Keratitis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Dby
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KERATITIS



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB I (Askep Sistem Penglihatan) Dosen Pengampu: Damon Wicaksi, SST, M.Kes



Oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Bela Mutiara Aprilianti Deby Aprilia Wulandari Devi Nurul Aisyah Dewi Novita Sari Riza Nur Fadilah Susi Wulandari



( NIM. 17037140991) ( NIM. 17037140992) ( NIM. 17037140995) ( NIM. 17037140999) ( NIM. 17037141031) ( NIM. 17037141041)



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN UNIVERSITAS BONDOWOSO 2018 KATA PENGANTAR



1



Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat serta karunia-Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I (Askep Sistem Penglihatan) dalam Keperawatan dengan baik. Tugas ni disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I (Askep Sistem Penglihatan) yang menjadi salah satu mata kuliah wajib di Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso. Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin megucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes sebagai Ketua Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso; 2. Bapak Damon Wicaksi, SST, M.Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah KMB I (Askep Sistem Penglihatan) 3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini. Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini.



Bondowoso, 18 Oktober 2018



Penulis



2



DAFTAR ISI



COVER............................................................................................................ i KATA PENGANTAR...................................................................................... ii DAFTAR ISI....................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1 1.1.....................................................................................................................Latar Belakang Masalah....................................................................................... 1 1.2.....................................................................................................................Rum usan Masalah.............................................................................................. 2 1.3.....................................................................................................................Tujua n Umum...................................................................................................... 2 1.4.....................................................................................................................Tujua n Khusus..................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3 2.1. Definisi ..................................................................................................... 3 2.2. Etiologi...................................................................................................... 3 2.3. Klasifikasi.................................................................................................. 4 2.4. Patofisiologi .............................................................................................. 6 2.5. Tanda dan Gejala ....................................................................................... 7 2.6. Komplikasi................................................................................................. 8 2.7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang......................................................... 9 2.8. Penatalaksanaan.........................................................................................10 2.9. Clinical Pathways......................................................................................10 210. Asuhan Keperawatan................................................................................12 BAB III PENUTUP.........................................................................................24 3.1.....................................................................................................................Kesi mpulan........................................................................................................24 3.2.....................................................................................................................Saran ....................................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................25



3



4



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Keratitis adalah kasus yang serius dan amat berpotensi menyebabkan kehilangan penglihatan yang permanen, sikatrix pada kornea dan kekeruhan karena kehilangan kejernihan setelah reaksi peradangan menghilang. Keratitis terjadi oleh berbagai sebab tetapi sejauh ini penyebab yang sering adalah infeksi. Selain infeksi bakteri, virus herpes simpleks juga penyebab tersering keratitis. Biasanya virus ini datang tiba-tiba terkadang bersamaan dengan sexual transmitted disease, saat terserang demam ataupun infeksi tenggorokan. Biasanya kasus yang disebabkan virus ini terjadi karena ada riwayat kontak dengan virus ini pada waktu yang terdahulu dan oleh karena itu virus ini bersifat dormant maka infeksi akan timbul saat sistem imun seseorang terganggu.(Skuta at al, 2008) Keratitis amat sering menyebabkan kebutaan maka diagnosa dan penanganan yang tepat harus segera dilakukan. Terlambat mendiagnosa dan memberikan penanganan akan berakibat buruk pada kasus ini.Keratitis tersebar luas di belahan dunia karena bersifat emergensi dan berhubungan dengan aktifitas sehari-ha(Kanski, JJ, 2005) Seiring dengan kemajuan tekhnologi, penyebab keratitis terbanyak disebabkan oleh pemakaian lensa kontak. Lensa kontak yang menyebabkan keratitis meningkat sepanjang tahun dari 0% pada tahun 1960 menjadi 52% pada tahun 1990. Di Amerika serikat sekitar 19-42% menderita keratitis disebabkan lensa kontak. Berikut ini insidensi keratitis per 100. 000 penduduk pada negara: Amerika Serikat 11 , Nepal 799 , di Bhutan 339 dan Burma 710. Sedangkan Insidensi keratitis di Indonesia pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100. 000 penduduk. (Mravicic, 2012)



1.2. 1. 2. 3. 4.



Rumusan Masalah Apakah definisi penyakit Keratitis ? Apakah etiologi penyakit Keratitis ? Apakah klasifikasi penyakit Keratitis ? Bagaimana patofisiologi penyakit Keratitis ? 1



5. Bagaimana tanda dan gejala penyakit Keratitis ? 6. Bagaimana komplikasi penyakit Keratitis ? 7. Bagaimana pemeriksaan khusus dan penunjang penyakit Keratitis ? 8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Keratitis ? 9. Bagaimana clinical phatway penyakit Keratitis ? 10. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit Keratitis 1.3. Tujuan Umum Memahami tentang asuhan keperawatan penyakit Keratitis. 1.4. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui definisi penyakit Keratitis; 2. Untuk mengetahui etiologi penyakit Keratitis; 3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Keratitis; 4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Keratitis; 5. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit Keratitis; 6. Untuk mengetahui komplikasi penyakit Keratitis; 7. Untuk mengetahui pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang penyakit Keratitis; 8. Untuk mengrtahui penatalaksanaan penyakit Keratitis; 9. Untuk mengetahui clinical pathway penyakit Keratitis; 10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit Keratitis.



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Keratitis adalah peradangan kornea yang disebabkan oleh iritasi pada mata, kekurangan vit. A dan infeksi virus, bakteri, jamur yang dapat mengakibatkan keruhnya kornea dan menurunkan



tajam penglihatan.



(Roderick et al, 2009). Keratitis adalah peradangan pada kornea yang dapat disebabkan karena infeksi agen mikroba dan pemajanan yang menyebabkan iritasi pada mata. Keratitis Mikrobial terjadi diakibatkan adanya abrasi pada kornea mata yag menjadi pintu masuk infeksi pada kornea oleh berbagai organisme



2



bakteri, virus, jamur atau parasit. Keratitis Pemajanan terjadi apabila kornea mengalami kekeringan disebabkan kurangnya kelembaban pada kornea dan penurunan fungsi kelopak mata. Pemajanan kornea dapat disebabkan oleh kelumpuhan area wajah (paresis saraf fasialis) dan pada klien koma atau dalam pengaruh anestesi. Kekeringan kornea dapat menyebabkan ulkus pada kornea dan terjadi infeksi sekunder. 2.2. Etiologi Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya (Ilyas, 2004) : 1. Virus 2. Bakteri 3. Jamur 4. Kekurangan vitamin A 5. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari dan terkena aparan cahaya kuat lain seperti pengelasan 6. Iritasi pada mata yang disebabkan masuknya benda asing (corpus alienum) atau penggunaan lensa kontak yang berlebihan. 7. Mata kering yang disebabkan gangguan pembentukan air mata atau adanya robekan pada kelopak mata 8. Reaksi akibat paparan debu, polusi, serbuk sari, atau penggunaan kosmetik dan obat tetes mata 9. Efek samping obat. 10. Gangguan nervus trigeminus k. Hipersensitivitas 2.3. Klasifikasi Menurut Biswell (2010), keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal: a. Berdasarkan lapisan yang terkena 1) Keratitis Pungtata Keratitis pungtata adalah keratitis yang mengenai lapisan superfisial dan subepitel pada kornea dan berbentuk infiltrat halus pada kornea (Ilyas, 2004). Faktor penyebab Keratitis Pungtata tidak spesifik dan dapat terjadi akibat infeksi Herpes simpleks, Herpes



3



zoster, Blefaritis neuroparalitik, vaksinasi, trakoma, mata kering (dry eye), trauma, radiasi, keracunan obat seperti neomisin dan tobramisin 2) Keratitis Marginal Keratitis Marginal merupakan keratitis dengan infiltrasi subtrat terdapat pada bagian tepi kornea sejajar dengan limbus. Infeksi konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya keratitis marginal atau keratitis kataral. Keratitis marginal biasanya terdapat pada pasien paruh baya dengan adanya riwayat blefarokonjungtivitis (Ilyas, 2004). Penyebabnya yaitu Strepcoccus pneumonie, Moraxella lacunata, Hemophilus aegepty, dan Esrichia 3) Keratitis Interstisial Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana infeksi keratitis diikuti oleh infiltrasi pembuluh darah ke dalam kornea yang dapat menyebabkan transparansi kornea berkurang dan akhirnya menjadi keruh. Keratitis interstitial dapat menyebabkan komplikasi kebutaan pada. Keratitis Interstisial terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas, 2004). Faktor penyebab paling sering dari keratitis interstitial adalah sifilis kongenital. Keratitis yang disebabkan oleh sifilis kongenital biasanya ditandai dengan tanda trias Hutchinson yaitu terjadi keratitis interstisial pada mata, tuli labirin pada telinga, dan gigi seriberbentuk obeng, sadlenose, dan pemeriksaan serologis yang positif terhadap sifilis (Hollwich, 1993). b. Berdasarkan penyebabnya 1) Keratitis Bakteri Keratitis



yang



disebabkan



oleh



infeksi



bakteri



dapat



menyebabkan komplikasi yang mengancam penglihatan. Hal ini disebabkan proses nyerinya terjadi cepat dan disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan adanya penurunan visus, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion yang sering terjadi pada pasien dengan ulkus kornea bakterial. Penggunaan lensa kontak, obat



4



kortikosteroid dan grafting kornea yang terinfeksi dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri. Streptococcus



pneumonia



merupakan



penyebab



umum



keratitis bakteri di banyak bagian di dunia. Bakteri lain yang menjadi yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-hemolyticus, S. epidermidis,



Pseudomonas



aeruginosa,



Moraxella



liquefaciens,



Mycobacterium fortuitum,., Haemophilus influenza, Neiseria sp, Corynebacterium dhiptheriae, merupakan agen berbahaya karena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang terinfeksi. Manifestasi klinis pada keratitis bakteri sulit untuk ditentukan jenis bakteri yang menjadi penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen menjadi tanda khas untuk infeksi yang disebabkan P. aerogenosa. Ulkus kornea padakeratitis bakteri terletak di sentral, namun beberapa dapat terbentuk di area perifer. 2) Kreatitis Jamur Keratitis jamur awalnya banyak terjadi di kalangan pekerja pertanian, namun semenjak pemakaian secara luas obat kortikosteroid dalam pengobatan mata, kasus ini juga banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan. Ulkus kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, yang masih mungkin timbul di daerah pertanian. Tanda pada keratitis jamur berupa adanya infiltrat kelabu, ,peradangan bola mata, hipopion, ulserasi superfisial dan lesi satelit (umumnya infiltrat terjadi di tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). 3) Kreatitis Virus Infeksi virus yang sering terjadi pada kornea disebabkan oleh infeksi Herpes simpleks virus (HSV). Virus herpes merupakan parasit obligat intraselular yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga mulut, rongga hidung, mata dan vagina. Penularan virus dapat terjadi melalui kontak langsung dengan cairan dan jaringan yang berasal dari mata, rongga mulut, rongga hidung, dan alat kelamin yang mengandung



5



virus (Ilyas, 2004). Pasien dengan HSV keratitis memiliki keluhan utama nyeri pada mata, mata merah, mata berair, penglihatan kabur, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan terutama jika terkena bagian pusat kornea (Ilyas, 2004). 4) Keratitis Acanthamoeba Keratitis yang disebabkan infeksi Acanthamoeba biasanya terkait dengan penggunaan lensa kontak (Dorland, 2002). Tanda gejala khas pada keratitis jenis ini adalah terdapat cincin stroma, ulkus kornea indolen, dan infiltrat perineural. Tanda gejala awal berupa hanya terbatas perubahan-perubahan yang semakin banyak ditemukan pada epitel kornea. Keratitis Acanthamoeba sering salah didiagnosis sebagai keratitis herpes (Biswell, 2010). 2.4. Patofisiologi Kornea berfungsi sebagai membran pelindung jaringan mata yang berbentuk uniform dan transparan sebagai jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea memiliki sifat tembus cahaya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens. keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea atau deturgesens dipertahankan oleh fungsi pelindung epitel. Epitel kornea merupakan pelindung yang efisien untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Epitel kornea terdiri dari satu lapis sel-sel pelapis permukaan posterior kornea yang tidak dapat diperbarui. Sel-sel ini berfungsi mempertahankan kejernihan optik kornea sebagai pompa cairan dan menjaga agar kornea tetap tipis dan basah. Jika sel-sel ini mengalami cedera atau abrasi, akan timbul edema dan penebalan kornea yang dapat menggangu tajam penglihatan (AAO, 2008) . Sistem imunitas sewaktu peradangan tidak dapat langsung datang karena kornea bersifat avaskular. Sel-sel yang terdapat di dalam stroma akan bekerja sebagai makrofag diikuti injeksi perikornea oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus. Hasil akhirnya terbentuk infiltrat, yang tampak berupa bercak kelabu, dengan permukaan yang licin dan berwarna keruh (Roderick et al, 2009).



6



Kerusakan pada sel epitel dapat menyebabkan ulkus kornea yang dapat menyebar ke dalam permukaan stroma. Toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar pada proses peradangan yang hebat. Peradangan pada iris dan badan siliar menimbulkan kekeruhan pada cairan COA (camera occuli anterior), diikuti terbentuknya hipopion yaitu akumulasi sel darah putih (pus) di ruang anterior mata (Roderick et al, 2009). Apabila peradangan terus menyebar ke bagian dalam tanpa mengenai membran descement akan timbul tonjolan pada membran descement yang disebut descementocele atau



mata lalat. Penyembuhan keratitis dengan



peradangan yang dalam dapat menimbulkan jaringan parut berupa makula, nebula, atau leukoma (Roderick et al, 2009). 2.5. Tanda dan Gejala Mansjoer et al (2001) menyebutkan bahwa tanda gejala keratitis berupa adanya infiltrat pada kornea. Infiltrat dapat terbentuk di seluruh lapisan kornea. Gejala umum yang biasa terjadi adalah radang pada kelopak mata (bengkak), mata berair, mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan, sensitif terhadap cahaya. Menurut Smaltzer dan Bare (2001) tanda gejala yang timbul pada keratitis adalah adanya inflamasi bola mata yang jelas, cairan mukopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun, terasa benda asing di mata, ulserasi epitel, fotofobia dan dapat terjadi perforasi kornea. Keratitis biasanya digolongkan berdasarkan lapisan kornea yang terkena: yaitu keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma dan keratitis superfisialis



apabila



mengenai



lapisan



epitel



dan



bowman.keratitis



superfisialis dapat diklasifikasikan l;agi berdasarkan bentuk klinis yang muncul, antara lain adalah (Ilyas, 2004): 1. Keratitis punctata superfisialis: ditandai dengan adanya bintik-bintik putih pada permukaan kornea. Keratitis ini dapat disebabkan oleh blefaritis, paparan sinar ultraviolet, keratopati logaftalmus, sindrom dry eye, pemakaian lensa kontak, keracunan obat topical dan trauma kimia ringan.



7



2. Keratitis flikten : ditandai dengan adanya benjolan putih yang bermula di area limbus tetapi mempunyai kecenderungan



infiltrasi di area



kornea. 3. Keratitis sika : keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva yang menyebabkan kekeringan pada mata. 4. Keratitis lepra : biasa disebut keratitis neuroparalitik yaitu keratitis yang diakibatkan karena adanya gangguan trofik saraf. 5. Keratitis nummularis : berbentuk bercak putih bulat multiple pada permukaan kornea. Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah : 1) Keratitis sklerotikans yaitu kekeruhan kornea dengan bentuk segi tiga yang menyertai skleritis 2) Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital 2.6. Komplikasi Komplikasi keratitis yang perlu diwaspadai adalah penipisan kornea yang dapat menyebabkan perforasi kornea dan mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan (kebutaan) (Roderick et al, 2009). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya: 1. Ulkus kornea 2. Gangguan refraksi 3. Perforasi kornea 4. Glaukoma sekunder 5. Jaringan parut permanent 2.7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan keratitis menurut Ilyas (2004) adalah 1. Pemeriksaan visus/tajam penglihatan: Pemeriksaan visus dilakukan untuk mengetahui tingkat fungsi penglihatan pada masing masing mata secara terpisah.



8



2. Uji fluoresein: Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan pada epitel kornea yang diakibatkan erosi, keratitis epitelial. Hasil tes positif bila terlihat warna hijau pada defek epitel kornea. 3. Uji dry eye: Pemeriksaan kekeringan mata termasuk penilaian terhadap lapisan air mata (tear film), danau air mata (teak lake), dan uji break up time untuk mengetahui fungsi fisiologik film air mata yang melindungi kornea. 4. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea 5. Uji sensibilitas kornea: Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan dengan penyakit mata akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes simpleks atau akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster 6. Uji fistel: Untuk melihat adanya fistel atau kebocoran kornea akibat adanya perforasi kornea 7. Uji biakan dan sensitivitas: mengidentifikasi patogen penyebab keratitis 8. Uji plasido: mengidentitifikasi kelainan permukaan kornea Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan menurut (Roderick et al, 2009) 1. Tonometri digital palpasi Cara ini dilakukan bila pemeriksaan mata dengan tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada kasus infeksi kornea, sikatrik kornea dan kornea ireguler.



2. Ofthalmoskop Pemeriksaan ofthalmoskop dapat mengidentifikasi kelainan serabut retina, serat yang atropi, dan tanda lain seperti perdarahan peripapilar. 3. Keratometri Keratometri bertujuan untuk mengetahui tingkat kelengkungan kornea, secara subjektif juga dapat dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata dengan cara mengalihkan fokus kearah lateral bawah 2.8. Penatalaksanaan



9



Terapi yang dapat dilakukan pada pasien dengan keratitis menurut Tjay dan Rahardja (2007) adalah: 1. Pemberian antibiotik, air mata buatan. 2. Antivirus, anti inflamasi dan analgesik 3. Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15 mg/ml, seturoksim 50 mg/ml. 4. Terapi pada keratitis jamur berupa pemberian ekanazol 1% yang berspektum luas. 5. Pemberian sikloplegik untuk mengurangi nyeri akibat spasme siliar dan menghindari terbentuknya sinekia posterior 2.9. Clinical Pathways Penyebab: virus, bakteri, sinar uv, benda asing, efek samping obat, kosmetik



Hipersensitivitas, gang nervus trigeminus, kurang vit A, mata kering



Mengenai lapisan kornea Gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea



Inflamasi Terbentuknya infiltrasi, sel plasma, pada konjungtiva dan kornea



Kekeringan pada permukaan kornea



Penimbunan infiltrate dan kornea



Abrasi pada lapisan kornea



Kerusakan epitel kornea



Ulserasi kornea



Bradikinin nosiseptor



Keratitis



Mengganggu kejernihan dan kelengkungan korneavit A, mata kering



Cornu dorsalis medula spinalis



10



Menganggu pembiasan cahaya ke retina thalamus



Pandangan kabur



Korteks serebri



Penurunan fungsi penglihatan



Resiko cedera



Interpretasi nyeri Perubahan status kesehatan



Nyeri



Gangguan persepsi sensori



Kurang pengetahuan



Dapat menularkan pada orang lain



Ansietas



Resiko infeksi



2.10. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian Umum I. Identitas Klien 1. Nama



:



2. Umur



: Keratitis dapat terjadi pada semua usia



3. Jenis kelamin



:



4. Status



:



11



5. Agama



:



6. Suku/bangsa



:



7. Bahasa



:



8. Pendidikan



:



9. Pekerjaan



:



10. Alamat



:



11. Tanggal RMS



:



12. Diagnosa Medis



: Keratitis



II. Identitas Penanggung Jawab 1. Nama



:



2. Umur



:



3. Jenis Kelamin



:



4. Status



:



5. Agama



:



6. Pekerjaan



:



7. Alamat



:



III.



Riwayat Sakit Dan Kesehatan 1. Keluhan Utama   



Gangguan Penglihatan Mata sakit Lakrimasi



2. Riwayat penyakit sekarang      



Mata merah dan bengkak Merasa kelilipan Gangguan pnglihatan (Visus Menurun) Mata sakit,gatal,silau Fotofobi,lakrimasi,blefarospasme Adanya flikten/infiltrat pada kornea



3. Riwayat penyakit masa lalu 



Pernah menderita konjungtivitas / herpes



12







Trauma



4. Pemeriksaan fisik a.



Sebiinspeksi



   



Hiperemi pada konjungtiva Adanya flikten/infiltrat pada kornea Adanya lakrimasi Mata tampak merah dan bengkak



5. Pemeriksaan diagnostik     



IV.



Pemulasan fluorescen Uji schirmer Keratometer Fotokeratoskop Topografi



Rumusan Diagnosa Keperawatan 1) Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan tanda dengan;    



Visus menurun Silau Adanya flekten pada kornea Merasa kelilipan



Tujuan : Trauma tidak terjadi dengan kriteria:  



Visus kembali normal Tidak tampak luka trauma pada anggota tubuh



Intervensi 1. Tentukan tajam penglihatan pada kedua mata 13



Rasional: Kebutuhan individu dan pilih hanantar vensibervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. 2. Pertahankan posisi tempat tidur rendah,pagar tempat tidur tinggi dan bel di smaping tempat tidur Rasional : Memberi kenyamanan dan memungkinkan pasientopi meliobjek lebih mudah dan panggilan untuk petugas bila diperlukan 3. Singkirkan benda –benda yang dapat atur trauma Rasional: memberi pertentangan diri terhadap trauma . 4. Beritau pasien untuk tidak menggaruk mata. Rasional: Mencegah pengoprasian luka pada mata. 2) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi tanda dengan:    



Mata terasa sakit Mata merah dan bengkak Wajah meringis Tampak gelisah



Tujuan: Sakit teratasi dengan kriteria    



Rasa sakit pada mata berkurang Wajah tampak terang Tidak gelisah Mata tidak bengkak dan;



Intervensi 1. Kaji tingkat nyeri Rasional : Tingkat sakit dapat memberi marah untuk intervensi selanjutnya sesuai kebutuhan 2. Kaji pernyataan lisan dan non lisan nyeri Rasional:Ketidaksesuaian antara petunjuk lisan/ non-verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri kebutuhan/ keefektifan intervensi 3. Pasien digunakan teknik relaksasi misalnya:Latihan nafas dalam atau ajak cerita. Rasional:Memfokuskan



kembali perhatian ,meningkatkan rasa



kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 4. Kolaborasi untuk guru Analgetik Rasional: Analgetik ganti impuls nyeri sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan



14



3) Ansietas berhubungan dengan keadaan kurang pengetahuan tentang penyakitnya ditandai dengan:   



Pertanyaan mengenai kondisinya Tidak akurat mengikuti instruksi Takut dan gelisah



Tujuan: Ansietas teratasi dengan kriteria:   



Klien dapat mengerti kondisinya Berpartisipasi dalam program pengobatan Tampak rileks



Intervensi: 1. Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh. Rasional: membantu pengenala ansietas / takut dan membantu dalam melakukan intervensi 2. Dorong pasien untuk pengakuan dan menyatakan perasaanya Rasional: Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah identifikasi dan ekspresi,sehingga mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi 3. Berikan Lingkungan tenang Rasional: memindahkan pasien dari st ressluar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan ansietas. 4. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian Rasional: pengumuman dapat membantu pasien merasa diperhatikan



sehingga



TIDAK



merasa



sendiri



menghadapi masalah. 5. Berikan informasi yang akurat dan jujur Rasional: menurunkan ansietas sehubungan



dalam



dengan



ketidaktahuan dan memberikan dasar untuk pilihan informasi tentang pengobatan. 6. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping Rasional: Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/ stress saat ini sehingga meningkatkan rasa kontrol diri. 4) Gangguan konsep diri berhubungan dengan status kesehatannya tanda dengan:



15



  



Klien menarik diri Tampak diam Sering termenung



Tujuan : gangguan konsep diri teratasi dengan kriteria:   



Klien tidak menarik diri Wajah tampak ceria Pasien tampak bergaul



Intervensi 1. Ciptakan atau pertahankan hubungan terapeutik pasien-perawat Rasional:Berkembang rasa saling percaya antara pasien dan perawat 2. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga. Katakan adanya hubungan dalam keluarga Rasional: Keluarga mungkinsecara sadar/ Tidak sinting sikap negatif dan keyakinan pasien atau informasi yang didapat mungkin



menghambat



kemampuan



untuk



menangani



keadaannya. 3. Dukung digunakan gangguan pertahanan Rasional: Konfrontasi pasien terhadap jari yang nyata dapat mengakibatkan



peningkatan



ansietas



dan



mengurangi



kemampuan untuk mengatasi perubahan konsep diri 4. Berikan informasi yang benar Rasional: membantu pasien menerima keadaannya 5) Gangguan aktivitas berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan ditandai dengan:   



Penurunan tajam penglihatan Kelemahan umum Kebutuhan ADL klien dibantu oleh keluarga dan perawat



Tujuan: Klien dapat beraktivitas dengan baik dengan kriteria;  



Tajam penglihatan kembali normal Pemenuhan ADL terpenuhi Intervensi 16



1. Kaji tingkat aktivitas klien Rasional: Kemampuan aktifitas klien merupakan



pikiran



untuk mengambil tindakan lebih lanjut 2. Bantu klien untuk terima kebutuhan pribadi Rasional: Kebutuhan klien terpenuhi akan mengurangi beban pikiran dan kooperatif dalam guru tindakan 3. Dorong perawatan diri Rasional: Perwatan dirinya sendiri akan meningkatkan perasaan harga diri 4. Kaji tentang pentingnya aktivitas secara bertahap Rasional: Peningkatan aktivitas secara bertahap DAPAT membantu mengurangi ketergantungan pada perawat 5. Susun tujuan dengan pasien atau orang terdekat untuk terpisah Rasional: Meningkatkan harapan terhadap peningkatan kemandirian 6. Kolaborasi dengan ahli terapi Rasional: dalam memformulasikan



program



latihan



berdasarkan kemampuan klien. V.



Pelaksanaan Keperawatan (Implementasi) Dilaksanakan sesuai dengan rencan tindakan ,menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan ,sesuai dengan pedoman /prosedur tekhnis yang telah ditentukan.



VI.



Evaluasi Keperawatan Evaluasi hasil menggunakan kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada tahap perencanaan keperawatan, dilakukan secara periodik,sistematis rencana.



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Keratitis adalah peradangan pada kornea yang dapat disebabkan karena infeksi agen mikroba dan pemajanan yang menyebabkan iritasi pada mata.



17



Kornea memiliki sifat tembus cahaya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens. keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea atau deturgesens dipertahankan oleh fungsi pelindung epitel. Kerusakan pada sel epitel dapat menyebabkan ulkus kornea yang dapat menyebar ke dalam permukaan stroma. Toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar pada proses peradangan yang hebat. Peradangan pada iris dan badan siliar menimbulkan kekeruhan pada cairan COA (camera occuli anterior), diikuti terbentuknya hipopion yaitu akumulasi sel darah putih (pus) di ruang anterior mata (Roderick et al, 2009). Menurut Smaltzer dan Bare (2001) tanda gejala yang timbul pada keratitis adalah adanya inflamasi bola mata yang jelas, cairan mukopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun, terasa benda asing di mata, ulserasi epitel, fotofobia dan dapat terjadi perforasi kornea. 3.2.



Saran Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa Prodi D III Keperawatan Universitas Bondowoso dapat memahami Teori Asuhan Keperwatan dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco 2008-2009. p. 179-90 Biswell, R. 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 18



Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates of America: Elsevier. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Dorland W. A. N. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Terjemahan Huriawati Hartanto. Edisi pertama. Jakarta: EGC. Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisis dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. Hollwich, F., 1993. Oftalmologi Edisi Kedua. Jakarta: Binarupa Aksara Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Kanski, J.J.2009. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. Third edition. Williams and Wilkins, London. Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Roderick B. Kornea. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. Tjay, Tan Hoan, & Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Kamputindo Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC. https://www.scribd.com/doc/294994649/Keratitis diakses pada hari Kamis, 18 Oktober 2018 pukul 09.00 WIB.



19



20