Keluarga Rentan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Keluarga rentan adalah Keluarga yang berisiko mengalami masalah, baik dari diri maupun dari lingkungan sehingga tidak dapat mengembangkan potensinya. (Kepmensos RI No. 49/HUK/2004) Glosarium kemsos.go.id



Keluarga Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.



14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS skpd.batamkota.go.id/sosial/persyaratan-perizinan/14-kriteria-miskin-menurut-standar-bps/ Terakhir dimodifikasi: 25 Agustus 2014 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD. 14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.



Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga miskin. PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL http://dinsos.jogjaprov.go.id/definisi-dan-kriteria/



Seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan, keterbelakangan atau keterasingan dan kondisi atau perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung atau menguntungkan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dapat dibagi menjadi delapan kelompok yaitu : A.



Anak,



B.



Wanita,



C.



Lanjut Usia,



D.



Penyandang Cacat,



E.



Tuna Sosial,



F.



Korban Penyalahgunaan Narkotika,



G.



Keluarga, dan



H.



Masyarakat.



A. Anak 1. Anak Balita Terlantar Definisi : Anak berusia 0-4 tahun yang karena sebab tertentu, orangtuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan :miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Kriteria : a. Anak (laki-laki/perempuan)usia 0-4 tahun. b. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya atau balita yang tidak pernah mendapat ASI/susu pengganti atau balita yang tidak mendapat makanan bergizi (4sehat 5 sempurna) 2 X dalam satu minggu atau balita yang tidak mempunyai sandang yang layak sesuai dengan kebutuhannya. c. Yatim Piatu atau tidak dipelihara, ditinggalkan oleh orangtuanya pada orang lain, ditempat umum, rumah sakit dsb. d. Apabila sakit tidak mempunyai akses kesehatan modern (dibawa ke Puskesmas dll).



2.Anak Terlantar Definisi : Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali pengampu atau pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Kriteria : a. Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun. b. Anak yatim, piatu, yatim piatu. c. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya. d. Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan.



3.Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah. Definisi : Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Kriteria : a.Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun. b.Sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang berakibat menderita secara psikologis. c.Pernah dianiaya atau diperkosa. d.Dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya).



4.Anak Nakal Definisi : Anak yang berusia 5 – 21 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, akan mengganggu ketertiban umum, akan tetapi (karena usia) belum dapat dituntut secara hokum.



Kriteria : a.Anak (laki-laki/perempuan) usia 8 sampai kurang dari 18 tahun dan belum menikah. b.Melakukan perbuatan (secara berulang) yang menyimpang atau melanggar norma masyarakat seperti : 1).Sering bolos sekolah. 2).Sering bohong, ingkar/menipu. 3).Sering mencuri dilingkungan keluarga. 4).Sering merusak barang/peralatan/sarana umum. 5).Sering mengganggu orang lain, memancing keributan atau perkelahian. 6).Sering meminta uang/barang dengan paksa. 7).Perokok dan peminum. 8).Melakukan perkelahian massal (tawuran). 9).Melakukan tindak kriminal seperti perjudian, penodongan, perampokan, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan dan pelacuran (membayar/dibayar). 5.Anak Jalanan Definisi : Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat – tempat umum. Kriteria : a. Anak (laki-laki/perempuan) usia 5-18 tahun. b. Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau berkeliaran dijalanan atau ditempat umum minimal 4 jam/hari dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanjaan dipasar dll. c. Kegiatannya dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum.



6. Anak Cacat. Definisi : Anak yang berusia 5 – 18 tahun yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktivitas secara layak, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, penyandang cacat fisik dan mental. Kriteria :



a). Cacat Fisik 1. Anggota tubuh tidak lengkap putus/amputasi tungkai, lengan atau kaki 2. Cacat tulang/persendian 3. Cacat sendi otot dan tungkai, lengan atau kaki 4. Lumpuh b). Cacat Mata 1. Buta Total (buta kedua mata) 2. Masih mempunyai sisa penglihatan atau kurang awas (low vision)



c). Cacat Rungu Wicara 1. Tidak dapat mendengar atau memahami perkataan yang disampaikan pada jarak 1 meter tanpa alat Bantu dengar 2. Tidak dapat bicara sama sekali atau berbicara tidak jelas (pembicaraannya tidak dapat dimengerti) 3. Mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. d). Cacat mental eks psikotik 1. eks penderita penyalit gila 2. kadang masih mengalami kelainan tingkah laku 3. sering mengganggu orang lain e). Cacat mental retardasi 1. Idiot : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 2 tahun, wajahnya terlihat seperti wajah dungu 2. Embisil : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 3 – 7 tahun. 3. Debil : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 8 – 12 tahun.



B. WANITA 7.Wanita Rawan Sosial Ekonomi Definisi :



Seorang wanita dewasa belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. (Keputusan Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996). Kriteria : a.Wanita usia 18-59 tahun. b.Berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan fisik minimum (sesuai kriteria fakir miskin). c.Tingkat pendidikan rendah (umumnya tidak tamat/maksimal pendidikan dasar). d.Isteri yang ditinggal suami tanpa batas waktu dan tidak adapat mencarai nafkah. e.Sakit sehingga tidak mampu bekerja.



8.Wanita yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah Definisi : Wanita yang terancam secara fisik atau non fisik (psikologis) karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya. Kriteria : a. Wanita usia 18-59 tahun atau kurang dari 18 tahun tetapi sudah menikah. b. Tidak diberi nafkah atau tidak boleh mencari nafkah. c. Diperlakukan secara keras, kasar dan kejam (dipukul, disiksa) dalam keluarga. d. Diancam secara fisik dan psikologis (diteror, ditakut-takuti, disekap) dalam keluarga atau ditempat umum. e. Mengalami pelecehan seksual (dikantor, di RT, ditempat umum antara lain diperkosa atau dipaksa menjual diri/dieksploitir).



C. LANJUT USIA 9. Lanjut Usia Terlantar. Definisi : Setiap orang berhubung lanjut usia (60 tahun keatas) tidak mempunyai/berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupan sehari-hari. (UU Nomor 13 tahun 1998). Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya. Kriteria :



a. Usia 60 tahun keatas (laki-laki/perempuan). b. Tidak sekolah/tidak tamat/tamat SD. c. Makan 2 X perhari. d. Makan-makanan berprotein tinggi (4sehat 5 sempurna) 4 kali perminggu. e. Pakaian yang dimiliki kurang dari 4 stel. f. Tempat tidur tidak tetap. g. Jika sakit tidak mampu berobat kefasilitas kesehatan. h. Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau dan mampu mengurusnya.



10. Lanjut Usia yang menjadi korban kekerasan atau diperlakukan salah. Definisi : Lanjut Usia (60 tahun keatas) yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya dan terancam baik secara fisik maupun non fisik. Kriteria : a.Usia 60 tahun keatasa (laki-laki/perempuan). b.Diperlakukan secara keras, kasar dan kejam (dipukul, dimarahi, dirongrong, diacuhkan, disakiti, dikucilkan/disekap) oleh keluarga, lingkungan.



D. PENYANDANG CACAT. 11. Penyandang Cacat Definisi : Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara layaknya yang terdiri dari ; a. Penyandang cacat fisik, b.Penyandang cacat mental, dan c. Penyandang cacat fisik dan mental (UU Nomor 4 tahun 1997).



a. Penyandang Cacat Fisik Definisi :



Seseorang yang menderita kelainan pada tulang dan atau sendi anggota gerak dan tubuh, kelumpuhan pada anggota gerak dan tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah, sehingga menimbulkan gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.



Kriteria : 1). Anggota tubuh tidak lengkap putus/amputasi tungkai, lengan atau kaki. 2). Cacat tulang/persendian. 3). Cacat sendi otot dan tungkai, lengan atau kaki. 4). Lumpuh.



Termasuk dalam penyandang cacat fisik adalah : ! Penyandang cacat mata (tuna netra) Definisi : Seseorang yang buta kedua matanya atau kurang awas (low vision) sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar. Kriteria : 1). Buta total (buta kedua mata). 2). Masih mempunyai sisa penglihatan atau kurang awas (low vision).



! Penyandang cacat rungu/wicara Definisi : Seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara dengan baik sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar. Kriteria : 1). Tidak dapat mendengar atau memahami perkataan yang disampaikan pada jarak 1 meter tanpa alat bantu dengar. 2). Tidak dapat bicara sama sekali atau berbicara tidak jelas (pembicaraannya tidak dapat dimengerti). 3). Mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.



b. Penyandang cacat mental. Definisi : Seseorang yang menderita kelainan mental/jiwa sehingga orang tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang lain seusianya atau yang tidak dapat mengikuti perilaku biasa sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar. Penyandang cacat mental terdiri dari : 1). Penyandang cacat mental eks psikotik a). Eks Penderita penyakit gila. b). Kadang masih mengalami kelainan tingkah laku. c). Sering mengganggu orang lain. 2). Penyandang Cacat Mental retardasi a). Idiot : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 2 tahun, wajahnya terlihat seperti wajah dungu. b). Embisil : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 3-7 tahun. c). Debil : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 8-12 tahun.



c. Penyandang cacat fisik dan mental Seseorang yang menderita kelainan fisik dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku, sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.



12. Penyandang Cacat Bekas Penderita Penyakit Kronis Definisi : Seseorang yang pernah menderita penyakit menahun atau kronis, seperti kusta, TBC paruparu yang dinyatakan sembuh/terkendali. Termasuk penyandang cacat jenis ini adalah penderita HIV/AIDS dan stroke tetapi mengalami hambatan fisik dan sosial untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar. Kriteria :



a. Eks penderita penyakit TBC paru-paru, kusta dan stroke. b. Mengalami hambatan/kelainan fisik meski badan tidak hilang (kusta). c. Tubuh menjadi bongkok dan ringkih (TBC paru). d.Cenderung dijauhi masyarakat karena takut terjangkit/menular (leprophobia dan HIV/AIDS). e. Mempunyai rasa rendah diri.



Catatan : Dari aspek kesejahteraan sosial salah satu bentuk kecacatan adalah penyandang cacat bekas penyakit kronis meski tidak termasuk dalam penyandang cacat menurut undang-undang.



E. TUNA SOSIAL Seseorang yang karena faktor-faktor tertentu, tidak atau kurang mampu untuk melaksanakan kehidupan yang layak atau sesuai dengan norma agama, sosial atau hukum serta secara sosial cenderung terisolasi dari kehidupan masyarakatnya. Termasuk tuna sosial adalah : tuna susila, pengemis, gelandangan dan bekas narapidana.



13.Tuna Susila Definisi : Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang syah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. Kriteria : a. Seseorang (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun. b. Menjajakan diri ditempat umum, dilokasi atau tempat pelacuran (bordil) dan tempat terselubung (warung remang-remang, hotel, mall dan diskotek). 14. Pengemis Definisi : Orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Kriteria : a. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.



b. Meminta-minta dirumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya. c. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu. d. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya.



15. Gelandangan Definisi : Orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara ditempat umum. Kriteria : a. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal disembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang ditempat-tempat umum, biasanya dikotakota besar. b. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya. c. Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas dll.



16. Bekas Narapidana Definisi : Seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal Kriteria : a. Usia 18 tahun sampai usia dewasa. b. Telah selesai atau segera keluar dari penjara karena masalah pidana. c. Kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat. d. Sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap.



F. KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 17. Korban penyalahgunaan narkotika Definisi : Seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang. Kriteria : a. Usia 10 tahun sampai usia dewasa. b. Pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras, yang dilakukan sekali, lebih sekali atau dalam taraf coba-coba. c. Secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang berwenang.



G. KELUARGA 18. Keluarga Fakir Miskin Definisi : Orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. (PP No. 42 tahun 1981). Definisi operasional : Seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan. Kriteria : a. Seorang kepala keluarga usia 18-59 tahun. b. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis kemiskinan seperti tercermin dari tingkat pengeluaran perbulan, yaitu Rp. 62.000,- untuk perkotaan, dan Rp. 50.090,- untuk pedesaan (tahun 2000) per orang per bulan. c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah : tidak tamat SLTP, tidak ada ketrampilan tambahan. d. Derajat kesehatan dan gizi rendah. e. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, termasuk tidak memiliki MCK.



f. Pemilikan harta sangat terbatas jumlah atau nilainya. g. Hubungan sosial terbatas,belum banyak terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. h. Akses informasi terbatas (baca koran, radio).



19. Keluarga berumah tak layak huni. Definisi : Keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial. a. Kondisi rumah : 1).Luas lantai perkapita kota < 4m2, desa < 10 m2. 2).Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas. 3).Tidak mempunyai akses MCK. 4).Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu, rumbia. 5).Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara. 6).Tidak memiliki pembagian ruangan. 7).Lantai dari tanah dan rumah lembab atau pengap. 8).Letak rumah tidak teratur dan berdempetan. 9).Kondisi rusak. b. Kondisi lingkungan : 1). Lingkungan kumuh dan becek. 2). Saluran pembuangan air tidak memenuhi standar. 3). Jalan setapak tidak teratur. c. Kondisi Keluarga : 1). Kebanyakan keluarga miskin usia 18-59 tahun, pengeluaran biaya hidup tidak melebihi Rp. 42.380,- untuk perkotaan, dan Rp. 33.590,- untuk pedesaan setiap orang per bulan (tahun 1998). 2). Kesadaran untuk ikut serta memiliki dan memelihara lingkungan pada umumnya rendah (ikut bersih kampung, ikut kerja bakti, membuang sampah sembarangan di sungai).



20. Keluarga bermasalah sosial psikologis Definisi :



Keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama hubungan antara suami isteri kurang serasi, sehingga tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. Kriteria : a. Suami atau isteri sering tanpa saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang berkomunikasi. b. Suami dan isteri sering saling bertengkar, hidup sendiri-sendiri walapun masih dalam ikatan keluarga. c. Hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar, tidak mau bergaul/berkomunikasi. d. Kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.



H. MASYARAKAT 21. Masyarakat terasing/Komunitas Adat Terpencil. Definisi : Kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik nasional. (SK Mensos No. 60/HUK/1998). Definisi operasional : Kelompok orang/masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan kecil yang bersifat lokal dan terpencil dan masih sangat terikat pada sumberdaya alam dan habitatnya yang secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas. Kriteria : a. Hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial yang bersifat lokal dan terpencil. 1). Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen. 2). Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan. 3). Pada umumnya secara geografis terpencil dan relatif sulit dijangkau atau terisolasi. b. Kehidupan dan penghidupannya masih sangat sederhana 1). Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistens (hanya untuk kepentingan sendiri) belum untuk kepentingan pasar. 2).Peralatan dan tekhnologi sederhana, misalnya peralatan rumah tangga.



3).Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat relatif tinggi. 4).Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik. 5).Secara sosial budaya terasing dan atau terbelakang.



22. Masyarakat yang tinggal didaerah rawan bencana Definisi : Kelompok masyarakat yang lokasi pemukiman mereka berada di daerah yang relatif sering terjadi bencana atau kemungkinan besar dapat terjadi bencana alam dan musibah lainnya yang membahayakan jiwa serta kehidupan dan penghidupan mereka. Kriteria : a. Wilayah bahaya gunung merapi. b. Daerah aliran sungai yang sering dilanda banjir. c. Daerah pantai yang tingkat abrasinya tinggi atau rawan bencana gelombang pasang/tsunami. d. Lereng bukit yang tandus, rawan longsor dan rawan pangan. e. Daerah kumuh dan padat penduduk yang rawan kebakaran. f. Daerah rawan gempa bumi.



23. Korban bencana alam dan bencana lainnya Definisi : Perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya bencana alam atau musibah lainnya yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana adalah : a. Korban bencana gempa bumi tektonik letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan dan kebakaran hutan atau lahan. b. Korban kebakaran pemukiman, kecelakaan kapal terbang, kereta api dll, musibah industri (kecelakaan kerja), kekacauan atau kerusuhan sosial dan kecelakaan perahu. c. Orang terlantar dalam perjalanan seperti orang Indonesia yang terlantar di luar negeri, TKI yang terlantar, pelintas batas, orang-orangIndonesia yang masuk negara lain tanpa izin dan harus dipulangkan ke Indonesia. d. Korban wabah penyakit.



Kriteria : a. Kehilangan tempat tinggal sehingga mereka ditampung sementara atau diasramakan di tempat pengungsian atau menumpang dirumah keluarga/kerabat. b. Kehilangan sumber mata pencaharian sehingga mengalami hambatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. c. Kehilangan kepala atau anggota keluarga yang merupakan sumber pencari nafkah utama untuk anggota keluarga lainnya. d. Kehilangan harta benda. e. Kondisi mental kurang stabil, emosional atau stress. f. Kondisi fisik menderita.



24. Korban Bencana Sosial. Definisi : Perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya bencana sosial atau kerusakan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Kriteria : a.



Korban musibah, kekacauan atau kerusuhan sosial



b.



Korban wabah penyakit



25. Pekerja Migran. Definisi : Pekerja migram adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan potensial mengalami permasalahan sosial. Kriteria : Orang terlantar dalam perjalanan seperti orang Indonesia yang terlantar di luar negri, TKI yang terlantar, pelintas batas, orang-orang Indonesiayang masuk negara lain tanpa izin dan harus dipulangkan ke Indonesia.



26. HIV/AIDS



Definisi : Seseorang yang dengan rekomendasi professional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV, sehingga mengalami sindrom menurunnya daya tahan tubuh (AIDS)



27. Keluarga Rentan adalah keluarga yang masih berkategori tidak bermasalah, namun jika tidak diberdayakan melalui bimbingan sosial akan mengalami masalah tertentu Keluarga rentan tersebut berada pada batas marginal dan menjadi rentan terhadap masalah sosial lainnya. Batas marginal yang dimaksudkan diukur dari batas bawah pemenuhan kebutuhan fisil minimal didaerah yang bersangkutan.



II. POTENSI DAN SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) Semua hal yang berharga yang dapat digunakan untuk menjaga, menciptakan, mendukung atau memperkuat usaha kesejahteraan sosial. Potensi dan sumber kesejahteraan sosial dapat berasal atau bersifat manusiawi, sosial dan alam. Dalam hubungan ini potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) difokuskan pada aspek manusiawi atau sosial yang meliputi : 1. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), 2. Organisasi Sosial (Orsos), 3. Karang Taruna (KT), 4. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial (WPKS).



1. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Definisi : Warga masyarakat yang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang Kesejahteraan Sosial. (Kepmensos No. 27/HUK/1987).



Definisi operasional : Warga masyarakat yantg telah memperoleh atau mengikuti bimbingan dan pelatihan bidang kesejahteraan sosial, yang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosialnya secara sukarela melaksanakan usaha kesejahteraan sosial di daerah atau wilayah sendiri. Kriteria : a. Usia 18-59 tahun. b. Telah mengikuti berbagai bimbingan dan pelatihan bidang kesejahteraan sosial.



c. Adanya minat untuk mengabdi dan bekerja di bidang kesejahteraan sosial atas dasar sukarela, rasa terpanggil dan kesadaran sosial. d. Sebagai tokoh atau ditokohkan masyarakat. e. Pendidikan sekurangnya SLTP.



2. Organisasi Sosial (ORSOS) Definisi : Lembaga/Yayasan/Perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (Kepmensos No. 40?HUK/1980). Definisi operasional : Lembaga, Yayasan atau Perkumpulan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kesejahteraan sosial. Kriteria : a. Mempunyai nama struktur dan alamat organisasi yang jelas. b. Mempunyai pengurus dan program kerja. c. Berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. c.



Melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang Usaha Kesejahteraan Sosial.



3. Karang Taruna (KT) Definisi : Wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda diwilayah desa/kelurahan, bergerak terutama dalam bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (Kepmensos No. 11 tahun 1988). Definisi operasional : Organisasi sosial yang berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pengembangan tenaga dan pemuda di desa/kelurahan yang kegiatannya terutama di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial. Kriteria : a. Organisasi sosial kepemudaan dan kependudukan di desa/kelurahan. b. Mempunyai nama, alamat, struktur organisasi dan susunan pengurus yang jelas. c. Otonom dan bukan vertikal.



d. Keanggotaan bersifat pasif. e. Usia anggota 7-40 tahun. 4. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial (WPKS). Definisi : Tokoh wanita masyarakat yang mempunyai minat besar untuk mengabdi di bidang kesejahteraan sosial (Kepmensos No. 24/HUK/1996). Definisi operasional : Wanita atau tokoh wanita yang mempunyai minat dan kemampuan mengorganisasikan dan memimpin usaha kesejahteraan sosial. Kriteria : a. Usia 18-59 tahun. b. Berpendidikan minimal SLTP. c. Wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi/sudah menjadi pemimpin dan diakui oleh masyarakat setempat. d. Telah mengikuti latihan kepemimpinan wanita bidang kesej. sosial. e. Memimpin usaha kesejahteraan sosial terutama yang dilaksanakan oleh wanita diwilayahnya. Pencarian dari mesin pencari: kriteria usaha kesejahteraan sosial, uu tentang perempuan rawan sosial ekonomi, arti dinas sosial, kriteria disabilitas mata, kriteria pasien terlantar, kriteria-kriteria tempat pengungsian untuk korban benca na tanah longsor, masyarakat rawan sosial, narapidana disebut juga tuna apa, penjelasan dari kriteria umum masalah sosial, gejala wanita rawan ekonomi. Kriteria Kemiskinan menurut Bappenas Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga. Keterbatasan kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004); Kasus mengenai gizi buruk tahun ini meningkat cukup signifikan, pada tahun 2005 tercatat 1,8 juta jiwa anak balita



penderita gizi buruk, dan pada bulan Oktober 2006 sudah tercatat 2,3 juta jiwa anak yang menderita gizi buruk. Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedangkan masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Demikian juga persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, pada penduduk miskin hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (BPS, 2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin. Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan ditunjukkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha juga ditunjukkan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Keterbatasan akses layanan perumahan dan sanitasi ditunjukkan dengan kesulitan yang dihadapi masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering dalam memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai. Keterbatasan akses terhadap air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Dalam hal lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Dilihat dari lemahnya jaminan rasa aman, data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun (1997-2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik. Lemahnya partisipasi masyarakat ditunjukkan dengan berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka. Dilihat dari besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi, menurut data BPS, rumahtangga



miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan ratarata anggota rumahtangga miskin di pedesaan adalah 4,8 orang. Berdasarkan berbagai definisi tersebut di atas, maka indikator utama kemiskinan adalah (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat. Kriteria Kemiskinan menurut Keluarga Sejahtera (KS) Indikator dan Kriteria Keluarga Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut : a)



b) 1. 2. 3. 4.



Keluarga Pra Sejahtera Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan. Keluarga Sejahtera Tahap I Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu: Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.



5.



Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan. c) Keluarga Sejahtera tahap II Yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis 6 sampai 14 yaitu : 6. Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur. 7. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk. 8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun. 9. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. 10. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. 11. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap. 12. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin. 13. Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini. 14. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil) d) Keluarga Sejahtera Tahap III Yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu : 15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama. 16. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga. 17. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga. 18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 19. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. 20. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah. 21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. e) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus Keluarga yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu : 22. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil. 23. Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat. f) Keluarga Miskin adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi : a. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor. b. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru. c. Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni.



g)



Keluarga Miskin Sekali adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi : a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih. b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian. c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah. http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/indikasi.htm Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial - PMKS Tahun 2008 http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Database&opsi=pmks2008-1 BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Kondisi negara Indonesia pasca krisis moneter dan ekonomi global dan lokal ternyata belum pulih secara nyata. Hal ini tercermin belum membaiknya kondisi kehidupan masyarakat akibat dampak krisis yang lalu. Dampak krisis moneter dan ekonomi pada semua bidang kehidupan telah membuat kondisi masalah kesejahteraan sosial semakin kompleks dan berkembang, selain masalah kemiskinan, variabel dan bobot permasalahan kesejahteraan sosial lainnya cenderung meningkat. Masalah sosial dilihat dari perkembangannya dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1) masalah sosial konvensional yang masih mendominasi terutama kemiskinan dan ketelantaran, kecacatan, keterasingan dan ketertinggalan, ketunaan sosial, dan penyimpangan perilaku, serta akibat bencana. 2) Masalah sosial "kontemporer" yang terkait dengan kelangsungan kehidupan sosial seperti korban tindak kekerasan, korban penyalahgunaan Napza, perlu memperoleh perhatian yang serius dan berkelanjutan. Dari kondisi tersebut diatas, pemerintah sangat memerlukan dukungan data dan informasi PMKS yang cepat, tepat, dan akurat sebagai dasar dalam mengambil keputusan, dan perencanaan. Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial sebagai unit yang mempunyai tugas menyajikan data dan informasi, menerbitkan buku Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) tahun 2008. Sistematika penyajian ini dibagi dua bagian, pertama data dan informasi yang bersifat nasional dan kedua data dan informasi di masing-masing propinsi. Data yang disajikan mencakup 22 (duapuluh dua) jenis PMKS karena perubahan nomenklatur PMKS, yaitu : Anak korban Tindak Kekerasan, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Lanjut Usia Korban Tindak Kekerasan menjadi Korban Tindak Kekerasan saja. Anak Cacat dan Penyandang Cacat eks Penyakit Kronis digabung menjadi Penyandang Cacat saja Nomenklatur Masyarakat Yang Tinggal di Daerah Rawan Bencana dihilangkan Nomenklatur Eks Narapidana menjadi Bekas Warga Binaan Lembaga



Kemasyarakatan (BWBLK) Maksud dan Tujuan Maksud pembuatan Buku Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2008 adalah untuk menyajikan data dan informasi penyandang masalah kesejahteraan sosial secara nasional dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Tujuan : Tersedianya database Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Sebagai sumber referensi dalam perencanaan program pembangunan kesos Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan BAB II PENGERTIAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) A. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial. Saat ini Departemen Sosial menangani 22 jenis PMKS, yaitu sebagai berikut : Anak Balita Telantar, adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial. Anak Telantar, adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-duanya sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial. Anak Nakal, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum. Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum. Wanita Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang wanita dewasa berusia 18-59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Korban Tindak Kekerasan, adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan



terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik. Lanjut Usia Telantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Penyandang Cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental. Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. 10. Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. 11. Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. 12. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK) adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal. 13. Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang. 14. Keluarga Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan. 15. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratanyang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial. 16. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami -istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar . 17. Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan – kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas. 18. Korban Bencana Alam, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah



korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan atau lahan, kebakaran permukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industri (kecelakaan kerja). 19. Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. 20. Pekerja Migran Telantar, adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi telantar. 21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup telantar. 22. Keluarga Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Sumber Data Buku Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2008 disusun dengan sumber data : Dinas/ Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan jenis PMKS : Anak Balita Telantar, Anak Telantar, Anak Nakal, Anak Jalanan, Wanita Rawan Sosial Ekonomi, Korban Tindak Kekerasan, Lanjut Usia Telantar, Tuna Susila, Pengemis, Gelandangan, Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK), Korban Penyalahgunaan NAPZA, Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, Komunitas Adat Terpencil, Korban Bencana Alam, Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, Pekerja Migran Telantar, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), Keluarga Rentan. BPS, dengan jenis PMKS : Keluarga Fakir Miskin Penyandang Cacat dengan Klasifikasi International Classification of Funtioning (ICF) di 5 Provinsi : DKI Jakarta, Banten, DI. Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. BAB III METODOLOGI PENDATAAN Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dilakukan dengan metode survey dan sensus di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia yang dilakukan oleh masingmasing Dinas/Instansi Sosial Provinsi yang berwenang dalam pendataan PMKS. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam Pengumpulan data PMKS adalah : A. Pendekatan Keluarga Pendekatan secara keluarga dilakukan untuk menjaring data 8 (delapan) jenis PMKS, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Wilayah pendataan per desa/kelurahan dibagi habis kepada semua petugas pendata Melakukan identifikasi nama dan jumlah keluarga pada masing-masing Rukun Tetangga (RT) untuk menghindari responden ganda atau yang tidak terdata.



Pendataan dilakukan secara sensus dari “rumah ke rumah” dengan sasaran responden kepala keluarga atau yang mewakili. Untuk 8 (delapan) jenis PMKS ini terdiri dari : Anak Balita Telantar Anak Telantar Wanita Rawan Sosial Ekonomi Lanjut Usia Telantar Penyandang Cacat Keluarga Fakir Miskin Keluarga yang Tinggal di Rumah Tak Layak Huni Keluarga Rentan Pendekatan Kelembagaan Pada pendekatan kelembagaan sumber data atau responden adalah instansi sosial di tingkat kabupaten/kota, dan dilakukan rekapitulasi oleh dinas/instansi sosial provinsi. Pendekatan kelembagaan ini untuk menjaring data 14 jenis PMKS, dilakukan dengan cara sebagai berikut : Melakukan pendekatan dengan Dinas/Instansi Sosial, Instansi terkait setempat untuk memperoleh informasi awal mengenai jumlah dan lokasi keberadaan lembaga terkait yang ada di desa/kelurahan wilayah tugas pendata Setelah diperoleh informasi awal, petugas melakukan Pendataan secara langsung PMKS terkait Untuk 14 (empat belas) jenis PMKS ini terdiri dari : Anak Nakal Anak Jalanan Korban Tindak Kekerasan/Diperlakukan Salah Tuna Susila Pengemis Gelandangan Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK) Korban Penyalahgunaan Napza Komunitas Adat Terpencil 10. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis 11. Korban Bencana Alam 12. Korban Bencana Sosial 13. Pekerja Migran Bermasalah Sosial 14. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Proses Pengumpulan dan Pengolahan Data Proses Pengumpulan dan pengolahan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dilakukan dengan metode survey dan sensus di seluruh kabupaten/Kota di Indonesia sebagai berikut : Pendataan pada responden untuk 22 jenis PMKS sesuai dengan pendekatan yang digunakan pada tingkat desa/kelurahan dilakukan oleh petugas pendata dari Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota selanjutnya pengolahan data dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota



masing-masing. Kemudian Pengolahan data dari tingkat Kabupaten/Kota dilakukan di Dinas/Instansi Sosial Provinsi sehingga tersedia rekapitulasi data PMKS tingkat Provinsi Selanjutnya dilakukan pengolahan data (tabulasi) di tingkat pusat yang berasal dari rekapitulasi data PMKS tingkat Provinsi. BAB IV REKAPITULASI DAN DISTRIBUSI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) Rekapitulasi PMKS hasil pendataan dari masing-masing Provinsi, kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel data. Secara umum Penyebaran jumlah PMKS dideskripsikan lebih besar di Pulau Jawa hal ini wajar mengingat distribusi penduduk Indonesia lebih besar di Pulau Jawa kondisi ini sejalan dengan data kepadatan penduduk menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi adalah Pulau Jawa. Data ini dapat diinterpretasikan bahwa permasalahan sosial merupakan salah satu akibat dari perubahan sosial ternyata menimbulkan akibat atau dampak pada tumbuh dan berkembangnya permasalahan sosial pada tingkat lokal. Total Kabupaten/Kota yang dilakukan pendataan PMKS di seluruh Indonesia adalah 465 Kabupaten/Kota. Berdasarkan rasio jumlah kabupaten terhadap kota maka jumlah PMKS secara keselurahan lebih banyak terdapat di kabupaten. REKAPITULASI JUMLAH PMKS TINGKAT NASIONAL PER JENIS PMKS TAHUN 2008 NO JENIS PMKS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22



Anak Balita Terlantar Anak Terlantar Anak Nakal Anak Jalanan Wanita Rawan Sosial Ekonomi Korban Tindak Kekerasan Lanjut Usia Terlantar Penyandang Cacat Tuna Susila Pengemis Gelandangan Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan Korban Penyalahgunaan NAPZA Keluarga Fakir Miskin Keluarga Tinggal di Rumah Tak Layak Huni Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis Komunitas Adat Terpencil Korban Bencana Alam Korban Bencan Sosial Pekerja Migran Terlantar Orang dengan HIV/AIDS Keluarga Rentan



SINGKATAN JUMLAHSATUAN ABT AT AN AJ WRSE KTK LUT PACA TS PNG GLD BWBLK NAPZA KFM RTLH KBSP KAT KBA KBS PMT ODHA RENTAN



299.127Jiwa 2.250.152Jiwa 198.578Jiwa 109.454Jiwa 1.177.768Jiwa 190.927Jiwa 1.644.002Jiwa 1.544.184Jiwa 63.661Jiwa 35.057Jiwa 25.169Jiwa 115.820Jiwa 80.269Jiwa 3.274.060KK 2.456.521KK 352.908Jiwa 280.352Jiwa 1.608.829Jiwa 258.056Jiwa 142.554Jiwa 11.483Jiwa 1.885.014KK



Keluarga Miskin ~Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hakhak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal. Kriteria Gakin menurut BKKBN :keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan alasan ekonomi. 1. Enam indikator penentu kemiskinan tersebut adalah:Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih 2. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian 3. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah 4. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor 5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru 6. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi untuk tiap penghuni Sedangkan kriteria keluarga miskin menurut BPS menggunakan pendekatan basic needs, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Batas kecukupan pangan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk makanan yang memenuhi kebutuhan minimum energi 2100 kalori perkapita perhari. Batas kecukupan non makanan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk non makanan yang memenuhi kebutuhan minimumseperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dll. Data Demografi http://profilwilayah.kotabogor.go.id/index.php/data-demografi-kecamatan-bogor-timur Data Jumlah Penduduk:



a.



WNI ASLI/Pribumi



b.



Warga Negara Asing



1. Total Jumlah Penduduk (Per RT, RW) 2. Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 3. Data Penduduk Berdasarkan Agama 4. Data Penduduk Berdasarkan Usia 5. Data Penduduk Berdasarkan Pendidikan 6. Data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 7. Data Penduduk per Tahun Data Perkembangan Penduduk per Bulan : 1. Penduduk Lahir 2. Penduduk 3. Penduduk 4. Penduduk Pindah