Keperawatan Dasar Profesional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL (KDP) ASKEP NYERI DAN KENYAMANAN



Disusun Oleh: Ayu Oktaviani 20161660066



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2021



1.1 Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu: 1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh. 2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial. 3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. 4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat lebih memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, dukungan dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). 1. Gangguan Rasa Nyaman a. Definsi gangguan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan emosional (SDKI PPNI, 2016). b. Penyebab gangguan rasa nyaman: 1) Gejala penyakit 2) Kurang pengendalian situasional/lingkungan 3) Ketidakadekuatan sumber daya 4) Kurangnya privasi 5) Gangguan stimulus lingkungan 6) Efek samping terapi (misal medikasi, radiasi dan kemoterapi)



c. Gejala dan tanda mayor Subjektif: Mengeluh tidak nyaman Objektif: Gelisah d. Gejala dan tanda minor Subjektif: 1) Mengeluh sulit tidur dan mengeluh lelah 2) Tidak mampu rileks 3) Mengeluh kedinginan/kepanasan 4) Merasa gatal 5) Mengeluh mual Objektif: 1) Menunjukkan gejala distres 2) Tampak merintih/menangis 3) Pola eleminasi berubah 4) Postur tubuh berubah 5) Iritabilitas e. Kondisi klinis terkait: 1) Penyakit kronis dan Keganasan 2) Distres psikologis, Kehamilan (SDKI PPNI, 2016).



2. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri a. Pengertian nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2016).



Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, presepsi nyeri seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman dan status emosionalnya. Presepsi nyeri bersifat sangat pribadi dan subjektif. Oleh karena itu, suatu rangsang yang sama dapat dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda bahkan suatu rangsang yang sama dapat dirasakan berbeda oleh satu orang karena keadaan emosionalnya yang berbeda. b. Fisiologi nyeri Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, presepsi, dan relaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). c. Klasifikasi nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri Akut



Nyeri Kronis



Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari kurang 3 bulan. Penyebab nyeri akut antara lain:



Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.



1) Agen pencedera fisiologis (mis:



1) Kondisi muskuloskeletal kronis



inflamasi, iskemia, meoplasma)



2) Kerusakan sistem saraf



2) Agen pencedera kimiawi (mis:



3) Penekanan saraf



terbakar, bahan kimia iritan)



4) Infiltrasi tumor



Penyebab nyeri kronis antara lain:



3) Agen pencedera fisik (mis: abses,



5) Ketidakseimbangan neuromedulator,



amputasi, terbakar, terpotong,



dan reseptor



mengangkat berat, prosedur operasi,



6) Gangguan imunitas (mis: neuropati



trauma, latihan fisik berlebihan)



terkait HIV, virus vericella-zoster) 7) Gangguan fungsi metabolik 8) Riwayat posisi kerja statis 9) Peningkatan indeks massa tubuh 10) Kondisi pasca trauma 11) Tekanan emosional 12) Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual) 13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat.



d. Respons terhadap nyeri Reaksi terhadap nyeri terdiri atas respons fisiologis, psikologis, dan perilaku yang terjadi setelah mempresepsikan nyeri. 1) Reaksi fisiologis Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi “flight-ataufight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respons fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).



2) Reaksi psikologis Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien tentang nyeri. Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah atau frustasi. Sebaliknya, bagi klien yang memiliki presepsi yang “positif” cenderung menerima nyeri yang dialaminya (Zakiyah, 2015). 3) Respons perilaku Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai respons perilaku terhadap nyeri. Respons tersebut seperti: menkerutkan dahi, gelisah, memalingkan wajah ketika diajak bicara (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016)



e. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri 1) Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anakanak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki risiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif. 2) Jenis kelamin Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. 3) Makna nyeri



Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. 4) Ansietas Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius 5) Gaya koping Individu yang memiliki lokus kendali internal mempresepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempresepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa. 6) Keletihan Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi nyeri. 7) Pengalaman sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang. 8) Dukungan keluarga dan social Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).



f. Efek yang ditimbulkan oleh nyeri Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam perkembangannya akan mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo, 2017). 1) Tanda dan gejala Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). 2) Efek fisik a) Nyeri akut Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek



yang



membahayakan



disebabkannya.



Selain



diluar



ketidaknyamanan



yang



merasakan



ketidaknyamanan



dan



mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung mereda dapat memengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler,gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017). b) Nyeri kronis Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek negatif dan merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor (Andarmoyo, 2017) 3) Efek perilaku Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari



percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). 4) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016) g. Penanganan nyeri 1) Penanganan nyeri farmakologis a) Analgesik narkotik Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status pernapasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). b) Analgesik non narkotik Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016) 2) Penanganan nyeri non farmakologis a) Distraksi Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri.



Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut jenis-jenis teknik distraksi: 1. Distraksi visual/penglihatan Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan. 2. Distraksi audio/pendengaran Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan melalui organ pendengaran. 3. Distraksi intelektual Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang pasien miliki (Andarmoyo, 2017). b) Relaksasi Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga dapat



digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017). c) Imajinasi terbimbing Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup matanya (Andarmoyo, 2017). h. Pengukuran nyeri 1) Skala penilaian numerik Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 010. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.



Keterangan: 0 1 2 3 4 5



Tidak ada nyeri (merasa normal). Nyeri hampir tidak terasa (nyeri sangat ringan). Sebagian besar tidak pernah berfikir tentang rasa sakit, seperti gigitan nyamuk. Tidak menyenangkan. Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit. Bisa ditoleransi. Nyeri sangat terasa, seperti suntikan oleh dokter. Menyedihkan. Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah. Sangat menyedihkan. Kuat dalam, nyeri yang menusuk, seperti kaki terkilir.



6



Intens. Kuat dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampak memengaruhi sebagian indra, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu. 7 Sakit intens. Sama seperti skala 6, rasa sakit benar-benar mendominasi indra, tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu melakukan perawatan diri. 8 Benar – benar mengerikan. Nyeri sangat kuat dan sangat mengganggu sampai sering mengalami perubahan perilaku jika nyeri terjadi 9 Menyiksa tak tertahankan. Nyeri sangat kuat, tidak bisa ditoleransi dengan terapi 10 Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan. Nyeri sangat berat sampai tidak sadarkan diri Skala Nyeri 1-3



Interpretasi



Grade Nyeri ringan



Nyeri bisa ditoleransi dengan baik/tidak



mengganggu



aktivitas 4-6



Nyeri sedang



Mengganggu aktivitas fisik.



7-9



Nyeri berat



Tidak



mampu



melakukan



aktivitas secara mandiri 10



Nyeri sangat berat



Malignan/nyeri sangat hebat dan tidak berkurang dengan terapi/obat-obatan nyeri



dan



tidak



pereda dapat



melakukan aktivitas.



1.2 Diagnosis Keperawatan Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul berhubungan dengan gangguan rasa nyaman nyeri adalah : 1) Nyeri dan Kenyamanan: Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik: Trauma Nyeri akut: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan



jaringan



aktual/fungsional,



dengan



onset



mendadak/lambat



berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.



dan



1.3 Perencanaan/Intervensi Keperawatan Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain: a. Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu. b. Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktivitas fisik yang diperlukan untuk penyembuhan (misal: batuk dan napas dalam, ambulasi). c. Mencegah timbulnya gangguan tidur (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).



Diagnosis keperawatan 1. Nyeri akut , intervensi utama: a. Manajemen nyeri b. Pemberian analgesik



Intervensi Utama Manajemen nyeri, yaitu mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. Observasi: 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi respons nyeri non verbal. 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri. 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri. 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup. 8) Monitor keberhasilan



Intervensi Pendukung 1) Dukungan pengungkapan kebutuhan. 2) Edukasi efek samping obat. 3) Edukasi manajemen nyeri. 4) Edukasi proses penyakit. 5) Edukasi teknik napas 6) Manajemen kenyamanan lingkungan. 7) Pemantauan nyeri. 8) Pemberian obat. 9) Pengaturan posisi. 10) Teknik distraksi 11) Teknik relaksasi 12) Teknik imajinasi terbimbing.



terapi komplementer yang sudah diberikan. 9) Monitor efek samping penggunaan analgetik. Terapeutik: 1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis: TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain), teknik distraksi dan teknik relaksasi. 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3) Fasilitasi istirahat & tidur. 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi: 1) Jelaskan penyebab, metode, dan pemicu nyeri. 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri. 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi: 1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



1.4 WOC



2.1 Pengkajian A. Identitas Tn. A (55 tahun), sudah menikah, suku jawa, beragama islam, lulusan SMP, bekerja sebagai karyawan swasta, alamat lumbang rejo prigen pasuruan dan nomer register 0041xxxx. Klien di rawat dengan diagnosa medis CF Tibia Fibula 1/3 distal. B. Keluhan Utama Klien mengatakan kaki kanannya terasa nyeri. C. Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengatakan pada tanggal 28 Desember 2019 jam 21:00 klien mengalami kecelakaan tabrak lari dan mengalami patah tulang pada bagian kaki sebelah kanan, lalu di bawa ke IGD RSUD Bangil Pasuruan, kemudian pada tanggal 31 desember 2019 jam 09:30 klien di oprasi, selesai oprasi klien di pindahkan di ruang Melati pada jam 18:30, pada saat pengkajian klien mengatakan nyeri pada area post op dan kaki bengkak, ekspresi wajah menyeringai. P : Nyeri pada kaki kanan karena Post op Q : Rasanya seperti terbakar dan berdenyut. R : Luka pada kaki kanan Tibia Fibula distal. S : Skala nyeri 7 T : Sering di rasakan pada saat beraktifitas dan bangun tidur. Masalah keperawatan : Nyeri Akut c) Riwayat Kesehatan Sebelumnya Klien mengatakan mempunyai riwayat Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. Klien tidak pernah oprasi sebelumnya dan tidak ada alergi. d) Riwayat Kesehatan Keluarga



Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit Hipertensi. e) Lingkungan Tempat Tinggal Klien mengatakan lingkungan rumah bersih, vintilasi rumah cukup. f) Kebiasaan yang Mempengaruhi Kesehatan Klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan klien tidak merokok. g) Status Cairan dan Nutrisi Nafsu makan sebelum sakit tidak teratur (2x1 porsi habis), saat sakit teratur (3x1 porsi), jenis minuman sebelumnya air putih sebanyak 1200cc/hari, berat badan sebelum sakit 75, saat sakit 75, klien tidak ada pantangan makanan, menu makanan sebelum sakit nasi putih, saat sakit nasi putih, ikan dan sayur. 2.2 Genogram



2.3 Pengkajian Persistem A. Sistem Penafasan (Breathing / B1) Pada inspeksi di temukan bentuk dada normal, susunan tulang belakang normal, pola nafas teratur, jenis vesikuler, tidak ada alat bantu nafas , tidak ada nyeri dada saat bernafas, tidak ada batuk dan sesak napas. Pada palpasi vokal fremitus kanan dan kiri sama. Pada perkusi di temukan suara perkusi thorax resonan. Pada auskultasi tidak ada suara nafas tambahan pada seluruh lapang paru. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan



B. Sistem Kardiovaskuler (B2 / Blood ) Tidak ada nyeri dada, irama jantung teratur dengan palpasi kuat posisi midclavicula v ukuran 1cm, bunyi jantung s1 dan s2 tunggal, tisak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada sianosis , tidak ada clubbing finger, JVP normal. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan C. Sistem Persyarafan (B3 / Brain ) Kesadaran composmentis, GCS : 4-5-6, orientasi baik, klien kooperatif, tidak ada kejang, tidak ada kaku kuduk, tidak ada Brudzinsky, tidak ada nyeri kepala, tidak ada pusing, istirahat/tidur siang 3 jam/hari, malam 6 jam/hari, tidak ada kelainan nervus cranial, pupil isokor, reflek cahaya : +/+ (normal). Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan D. Sis Bentuk alat kelamin normal, alat kelamin bersih, frekuensi berkemih 4-5 x/hari teratur, jumlah 1100/24 jam, bau khas, warna kuning jernih, tempat yang di gunakan urine bag, menggunakan alat bantu keteter. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan tem Urinaria (B4 / Bladder ) E. Sistem Pencernaan (B5 / Bowel ) Mulut bersih, mukosa bibir lembab, bentuk bibir normal, gigi bersih, kebiasaan gosok gigi 2x/hari, tenggorokantidak ada kesulitan menelan, tidak ada kemerahan, tidak ada pembesaran tonsil, tidak ada nyeri abdomen, kebiasaan bab 1 x/hari, konsistensi padat, warna coklat, bau khas, tempat yg digunakan toilet, peristaltic 12x/menit, bising usus mengalami penurunan karena anestesi, tidak ada masalah eliminasi elvi. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan



F. Sistem Muskuloskeletal dan Integrumen (B6) Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM) terbatas, kekuatan otot : ekstermitas kanan 5/2 sedangkan ekstermitas kiri 5/5, terdapat fraktur pada kaki kanan Tibia Fibula 1/3 distal, tidak ada dislokasi, luka ada pada lokasi kaki kanan, akral hangat, lembab, turgor baik, CRT < 3 detik, oedema ada pada luka post op, kulit bersih, kemampuan melakukan ADL prsial seperti klien mau duduk setelah berbaring dan mau ke kamar mandi di bantu keluarga, warna kulit sawo matang. Masalah keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik



G. (B7) Sistem Pengindraan Konjungtiva tidak anemis, sclera normal putih, palpebral normal, tidak ada strabismus, ketajaman penglihatan normal, tidak ada alat bantu penglihatan, hidung normal, mukosa hidung lembab, tidak ada secret, ketajaman penciuman normal, tidak ada kelainan, bentuk telinga normal,, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada keluhan, ketajaman pendengaran normal, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, perasa manis, pahit, asam, asin, peraba normal. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan



H. (B8) Sistem Endokrin dan Kelenjar limfe Tidak ada pembesaran kelanjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar kelenjar parotis, tidak ada luka gangrene. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan I. Data Psikososial 1. Gambaran diri/citra diri Klien berharap cepat sembuh, klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya, klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang kurang disukai dan klien sangat sedih jika salah satu bagian tubuhnya hilang 2. Identitas Klien berstatus sebagai ayah dan kepala keluarga didalam keluarga, klien mengatakan puas sebagai ayah, klien mengatakan puas sebagai laki-laki. 3. Peran Klien mengatakan sudah dihargai sebagai ayah dan klien mengatakan mampu melakukan tugasnya sebagai ayah dan kepala keluarga. 4. Ideal diri Klien mengatakan ingin kembali beraktivitas seperti biasanya, klien berstatus sebagai ayah dan kepala keluarga, keluarga klien selalu mendukung dalam proses kesembuhannya, masyarakat mau menerima kondisinya dan tidak menjauhinya, teman kerjanya mau menerima keadaannya dan klien berharap penyakitnya segera sembuh. 5. Harga diri Tanggapan klien terhadap harga dirinya baik.



6. Data social Klien berhubungan baik dengan keluarga, klien berhubungan baik dengan klien lain, keluarga sangat mendukung klien dan klien sangat kooperatif ketika diajak berinteraksi. Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan J. Data Spiritual Klien mengatakan Allah adalah satu-satunya penguasa kehidupan, klien mengatakan sumber kekuatan adalah berdoa dan sholat, klien mengatakan ritual agama yang bermakna adalah sholat dan berdoa, klien mengatakan menggunakan sarung ketika melakukan ritual, klien yakin penyakit yang dideritanya hanya ujian dan yakin akan sembuh dan klien berpersepsi penyakitnya dari Allah SWT. Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan



2.4 Data Penunjang



2.5 Analisa Data No



Data



Etiologi



Problem



1.



DS : Klien mengatakan nyeri pada luka



Agen pencedera fisik



Nyeri Akut



post op



(trauma)



P : nyeri pada kaki kanan karena post op Q : rasa seperti terbakar dan berdenyut



Fraktur



R : luka pada kaki kanan Tibia Fibula distal



Post opersi



S : Skala nyeri 7 T : sering di rasakan pada saat



Nyeri



beraktifitas dan bangun tidur DO : k/u cukup, kesadaran : Composmentis - Wajah px tampak menyeringai TTV : TD = 140/80 mmhg N = 80 x/mnt S = 36,2 c RR = 20 x/mnt 2.



DS : Klien mengatakan sulit untuk



Post op adanya luka



Hambatan Mobilitas



beraktifitas dan tidak bisa menggerakkan



insisi



Fisik



kaki kanan nya. DO :



Terputusnya jaringan



- k/u cukup - GCS 4-5-6



Kerusakan jaringan



- ADL persial seperti px mau ke kamar mandi dan duduk setelah berbaring dari tempat tidur.



Kerusakan sel



- Post op hari ke 2 - Kekuatan otot 5 5 2



Merangsang reseptor



5



nyeri



Nyeri



Hambatan Mobilitas Fisik



2.6 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri Akut b.d trauma jaringan, post operative fracture 2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi). 2.7 Intervensi Keperawatan No. 1.



Tujuan/kriteria hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri px berkurang



Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya. 2. Kaji skala nyeri dan



Rasional 1. Meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat.



dengan Kriteria hasil :



karakteristik alokasi



1. Px mampu menjelaskan



termasuk kualitas



tingkat nyeri dan



frekuensi nyeri.



menentukan



kembali tentang nyeri nya. 2. Px mau melakukan teknik distraksi dan relaksasi. 3. Px mampu/dapat



3. Pantau tingkat nyeri klien (lokasi, karakteristik dan durasi)



2. untuk mengetahui



tindakan selanjutnya. 3. Mengevaluasi



mendemonstrasikan ulang



serta respon verbal dan



tingkat nyeri klien



tentang teknik distraksi dan



non verbal pada klien



dapat mendeteksi



relaksasi



yang mengisyaratkan



gejala dini yang



nyeri.



timbul sehingga



4. – skala nyeri berkurang dari skala 7- menjadi 3. TTV dalam



perawat dapat



batas normal. TD : 140/80



4. Mengajarkan pada klien



memilih tindakan



mmhg S : 36,2 c Nadi : 88



cara pengurangan nyeri



keperawatan dan



x/menit RR : 20 x/menit



dengan teknik relaksasi



mengkaji respon



dan distraksi.



verbal dan non



5. Monitor TTV



verbal klien dapat



6. Lakukan Kolaborasi



diketahui



dengan tim medisuntuk



intervensi kita



pemberian obat



berhasil atau tidak.



analgesic



4. Teknik nafas dalam dan mengalihkan nyeri mampu menstimulus otak terhadap nyeri sehingga mengurangi nyeri. 5. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat serta untuk mengetahui perkembangan pasien. 6. Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri



2.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam



1. Observasi keterbatasan



1. Dengan observasi



gerak klien dan catat



dapat diketahui seberapa jauh



diharapkan hambatan mobilitas



respon klien terhadap



tingkat perubahan



fisik teratasi dengan Kriteria hasil



immobilisasi.



fisik klien



2. Anjurkan klien untuk 1. Px mampu menjelaskan



(keterbatasan



berpartisipasi dalam



gerak) dan



kembali tentang mobilisasi



aktivitas dan



bagaimana respon /



fisik.



pertahankan stimulasi



persepsi klien



lingkungan antara lain



tentang gambaran



TV, Radio dan surat



dirinya.



2. Px mau melakukan mobilisasi fisik. 3. Px mampu/dapat mendemonstrasikan ulang tentang mobilisasi fisik. 4. TTV dalam batas normal TD : 140/80 mmhg S : 36,2 c



kabar. 3. Ajarkan pada klien



2. Dapat memberi kesempatan pasien



untuk berlatih secara



untuk



aktif / pasif dari latihan



mengeluarkan



ROM.



energi,



4. Monitor tekanan darah



memfokuskan



Nadi : 88 x/menit



dan catat masalah sakit



perhatian,



RR : 20 x/menit



kepala.



meningkatkan



5. Konsultasikan dangan



rangsangan kontrol



ahli terapi fisik /



diri pasien dan



spesialis, rehabilitasi.



membantu dalam menurunkan isolasi sosial. 3. Dapat menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan gerakan sendi dapat mencegah kontraktur. 4. Hipertensi postural adalah masalah umum yang



mengurangi bedrest lama dan memerlukan tindakan khusus. 5. Konsultasi dengan ahli terapi / spesialis rehabilitasi dapat menciptakan program aktivitas, latihan individu