuah perbuatan, “Individual’s behavior is a function of the  value of expected outcomes of behavior” (Klandersman,1997). Perilaku seseorang akan menghasilakn sesuatu, semakin tinggi nilai yang diharapkan, semakin tinggi pula keinginan untuk mewujudkan perilaku tertentu



4



Teori ini mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan ( expectancy ) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction.



2.2 Konsep Utama Teori Nilai Harapan Value-expectation theory memiliki tiga komponen dasar yakni: 



Individu merespon informasi baru tentang suatu hal atau tindakan dengan menghasilkan suatu keyakinan dari hal atau tindakan tersebut. Bila keyakinan sudah terbentuk, itu dapat dan seringkali berubah dengan informasi baru.







Setiap individu memberikan sebuah nilai ( value ) pada setiap sifat di mana keyakinan tersebut tergantung/berdasar







Sebuah harapan ( expectation ) terbentuk atau termodifikasi berdasarkan hasil perhitungan antara keyakinan ( beliefs ) dan nilai-nilai ( value )



2.3 Penerapan Teori Nilai Harapan Salah



satu



kegunaan value-expectancy



theory adalah



dalam



pendekatan persuasi (persuasion approaches). Berdasarkan teori ini kita mengharapkan sesuatu untuk mengontrol sikap kita Memengaruhi seseorang meliputi mengubah nilai yang mereka harapkan untuk diterima. Sebagai contoh, jika kita mengharapkan hasil yang baik dari pendapat namun seseorang meyakinkan kita bahwa pendapat tersebut tidak bagus, maka kita akan mengubah isi dari pendapat tersebut. Ada dua penjelasan utama mengapa seseorang mengubah pendiriannya. 



Konsistensi Afektif-Kognitif (Affective-Cognitive Consistency). Teori ini



menyatakan



bahwa pengaruh dan kesadaran kita mengenai suatu hal terdiri dari dua aspek. Affect meliputi sikap kita, bagaimana suatu hal terasa menyenangkan. Cognitions kepercayaan yang berhubungan dengan objek. Jika kita percaya konsekuensi yang baik akan didapat dari pendapat, kita akan memakai pendapat itu.



5



Affective-Cognitive  Consistency menjelaskan



hukum sikap kognitif:



jika



kita



mengubah kepercayaan seseorang tentang pendapat, sikapnya akan berubah secara otomatis dalam kesamaan tujuan dan tingkat sesuai dengan perubahan keyakinan. Sebagai contoh, kita dihadapkan pada pilihan bahwa mendapat nilai yang tinggi akan lebih sulit saat ujian akhir, kita akan mengubah kebijakan saat ujian dan lebih konsentrasi pada tugas. Sebaliknya jika kita yakin ujian berarti nilai rendah dan banyak tekanan kita akan bersikap sebaliknya. Konsistensi kognitif tidak hanya mengubah keyakinan untuk menghasilkan perubahan pada sikap, tetapi juga menyebabkan perubahan sikap-sikap untuk menuntun perubahan keyakinan. Rosenberg (1960) membuat sebuah penelitian untuk menguji ide ini. Ia menghipnotis orang dan mengubah sikap mereka. Dia menemukan bahwa ketika sikap berubah dari senang menjadi tidak senang, individu akan memproses untuk mengubah keyakinan tentang suatu program dari baik ke buruk. Mereka melakukannya dengan lengkap. Tak ada orang yang mengatakan,”Program ini akan menghasilkan efek buruk “ Penelitian ini menunjukkan bukti meyakinkan bahwa kita mencoba untuk membuat perasaan dan keyakinan kita tentang suatu hal tetap konsisten. Penelitian lain menemukan bahwa ketika seseorang mengajukan pendapat dan pembicara meyakinkan bahwa ada banyak konsekuensi buruk dari pendapat, individu akan mulai yakin bahwa konsekuensi baik akan terjadi sedikit, kita tak ragu bahwa hal tersebut akan menghasilkan hal baik dari hubungan sebelumnya. Penelitian juga menunjukkan menyetujui konsekuensi baik tidak sama dan tidak seefektif menyetujui konsekuensi buruk. Faktanya, pendengar



menyukai



pembicara



yang



mengatakan



konsekuensi



baik. Strategi dasar



dalam persuasi adalah dengan meyakinkan seseorang bahwa pemikiran mereka tidak berhubungan dengan pendapat. Sebagai contoh orang tidak pernah berpikir bahwa ketika mereka mengevalusi hasil ujian itu akan menambah stress. Orang jarang berpikir mereka salah. Mereka cenderung mengubah keyakinan mereka sendiri setelah menemukan hasil buruk dari pendapat.



Pernyataan bahwa hasil lebih tinggi tak akan diperoleh



dari sistem baru akan kurang efektif dibandingkan memberikan ide bahwa ujian tengah semester akan lebih berat.



6



Ide yang sama dapat diterapkan pada seseorang yang ingin meyakinkan penerima pendapat. Penerima yakin konsekuensi buruk akan timbul. Di lain pihak pembicara yakin akan timbul konsekuensi baik. Di sini terjadi dua pendapat yang berbeda. Akan menjadi lebih baik untuk memberikan si penerima dengan fakta-fakta tentang konsekuensi baik dan membiarkan dia menerima banyak tekanan dan kemungkinan buruk. Dibandingkan dengan meyakinkan penerima bahwa tekanan tinggi tidak akan berhasil mengubah nilai ujian, pembicara harus menekankan bahwa akan terjadi hasil baik. Tentu saja orang tersebut tak perlu bertanya langsung tentang kemungkinan konsekuensi buruk. Apa yang kita katakan belum tentu strategi baik bagi pendapat sukarelawan yang menyayangkan keyakinan penerima. Dengan membiarkan sendiri si penerima mengubah keyakinannya, sebenarnya pembicara telah mengajak dalam pesan. Penerima bebas untuk tidak berbicara atau menyatakan secara tidak langsung . 



Teori Pembelajaran ( Learning



Theory ). Ini



merupakan



penjelasan



kedua



untuk persuasi dalam kerangka value-expectancy. Ide di sini ialah kita mempelajari untuk menghubungkan konsekuensi dengan pendapat, karakteristik seseorang, perlengkapan dengan objek (Cronkhite, 1969). Perasaan mendatangkan dengan sebuah konsekuensi menjadi terhubungkan dengan pendapat tersebut. Pendapat tersebut dapat diidentifikasi dalam berbagai emosi. Menyebutkan pendapat akan menimbulkan emosi yang luar biasa. Empat konsekuensi – hasil yang lebih rendah, lebih banyak tekanan, lebih banyak ujian akhir, dan sedikit kesempatan untuk meraih nilai rata- rata – dapat dikondisikan pada pendapat kita untuk mengubah kebijakan pada ujian akhir. Sikap penerima akan mewakili total dari perasaan negatif dari empat konsekuensi. Ide ini timbul dari kondisi klasik dalam psikologi. Dalam iklan konsekuensi terdiri dari pendapat dalam harapan terhadap reaksi orangorang akan terkondisikan pada pendapat tersebut. Jika tercipta kondisi yang sukses, pendapat tersebut akan menghasilkan reaksi khalayak yang akan sama dengan reaksi mereka untuk menghubungkan elemen-elemen. Menyebutkan sebuah perubahan dalam kebijakan menghadapi ujian akhir memiliki efek yang sama dengan menyebutkan kemungkinan dalam kualitas lebih rendah, lebih banyak tekanan, lebih banyak soal ujian, dan sedikit kemungkinan



mengubah nilai



rata-rata.



Pengkondisian 7



akan



memungkinkan



untuk



menimbulkan ketidaksenangan khalayak tanpa disertai keperluan untuk mengulang konsekuensi. Persuasi meliputi pengkondisian perasaan baru pada pendapat dan membolehkan yang tak diinginkan sebelumnya dengan menghubungkan pada kelemahan. Tujuannya adalah untuk memusnahkan hubungan antara pendapat dan hubungan sebelumnya. Sebagai contoh seseorang mencoba seseorang untuk mengubah keyakinan kebijakan pada ujian akhir, bahwa ada tiga konsekuensi yang timbul dari pendapat tersebut: lebih sedikit tekanan pada akhir semester, lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas lain, dan lebih sedikit begadang. Ini merupakan konsekuensi baru yang penerima belum mempertimbangkan sebelumnya. Ide ini adalah sikap seseorang dikontrol oleh keyakinan yang terkuat atau lebih penting (Fishbein dan Ajzen, 1975). Jika seseorang meyakini khalayak tentang tiga konsekuensi baik, keyakinan baru akan menjadi seorang penerima akan lebih disadari, dan mereka didorong keyakinan yang lebih awal untuk level kesadaran yang lebih rendah. Jika penerima kurang menyadari keyakinannya, keyakinan tersebut memiliki efek yang kurang pada kesadaran penerima. Di samping menambahkan keyakinan baru pada pemikiran penerima tentang sebuah pendapat, seseorang dapat menambah kepercayaan pada keyakinan lama. Seorang penerima yang melawan kebijakan baru ujian akhir akan memiliki keyakinan tentang konsekuensi baik seperti lebih banyak waktu luang untuk mencari pekerjaan musim panas. Tetapi keyakinan tersebut belum tentu seyakin keyakinan tentang konsekuensi buruk seperti hasil rendah dalam ujian. Strategi dilakukan untuk membuat khalayak lebih sadar akan keyakinannya, sekaligus mengurangi kesadaran pada keyakinan negatif.



Kita perlu membuat keyakinan baik lebih menjulang karena dua alasan, yaitu : o



Pertama,



pembicara



dapat



menyajikan



fakta-fakta



dan



berbagai



alasan



untuk



mendemonstrasikan mengapa konsekuensi baik akan terjadi jika pendapat itu diterapkan.



8



o



Kedua, pembicara dapat menunjukkan bagaimana pentingnya konsekuensi baik akan terjadi pada penerima dan teman-temannya. Khalayak menjadi kurang sadar pada keyakinan negatif karena pemikiran akan menjadi sadar hanya dengan banyak hal pada satu waktu. Sesuai affective-cognitive consistency theory, pembicara dapat menghindari menyebutkan keyakinan negatif karena mereka akan lebih menonjol jika pembicara memikirkan tentang mereka.



Sesuai



dengan learning



theory,



keyakinan



paling



atas



akan



menentukan sikap seseorang.



Ada beberapa model value-expectancy: 



Value-expectancy model  of



attitudes



I (Fishbein dan



Ajzen,



1976)



Berdasarkan model ini seseorang memegang banyak keyakinan tentang sikap suatu objek, suatu objek terlihat memiliki banyak sifat. Menghubungkan dengan setiap sikap adalah respon yang evaluatif (contoh: sikap). Dengan proses pembelajaran, respon evaluatif menghubungkan dengan sikap suatu objek. Keyakinan adalah kemungkinan subjektif dari seseorang (objek) tentang sifat orang lain (contoh: Bill Clinton pembohong). Evaluasi adalah penilaian sifat berdasarkan berapa dimensi evaluasi (contoh: baik/buruk diukur dari skala 1 sampai 7) 



Value-expectancy theory model of attitudes III (Fishbein dan Ajzen, 1976) Sikap (Attitude) seseorang merupakan penjumlahan dari produk setiap keyakinan (belief) dikali nilai evaluasinya (Evaluation). Keyakinan dipegang dalam sebuah jenjang (tingkatan). Suatu sikap ditentukan dalam setiap waktu yang diberikan dengan lima sampai sembilan keyakinan yang paling menonjol dalam jenjang keyakinan seseorang.



9



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sejak pertama kali dikemukakan pada awal tahun 1970-an, value-expectancy theory telah mengalami berbagai perkembangan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji keabsahan teori ini. Teori ini dikemukakan oleh beberapa psikolog terkemuka seperti Martin Fishbein, Icek Ajzen, dan Philip Palmgreen. Maka tak heran jika latar belakang teori ini adalah psikologi, memprediksi sikap manusia terhadap objek dan tindakan. Teori



ini



sangat



penting



untuk



mengetahui expectancy (harapan), values (nilai-



nilai), beliefs (keyakinan), attitude (sikap), dan juga gratification sought (pencarian kepuasan). Dalam ilmu komunikasi teori ini sangat bermanfaat khususnya dalam mengetahui sikap seseorang dan nilai-nilai yang dianut. Teori ini telah digunakan untuk mendukung berbagai teori lain dan masih digunakan saat ini dalam berbagai bidang pembelajaran.



3.2 Saran Teori ini masih memiliki kekurangan dan membutuhkan berbagai pnelitian untuk menguji teori ini. Teori ini menggunakan ilmu psikologi sehingga tingkat subjektivitas masih bisa ditemui. Walaupun demikian teori ini memiliki banyak kekuatan dan bisa mendukung teori lainnya. Terbukti value-expectancy theory masih terus digunakan hingga saat ini.



10