Ketaqwaan Dan Keimanan Serta Implikasi Dalam Kehidupan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ketaqwaan Dan Keimanan Serta Implikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari Posted on 11 Mei 2013by Abdullah



Allah Ta’ala berfirman: ‫احدَ ٍة‬ ِ ‫اس اتَّقُواْ َر َّب ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُكم ِمن نَّ ْف ٍس َو‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬ “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri.” (QS. An-Nisa`: 1) Allah Ta’ala berfirman: َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللاَ َح َّق ت ُ َقاتِ ِه َوالَ ت َ ُموت ُ َّن إِالَّ َوأَنتُم ُّم ْس ِل ُمون‬ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102) Allah Ta’ala berfirman: ُ ‫ّللاَ َو ْلتَن‬ ْ ‫س َّما قَدَّ َم‬ َّ ‫ّللاَ ِإ َّن‬ َّ ‫ت ِلغَ ٍد َواتَّقُوا‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬ َ‫ير ِب َما تَ ْع َملُون‬ ٌ ‫ّللاَ َخ ِب‬ ٌ ‫ظ ْر نَ ْف‬ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18) Allah Ta’ala berfirman: َّ ‫َولَقَدْ َو‬ َ ‫ص ْينَا الَّذِينَ أُوتُواْ ْال ِكت‬ َ‫َاب ِمن قَ ْب ِل ُك ْم َو ِإيَّا ُك ْم أَ ِن اتَّقُواْ ّللا‬ “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan (juga) kepada kalian, yaitu bertakwalah kalian kepada Allah.” (QS. An-Nisa`: 131) Penjelasan ringkas: Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, “Asal makna ketakwaan adalah engkau menjadikan antara dirimu dengan siksaan Allah berupa penghalang yang akan melindungi kamu darinya.” Karenanya semua ucapan, amalan, dan keyakinan yang tujuannya melindungi kita dari siksaan Allah maka itu adalah ketakwaan. Definisi lain pernah diutarakan oleh seorang ulama yang bernama Thalq bin Habib rahimahullah dimana beliau berkata, “Takwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharap pahala Allah, dan engkau meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut akan siksaan Allah.”



Ketaqwaan Dalam Islam Ketaqwaan Dalam Islam / takwa ,yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa adalah: 1. Melaksanakan segala perintah Allah 2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram) 3. Ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara. “memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk allah” Adapun dari asal bahasa arab quraish taqwa lebih dekat dengan kata waqa Waqa bermakna melindungi sesuatu, memelihara dan melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan. Itulah maka, ketika seekor kuda melakukan langkahnya dengan sangat hati-hati, baik karena tidak adanya tapal kuda, atau karena adanya luka-luka atau adanya rasa sakit atau tanahnya yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa mengatakan Waqal Farso Minul Hafa (Taj). Dari kata waqa ini taqwa bisa di artikan berusaha memelihara dari ketentuan allah dan melindungi diri dari dosa/larangan allah. bisa juga diartikan berhati hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk allah. Kedudukan Taqwa : Wasiat seluruh Nabi : 4 : 131 Dan sesungguhnya kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan kamu juga, untuk bertaqwa kepada Allah 26 : 10-11 Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa, “Datangilah kaum yang Zalim itu”, Yaitu kaum Fir’aun, mengapa mereka tidak bertaqwa ? 26 : 123-124 Kaum Aad telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Hud berkata, “Mengapa kamu tidak bertaqwa?” 26 :141-142 Kaum Tsamud telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Saleh berkata, ” Mangapa kamu tidak bertaqwa ?” 26 : 160-161 Kaum Luth telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Luth berkata, ” Mengapa kamu tidak bertaqwa?” 26 :176177 Kaum Aikah telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Syu’aib berkata, ” Mangapa kamu tidak bertaqwa ?” 37 : 123-124 2 : 21, Wahai orang-orang yang beriman, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa Taqwa : Mutiara Penuh Pesona Surat Ali’Imran Ayat 133: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (Allah SWT) dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang taqwa (muttaqin). Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang taqwa, dalam Surat Ali’Imran Ayat 134: (yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.



Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu Taqwa. Taqwa memiliki tiga tingkatan. Pertama : Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa. Kedua : Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi. Ketiga : orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi. Dari Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah SAW memperingatkan, “Pada hari kiamat, hak-hak seseorang pasti akan ditunaikan, sampai-sampai peradilan domba yang tidak bertanduk yang mendapat yang mendapat kesusahan dari domba yang bertanduk. Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits-hadits Hasan Sahih. (Lihat: Jami’al-Tirmidzi, juz vii, halaman 98 hadits no: 1049 (Tuhfat al-Ahwa)) Inilah yang menyebabkan para sahabat ketakutan dan menangis waktu ditunjuk menjadi pemimpin/amir, karena terbayang betapa besarnya tanggung jawabnya, terbayang betapa banyaknya orang-orang yang berhak atas dirinya. Seandainya dia tidak bisa menunaikan hakhak orang-orang. Ketaqwaan Dan Implikasinya Dalam Kehidupan Ketaqwaan Dalam Islam artinya adalah dipelihara dan dilindungi oleh Allah. Taqwa bukan berarti takut. Taqwa pada Tuhan bukan berarti takut pada Tuhan. Takut kepada Tuhan hanyalah satu daripada sifat mahmudah (sifat baik) yang terangkum dalam sifat taqwa tetapi takut bukanlah taqwa. Seorang mukmin dan muslim dituntut untuk mampu mencapai derajat tertinggi menurut penilaian Allah,yaitu Taqwa. Ketaqwaan merupakan paspor jaminan keselamatan untuk mengarungi kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat kelak. Sehingga diperintah dalam surat Ali ‘Imran [3]:102 dimana : َ ْ ُ‫يَأَيُّ َهاالَّذِينَ َءا َمنُواْاتَّق‬ َ‫وّللا َح َّق تُقَاتِ ِه َو َالت َ ُموت ُ َّن إِ َّال َوأَنتُم ُّم ْس ِل ُمون‬ 102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam TANDA – TANDA ORANG BERTAKWA Beriman kepada ALLAH dan yang ghaib (QS. Al Baqarah [2]:2-3) Sholat, zakat, puasa (QS. Al Baqarah [2] : 177 ) Infak disaat lapang dan sempit (QS. Ali ‘Imran [3] :133-134 )



Menahan amarah dan memaafkan orang lain (QS. Ali ‘Imran [3]: 134) Takut pada ALLAH(QS. Al Maa-idah [5]:28) Menepati janji (QS. At Taubah [9]:4) Berlaku lurus pada musuh ketika mereka pun melakukan hal yang sama(QS. At Taubah [9]:7) Bersabar dan menjadi pendukung kebenaran (QS. Ali ‘Imran [3]:146) Tidak meminta ijin untuk tidak ikut berjihad (QS. At Taubah [9]:44) Berdakwah agar terbebas dari dosa ahli maksiat (QS. Al An’am [6]:69) KEUTAMAAN DAN GANJARAN ORANG-ORANG YANG BERTAKWA Diberi jalan keluar serta rezeki dari tempat yang tak diduga-duga (QS. Ath Thalaaq [65]:23) Dimudahkan urusannya (QS. Ath Thalaaq [65]:4) Dilimpahkan berkah dari langit dan bumi (QS. Al A’raaf [7]:96) Mendapat petunjuk dan pengajaran (QS. Al Baqarah [2]:2 dan QS.Al Maa-idah [5]:46) Mendapat Furqan (QS. Al Anfaal [8]:29) Cepat sadar akan kesalahan (QS. Al A’raaf [7]:201) Tidak terkena mudharat akibat tipu daya orang lain (QS. Ali ‘Imran [3]:120). Mendapat kemuliaan, nikmat dan karunia yang besar (QS. Ali ‘Imran [3]:147 dan QS. Al Hujuraat [49]:13) Tidak ada kekhawatiran dan kesedihan (QS. Al A’raaf [7]:35) ALLAH bersamanya dan melindunginya (QS. Al Baqarah [2] :194 dan Qs. Al-jatsiyah 19) Diselamatkan dari api neraka (QS. Maryam [19]:71-72) Dijanjikan Surga (Qs. Al-hijr 45)



20 Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Allah SWT Sebagai manusia, Allah menciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT sekaligus untuk diuji kelak untuk menentukan nasib hidup manusia selanjutnya di akhirat. Untuk bisa menjalankan tujuan tersebut tentu saja manusia wajib untuk memiliki iman dan taqwa agar ia mampu juga mau menjalankan segala perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Jika itdak, tentu akan mendatangkan kemalasan untuk melaksanakan segala perintah Allah tersebut. ads Tanpa adanya iman dan taqwa manusia tidak akan bisa menjalankan kehidupan dengan ridho dan petunjuk Allah SWT. Untuk itu, iman dan taqwa mampu menyelamatkan kita bukan hanya di dunia namun juga kelak di akhirat. Untuk itu, ia adalah pondasi kehidupan manusia. Orang yang hidup tanpa iman dan taqwa ia seperti rumah tanpa pondasi dan akar yang kuat. Ia akan mudah rapuh, rapuk, dan bahkan tidak akan bisa melindungi orang yang menghuni rumah. Begitupun iman dan taqwa dalam diri manusia. Ia akan melindungi dari segala macam kesesatan, keterperukan, dan berbagai bencana lainnya dalam hidup manusia. Untuk bisa meningkatkan iman dan taqwa ada berbagai cara dan jalan yang bisa dilakukan. Rukun Iman, Rukun Islam , dan Fungsi Agama tentunya menjadi landasannya. Manusia adalah makhluk yang sering lalai dan tidak awas diri, untuk itu masalah iman dan taqwa pun juga bisa menurun tanpa mengenal waktu. Berikut adalah 20 cara agar manusia dapat meningkatkan iman dan taqwanya dalam kehidupan. 1. Memperbaiki Shalat



Untuk bisa meningkatkan iman dan taqwa salah satu caranya adalah dengan memperbaiki shalat. Shalat saja tidak cukup, melainkan membutuhkan shalat khusuk dan berkualitas. Itulah shalat yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan. Hal mengenai shalat juga disampaikan dalam ayat sebagai berikut, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al Ankabut : 45) Selain shalat wajib juga bisa melaksanakan shalat sunnnah seperti : Shalat Taubat , Shalat Lailatul Qadar, Shalat Malam Sebelum Tidur , dsb. 2. Mentadaburi Al-Quran



Darimana kita bisa meyakini dan memiliki ketaqwaan kepada Allah? Tentu saja sumbernya adalah Al-Quran yang memberikan kita petunjuk. Untuk itu dalam meningkat iman dan taqwa membaca sumbernya adalah jalan yang tepat. Dengan membaca Al-Quran bukan berarti membaca teksnya, melainkan mentadaburi isinya, dan menjadikannya Fungsi AlQuran dalam Kehidupan Sehari-hari serta Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia. Hal ini sebagaimana Allah sampaikan dalam Surat Yunus ayat 37, “Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang



sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.”. Untuk itu, tadabur Al-Quran adalah sesuatu yang wajib dilakukan dan ketika sudah mempelajarinya maka akan muncul keyakinan dan tidak ada keraguan sedikitpun. 3. Berkumpul dengan Orang Shaleh



Salah satu Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa yaitu bercengkrama dengan orang saleh. Orang shaleh memupuk iman, sedangkan bersamanya maka kita akan termotivasi dan semangat menjalankan segala perintah-perintah Allah. Manusia makhluk sosial, membutuhkan teman dan pendampingan agar hidupnya berwarna dan terdapat dorongan yang berasal dari luar. Carilah orang-orang yang shaleh. Bentuklah interaksi bersamanya dan biarkan kita bersosialisasi dan saling mengingatkan kebaikan dengan mereka untuk membantu kita tetap dalam keimanan kepada Allah SWT. 4. Membaca Buku-Buku Islam



Salah satu sumber keimanan adalah ilmu yang kita miliki. Adanya kebermanfaatan ilmu membuat iman dan taqwa kita semakin bertambah. Salah satunya dengan membaca bukubuku islam yang diwariskan ulama atau orang berilmu secara benar lainnya. Ilmu Tasawuf Modern, Ilmu Tauhid Islam, dan Ilmu Kalam dalam Islam bisa juga dipelajari karena sebagai bagian dari ilmu yang membentuk pondasi keimanan. Sponsors Link



5. Mempelajari Ilmu Pengetahuan



“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya” (QS Al Hajj : 8) Ilmu di dunia ini segalanya milik Allah. Yang benar adalah milik Allah, hanya manusia saja kadang tidak menangkapnya secara seksama dalam kehidupan sehari-hari. Membaca ilmu pengetahuan dan mempelajarinya akan membuat kita semakin tunduk dan takjub, karena ilmu manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang Allah miliki. Ilmu manusia hanya setetes dari luasnya samudera. Hal ini karena Islam dan Ilmu Pengetahuan tentu saling mendukung bukan bersebrangan. 6. Mentadaburi Alam Semesta



Alam semesta jagad raya ini adalah milik Allah SWT. Untuk itu, mentadaburi alam semesta juga salah satu Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa. Aktivitas ini membuat kita semakin yakin dan takjub akan segala ciptaan Allah SWT. Dengan mempelajari kebesaran Allah dan segala isinya, maka keyakinan dan ketaqwaan kita kepada Allah juga akan semakin meningkat. Hal ini juga disampaikan Allah dalam QS Fushilat ayat 37, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.”



7. Membandingkannya dengan Kepercayaan Lain



Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menambah keimanan dan ketaqwaan kita adalah dengan cara membandingkan ajaran islam dengan ajaran lain tentu dengan metode dan ilmu yang benar. Dengan begitu kita akan mendapatkan bahwa islam yang Allah turunkan adalah bentuk yang paling baik dan sempurna dibandingkan dengan ajaran lainnya. Dengan perbandingan maka akan terlihat yang unggul, maka kita akan bisa menmabah keyakinan kita dan kebanggan kita dalam berislam. 8. Menjalankan Perintah Allah Secara Konsisten



Menjalankan perintah Allah tentu akan memiliki dampak. Untuk itu, merasakan manfaat dan kebermaknaan dari perintah Allah hanya akan didapatkan ketika kita benar-benar menjalankannya. Misalnya saja, ibadah puasa sebagai bentuk pelatihan diri. Kita tidak akan bisa merasakan manfaat puasa terhadap kesehatan jika tidak melaksanakan amalan ibadah puasa itu sendiri. Semakin tinggi dan sering kita melaksanakan perintah Allah maka akan semakin tinggi pula kita merasakan kebermaknaan akan nilai-nilai islam dan kebermanfaatannya bagi diri kita. 9. Mencari Informasi Manfaat atau Dampak dari Perintah Allah



Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa juga dapat di dapat saat kita mau mencari informasi. Semakin kita mengetahui apa manfaat atau dampak yang bisa kita ambil dari sebuah perintah, maka kita akan semakin bersyukur dan merasakan bahagia karena apa yang diperintahkann untuk dijalankan oleh Allah SWT adalah sesuatu yang menyelematkan dan membahagiakan. Untuk itu, kita harus dapat mencari dan menggali informasi mengenai sebuah perintah agar keimanan dan ketaqwaan semakin bertambah. 10. Melakukan Evaluasi Diri



Sebelum melakukan peningkatan biasanya maka diperlukan evaluasi terlebih dahulu. Untuk bisa terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan tentu manusia juga harus melaksanakan evaluasi diri. Evaluasi ini adalah untuk mengukur sejauh apa kita telah beriman dan melaksanakan perintah Allah. Evaluasi harus dijalankan oleh diri sendiri bukan oleh orang lain. Untuk itu, yang mengukurnya adalah diri kita sendiri, karena diri lah yang lebih tau bagaimana keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. 11. Menjauhi Lingkungan yang Buruk



Jika kita merasa belum bisa untuk beradabtasi dan menghindari segala kemaksiatan, maka pilihan kita bisa menjauhi lingkungan tersebut sampai kekuatan iman dan taqwa kita meningkat. Menjaga diri lebih baik ketimbang harus tetap berada dalam lingkungan yang membuat diri kita semakin memburuk. Akan tetapi, menjauhi lingkungan yang buruk bukan berarti kita harus bersikap eksklusif sehingga tidak ada interaksi sosial dengan manusia lainnya. Allah sendiri menyuruh kita untuk bersosialisasi dan bersyiar agar tercitrakan islam yang baik di masyarakat. 12. Tidak Terlena dengan Kehidupan Dunia



Dunia bisa menawarkan kebahagiaan ataupun kesedihan walaupun semuanya hanya sementara. Untuk itu, menjaga dan meningkat keimanan dan ketaqwaan dapat kita lakukan dengan cara menjaga diri agar tidak terlena dengan kehidupan dunia. Biasanya dengan terlena kehidupan dunia, kita juga lupa dengan Allah dan perintahnya. Untuk itu, berhati-hati baik dalam kondisi apapun agar tidak terjebak pada urusan duniawi semata.



Untuk itu bisa juga kita mempelajari bagaimana cara sukses di Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam agar tidak salah menempatkan dunia dalam hidup. 13. Mengikuti Majelis Ilmu



Menghadiri majelis ilmu adalah cara juga agar keimanan dan ketaqwaan kita bisa meningkat. Majelis ilmu tentu akan memberikan kita banyak hikmah dan juga pencerahan. Bagaimanapun, ilmu selalu kita butuhkan dan membuat diri kita semakin baik setiap saat. Hadirilah majelis ilmu, yang membahas ilmu islam, ilmu pengetahuan yang bermanfaat, agar kebesaran Allah semakin hadir dalam diri kita. Hal ini juga disampaikan dalam Al-Quran , “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujadilah : 11) Sponsors Link



14. Menjauhi Stimulus Kemaksiatan



Menjaga keimanan tentu sama dengan menjaga diri dari perbuatan maksiat. Jauhi kemaksiatan dan jadikan diri ini kuat terhadap stimulusnya. Jika tidak ingin dihampiri oleh kemaksiatan maka stimulusnya pun dari awal sudah harus kita hindari. 15. Mengasah Akal dan Menjauhi Hawa Nafsu



“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (QS Ar-Rum : 24) Ayat tersebut menunjukkan bahwa keimanan dan rasa takut kepada Allah hanya akan muncul jika kita menggunakan akal dengan benar. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita bukan hanya persoalan spiritual tapi membutuhkan daya pikir dan nalar yang baik. Untuk itu, dalam meningaktkan keimanan maka dibutuhkan terus menerus mengasah akal agar akal kita tunduk kepada yang benar bukan kepada hawa nafsu semata.



16. Memperbanyak Syukur, Menjauhi Mengeluh



Memperbanyak syukur dan menjauhi mengeluh bisa juga meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita. Syukur berarti kita selalu mencari nikmat dan rezeki Allah di setiap saat dalam kondisi apapun. Dengan begitu kita bisa tetap yakin bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita dan senantiasa membantu kita untuk mendapatkan nikmat dan rezeki yang banyak. 17. Memperbanyak Dzikir



Dengan berdzikir artinya kita sedang mengingat Allah. Dzikir tidak selalu dalam bentuk bacaan yang panjang atau dalam berbagai hitungan. Berdzikir mengingat Allah bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Mengingat segala hukum Allah, hukum pengetahuan



yang ada di alam ciptaan Allah ataupun adzab atau hukuman Allah. Untuk itu, orang yang berdzikir akan mendekati kepada Allah dan semakin cinta akan syariat Allah. 18. Melakukan Hiburan yang Bermanfaat



Setiap manusia tentu saja membutuhkan hiburan. Hiburan tentu tidak ada salahnya selagi hiburan tersebut bermanfaat. Untuk itu, meningkatkan keimanan bisa dengan kita melakukan hiburan yang bermanfaat dan menjalankan hiburan tanpa harus meninggalkan perintah Allah SWT. 19. Mengikuti Sunnah Rasul



“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS Al Baqarah : 285) Dalam ayat diatas, menunjukkan bahwa mengikuti sunnah Rasul adalah cara yang bisa juga dilakukan untuk meningkatkan iman dan taqwa. Sunnah rasul atau apa yang Rasulullah lakukan sejatinya adalah jalan-jalan yang diarahkan menuju Ridho Allah SWT. Untuk itu, muslim yang mengikuti sunnah rasul tentu akan mendapatkan juga jalan dan arah yang sama sebagaimana Rasulullah. 20. Menikmati Hidup yang Allah Berikan



Iman dan taqwa yang kuat serta senantiasa meningkat hanya akan didapatkan oleh orangorang yang menikmati hidup dari Allah SWT. Mereka akan mendapatkan keimanan dan ketaqwaan karena merasakan hidup yang penuh syukur, nikmat, pertolongan Allah, dan rezeki. Mereka yang merasakan ini tentu akan mendapatkan kenikmatan hidup dunia dan akhirat. Hal ini juga disampaikan dalam ayat berikut, “Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata” (QS Adh Dhukan : 33) Kunci Meningkatkan Iman dan Taqwa Kunci dari semua jalan meningkatkan iman dan taqwa adalah menjalankan semuanya secara bertahap, konsisten, sungguh-sungguh, niat yang lurus dan selalu berusaha untuk mencari lingkungan atau proses kondisi diri yang baik. Bagaimanapun juga manusia memiliki kelemahan dan semua itu harus dicoba dengan pengondisian eksternal. Tanpa konsisten yang tinggi tentu saja iman dan taqwa tidak akan meningkat, justru malah stagnan atau bahkan melemah. Maka itu iman dan taqwa jika ingin meningkat ia harus dipupuk terus menerus, dipelihara dan jangan sampai terperosok jurang kesesatan yang lebih dalam. Untuk itu, umat islam harus senantiasa mengingat bahwa sekali terpuruk maka syetan akan selalu menggoda untuk jatuh lebih dalam. Sebelum terpuruk, maka jangan sampai kita mendekati atau menyentuh lingkaran yang dibuat oleh setan untuk menjebak manusia. Hal ini sebagiamana juga disampaikan dalam ayat,



“Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun; dan bagi mereka azab yang pedih.” (QS Ali Imran : 177) Semoga umat islam selalu dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT sehingga bisa selamat dalam menjalankan hidup di dunia dan akhirat.



KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN DAN HADIS 19/04/2013 · by Sean Ochan · in Paper. ·



Pengertian Khusyu’ Arti khusyu’ dalam bahasa Arab ialah al-inkhifaadh (merendah), adz-dzull (tunduk), dan as-sukuun (tenang). Seseorang dikatakan telah mengkhusyu’kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya. Secara terminology khusyu’ adalah seseorang melaksanakan shalat dan merasakan kehadiran Allah SWT yang amat dekat kepadanya, sehingga hati dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di hadapan Allah SWT. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir. Sedangkan menurut para ulama khusyu’ adalah kelunakan hati, ketenangan pikiran, dan tunduknya kemauan yang renadah yang disebabkan oleh hawa nafsu dan hati yang menangis ketika berada di hadapan Allah sehingga hilang segala kesombongan yang ada di dalam hati tersebut. jadi, pada saat itu hamba hanya bergerak sesuai yang diperintahkan oleh Tuhannya.[1] Dalam Al-Qur’an kata khusyu’ disebutkan sebanyak 17 kali dalam bentuk kata yang berbeda. Meskipun mayoritas ditujukan kepada manusia namun ada juga sebagian ayat yang menyatakan bahwa khusyu’ berlaku juga untuk bendabenda yang lain seperti gunung dan bumi. Imam Ibnul Qayyim ketika menjelaskan perbedaan antara khusyu’ iman dengan khusyu’ nifaq berkata : “Khusyu’ iman adalah: “khusyu’nya hati kepada Allah dengan sikap mengagungkan, memuliakan, sikap tenang, takut dan malu. Hatinya terbuka untuk Allah dengan keterbukaan yang diliputi kehinaan karena khawatir, malu bercampur cinta. Menyaksikan nikmat-nikmat Allah dan kejahatan dirinya sendiri. Dengan begitu secara otomatis hati menjadi khusyu’ yang kemudian khusyu’nya anggota badan. Adapun khusyu’ nifaq adalah : ia tampak pada permukaan badan dalam sifatnya yang dipaksakan dan dibuat-buat, sementara hatinya tidak khusyu’. Sebagian sahabat ada yang berkata: “Saya berlindung kepada Allah dari khusyu’ nifaq. Dikatakan kepadanya apa, “Apakah khusyu’ nifaq?” Ia menjelaskan “Jika badan kelihatan khusyu’ sementara hatinya tidak”. Adapun pengertian hamba yang khusyu’ kepada Allah adalah : seorang hamba yang nafsu syahwatnya padam dan perasaan syahwatnya dalam hatinya tenang. Dengan begitu, dadanya menjadi terang dan di dalamnya terpancar cahaya agung. Maka kemudian matilah syahwat jiwanya, karena rasa takut dan adanya ketenangan yang memenuhi hatinya. Dengan begitu padamlah seluruh anggota badannya, hatinya tenang dan tuma’ninah kepada Allah . Ia berdzikir kepada-Nya dengan perasaan tenteram yang diberikan Rabb kepadaNya, dengan begitu, ia tunduk dan berserah diri kepada Allah . Sedangkan orang yang tunduk adalah orang yang tenang. Sebab yang disebut dengan tanah yang tenang adalah tanah yang tidak bergerak dan karenanya air bisa menggenang. Begitu pula hati yang tunduk, ia merasakan ketenangan dan kekhusyu’an, seperti belahan bumi yang tenang yang di atasnya air bisa mengalir kemudian menggenang di atasnya.



Ayat-ayat tentang Khusyu’ 1) Surah Al Baqarah ayat 45 َ‫يرة ٌ إِ َّال َعلَى ْالخَا ِشعِين‬ َّ ‫صب ِْر َوال‬ َّ ‫َوا ْستَعِينُوا بِال‬ َ ِ‫ص ََلةِ َوإِنَّ َها لَ َكب‬



Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. Kata khasyi’in dalam ayat ini merupakan bentuk jamak dari kata khasyi’ yang berarti orang yang merendahkan diri, menundukkan jiwa yang diperlihatkan oleh anggota badan dengan diam dan pasrah. Qatadah berkata : khusyu’ didalam hati maksudnya adalah sungguh-sungguh dalam melaksanakan shalat dengan memasrahkan diri sepenuhnya. Sufyan as Tsauriy berkata : aku bertanya kepada al A’masy tentang khusyu’, beliau menjawab :”Engkau ingin menjadi imam bagi umat sedangkan engkau tidak mengetahui apa itu khusyu’”. Kemudian aku bertanya kepada Ibrahim an Nakh’I tentang khusyu’, beliau berkata :”engkau ingin menjadi imam bagi umat sedangkan engkau tidak mengetahui apa itu khusyu’. Khusyu’ itu bukanlah merendahkan diri dengan memakan makanan yang tidak baik ataupun memakai pakaian kasar dan menundukkan kepala. Melainkan jika kamu memandang seorang bangsawan dan rakyat biasa itu sama dalam hak (tidak membedakan status seseorang), dan kamu tunduk kepada Allah setiap kali kamu melakukan kewajiban yang diberikannya kepadamu”. Umar bin Khattab ketika melihat seorang pemuda yang menundukkan kepalanya, beliau berkata : “apa yang terjadi? Angkatlah kepalamu, sesungguhnya menundukkan kepalamu seperti itu tidak akan menambah apapun yang ada di dalam hati”. Ali bin Abi Thalib berkata : “khusyu’ itu ada di dalam hati. Hendaklah kamu bersikap lemah lembut secukupnya kepada seorang muslim dan hendaklah kamu memperhatikan shalatmu”. Pengertian ini juga terdapat dalam surah al Mukminun ayat 2. Barangsiapa yang tunduk kepada seseorang sedangkan hatinya tidak, maka jelaslah ia seorang penipu. Sahal bin Abdulah berkata : “seseorang itu tidak disebut rendah diri hingga tunduk setiap helai rambut yang ada di tubuhnya”. Al Kurtubi berkata : “inilah khusyu’ yang terbaik karena ketakutan didalam hati mengharuskan untuk tunduk secara nyata. Orang yang khusyu’ itu tidak memiliki kelemahan melainkan ia terlihat sebagai seorang pemikir yang terpelajar lagi rendah diri. Orang-orang khusyu’ dalam ayat ini adalah orang yang beriman.[2]



2)



Surah Ali Imran ayat 199 َّ ‫ّللاِ ثَ َمنا قَلِيَل أُولَئِكَ لَ ُه ْم أَجْ ُر ُه ْم ِع ْندَ َربِ ِه ْم إِ َّن‬ َّ ‫ت‬ َّ ِ‫ب لَ َم ْن يُؤْ مِ نُ ب‬ ‫ب‬ ِ ‫اَّللِ َو َما أ ُ ْن ِز َل إِلَ ْي ُك ْم َو َما أ ُ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه ْم خَا ِشعِينَ ِ ََّّللِ َال يَ ْشت َُرونَ بِآَيَا‬ ِ ‫سا‬ ِ ‫َوإِ َّن مِ ْن أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬ َ ِ‫س ِري ُع ْالح‬ َ َ‫ّللا‬



Artinya : Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Khusyu’ dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tunduk atau rendah diri, memperhatikan sesuatu yang ada didalam hati.[3]



3)



Surah Al Isra’ ayat 109 ‫ان َي ْب ُكونَ َو َي ِزيدُ ُه ْم ُخشُوعا‬ ِ َ‫َويَخِ ُّرونَ ل ِْْل َ ْذق‬



Artinya : Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’. Khusyu’ disini adalah menundukkan kepala ketika mendengarkan Al Quran, sikap rendah diri terhadap semua orang serta bijak dalam menentukan sesuatu.[4]



4)



Surah Al Anbiya’ ayat 90 َ‫ت َو َي ْدعُونَنَا َرغَبا َو َرهَبا َوكَانُوا لَنَا خَا ِشعِين‬ ِ ‫ارعُونَ فِي ْال َخي َْرا‬ ْ َ‫فَا ْستَ َج ْبنَا لَهُ َو َو َه ْبنَا لَهُ َيحْ َيى َوأ‬ َ ُ‫صلَحْ نَا لَهُ زَ ْو َجهُ ِإنَّ ُه ْم كَانُوا ي‬ ِ ‫س‬



Artinya : Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatanperbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. Orang-orang khusyu’ disini adalah orang-orang yang pasrah kepada Tuhannya dan merendahkan diri.[5]



5)



Surah Al Mukminun ayat 2 َ‫ص ََلتِ ِه ْم خَا ِشعُون‬ َ ‫الَّذِينَ ُه ْم فِي‬



Artinya : (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Khusyu’ disini maksudnya adalah serius dalam melaksanakan shalat, tidak ada kesombongan dan niat bermain-main didalamnya. Maknanya adalah tunduk dan merendahkan diri ketika berada di hadapan Tuhannya. Khusyu’ itu letaknya didalam hati, jika seseorang telah khusyu’ maka seluruh anggota tubuhnya akan tunduk mengikutinya. Ulama jika melakukan shalat, timbullah rasa takutnya kepada Allah dan tubuhnya bergerak mengikuti sesuatu, sedangkan jiwanya memberitahukan sesuatu tentang dunia.[6] Sedangkan menurut Ibnu Katsir khusyu’ disini maksudnya adalah takut dan tenang. Dan adapun pengertian khusyu’ menurut beliau adalah ketenangan, tuma’ninah, pelan-pelan, ketetapan hati, tawadhu’ serta merasa takut dan selalu merasa diawasi Allah Ta’ala.[7] Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa dahulu Rasulullah saw bila shalat mengarahkan pandangannya ke langit. Maka turunlah ayat: yaitu orang yang di dalam shalatnya khusyu’. Maka beliau menundukkan pandangannya. (HR. AlHakim).[8]



Hadis-hadis tentang Khusyu’ Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw bersabda, yang artinya: “Tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; …(dan disebutkan di antaranya) seseorang yang berdzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian) kemudian air matanya mengalir.” (HR: Al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya) Nabi saw bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang mengingat Allah kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan diazab pada hari Kiamat kelak.” (HR. al-Hakim dan dia berkata sanadnya shahih)



Dari Abu Hurairah r.a, Nabi saw bersabda, yang artinya: “Semua mata (manusia) pada hari Kiamat akan menangis kecuali (ada beberapa orang yang tidak menangis) (pertama) mata yang terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di jalan Allah, (ketiga) mata yang menangis karena takut pada Allah walau (air mata yang keluar itu) hanya sekecil kepala seekor lalat” (HR: Ashbahâny) Dari Bahaz Bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya semoga Allah meridhai mereka, kakeknya berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Diharamkan neraka membakar tiga golongan manusia yang disebabkan matanya, (pertama) mata yang menangis karena takut pada Allah, (kedua) mata yang dipergunakan untuk berjagajaga (begadang) di jalan Allah, (ketiga) mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Allah.” (HR: At-Thabrani, Al-Baghawi dan yang lainnya, al-Hakim mengatakan hadits ini shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi) Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berdo’a : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas, dan do’a yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim no.2722) Dari Syaddad bin ‘Aus bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya perkara yang pertama kali dicabut dari manusia adalah kekhusyu’an.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabiir no. 7138, diriwayatkan secara marfu’)



Tempat dan Hukum Khusyu’ Tempat khusyu’ adalah hati, sedangkan buahnya akan tampak pada anggota badan. Anggota-anggota badan hanya mengikuti hati. Jika kekhusyu’an rusak akibat kelalaian, kelengahan, serta was-was, maka rusaklah ubudiyah anggota badan yang lain. Sebab hati diibaratkan raja, sedangkan anggota badan lainnya sebagai pasukan dan tentaranya. Kepadanya mereka taat dan darinyalah sumber segala perintah. Jika sang raja dipecat dengan bentuk hilangnya penghambaan hati, maka hilanglah rakyat yaitu anggota-anggota badan lainnya. Khusyu’ dalam shalat bisa dicapai oleh siapapun yang mampu mengosongkan hatinya hanya untukNya, disibukkan hanya denganNya dan lebih mengutamakan Allah dari selainNya. Saat itulah shalat menjadi ruang peristirahatan sekaligus penyejuk matanya.[9] Adapun hukum khusyu’ dalam shalat adalah wajib. Ibnu Taimiyah berkomentar tentang surah Al-Baqarah ayat 45, beliau berkata : “hal ini mengandung celaan atas orang-orang yang yang tidak khusyu’ dalam shalat, sementara celaan tidak terjadi kecuali atas ditinggalkannya hal yang wajib atau karena keharaman yang dilakukan. Jika orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalat mendapatkan celaan, hal itu menunjukkan wajibnya khusyu’.” Jadi jika khusyu’ dalam shalat merupakan kewajiban, yaitu yang mencakup ketenangan dan ketundukan, maka barangsiapa yang sujud sebagaimana mematuknya burung gagak, berarti ia tidak khusyu’ dalam sujudnya. Begitu pula siapa yang mengangkat kepalanya di dalam ruku’ dan ia bersikap tidak tenang sebelum seluruh anggota badannya tenang, berarti ia dianggap tidak tenang. Sebab hakikat ketenangan adalah tuma’ninah. Barangsiapa tidak tuma’ninah ia belum dikatakan tenang. Dan barangsiapa tidak tenang, ia belum dikatakan khusyu’ dalam ruku’ dan sujudnya. Dan barangsiapa yang tidak khusyu’ ia berdosa dan bermaksiat. Bukti lain yang menunjukkan kewajiban khusyu’ dalam shalat adalah bahwa Nabi saw mengancam mereka yang meninggalkannya, misalnya orang yang mengarahkan pandangannya ke langit, maka gerakan dan pandangannya ke arah langit tersebut berlawanan dengan ihwal orang yang khusyu’.[10]



Hal-hal yang Dapat Mendatangkan Khusyu’ Ibnu Taymiah dalam hal ini mengatakan bahwa ada dua hal yang dapat mewujudkan khusyu’ didalam shalat. 1) Kuatnya hal-hal yang mendorongnya, yaitu usaha keras hamba untuk memikirkan apa yang ia ucapkan dan lakukan, menghayati dan merenungi bacaan, dzikir dan do’anya, serta menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang bermunajat di hadapan Allah dan Dia melihatnya, sebab seorang yang sedang shalat dengan berdiri berarti ia sedang bermunajat kepada Rabbnya. 2) Lemahnya hal-hal yang mengganggunya, yaitu menghilangkan rintangan, adalah upaya seorang hamba untuk menolak apa yang mengganggu hatinya, semisal berfikir tentang hal-hal yang tidak bermanfaat, serta upaya



menghilangkan fikiran-fikiran yang menyeret hati dari tujuan utama shalatnya. Dalam hal ini setiap hamba tentu berbeda-beda kemampuannya.



Adapun langkah-langkah untuk mendapatkan kekhusyu’an di dalam shalat antara lain : a)



Bersiap diri sepenuhnya untuk shalat



b)



Tuma’ninah



c)



Mengingat mati di saat shalatmu



d)



Menghayati makna bacaan shalat



e)



Meyakini bahwa Allah akan mengabulkan permintaannya saat hamba sedang shalat



f)



Melihat ke arah tempat sujud



g)



Memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan



h)



Menghilangkan sesuatu yang mengganggu di tempat shalat



i)



Menghindari shalat dalam keadaan menahan buang air kecil maupun besar dan dalam keadaan mengantuk.



j)



Jangan shalat di belakang orang yang sedang bercakap-cakap ataupun tidur.



k)



Tidak menjulurkan pakaian hingga menyentuh tanah.[11]



Tingkatan Khusyu’ Adapun tingkatan khusyu’ antara lain : 1. Gemetarnya Hati 2. Merindingnya Kulit 3. Tangisan 4. Lembutnya Hati dan Kulit 5. Ketenangan 6. Ketawadhu’an 7. Ketentraman (Thuma’niinah)



Keutamaan Khusyu’ Adapun keutamaan khusyu’ antara lain : 1. Beruntunglah Orang-Orang yang Khusyu’ 2. Memperoleh Ampunan



3. Mendapatkan Pahala yang Besar 4. Khusyu’ adalah Faktor Keberuntungan 5. Khusyu’ adalah Jalanmu Menuju Surga 6. Khusyu’ adalah Kokoh di Atas Manhaj Allah[12] Dan sifat-sifat orang yang khusyu’ antara lain : 1. Takut kepada Allah 2. Menangis karena Takut kepada Allah 3. Bersabar terhadap Apa yang Menimpa Mereka 4. Mendirikan Shalat 5. Mengeluarkan Zakat 6. Mengagungkan Syi’ar-Syi’ar Allah dan Ayat-Ayat-Nya 7. Beriman kepada Allah dan Kitab-Nya 8. Yakin terhadap Perjumpaan dengan Allah dan bahwa Mereka akan Kembali.



Kesimpulan Khusyu’ sering juga diartikan dengan ketenangan dan kehati-hatian dalam melakukan shalat, dan hilangnya kesombongan yang ada di hati manusia sehingga jika manusia melakukan shalat dengan khusyu’, maka dia akan mendapatkan ketenangan hati dan merasakan manisnya iman di dalam melaksanakan ibadah. Selain itu Allah juga akan memberikan mereka pengetahuan dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dengan begitu, manusia akan lebih sadar dan tahu apa maksud hidupnya serta untuk apa dia hidup. Khusyu’ juga memiliki tingkatan dan hikmah yang banyak buat kehidupan manusia. Sehingga wajarlah jika sebagian ulama mewajibkan khusyu’ dalam melakukan shalat. Hal itu berdasarkan pemahaman mereka tentang ayat-ayat dan hadis-hadis yang membahas tentang khusyu’. Walaupun bagi kebanyakan manusia hal itu termasuk sulit dilakukan, tapi tidak ada salahnya untuk dicoba karena Allah tidak akan menyuruh manusia melakukan hal yang tidak bermanfaat bagi mereka. DAFTAR PUSTAKA E Book Al Qur’an Digital E Book Tafsir Al Qurtubi Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Beruntunglah Orang-orang yang khusyu’, Pustaka Ibnu Katsir www.eramuslim.com/ustadz/shl/4556dca3.htm Tafsir Ibnu Katsir, cet. Darus Syi’b Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid, 33 Kiat Mencapai Kekhusyu’an dalam shalat, At-Tibyan, Solo



[1] Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Beruntunglah Orang-orang yang khusyu’, Pustaka Ibnu Katsir [2] Tafsir al Kurtubi [3] Ibid [4] Ibid [5] Ibid [6] Ibid [7] Tafsir Ibnu Katsir, cet. Darus Syi’b, jilid VI, hal. 414 [8] www.eramuslim.com/ustadz/shl/4556dca3.htm [9] Tafsir Ibnu Katsir, jilid V, hal. 456 [10] Lihat Majmu’ Fataawa jilid 22, hal. 553-558 [11] Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid, 33 Kiat Mencapai Kekhusyu’an dalam shalat, At-Tibyan, Solo



[12] Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Beruntunglah Orang-orang yang khusyu’, Pustaka Ibnu Katsir



Meninggalkan khusyu' dalam shalat bisa menyebabkan seseorang melalaikan rukun dan hal-hal yang wajib dalam shalat. Sedangkan diantara tanda orang yang khusyu’ adalah tidak meninggalkan sebagian rukun maupun hal-hal yang wajib dalam shalat dalam kondisi apapun. Baik dari sisi gerakan, waktu pelaksanaan maupun keadaan hatinya. Berikut beberapa nash Al-Qur’an dan hadits Rasulullah tentang peringatan dan ancaman meninggalkan beberapa perkara yang berkaitan dengan shalat. Ancaman bagi Orang yang Tidak Menyempurnakan Gerakan Shalatnya 1. Allah tidak menerima satu shalat pun darinya, walaupun seseorang tersebut telah mengerjakan shalat selama enam puluh tahun. 2. Disebut sejelek-jelek pencuri. 3. Shalatnya tidak dilihat Allah 4. Jika dia mati, maka matinya dihukumi bukan di atas millah (agama) Muhammad 5. Tidak mendapatkan kebaikan dari shalatnya, kecuali hanya sebagian kecil saja. 6. Tidak dinilai telah melakukan shalat. 7. Dihukumi sebagai shalatnya orang munafik. Jika semua ibadah disampaikan pewajibannya kepada Nabi melalui malaikat Jibril. Tidak demikian halnya dengan shalat, ibadah ini disampaikan secara langsung oleh Allah melalui peristiwa besar yang dialami seorang hamba, Isra’ dan Mi’raj. Shalat adalah ibadah paling utama dalam Islam. Bahkan ia adalah amal pertama yang akan ditanyakan Allah ketika seseorang masuk ke dalam kuburnya. Begitu penting shalat di antara amal ibadah ini maka seorang muslim diwajibkan mengerjakannya lima kali sehari semalam, di tambah lagi dengan shalatshalat sunnah. Jika pada ibadah lain kewajibannya disyaratkan adanya istitha’ah (kemampuan) seperti haji dan zakat. Pada ibadah puasa, kalau seseorang tidak mampu melaksanakannya karena sakit atau uzur lainnya, ia boleh mengganti puasa di hari lain atau bahkan boleh menggantinya dengan fidyah jika benar-benar tidak mampu melakukannya, seperti jika seseorang sakit parah atau berusia lanjut. Maka dalam shalat uzur yang membuat uzur fisik yang menjadikan seseorang boleh meninggalkannya sampai ia bertemu dengan Allah. Urgensi Khusyu’ dalam Shalat 1.



Khusyu’ dalam shalat adalah cermin kekhusyu’an seseorang di luar shalat.



Khusyu’ dalam shalat adalah sebuah ketundukan hati dalam dzikir dan konsentrasi hati untuk taat, maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil) di luar shalat. Olerh karena itulah Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya. َ‫ص ََلتِ ِه ْم خَا ِشعُون‬ َ ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح ْال ُمؤْ مِ نُونَ الَّذِينَ ُه ْم فِي‬ “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya selalu khusyu’” (AlMu’minun:1-3).



Begitu juga iqamatush-shalah yang sebenarnya akan menjadi kendali diri sehingga jauh dari tindakan keji dan munkar. Allah berfirman, ِ َّ ‫ص ََلةَ تَ ْن َهى َع ِن ْالفَ ْحشَاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َولَ ِذ ْك ُر‬ َ‫صنَعُون‬ ْ َ‫َّللاُ يَ ْعلَ ُم َما ت‬ َّ ‫َّللا أَ ْكبَ ُر َو‬ َّ ‫ص ََلةَ إِ َّن ال‬ َّ ‫َوأَق ِِم ال‬ “Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah tindakan keji dan munkar” (Al-Ankabut:45). Sebaliknya, orang yang melaksanakan shalat sekedar untuk menanggalkan kewajiban dari dirinya dan tidak memperhatikan kualitas shalatnya, apalagi waktunya, maka Allah dan Rasul-Nya mengecam pelaksanaan shalat yang semacam itu. Allah berfirman, َ‫ساهُون‬ َ ‫ص ََلتِ ِه ْم‬ َ ‫صلِينَ الَّذِينَ ُه ْم َع ْن‬ َ ‫فَ َو ْي ٌل ل ِْل ُم‬ “Maka celakalah orang-orang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya” (Al-Maun: 4-5) Shalat yang tidak khusyu’ merupakan ciri shalatnya orang-orang munafik. Seperti yang Allah firmankan, ً ‫َّللا ِإ ََّل قَل‬ ‫ِيَل‬ ُ ‫َّللا َوه َُو خَا ِد‬ َّ ‫ع ُه ْم َو ِإذَا قَا ُموا ِإلَى ال‬ َ ‫ص ََل ِة قَا ُموا ُك‬ َ َّ‫سالَى ي َُرا ُءونَ الن‬ َ َّ َ‫اس َو ََل َي ْذ ُك ُرون‬ َ َّ َ‫ِإ َّن ْال ُمنَا ِفقِينَ يُخَا ِدعُون‬ “Sessungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas) menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri malas-malasan, mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak mengingat Allah kecuali sangat sedikit” (An-Nisa’:142). Rasulullah saw. bersabda, َ ‫ش ْي‬ ً ‫َّللا فِي َها ِإ ََّل قَل‬ َّ ‫س َحتَّى ِإذَا كَانَتْ َبيْنَ قَرْ ن َْي ال‬ َّ ‫ِس يَرْ قُبُ ال‬ ‫ِيَل‬ ُ ‫ق َيجْ ل‬ َ َ‫ت ِْلك‬ َ ‫ش ْم‬ ِ ‫ط‬ ِ ‫ص ََلة ُ ْال ُمنَا ِف‬ َ َّ ‫ام فَنَقَ َرهَا أَرْ بَ ًعا ََل َي ْذ ُك ُر‬ َ َ‫ان ق‬ “Itulah shalat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu matahari sampai ketika berada di antara dua tanduk syetan, ia berdiri kemudian mematok empat kali, ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (Diriwayatkan Al-Jama’ah kecuali Imam Bukhari). 2. Hilangnya kekhusyu’an adalah bencana bagi seorang mukmin. Hilangnya kekhusyu’an dalam shalat adalah musibah (bencana) besar bagi seorang mukmin. Ini bisa memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan agamanya, karena shalat adalah tiang penyangga tegaknya agama. Maka Rasulullah saw. berlindung kepada Allah, “Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas, mata yang tidak menangis, dan do’a yang tidak diijabahi” 3. Khusyu’ adalah puncak mujahadah seorang mukmin Khusyu’ adalah puncak mujahadah dalam beribadah, hanya dimiliki oleh mukmin yang selalu bersungguhsungguh dalam muraqabatullah. Khusyu’ bersumber dari dalam hati yang memiliki iman kuat dan sehat. Maka khusyu’ tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa oleh orang yang imannya lemah. Pernah ada seorang laki-laki berpura-pura shalat dengan khusyu’ di hadapan umar bin Khatthab ra. dan ia menegurnya, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak berada di leher namun berada di hati.” Ayat-ayat tentang khusyu’ dalam shalat: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46). “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Al-Mukminun: 1-2). “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238). Al-Mujahid berkata, “Di antara bentuk qunut adalah tunduk, khusyu’, menundukkan pandangan, dan merendah karena takut kepada Allah. “Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Al-Insyirah: 7-8) Al-Mujahid berkata, “Kalau kamu selesai dari urusan dunia segeralah malakukan shalat, jadikan niat dan keinginganmu hanya kepada Allah.” Hadits-hadits dan atsar anjuran tentang shalat khusyu’ ُ‫صَلَتَه‬ ٍ َ‫َع ْن أ‬ َّ ‫صَلَتِكَ فَإِ َّن‬ ُ ‫ي هللاُ َع ْنهُ قَا َل َقا َل َر‬ ِ ‫نس َر‬ َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ْْ ِه َو‬ َ َ‫ي أَ ْن يُحْ سِن‬ ٌّ ‫صَلَتِ ِه لَ َح ِر‬ َ ‫الر ُج َل إِذَا ذَك ََر ْال َم ْوتَ فِى‬ َ ‫سلَّ َم ” َاْذُ ُك ِر ْال َم ْوتَ فِى‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫ض‬ ُ َ‫صَلَةَ َر ُج ٍل َلَ ي‬ ‫صَلَةً َغي َْرهَا َوإِيَّاكَ َو ُك ُّل أَ ْم ٍر يُ ْعتَذَ ُر مِ ْنهُ ” رواه الديلمي فى مسند الفردوس وحسنه الحافظ ابن حجر و تابعه األلباني‬ َ ‫ص ِلى‬ َ ُ‫ظ ُّن أَنَّهُ ي‬ َ ‫صلَّى‬ َ ‫َو‬ Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah akan kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat kematian dalam shalatnya tentu lebih mungkin bisa memperbagus shalatnya dan shalatlah sebagaimana shalatnya seseorang yang mengira bahwa bisa shalat selain shalat itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membutmu meminta ampunan darinya.” (Diriwayatkan Ad-Dailami di Musnad Firdaus, Al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya hasan lalu diikuti Albani. ْ ‫سلَّ َم فَقَا َل ع‬ ‫ص ََلةَ ُم َودِعٍ َو ََل تَ َكلَّ ْم بِك َََل ٍم تَ ْعتَذ ُِر‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫َع ْن أَبِي أَي‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ص ِل‬ َ َ‫ص ََلتِكَ ف‬ َ ‫ِظنِي َوأَ ْو ِج ْز فَقَا َل ِإذَا قُ ْمتَ فِي‬ َ ِ ‫اري ِ قَا َل َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى النَّبِي‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ُّوب ْاأل َ ْن‬ ‫اس رواه أحمد وحسنه األلباني‬ ِ َّ‫َي الن‬ ْ ‫اس ِم َّما فِي يَد‬ ِ ْ ‫مِ ْنهُ َغدًا َواجْ َم ْع‬ َ َ‫الي‬ Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata, “Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda, “Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani). َ ‫َع ْن ُم‬ ٌ ‫صد ِْر ِه أَ ِز‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ‫سلَّ َم رواه أبو داود و الترمذي‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫يز‬ ُ ‫ط ِرفٍ َع ْن أَبِي ِه قَا َل َرأَيْتُ َر‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫الر َحى مِ ْن ْالبُ َكاء‬ ِ ‫يز كَأ َ ِز‬ َ ‫صلِي َوفِي‬ َ ُ‫سلَّ َم ي‬ َ ‫َّللا‬ Dari Mutharif dari ayahnya berkata, “Aku melihat Rasulullah saw shalat dan di dadanya ada suara gemuruh bagai gemuruhnya penggilingan akibat tangisan.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi). ‫صَلَ ِت ِه َف َي ْعلَ ُم َما َيقُ ْو ُل ِإَلَّ ا ْنتَفَ َل َوه َُو َك َي ْو ِم َولَ َدتْهُ أ ُ ُّمهُ رواه‬ ُ ‫َع ْن‬ ِ ‫ع ْق َبةَ بْنَ َعامِ ٍر َر‬ َ ‫ي هللاُ َع ْنهُ َع ِن النَّ ِبي ِ قَا َل “ َما مِ ْن ُم ْسل ٍِم َيت ََوضَّأ فَيُ ْس ِب ُغ ْال ُوض ُْو َء ث ُ َّم َيقُ ْو ُم فِى‬ َ ‫ض‬ ‫الحاكم وصححه األلباني‬ Utbah bin Amir meriyatkan dari Nabi yang bersabda, “Tidaklah seorang muslim berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalua melaksakan shalat dan mengetahuai apa yang dibacanya (dalam shalat) kecuali ia terbebas (dari dosa) seperti di hari ia dilahirkan ibunya.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai shahih oleh Albani). Khusyu’nya para Salafus Shalih



Abu Bakar Imam Ahmad meriwatkan dari Mujahid bahwa Abdullah bin Zubair ketika shalat, seolah-olah ia sebatang kayu karena kyusyu’nya. Abu Bakar juga demikian. Umar bin Khathab Juga diriwayatkan ketika Umar melewati satu ayat (dalam shalat). Ia seolah tercekik oleh ayat itu dan diam di rumah hingga beberapa hari. Orang-orang menjenguknya karenanya mengiranya sedang sakit. Utsman bin Affan Muhammad bin Sirin meriwayatkan, istri Utsman berkata bahwa ketika Utsman terbunuh, malam itu ia menghidupkan seluruh malamnya dengan Al-Qur’an. Ali bin Abi Thalib Dan adalah Ali bin Abi Thalib, ketika waktu shalat tiba ia begitu terguncang dan wajahnya pucat. Ada yang bertanya, “Ada apa dengan dirimu wahai Amirul Mukminin?” ia menjawab, “Karena waktu amanah telah datang. Amanah yang disampaikan kepada langit, bumi, dan gunung, lalu mereka sanggup memikulnya dan aku sanggup.” Zainal Abidin bin Ali bin Husain Diriwayatkan pula ketika Zainal Abidin bin Ali bin Husain berwudhu, wajahnya berubah dan menjadi pucat. Dan ketika shalat, ia menjadi ketakutan. Ketika ditanya tentang hal itu ia menjawab, “Tahukan anda di hadapan siapa anda berdiri?” Hatim Al-Asham Seseorang melihat Hatim Al-Asham berdiri memberi nasihat kepada orang lain. Orang itu berkata, “Hatim, aku melihatmu memberi nasihat orang lain. Apakah kamu bisa shalat dengan baik?” “Ya.” “Bagaimana kamu shalat?” “Aku berdiri karena perintah Allah. Aku berjalan dengan tenang. Aku masuk masjid dengan penuh wibawa. Aku bertakbir dengan mangagungkan Allah. Aku membaca ayat dengan tartil. Aku duduk tasyahud dengan sempurna. Aku mengucapkan salam karena sunnah dan memasrahkan shalatku kepada Rabbku. Kemudian aku memelihara shalat di hari-hari sepanjang hidupku. Aku kembali sambil mencaci diriku sendiri. Aku takut kiranya shalatku tidak diterima. Aku berharap kiranya shalatku diterima. Jadi, aku berada di antara harap dan takut. Aku berterima kasih kepada orang yang mengajarkanku dan mengajarkan kepada orang yang bertanya. Dan aku memuji Tuhanku yang memberi hidayah kepadaku. Muhammad bin Yusuf berkata, “Orang seperti kamu ini berhak untuk memberi nasihat.” Kecaman Bagi yang Meninggalkan Kekhusyukan Sifat seorang mukmin adalah khusyu’ dalam shalat, sementara orang yang lalai dan tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya seperti sifat orang-orang munafik. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah yang (membalas) menipu mereka. Apabila hendak shalat, mereka melaksanakannya dengan malas dan ingin dilihat manusia serta tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (An-Nisa’ : 142-143). Inilah sifat orang-orang munafik dalam amal yang sangat mulia, shalat. Ini disebabkan pada diri mereka tidak ada niat, rasa takut, dan keimanan kepada Allah. Sifat lahiriyah mereka adalah malas dan sifat batiniyah lebih buruk lagi, agar dilihat oleh orang lain. Seperti firman Allah yang lain, “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (At-Taubah: 54). Dalam kondisi apapun mereka tidak melakukan shalat selain bermalas-malasan. Karena tidak ada pahala yang mereka harapkan dan tidak ada yang mereka takutkan. Maka dengan shalat itu mereka hanya ingin menampakkan sebagai orang Islam dan demi kepentingan dunia semata. Rasulullah pernah mengingatkan orang yang nampak tidak khusyu’ dalam shalatnya bahkan menyusuh orang itu untuk mengulanginya. Abu Hurairah meriwatkan, ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه الس َََّل َم فَقَا َل‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ َ‫صلَّى ث ُ َّم َجا َء ف‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َ ِ ‫سلَّ َم َعلَى النَّبِي‬ َ َ‫سلَّ َم َد َخ َل ْال َمس ِْج َد فَ َد َخ َل َر ُج ٌل ف‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫سلَّ َم فَ َر َّد النَّب‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬ ْ َّ َّ َّ َّ َّ ً ُ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َّ ُ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫ق فَ َما‬ ‫ح‬ ‫ال‬ ‫ب‬ ‫ث‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ِي‬ ‫ذ‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ث‬ ‫َل‬ ‫ث‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ف‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ْ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫َّللا‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ف‬ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫ج‬ ‫م‬ ‫ث‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ف‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ف‬ ‫ع‬ ‫ج‬ َ َ َ َ َ َّ ِ َ ْ َ‫َّ ُ َ ِ َ َ َ َ ارْ ِ ْ َ ِ ِ ك‬ َ ِ ِ َ ِ َ ْ َ‫ارْ ِ ْ َ ِ ِ ك‬ ِ َ ِ َ‫َ َ ك‬ َ َ ْ ‫َط َمئ َِّن َرا ِكعًا ث ُ َّم ارْ فَ ْع َحتَّى تَ ْعتَ ِد َل قَائِ ًما ث ُ َّم ا ْس ُج ْد َحتَّى ت‬ ْ ‫آن ث ُ َّم ارْ ك َْع َحتَّى ت‬ ‫َط َمئ َِّن‬ َّ ‫أُحْ ِسنُ َغي َْرهُ فَعَل ِْمنِي قَا َل إِذَا قُ ْمتَ إِلَى ال‬ ِ ْ‫ص ََلةِ فَكَبِرْ ث ُ َّم ا ْق َرأْ َما تَيَس ََّر َمعَكَ مِ ْن ْالقُر‬ ْ ْ ُ ُ ُ ْ َّ َّ ُ َ َ َّ َّ َ ْ‫ل‬ ‫صَلتِكَ ك ِل َها‬ ً ‫اجدًا ث َّم ارْ ف ْع َحتى تَط َمئِن َجا ِل‬ ِ ‫س‬ ِ ‫س‬ َ ‫سا ث َّم ا ْس ُج ْد َحتى تَط َمئِن‬ َ َ ‫اجدًا ث َّم افعَ ذلِكَ فِي‬ Bahwa Nabi masuk masjid kemudian masuk pula seseorang ke dalam masjid lalu ia shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salamnya dan bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat.” Serta merta orang itu pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw dan beliau besabda,



“Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.” Beliau bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar tenang dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah sampai tenang dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk, kemudian sujudlah sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua shalatmu.” Abu Darda’ meriwatkan dari Nabi saw. yang bersabda, ‫ْئ يُرْ فَ ُع مِ ْن َه ِذ ِه األ ُ َّم ِة ْال ُخش ُْوعُ َحتَّى َلَ ت ََرى فِ ْي َها خَا ِشعًا‬ َ ‫أَ َّو ُل‬ ٍ ‫شي‬ “Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah khusyu’sampai-sampai kamu tidak menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani dengan sanad baik dan dinilai shahih oleh Albani). Thalq bin Ali Al-Hanafi ra berkata, Rasulullah saw bersabda, ُ ‫َلَ يَ ْن‬ ‫س ُج ْو ِدهَا‬ ُ ‫ص ْْ ْلبَهُ بَيْنَ ر ُك ْو ِع َها َو‬ ُ ‫صَلَة َ َع ْب ٍد َلَ يُق ْي ُم ِف ْي َها‬ َ ُ‫ظ ُر هللا‬ “Allah tidak akan melihat shalat seseorang hamba yang tidak tegak tulang sulbinya antara tuku’ dan sujudnya.” (Diriwayatkan Thabrani dan dishahihkan Albani). : ‫سلَّ َم‬ ُ ‫ص ِلي فَقَا َل َر‬ ُ ‫سلَّ َم َرأى َر ُجَلً َلَ يُتِ ُّم ُر ُك ْو َعهُ َوي ْنق ُِر فِى‬ ُ ‫َع ْن أَبِي َع ْب ِد هللاِ األ َ ْشعَ ِري أَ َّن َر‬ َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫صلَّى هللا ِ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ُ‫س ُج ْو ِد ِه َوه َُو ي‬ َ ‫س ْو َل هللا‬ َّ َّ َّ َّ َ َ َ ْ ُ َ ُ ٍ “ ‫ َيأ ُك ُل التَّ ْم َر ةَ أَ ِو‬، ‫س ُج ْو ِد ِه َمث ُل ْال َجاِئع‬ ‫ِى‬ ‫ف‬ ‫ِر‬ ‫ق‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫و‬ ُ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ك‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫َل‬ ‫ِي‬ ‫ذ‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ث‬ ‫م‬ ” ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ْ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫هللا‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫ة‬ ‫ل‬ ‫ْر‬ ‫ي‬ ‫غ‬ َ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫م‬ ُ ُ َ َ َ ْ ُ ُّ ِ ُ َ َ‫لَ ْو َماتَ َهذَا َعلَى َحا ِل ِه َه ِذ ِه َ ات‬ َ َّ َ ُ ِ ِ‫ِ م‬ َ َ َ َ ِ َ ُ ‫ش ْيئًا‬ َ ُ‫ان َع ْنه‬ ِ َ‫”التَّ ْم َرتَي ِْن َلَ يُ ْغنِي‬ Abu Abdullah Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat seseorang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya dalam shalatnya. Rasulullah saw bersabda, “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti ini tentu ia mati di luar agama Muhammad saw.” Lalu beliau bersabda lagi, “Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya bagai orang lapar lalu ia makan satu atau dua biji kurma namun tidak merasa kenyang sedikit pun.” (Diriwayatkan Thabrani di Al-Kabir, Abu Ya’la, dan Khuzaimah. Albani menilainya hasan). Atsar tentang ancaman bagi mereka yang mengabaikan khusyu’ dalam shalat. Umar bin Khatthab Umar bin Khatthab ra pernah melihat seseorang yang mengangguk-anggukkan kepalanya dalam shalat lalu ia berkata, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak berada di leher namun berada di hati.” Ibnu Abbas “Kamu tidak mendapatkan apa-apa dari shalatmu selain apa yang kamu mengerti darinya.” “Dua rakaat sederhana yang penuh penghayatan lebih baik daripada qiyamul-lail namun hatinya lalai.” Salman “Shalat adalah takaran. Barangsiapa memenuhi takaran itu akan dipenuhi (pahalanya) dan barangsiapa curang ia akan kehilangan (pahalanya). Kalian telah tahu apa yang Allah katakan tentang orang-orang yang curang terhadap takaran.” Hudzaifah “Hati-hatilah kalian terhadap kekhusyu’an munafik.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dengan kekhusyu’an munafik itu?” Ia menjawab, “Yaitu orang yang kamu lihat jasadnya khusyu’ namun hatinya tidak khusyu’.” Said bin Musayyib Ia melihat seseorang yang main-main dalam shalatnya lalu berkata, “Kalau hati orang ini khusyu’ tentu raganya juga khusyu’.” Ibul Qayyim Lima tingkatan manusia dalam shalat: Pertama: Tingkatan orang yang mendzalimi dan sia-sia. Orang yang selalu kurang dalam hal wudhu’nya, waktuwaktu shalatnya, batasan-batasannya, dan rukun-rukunnya. Kedua: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Akan tetapi ia tidak bermujahadah terhadap bisikan-bisikan di saat shalat akhirnya ia larut dalam bisikan itu. Ketiga: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Ia juga bermujahadah melawan bisikan-bisikan dalam shalatnya agar tidak kecolongan dengan shalatnya. Maka ia senantiasa dalam shalat dan dalam jihad. Keempat: Orang yang ketika melaksanakan shalat ia tunaikan hak-haknya, rukun-rukunnya, dan batasan-batasannya. Haitnya tenggelam dalam upaya memelihara batasan-batasannya dan rukun-rukunnya agar tidak ada yang menyia-nyiakannya sedikitpun. Seluruh perhatiannya terpusat kepada upaya memenuhi sebagaimana mestinya, secara sempurna dan utuh. Hatinya benar-benar larut dalam urusan shalat dan penyembahann kepada Tuhannya. Kelima: Orang yang menunaikan shalat seperti di atas (keempat) di samping itu ia telah meletakkan hatinya di haribaan Tuhannya. Dengan hatinya ia melihat Tuhannya, merasa diawasi-Nya, penuh dengan cinta dan mengagungkan-Nya. Seoalah-olah ia melihat da menyaksikan-Nya secara kasat mata. Seluruh bisikan itu menjadi kecil dan tidak berarti da ada hijad yang begitu tinggi antaranya dengan Tuhannya dalam shalatnya. Hijab yang lebih kuat daripada hijab antara langit dan bumi. Maka dalam shalatnya ia sibuk bersama Tuhannya yang telah menjadi penyejuk matanya. Tingkatan pertama Mu’aqab (disiksa karena kelalaiannya), yang kedua Muhasab(dihisab), yang ketiga Mukaffar ‘Anhu (dihaspus kesalahannya), yang ketigaMutsab (mendapatkan pahala), dan yang kelima Muqarrab min Rabbihi (yang didekatkan kepada Tuhannya) karena ia mendapatkan bagian dalam hal dijadikannya shalat sebagai penyejuk mata. Barangsiapa yang dijadikan kesenangannya pada shalatnya di dunia ia akan didekatkan kepada Tuhannya di akhirat dan di dunia ia diberi kesenangan. Lalu barangsiapa yang kesenangannya ada pada Allah



dijadikan semua orang senang kepadanya dan barangsiapa yang kesenangannya bukan pada Allah ia akan mendapatkan kegelisahan di dunia. Contoh Kekhusyu’an Salafus Shalih Mujahid berkata, “Jika Ibnu Zubair shalat, ia seperti kayu.” Tsabit Al-Banani juga berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Zubair sedang shalat di belakang Maqam, ia seperti kayu yang disandarkan, tidak bergerak sama sekali.” Ma’mar, muazzinnya Salman At-Tamimi berkata, “Salman shalat Isya’ di sampingku lalu aku mendengarnya membaca Tabaraka al-ladzi bi yadihi al-Mulku, ketika sampai pada ayat ini, fa lamma raawhu zulfatan siiat wajuhul ladzina kafaru… Ia mengulang-ulang ayat tersebut samapai orang-orang yang berada di masjid ketakutan dan mereka pun bubar. Aku juga keluar meninggalkannya.” Kiat-kiat Khusyu’ dalam Shalat A. Mempersiapkan kondisi batin 1. Menghadirkan hati dalam shalat sejak mulai hingga akhir shalat. 2. Berusaha tafahhum (memahami) dan tadabbur (menghayati) ayat dan do’a yang dibacanya sehingga timbul respon positif secara langsung. Ayat yang mengandung perintah: bertekad untuk melaksanakan. Ayat yang mengandung larangan: bertekad untuk menjauhi. Ayat yang mengandung ancaman: muncul rasa tajut dan berlindung kepada Allah. Ayat yang mengandung kabar gembira: muncul harapan dan memohon kepada Allah. Ayat yang mengandung pertanyaan: memberi jawaban yang tepat. Ayat yang mengandung nasihat: mengambil pelajaran. Ayat yang menjelaskan nikmat: bersyukur dan bertahmid Ayat yang menjelaskan peristiwa bersejarah: mengambil ibrah dan pelajarannya. 3. Selalu mengingat Allah dan betapa sedikitnya kadar syukur kita. 4. Merasakan haibah (keagungan) Allah ketika berada di hadapan-Nya, terutama saat sujud. Rasulullah bersabda, ِ َّ ‫سو َل‬ ‫اج ٌد فَأ َ ْكث ُِروا ال ُّد َعا َء‬ َّ ‫صلَّى‬ ُ ‫َع ْن أَ ِبي ه َُري َْرةَ أَ َّن َر‬ ِ ‫س‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل أَ ْق َربُ َما َيكُونُ ْال َع ْب ُد مِ ْن َر ِب ِه َوه َُو‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫َّللا‬ Dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sedekat-dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (Riwayat Muslim) 5. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari. 6. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah dengan sebenar-benar haya’. Rasulullah bersabda, ‫ْال َحيَا ُء ََل يَأْتِي إِ ََّل بِ َخي ٍْر‬ “Rasa malu tidak akan mendatangkan selain kebaikan” (Muttafaq ‘alaih). Dan para ulama berkata, “Hakikat haya’ adalah satu akhlak yang bangkit untuk meninggalkan tindakan yang buruk dan mencegah munculnya taqshir (penyia-nyiaan) hak orang lain dan hak Allah.” B. Mempersiapkan kondisi lahiriyah: 1. Menjauhi yang haram dan maksiat lalu banyak bertaubah kepada Allah. 2. Memperhatikan dan menunggu waktu-waktu shalat. Rasulullah saw. bersabda, ْ ‫ص ََلةَ َما لَ ْم يُحْ د‬ ‫ِث‬ َّ ‫ص ََلةٍ َما كَانَ فِي ْال َمس ِْج ِد يَ ْنتَظِ ُر ال‬ َ ‫ََل يَزَ ا ُل ْالعَ ْب ُد فِي‬ “Seorang hamba senantiasa dalam keadaan shalat selama ia berada di dalam masjid menunggu (waktu) shalat selama tidak batal.” (Bukhari Muslim). 3. Berwudlu’ sebelum datangnya waktu shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. ْ ‫ص ََلةِ َوإِنَّهُ يُ ْكتَبُ لَهُ بِإِحْ دَى خ‬ ٌ‫سيِئَة‬ َّ ‫َام يَعْمِ ُد إِلَى ال‬ َّ ‫سنَ ُوضُو َءهُ ث ُ َّم خ ََر َج َعامِ دًا إِلَى ال‬ َ ‫سنَةٌ َوي ُْم َحى َع ْنهُ بِ ْاأل ُ ْخ َرى‬ َ ‫ُط َوتَ ْي ِه َح‬ َ ْ‫َم ْن ت ََوضَّأ َ فَأَح‬ َ ‫ص ََلةِ فَإِنَّهُ فِي‬ َ ‫ص ََلةٍ َما د‬ َ َ َ َ ْ َ ‫َارا قَالُوا ل َِم َيا أَ َبا ه َُري َْرةَ قَا َل مِ ْن أَجْ ِل كَثْ َر ِة ْال ُخ‬ َ َ ُ ُ ُ َ َ َّ َ َ َ َ ‫طا‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫د‬ ُ ‫ع‬ ‫ب‬ ْ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫م‬ ‫ظ‬ ‫ع‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ‫ع‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫َل‬ ‫ف‬ ‫ة‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫د‬ ُ ‫ح‬ ‫أ‬ ‫ع‬ ‫س‬ ‫ا‬ ‫ذ‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ْ ً ْ َ ً ْ‫َ ْ ج‬ ِ َ ْ َ َ ِ ْ َ َ ِ‫ِ َ م‬ “Barangsiapa berwudhu dengan baik kemudian keluar untuk tujuan shalat. Maka orang itu berada dalam shalat selama ia bertujuan menuju shalat. Setiap satu langkahnya ditulis kebaikan dan langkah lainnya dihapus kesalahan.” (Riwayat Imam Malik). 4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca do’a dan dzikirnya. ‫صلُّ ْوا َو َما فَاتَ ُك ْم فَأَتِ ُّم ْوا‬ َّ ‫صَلَةَ فَ َعلَ ْي ُك ْم ِبال‬ َّ ‫ِإذَا أَتَ ْيت ُ ُم ال‬ َ َ‫سكِينَ ِة َوَلَ تَأْت ُ ْوهَا َوأ ْنت ُ ْم تَ ْس َع ْونَ فَ َما أد َْر ْكت ُ ْم ف‬ “Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang janganlah kalian berangkat shalat tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya shalatlah dan jika ketinggalan maka sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad). 5. Menempatkan diri pada shaf depan. 6. Melakukan shalat sunnah sebelum shalat wajib sebagai pemanasan. 7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari makruhnya. Allahu a’lam.



10 MUWASHOFAT (SIFAT – SIFAT MUSLIM IDEAL) Oleh : Muhamad Arifin



Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim. 1. Salimul Aqidah (Good Faith) Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid. Beberapa contoh dari penerapan Salimul Aqidah, yaitu: 1) Tidak mengkafirkan seorang muslim; 2) Tidak mengedepankan makhluq atas Khaliq; 3) Mengingkari orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah swt dan tidak bergabung dalam majlis mereka; 4) Mengesakan Allah swt dalam Rububiah dan Uluhiah; 5) Tidak menyekutukan Allah swt, dalam Asma-Nya, sifat-Nya dan Af’al-Nya; 6) Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan; 7) Mempelajari berbagai aliran yang membahas Asma’ dan Sifat dan mengikuti madzhab salaf; 8) Mengetahui batasan-batasan wala’ dan bara’; 9) Berteman dengan orang-orang shalih dan meneladaninya; 10) Meyakini terhapusnya dosa dengan taubat Nashuh; 11) Memprediksikan datangnya kematian kapan saja; 12) Meyakini bahwa masa depan ada di tangan Islam; 13) Berusaha meraih rasa manisnya iman; 14) Berusaha meraih rasa manisnya ibadah;



15) Merasakan adanya para malaikat mulia yang mencatat amalnya; 16) Merasakan adanya istighfar para malaikat dan do’a mereka. 2. Shahihul Ibadah (Right Devotion) Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ’shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan. Beberapa aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dari shahihul ibadah, yaitu: 1. Khusyu’ dalam shalat; 2. Qiyamul-Lail minimal satu kali dalam sepekan; 3. Bersedekah; 4. Berpuasa sunnat minimal dua hari dalam satu bulan; 5. Menjaga organ tubuh (dari dosa); 6. Haji jika mampu; 7. Khusyu’ saat membaca Al Qur’an; 8. Sekali Khatam Al Qur’an setiap dua bulan; 9. Banyak dzikir kepada Allah swt sembari menghafalkan bacaan ringan; 10. Banyak berdo’a dengan memperhatikan syarat dan adabnya; 11. Banyak bertaubat; 12. Selalu memperbaharui niat dan meluruskannya; 13. Memerintahkan yang Ma’ruf; 14. Mencegah yang Munkar; 15. Ziarah kubur untuk mengambil ‘Ibrah; 16. Merutinkan shalat sunnah Rawatib; 17. Senantiasa bertafakkur; 18. Beri’tikaf satu malam pada setiap bulannya; 3. Matinul Khuluq (Strong Character) Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhlukmakhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4). Aplikasi dari matinul khuluq yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1. Tidak ‘inad (membangkang); 2. Tidak banyak mengobrol; 3. Sedikit bercanda; 4. Tidak berbisik tentang sesuatu yang bathil; 5. Tidak hiqd (menyimpan kemarahan); 6. Tidak hasad; 7. Memiliki rasa malu untuk berbuat kesalahan; 8. Menjalin hubungan baik dengan tetangga; 9. Tawadhu’ tanpa merendahkan diri; 10. Berani; 11. Halus; 12. Menjenguk orang sakit; 13. Komitmen dengan adab meminta idzin; 14. Berterimakasih kepada orang yang berbuat baik; 15. Merendahkan suara; 16. Menyambung persaudaraan (Shilatur-Rahim); 17. Komitmen dengan adab mendengar; 18. Komitmen dengan adab berbicara;



19. Memuliakan tamu; 20. Mengumbar senyum di depan orang lain; 21. Menjawab salam



4. Qowiyyul Jismi (Physical Power) Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya. Kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR. Muslim). Aplikasi dari matinul khuluq yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1) Mengikuti petunjuk kesehatan dalam makanan dan minuman, seperti: a. Membersihkan peralatan makan dan minum; b. Menjauhi makanan yang diawetkan dan mengkonsumsi minuman alami; c. Mengatur waktu-waktu makan; d. Mampu menyediakan makanan; e. Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi yang berlemak; f. Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi garam; g. Tidak berlebihan dalam mengkomsumsi gula; h. Selektif dalam memilih produk makanan 2) Mengikuti petunjuk kesehatan tentang tidur dan bangun tidur, seperti: a. Tidur 6 - 8 jam dan bangun sebelum fajar; b. Berlatih 10 - 15 menit setiap hari; c. Berjalan 2 - 3 jam setiap pekan; d. Mengobati diri sendiri; e. Tidak mempergunakan obat tanpa meminta petunjuk 5. Mutsaqqoful Fikri (Thinking Brilliantly) Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayatayat yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firmanNya yang artinya: Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9). Aplikasi dari mutsaqqoful fikri yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1) Hafal juz 28 dan 29 dengan baik; 2) Membaca tafsir Al Qur’an juz 28 dan 29; 3) Mengaitkan antara Al Qur’an dengan realita; 4) Mengahafalkan seluruh hadits dari Arba’in An Nawaiah; 5) Menghafal 50 Riyadhush-Shalihin; 6) Mengkaji marhalah Madaniah dan menguasai karakteristiknya;



7) Mengenal sirah 20 syuhada dari kalangan sahabat ; 8) Mengetahui hukum Zakat; 9) Mengetahui fiqih Haji; 10) Membaca tujuh jam setiap pekan di luar spesialisasinya; 11) Mengetahui sisi-sisi Syumuliyatul Islam; 12) Mengetahui problematika kaum muslimin nasional dan internasional; 13) Mengetahui apa kerugian dunia akibat kemunduran kaum muslimin; 14) Mengetahui urgensi Khilafah dan kesatuan kaum muslimin; 15) Mengetahui arus pemikiran Islam kontemporer; 16) Menghadiri orientasi dan seminar-seminar kita; 17) Mengetahui dan mengulas tiga risalah ; 18) Mengetahui dan mengulas risalah Aqaid; 19) Memahami amal jama’I dan taat; 20) Membantah suara-suara miring yang dilontarkan kepada kita; 21) Mengetahui bagaimana proses berdirinya negara Israil: 22) Mengetahui informasi baru dari problematika kontemporer; 23) Memiliki kemampuan mengulas apa yang ia baca; 24) Menyebar luaskan apa saja yang diterbitkan oleh koran dan terbitan-terbitan kita; 25) Berpartisipasi dalam melontarkan dan memecahkan masalah 6. Mujahadatun Linafsihi (Continence) Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim). Aplikasi dari mujahadatun linafsihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1) Memerangi dorongan-dorongan nafsu; 2) Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi yang mubah; 3) Selalu menyertakan niat jihad; 4) Menjadikan dirinya bersama orang-orang baik; 5) Memakan apa yang disuguhkan dengan penuh keridhaan; 6) Menyumbangkan sebagian hartanya untuk amal Islami; 7) Sabar atas bencana; 8) Menyesuaikan perbuatan dengan ucapannya; 9) Menerima dan memikul beban-beban da’wah. 7. Harishun ‘ala Waqtihi (Good time management) Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin. Aplikasi dari harishun ala waqtihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1) Memperhatikan adab Islam dalam berkunjung dan mempersingkat pemenuhan hajatnya;



2) Memelihara janji umum dan khusus; 3) Mengisi waktunya dengan hal-hal yang berfaedah dan bermanfaat. 8. Munazhzhamun fi Syu’unihi (Well Organized) Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugastugasnya. Aplikasi dari munzhzhamun fi syuunihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1) Shalat sebagai penata waktunya; 2) Teratur di dalam rumah dan kerjanya; 3) Merapikan ide-ide dan pikiran-pikirannya; 4) Disiplin dalam bekerja; 5) Memberitahukan gurunya problematika yang muncul 9. Qodirun ‘alal Kasbi (Independent) Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan. Aplikasi dari qodirun alal kasbi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1) Bekerja dan berpenghasilan; 2) Tidak berambisi menjadi pegawai negeri; 3) Mengutamakan spesialisasi langka yang penting dan dinamis; 4) Berusaha memiliki spesialisasi; 5) Ekonomis dalam nafkah ; 6) Mengutamakan produk umat Islam; 7) Tidak membelanjakan harta kepada non muslim; 8) Bersemangat untuk memperbaiki kualitas produk dengan harga sesuai 10. Naafi’un Lighoirihi (Giving Contribution) Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir). Aplikasi dari nafi’un lighoirihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:1)



Komitmen dengan adab Islam di dalam rumah; 2) Melaksanakan hak-hak pasangannya (suami atau istri); 3) Membantu istrinya; 4) Melaksanakan hak-ahak anak; 5) Memberi hadiah kepada tetangga; 6) Memberikan pelayanan umum karena Allah swt; 7) Memberikan sesuatu dari yang dimiliki; 8) Mendekati orang lain; 9) Mendorong orang lain berbuat baik; 10) Membantu yang membutuhkan; 11) Membantu yang kesulitan; 12) Membantu yang terkena musibah; 13) Menolong yang terzhalimi; 14) Berusaha memenuhi hajat orang lain 15) Bersemangat menda’wahi istrinya, anak-anaknya, dan kerabatnya; 16) Memberi makan orang lain; 17) Mendo’akan yang bersin. Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing. *dari berbagai sumber



TABARRUJ DAN IKHTILATH, KESALAHAN WANITA YANG SERINGKALI TIDAK DI SADARI 3:30 PM



Islam adalah agama yang memuliakan wanita dengan aturannya. Islam juga menyelamatkan wanita dari ancaman keburukan di dunia dan juga akhirat. Namun sayangnya sebagian besar wanita tidak



menyadari telah melanggar rambu-rambu yang sudah ditetapkan dalam Al Quran dan Hadits. Akibatnya tidak hanya menimpa dirinya, tapi juga orang-orang lain disekitarnya.(Jurus ampuh menaklukkan hati dan dompet suami) Masalah wanita, Rasulullah sudah mengisyaratkan dalam hadits yang artinya : “Aku tidak tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain (fitnah) wanita.” (H.R. Bukhari dan



Muslim)



(Bahaya



Tabaruj



dan



ikhtilath)



Wanita memiliki harta yang sangat berharga, yakni rasa malu dan juga harga diri. Apabila wanita melepaskan rasa malu dan tidak menjaga harga dirinya dengan baik, maka dampak terbesarnya akan dirasakan oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya. Islam memiliki cara terbaik untuk menjaga rasa malu dan harga diri wanita, yakni hijab. Hijab tidak hanya menutup aurat, tapi juga menjaga rasa malu dan harga diri sebagai wanita terhormat.(Bisnis bisa ditiru, tapi rejeki?) Di jaman modern ini, rasa malu dan harga diri wanita mulai terkikis. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya wanita yang mulai melanggar aturan islam tentang perintah berhijab dan bebas bergaul dengan lakilaki yang bukan muhrimnya. Padahal, bukankah hal itu dapat memancing syahwat laki-laki? Syahwat laki-laki merupakan sesuatu yang berbahaya apabila tidak dikendalikan dengan baik. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda,“Wanita itu dari depan nampak seperti bentuk setan dan dari belakang nampak seperti bentuk setan. Kalau salah seorang di antara kalian melihat wanita hendaklah mendatangi istrinya. Karena hal itu akan meredakan apa yang di dalam dirinya.”



Tabarruj dan Ikhtilath, Kesalahan Wanita yang seringkali Tidak di Sadari Sebenarnya, apa sih yang dimaksud tabarruj itu? Tabarruj mengandung arti wanita yang memamerkan keindahan dan perhiasannya kepada laki-laki lain. Sedangkan tabarrajatil mar’ah memiliki arti wanita yang memperlihatkan kecantikannya, lehernya, dan wajahnya. Namun adapula yang mengartikan tabarruj adalah wanita yang sengaja memperlihatkan wajahnya, perhiasannya, dan kecantikannya kepada laki-laki dengan tujuan untuk membangkitkan nafsu syahwatnya. src="https://4.bp.blogspot.com/-FsF_bnK2pc/VOPNnu4UY2I/AAAAAAAACBo/O8GLEWBqqu4/s1600/tabaruj.jpg" width="320">



Berikut ini larangan Allah tentang tabarruj : “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33) Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan wanita menetap dirumah dan tidak bertabarruj. Namun apabila ada keperluan yang mengharuskan mereka keluar rumah, maka hendaknya ditemani muhrimnya dan tidak keluar rumah dengan memperlihatkan kecantikan dan perhiasannya kepada laki-laki asing yang bukan muhrimnya. Dan Allah juga melarang wanita melakukan tabrruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyah terdahulu. Bagaimanakah bentuk tabarruj jahiliyah terdahulu itu? (Tiga pintu perselingkuhan) • Ibnu Abu Najih meriwayatkan dari Mujahid, “Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” Dia (Mujahid) berkata, “Wanita dahulu berjalan-jalan di hadapan kaum (laki-laki). Itulah tabarruj Jahiliyah.” • Muqatil bin Hayyan berkata, “Maksud tabarruj adalah wanita yang menanggalkan kerudungnya lalu nampaklah kalung dan lehernya. Inilah tabarruj terdahulu di mana Allah melarang wanita-wanita beriman untuk melakukannya.” (Kesalahan istri yang dapat mengancam keutuhan rumah tangga) • Qatadah berkata, “Wanita dahulu kalau berjalan berlenggak-lenggok genit. Allah melarang hal ini.”



Ikhtilath, apakah itu? Ikhtilath mengandung arti berkumpul/bercampur baurnya antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya di sebuah tempat atau moment yang tidak sesuai syariat. Perkumpulan yang memungkinkan para wanita dan laki-laki non muhrim ini terjalin kontak melalui isyarat, pandangan mata, atau dengan bercakap-cakap sangatlah tidak dibenarkan dalam islam, sebagaimana dalam hadits yang artinya : (Baca kisah mengharukan : ketika pria masa lalu hadir di tengah pernikahan) Imam Abu Daud meriwayatkan, Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah saw keluar rumah dari masjid. Tiba-tiba orang laki-laki dan wanita berkumpul di jalanan. Rasulullah saw berkata kepada para wanita itu, “Agar wanita di belakang saja, kalian tidak boleh berada di tengahtengah jalan (ketika ada laki-laki) dan hendaknya kalian di pinggiran jalan.” Serta merta ada wanita yang merapat ke dinding (rumah) sampai-sampai pakaiannya tersangkut ke dinding itu karena terlalu nempel.” (Abu Daud). (Kisah inspiratif : Doa suami yang menghancurkan keegoisan istri) Tabarruj dan ikhtilath di jaman modern ini adalah hal yang lumrah dan biasa. bahkan seorang wanita yang diam di rumah dan tidak pernah bergaul dianggap kuper (kurang pergaulan) dan kuno. Kira-



kira, mana yang kau pilih, dianggap sebagai wanita modern dan gaul tapi melanggar aturan Allah atau dianggap kuno, kuper, dan jadoel tapi terhindar dari dosa? Semoga bermanfaat yaa….



Islam adalah agama yang mengatur hidup dan kehidupan manusia. Ajaran-ajarannya menjadi acuan bagi siapa saja, pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa untuk meniti kehidupan yang lebih baik dan harmonis dalam ridha sang pencipta. Rambu-rambunya diletakkan untuk dijadikan pedoman perjalanan hidup untuk selamat sampai tujuan. Jika ada rambu yang dilanggar, maka akibat buruk akan menimpa pelanggar itu dan bahkan sering menimpa orang lain juga. Lihatlah, sebuah kecelakaan di jalan raya, korbannya tidak hanya pelaku pelanggaran, namun menimpa pengguna jalan yang lain. Di antara persoalan besar yang dihadapi oleh manusia adalah yang berkaitan dengan wanita. Persoalan ini adalah persoalan Bani Israel dan persoalan umat ini. Rasulullah telah mengisyaratkan masalah ini, ‫ما‬ ُِ ‫الر َج‬ َُ ‫سا ُِء ِم‬ ِ ِّ ‫ن‬ َ َ‫ال َعلَى أ‬ َ ِ‫ال ِّن‬ َ ُ‫ضرُ ِف ْت َنةُ بَ ْعدِي َت َركْت‬ “Akuُtidakُtinggalkanُfitnahُyangُlebihُberbahayaُbagiُlaki-lakiُselainُ(fitnah)ُwanita.”ُ(H.R.ُBukhariُ dan Muslim) Harta paling berharga yang dimiliki wanita adalah rasa malu dan harga diri. Jika wanita melepaskan pakaian malunya dan tidak lagi menjaga harga diri serta kewanitaannya, dampaknya akan menimpa keluarga dan masyarakat. Maka selayaknya keluarga dan masyarakat juga turut dalam menjaga nilainilai ini pada diri wanita-wanitanya. Jika wanita tidak lagi mengenakan hijab sebagaimana yang telah ditentukan Islam, ditambah dengan pelanggaran batas hubungan antar laki-laki dan wanita, maka kerusakan akan terjadi. Hal ini karena syahwat manusia adalah sesuatu yang berbahaya jika tidak dikendalikan. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda, ْ ُ‫ة ِإن‬ َُ َ‫ْم ْرأ‬ ُْ ‫ام َرُأَةُ أَ َحدك‬ َُ ‫ما َيردُ َذل‬ ْ َ‫ِك َف ِإنُ أ‬ َ ُ‫ورةُِ فِي َوت ْد ِبر‬ َ ‫ص َُر َف ِإ َذا‬ َ ‫م أَ ْب‬ َ ‫ورةُِ فِي ت ْق ِبلُ ال‬ َ ‫فِي‬ ْ ُِ‫هلَهُ َفلْيَأت‬ َ ‫ش ْي َطانُ ص‬ َ ‫ش ْي َطانُ ص‬ ُِ‫َن ْفسِ ه‬ “Wanitaُituُdariُdepanُnampak seperti bentuk setan dan dari belakang nampak seperti bentuk setan. Kalau salah seorang di antara kalian melihat wanita hendaklah mendatangi istrinya. Karena hal itu akanُmeredakanُapaُyangُdiُdalamُdirinya.” Pengertian Tabarruj dan Ikhtilath Menurut bahasa, tabarruj adalah wanita yang memamerkan keindahan dan perhiasannya kepada lakilakiُ(IbnuُManzhurُdiُLisanulُArab).ُTabarrajatilُmar’ahُartinyaُwanitaُyangُmenampakkanُ kecantikannya, lehernya, dan wajahnya. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah wanita yang menampakkan perhiasannya, wajahnya, kecantikannya kepada laki-laki dengan maksud untuk membangkitkan nafsu syahwatnya. Menurut syariah, tabarruj adalah setiap perhiasan atau kecantikan yang ditujukan wanita kepada mata-mata orang yang bukan muhrim. Termasuk orang yang mengenakan cadar, di mana seorang wanita membungkus wajahnya, apabila warna-warnanya mencolok dan ditujukan agar dinikmati orang lain, ini termasuk tabarruj jahiliyah terdahulu. Seperti yang disinyalir ayat, “Danُhendaklahُkamuُtetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”ُ(Al-Ahzab: 33) Allah melarang para wanita untuk tabarruj setelah memerintahkan mereka menetap di rumah. Tetapi apabila ada keperluan yang mengharuskan mereka keluar rumah, hendaknya tidak keluar sembari mempertontonkan keindahan dan kecantikannya kepada laki-laki asing yang bukan muhrimnya. Allah



juga melarang mereka melakukan tabrruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyah terdahulu. Apa maksud tabarruj jahiliyah terdahulu itu? Mujahidُberkata,ُ“Wanitaُdahuluُkeluarُdanُberadaُdiُantaraُparaُlaki-laki. Inilah maksud dari tabarruj jahiliyahُterdahulu.” Qatadahُberkata,ُ“Wanitaُdahuluُkalauُberjalanُberlenggak-lenggokُgenit.ُAllahُmelarangُhalُini.” MuqatilُbinُHayyanُberkata,ُ“Maksudُtabarrujُadalahُwanitaُyangُmenanggalkanُkerudungnyaُlaluُ nampaklah kalung dan lehernya. Inilah tabarruj terdahulu di mana Allah melarang wanita-wanita berimanُuntukُmelakukannya.” ‫ن َول ُاَ م َجاهِ د َعن َن ِج ْيحُ أَ ِبي ا ِْبنُ َر َوى‬ َُ ‫ج َت َبر ْج‬ َُ ‫ْجاهِ لِيةُِ َت َبر‬ َُ ‫ْم ْرأ كَا َنتُِ َقا‬ َُ ‫ك ا ْل َق ْومُِ أَ ْيدِي َب ْي‬ َُ ‫َت َبر جُ َف َذ ُِل‬ َ ‫ل الأ ْولَى ال‬ َ ‫مشى ةََُال‬ َ ‫ن َت َت‬ ُِ‫ْجاهِ لِية‬ ‫ل‬ ‫ا‬ َ IbnuُAbuُNajihُmeriwayatkanُdariُMujahid,ُ“Janganlahُkamuُberhiasُdanُbertingkahُlakuُsepertiُ orang-orangُJahiliyahُyangُdahulu…”ُDiaُ(Mujahid)ُberkata,ُ“Wanitaُdahuluُberjalan-jalan di hadapan kaum (laki-laki). Itulah tabarruj Jahiliyah.” Ada yang mengatakan, yang dimaksud jahiliyah pertama adalah jahiliyah sebelum Islam, sedangkan jahiliyah kedua adalah umat Islam yang melakukan perbuatan jahiliyah pertama. Sedangkan pengertian ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya dua hal atau lebih. Ikhtilath dalamُpengertianُsyar’iُmaksudnyaُbercampur-baurnya perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim di sebuah momen dan forum yang tidak dibenarkan oleh Islam. Imam Abu Daud meriwayatkan, ُْ ‫ة َع‬ ‫ن‬ َُ ‫م َز‬ ُِ ‫س ْيدُ أَ ِبي ْب‬ ُِّ ‫ار‬ ُْ ‫ع أَنهُ أَ ِبيهُِ َع‬ َُ ‫س ِم‬ َُ ‫صلى اللهُِ َرسو‬ َُ ‫سل‬ َُ ‫ار جُ َوه‬ ُْ ‫د ِم‬ ُِ ‫س ِج‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫ن َخ‬ َ ‫يِ أ‬ َ ‫ل‬ َ ‫و َيقولُ َو‬ ْ ‫ْم‬ َ ‫ن الْأَ ْن‬ َ ُ‫م َعل َْيهُِ الله‬ َ ‫ال‬ ْ ‫ن َح‬ ْ ُ َ ‫اخ َتل‬ ‫َط‬ ‫ف‬ ‫ال‬ ُ ‫ج‬ ‫الر‬ ُ ‫ع‬ ‫م‬ ُ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫ِس‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ُ ‫يق‬ ‫ر‬ ‫الط‬ ُ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫ول‬ ُ ‫س‬ ‫ر‬ ُِ‫ه‬ ‫الل‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ه‬ ُ ‫الل‬ ُِ‫ه‬ ‫َي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ُ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ُ ‫ِلن‬ ‫ل‬ َِ ُ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫س‬ ُ ‫ن‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ‫ت‬ ‫اس‬ ‫ه‬ ُ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ُ ‫س‬ ‫َي‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ُ ‫َك‬ ‫نل‬ ُْ َ‫أ‬ ِ ِ ِ‫خ‬ َ َ َ ْ َ ِ ِ َِ َ ْ َ ِّ َ َ ْ َْ َ ِ ِّ َ َ ْ َ َ َ َ ِّ َ َ َ َُ ‫يق َت ْحق ْق‬ ‫ن‬ َُ ‫يق ِب َحافاتُِ َعل َْيكنُ الط ِر‬ ُِ ‫ت الط ِر‬ ُْ ‫ْم ْرأةُ َفكَا َن‬ ُِ ‫ار ل ََي َت َعلقُ ْو َب َهاََث إِنُ َحتى ِبال ِْج َد‬ ُِ ‫ن ِبال ِْج َد‬ ُْ ‫ِها ِم‬ ِ ‫ار َت ْل َت‬ َ ‫لصوق‬ َ ‫صقُ ال‬ ُِ‫ِبه‬ Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah saw keluar rumah dari masjid. Tibatiba orang laki-laki dan wanita berkumpul di jalanan. Rasulullah saw berkata kepada para wanita itu, “Agarُwanitaُdiُbelakangُsaja,ُkalianُtidakُbolehُberadaُdiُtengah-tengah jalan (ketika ada laki-laki) dan hendaknyaُkalianُdiُpinggiranُjalan.”ُSertaُmertaُadaُwanitaُyangُmerapatُkeُdindingُ(rumah)ُ sampai-sampaiُpakaiannyaُtersangkutُkeُdindingُituُkarenaُterlaluُnempel.”ُ(AbuُDaud). Al-Qur’anُmemberikanُarahanُkepadaُwanitaُbagaimanaُseharusnyaُmerekaُbersikap, bersuara dan bergaul dengan lawan jenisnya. Allah berfirman, “Haiُistri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinyaُdanُucapkanlahُperkataanُyangُbaik.”ُ(Al-Ahzab: 32) Sekarang ini pemandangan wanita tabarruj menjadi biasa, termasuk di negeri-negeri muslim. Dunia entertainmen memiliki peran besar dalam mensosialisasikan budaya tabarruj. Ikhtilath juga tidak bisa dipisahkan dari budaya mereka. Seorang pemuda akan dipandang aneh jika tidak memiliki temanteman wanita. Lebih jauh, pergaulan bebas semakin membudaya. Tabarruj dan Ikhtilah adalah konspirasi musuh-musuh Islam Tabarruj dan ikhtilath merupakan tradisi Yahudi, ini nampak dalam Protokoler mereka, wajib bagi mereka untuk menundukkan semua bangsa dengan cara memerangi akhlak dan memporakporandakan nilai-nilai keluarga dengan berbagai sarana yang ada. Lalu mereka menemukan bahwa sarana yang paling efektif untuk menyerang basis keluarga adalah dengan cara merangsang mereka melakukan kejahatan dan merangsang nafsu syahwat. Racun ini lalu mereka sebarkan melalui berbagai media, film, koran, majalah, cerita, dan lain-lain. Kita sekarang hidup di zaman banyak dan beragam fitnah dan godaan, karena interaksi kita dengan dunia luar, misal melalui media masa audio maupun visual. Wanita dibiarkan berkeliaran ke mana saja tanpa batas dan bergaul dengan siapa saja serta dengan dandanan model zamannya, membuka aurat, dengan kosmetik dan parfum yang menarik perhatian. Acap kali kita menyaksikan, bahkan seorang gadis belia keluar dari rumahnya tanpa didampingi oleh muhrimnya, bertemu dengan siapa saja tanpa pantauan kedua orang tuanya. Wanita berbicara melalui telepon hingga berjam-jam tanpa diketahui



oleh walinya. Di waktu siang maupun malam tidak jarang dijumpai wanita berada di luar rumah, bukan untuk suatu kepentingan belanja atau urusan keluarganya, semata-mata untuk mencari sensasi. Kemudian ia bergabung dalam kerumunan laki-laki dan perempuan. Hampir bisa dipastikan bahwa tujuan keluar rumah adalah sengaja menyebarkan fitnah dan menggoda mata laki-laki. Sementara orang tuanya, kakak dan adiknya tenang berada di rumah. Bahaya Tabarruj dan Ikhtilath Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan bahaya tabarruj dan ikhtilah bagi, diri, keluarga, dan masyarakat. 1. Tabarruj dan ikhtilath adalah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya Dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah akan merasakan akibatnya. Sama sekali tidak akan membahayakan Allah. Rasulullah saw. bersabda, َ ْ َُ ‫ َقا‬: ‫ن‬ ُ‫ن أمتِي كل‬ َُ ‫ة يَ ْدخل ْو‬ َُ ‫ْجن‬ ُْ ‫م‬ َُ ‫ن للاُِ َرس ْو‬ ُْ ‫م‬ ُْ ‫م‬ َُ ‫ة َد َخ‬ َُ ‫ْجن‬ ُْ ‫م‬ ُْ ‫َف َق‬ َ ‫ل ُأَ َط‬ َ ‫ن إِلاُ ال‬ َ ‫ن ال‬ َ ‫أبَى‬، ‫ َف َقال ْوا‬: ‫ل يَا‬ َ ‫ل يَأبَى؟‬ َ ‫اعنِي‬ َ ‫صانِي َو‬ َ ‫د َع‬ ‫أَ َبى‬ “Setiapُumatkuُakanُmasukُsurgaُkecualiُyangُtidak mau.”ُMerekaُ(sahabat)ُbertanya,ُ“YaُRasulullah,ُ siapakahُyangُtidakُmau?”ُBeliauُbersabda,ُ“Barangsiapaُtaatُkepadakuُakanُmasukُsurgaُdanُ barangsiapaُbermaksiatُkepadakuُiaُorangُyangُtidakُmau.”ُ(H.R.ُBukhari) 2. Tabarruj dan ikhtilath termasuk dosa besar Karena kedua hal ini merupakan sarana paling kuat terhadap perbuatan zina. Di riwayat yang shahih dari Ahmad diceritakan bahwa Umaimah binti Raqiqah datang kepada Rasulullah saw. Untuk berbaiat kepada beliau dalam membela Islam. Beliau bersabda, َُ ‫ن َعلَى أ َبا ُِيع‬ ‫ك‬ ُْ َ‫ش ِركِي ل ُاَ أ‬ َُ ‫ك َب ْي‬ َُ ‫َي َد ْي‬ َ َ‫س ِرقِي َول ُا‬ ْ ‫ش ْيئا ِباللُِ ت‬، ْ ‫ت‬، َ‫ َت ْزنِي َول ُا‬، َ‫ن َت ْف َت ِر ْي َنهُ ِبب ْه َتانُ أْتِيََت َول ُاَ َول ََدكُِ َت ْقتلِي َول ُا‬ ُِ‫ج َت َتبَر ِجي َول ُا َ َتن ْوحِ ي َول ُاَ َو ِر ْجلَيْك‬ َُ ‫ْجاهِ لِيةُِ َتبَر‬ َ ‫الأ ْولَى ال‬ “Akuُmembaiatmu agar kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anakmu, tidak melakukan kebohongan dari hadapanmu (karena perbuatan lisan dan kemaluan), tidak meratapi (orang mati), dan tidak tabarruj dengan tabarruj jahiliyahُpertama.”ُ(H.R.ُ Bukhari) Lihatlah bagaimana Rasulullah saw. mengaitkan antara tabarruj dan dosa-dosa besar seperti syirik, mencuri, dan berzina. 3. Tabarruj dan Ikhtilath mendatangkan laknat Di Mustadrak Al-Hakim dan di Musnad Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar Rasulullah saw bersabda, ُ‫س َيكونُ َيقول‬ َُ ‫وج َعلَى َي ْركَب‬ ُِ ‫ش َباهُِ السر‬ ُِ ‫الر َج‬ َُ ‫ب َعلَى َي ْن ِزل‬ ُِ ‫د ُأَ ْب َوا‬ ُِ ‫س ِج‬ ُْ ‫ِساؤه‬ ِ ِّ ‫ون‬ ْ َ‫ال كَأ‬ َ ‫ون ِر َجالُ أمتِي آخِ ُِر فِي‬ َ ‫كَاسِ َياتُ ن‬ ْ ‫ْم‬ َ ‫م ال‬ َ ُ‫ار َيات‬ ‫ع‬ ‫َى‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ُ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ء‬ ‫ر‬ ُِ‫ة‬ ‫ِم‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫أ‬ ‫ك‬ ُِ‫ت‬ ‫خ‬ ‫ْب‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ُِ‫اف‬ ‫ج‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ُ ‫وه‬ ‫ن‬ ‫ْع‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ُ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ف‬ ‫ات‬ ُ ‫ن‬ ‫و‬ ‫ْع‬ ‫ل‬ ‫م‬ ُ ‫َو‬ ‫ل‬ ُ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ك‬ ‫َو‬ ُ ‫م‬ ‫ك‬ ‫اء‬ ‫ر‬ ‫ة‬ ُ ‫م‬ ‫أ‬ ُ ‫ن‬ ‫م‬ ُِ‫م‬ ‫م‬ ‫ْأ‬ ‫ل‬ ‫ا‬ َُ ‫م‬ ‫ن‬ ِ‫وس‬ ِ‫ْع‬ َ َْ َ َ َ ‫ل‬ ْ ِ َ َ ْ ِ َِ َ َ ْ ِ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ ْ ‫َخ َد‬ ُْ ‫ِساؤك‬ ‫م‬ ُْ ‫اءه‬ ُْ ‫م َنك‬ ُْ ‫َق ْبلَك‬ َ ‫من‬ َ ‫ما ن‬ َ ‫ممُِ ن‬ َ َ‫م ك‬ َ ‫م الْأ‬ ْ ‫ِساءُ يَ ْخ ِد‬ َ ‫ِس‬ “Akanُdatangُdiُakhirُumatkuُnantiُlaki-laki yang naik pelana (mewah) layaknya laki-laki yang turun ke pintu-pintu masjid, wanita-wanita mereka mengenakan pakaian namun telanjang, di kepala mereka seperti punuk unta kurus. Kutuklah wanita-wanita itu karena sesungguhnya mereka itu terkutuk. Jika setelah kalian ada kaum, tentu wanita-wanita kalian akan melayani wanita-wanita mereka sebagaimana wanita-wanitaُkaumُterdahuluُmelayaniُkalian.” 4. Tabarruj temasuk sifat penghuni neraka Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, َ ُِ ‫ص ْن َف‬ ‫ان‬ ُْ ‫ل ِم‬ ُِ ‫ه‬ ُِ ‫َم الن‬ ُْ ‫ما ل‬ ُْ ‫م َعه‬ َُ ُ‫ب سِ يَاط‬ ُِ ‫ون الْبَ َق ُِر كَأَ ْذ َنا‬ َُ ‫ض ِرب‬ ِ ‫ن‬ ْ َ‫ار أ‬ ِ ‫م ِميلَاتُ َع‬ َ ‫ار يَاتُ كَاسِ يَاتُ َون‬ ْ َ‫ِساءُ ََالناس ِب َها ي‬ َ ‫م َق ْومُ أ َره‬ َ ُ‫مائِلَات‬ ‫ن‬ ُ ‫ه‬ ‫وس‬ ‫ء‬ ‫ر‬ ُِ‫ة‬ ‫ِم‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫أ‬ ‫ك‬ ُِ‫ت‬ ‫خ‬ ‫ْب‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ُِ‫َة‬ ‫ل‬ ‫ئ‬ ‫ا‬ ‫ْم‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َا‬ ‫ل‬ ُ ‫ْن‬ ‫ل‬ ‫خ‬ ‫د‬ ‫ي‬ ُ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫ْج‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫َا‬ ‫ل‬ ‫و‬ ُ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ج‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫يح‬ ‫ر‬ ‫ن‬ ُ ‫إ‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫يح‬ ‫ر‬ ‫د‬ ُ ‫وج‬ ‫َي‬ ‫ل‬ ُ ‫ن‬ ‫م‬ ُِ‫ة‬ ‫ير‬ ُ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ذ‬ ‫ك‬ ِ ِ‫س‬ ِ َ َ َ ‫َوكَ َذا‬ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ِ َ َ َ ِ َِ َ َ ِ َ َ َ “Adaُduaُgolonganُpendudukُnerakaُyangُbelumُakuُlihatُsekarangُini.ُSatuُkaumُyangُbersamaُ mereka cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang dipakai untuk memukul orang. Wanita-wanita mereka berpakaian namun telanjang, bergaya pundak mereka dan berpaling dari kebenaran. Kepala mereka seperti punuk unta kurus, mereka tidak masuk surga dan tidak mencium baunya. Padahal baunya terciumُdariُjarakُperjalananُsekianُdanُsekian.”ُ(H.R.ُMuslim) 5. Tabarruj adalah Kemunafikan yang akan Mendatangkan Kegelapan di hari Kiamat Al-Baihaqi meriwayatkan sabda Rasulullah saw. dengan sanad shahih,



‫م َخ ْي ُر‬ ُْ ‫ِسائِك‬ َُ ‫للا ات َق ْي‬ َُ ُ‫شر‬ ُْ ‫ِسائِك‬ َ ‫م َو‬ َ ‫ن ِإ َذا الْم َواسِ َيةُ الْم َوات َِيةُ ال َْول ْودُ اَل َْود ْودُ ن‬ َ ‫ََلا الْم َُنا ِف َقاتُ َوهنُ الْم َت َخ ِ ِّيلاَتُ لْم َت َب ِّ ِر َجاتََُا ن‬ َ ُ‫ْجنة يَ ْدخل‬ َُ ‫ب ِم ْث‬ ُِ ‫صمُِ الْغ َرا‬ َ ‫ل إِلاُ ِم ْنهنَُُال‬ َ ‫الأ ْع‬ “Sebaik-baik wanita kalian adalah yang penyayang, yang banyak melahirkan, yang cocok (dengan suaminya) jika mereka bertakwa kepada Allah. Dan seburuk-buruk wanita adalah yang tabarruj dan sombong. Mereka itulah orang-orang munafik. Tidak akan masuk surga salah seorang di antara merekaُkecualiُsepertiُgagakُputih.”ُ(Baihaqi). 6. Tabarruj dan ikhtilath menodai kehormatan keluarga dan masyarakat Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, َ ُ َ‫قََأ َعبدُ أ‬ َ ‫اب و‬ ُ‫ل ل ُا َ ثَلاَثَة‬ ُْ َ‫سأ‬ ُْ ‫ق َرجلُ َع ْنه‬ َُ ‫ار‬ َُ ‫اع‬ َُ ‫م‬ َُ ‫ات َب‬ َُ ‫م‬ ِ ‫مةُ َع‬ َ ‫م‬ َ ‫امهُ َو َع‬ ْ ‫م َت‬ َ ‫صى ال‬ َ ‫ْج‬ َ ‫م‬ َ ‫ات ِإ‬ َ ‫اصيا َو‬ َ ‫و َوأ‬ َ ‫ام َرأةُ َف‬ ْ ْ ْ َ َُ ‫َز ْوج َها َع ْن َها َغ‬ َ ‫ة َف‬ َ ُْ ‫ها َق‬ ‫د‬ َُ ‫ت الد ْنيَا م ْؤ َن‬ ُْ ‫ل َفل ُا َ بَ ْع َدهُ َف َتبَر َج‬ ُْ ‫سأ‬ ُْ ‫ع ْنه‬ َُ َ ‫ة كَ َفا‬ ْ ‫م َت‬ “Adaُtigaُorangُyang,ُkamuُjanganُbertanyaُkepadaُmereka:ُseseorangُyangُkeluarُdariُjamaahُdanُ durhaka kepada imamnya lalu mati dalam keadaan bermaksiat, seorang budak perempuan dan lakilaki yang berlari (dari tuannya) kemudian ia mati, dan seorang wanita ditinggal keluar oleh suaminya dan telah dicukupi kebutuhan dunianya lalu ia bertabarruj setelah itu. Maka jangan bertanya kepada mereka.”ُ(H.R.ُAhmad) 7. Tabarruj adalah sunnah Iblis Jika menutup aurat dan berhijab serta menjaga diri dan kehormatan adalah sunnah Nabi saw. Maka tabarruj dan ikhtilath adalah sunnah Iblis, di mana sasaran godaan pertama terhadap manusia adalah agar auratnya terbuka. Allah mewanti-wanti hal ini kepada kita agar kita tidak terfitnah oleh tipu daya Iblis. Allah berfirman, “HaiُanakُAdam,ُjanganlahُsekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkanُkepadaُkeduanyaُ‘auratnya.ُSesungguhnyaُiaُdanُpengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami telah menjadikan syetan-syetan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orangُyangُtidakُberiman.”ُ(Al-A’raf:ُ27). 8. Tabarruj dan Ikhtilath adalah Permulaan Zina Setiap kali penyimpangan terjadi akan melahirkan penyimpangan lain yang lebih besar. Ketika wanita tidak menutup auratnya dan tidak menjaga kehormatannya dengan bercampur bersama laki-laki yang bukan muhrimnya, terlebih dengan dandanan yang menyebar fitnah, rasa malu sudah sirna dan ghirah laki-laki mulai tiada, maka hal-hal haram menjadi mudah dilakukan bahkan dosa-dosa besar menjadi hal yang biasa dan wajar. Termasuk di antaranya zina. Di tengah masyarakat kita sekarang terjadi perbedaan persepsi tentang zina. Bahkan tidak ada undang-undang yang menjadikan zina sebagai kejahatan kecuali ia terkait dengan hak-hak asasi manusia. 9. Tabarruj dan Ikhtilath mengundang Siksaan Allah Di hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda, ُْ ‫شةُ َت ْظ َه ُْر ل‬ ‫َم‬ َُ ُ‫شا ِإلا ِب َها ي ْعلِنوا َحتى َقط‬ ُْ ‫ِيه‬ ُْ ‫ن ل‬ ُْ ‫ت َتك‬ ُْ ‫ض‬ ُْ ‫سلَاف ِِه‬ ِ ‫َم التِي َوا ْلأَ ْو َجاعُ الطاعونُ ف‬ َ ِ‫ق ْومُ فِي ا ْل َفاح‬ َ ‫م َف‬ ْ ‫َأ‬ َ ‫م‬ َ ‫م فِي‬ َُ ‫ض ْوا الذ‬ ‫ِين‬ َ ‫م‬ َ “TidaklahُnampakُkebejatanُdiُantaraُkaumُLuthُsampaiُmerekaُterang-terangan (melakukannya) kecuali setelah itu tersebarlah penyakit kolera dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada pendahuluُmereka.”ُ(IbnuُMajah). Secara umum, kemaksiatan kerap kali menjadi penyebab terjadinya berbagai musibah. Seperti yang Allah sinyalir dalam Al-Qur’an, “Danُjikaُkamiُhendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”ُ(Al-Isra’:ُ16) Tentu saja yang akan terkena dampaknya tidak hanya pelaku kemaksiatan, kaum mutabarrijat dan mereka tidak ada hijab dalam hubungan antar lawan jenis. Semua orang yang ada di sebuah komunitas akan terkena dampaknya. Maka kewajiban bagi semuanya adalah mencegah terjadinya



berbagai kemaksiatan dan kemungkaran sebisa mungkin. Para ulama dan pemimpin menjadi penanggungُjawabُutamaُsebelumُyangُlainُdalamُmenegakkanُamarُma’rufُnahiُmungkar. Abu Bakar As-Shidiq meriwayatkan bahwa ia mendengar sabda Rasulullah saw, ُ‫اس ِإن‬ َُ ‫َم الْم ْنكَ َُر َرأَوا ِإ َذا الن‬ ُْ ‫ك ي َغ ِ ِّير ْوهُ َفل‬ َُ ‫ش‬ ُْ َ‫ِبعِ َقابُ للاُ َيعمهمُ أ‬ َ ‫ن أَ ْو‬ “Jikaُmanusiaُmelihatُkemungkaranُlaluُtidakُmerubahnya,ُhampirُAllahُmeratakanُsiksanya kepada merekaُsemua.”ُ(DiriwayatkanُEmpatُImamُdanُdinilaiُshahihُolehُIbnuُHibban)



Sumber: https://www.dakwatuna.com/2007/01/24/73/tabarruj-dan-ikhtilath/#ixzz53uM1NYTS Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook



Siapapun kita, tentu pernah merasakan marah, bahkan mungkin tidak jarang kita merasakan kemarahan dan emosi yang sangat. Memang sifat marah merupakan tabiat yang tidak mungkin luput dari diri manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan enggan untuk diselisihi keinginannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah”[1]. Bersamaan dengan itu, sifat marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk merusak agama dan diri mereka, karena dengan kemarahan seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga dia bisa melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi diri dan agamanya[2]. Oleh karena itu, hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa, meskipun mereka tidak luput dari sifat marah, akan tetapi kerena mereka selalu berusaha melawan keinginan hawa nafsu, maka mereka pun selalu mampu meredam kemarahan mereka karena Allah Ta’ala. Allah Ta’ala memuji mereka dengan sifat ini dalam firman-Nya, َ َّ ‫اس َو‬ {‫اظ ِمينَ ْالغَي‬ َّ ‫َّللاُ ي ُِحبُّ ْْالَّذِينَ يُ ْن ِفقُونَ ِفي ال‬ ِ ‫اء َو ْال َك‬ ِ ‫اء َوالض ََّّر‬ ِ ‫س َّر‬ ِ َّ‫ع ِن الن‬ َ َ‫ظ َو ْال َعافِين‬ ْ َ‫}ال ُمحْ ِسنِين‬ “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang



menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134). Artinya: jika mereka disakiti orang lain yang menyebabkan timbulnya kemarahan dalam diri mereka, maka mereka tidak melakukan sesuatu yang diinginkan oleh watak kemanusiaan mereka (melampiaskan kemarahan), akan tetapi mereka (justru berusaha) menahan kemarahan dalam hati mereka dan bersabar untuk tidak membalas perlakuan orang yang menyakiti mereka[3].



Keutamaan menahan marah dan mengendalikan diri ketika emosi Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, َّ ‫ ِإنَّ َما ال‬، ‫ع ِة‬ َّ ‫ْس ال‬ «‫ب‬ ُّ ‫شدِيدُ ِبال‬ ِ ‫ض‬ َ َ‫سهُ ِع ْندَ ْالغ‬ َ ‫ص َر‬ َ ‫شدِيدُ الَّذِى َي ْم ِلكُ نَ ْف‬ َ ‫» لَي‬ “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah”[4]. Inilah kekuatan yang terpuji dan mendapat keutamaan dari Allah Ta’ala, yang ini sangat sedikit dimiliki oleh kebanyakan manusia[5]. Imam al-Munawi berkata,“Makna hadits ini: orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia (mampu) melawan dan menundukkan nafsunya (ketika itu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini membawa makna kekuatan yang lahir kepada kekuatan batin. Dan barangsiapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya)”[6]. Inilah makna kekuatan yang dicintai oleh Allah Ta’ala yang disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah”[7]. Arti kuat dalam hadits ini adalah kuat dalam keimanan dan kuat dalam berjuang menundukkan hawa nafsunya di jalan Allah U[8].



Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ً ‫غ ْي‬ َ ‫ق َي ْو َم ْال ِقيَا َم ِة َْ َم ْن َك‬ َّ ُ‫عاه‬ « ‫َّللاُ ع‬ َ ‫ظ َم‬ ِ ‫علَى ُر ُء‬ َ َ‫علَى أ َ ْن يُ ْن ِفذَهُ د‬ َ ‫ظا َو ُه َو قَاد ٌِر‬ َ ‫َّز َو َج َّل‬ ِ ِ‫وس ْال َخالَئ‬ َّ ُ‫» َحتَّى يُ َخيِ َِّره‬ ‫ور َما شَا َء‬ ِ ‫َّللاُ ِمنَ ْال ُح‬ “Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya”[9]. Imam ath-Thiibi berkata, “(Perbuatan) menahan amarah dipuji (dalam hadist ini) karena menahan amarah berarti menundukkan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan, oleh karena itu Allah Ta’ala memuji mereka dalam firman-Nya, َ ‫اظ ِمينَ ْالغَ ْي‬ َّ ‫اس َو‬ {‫َّللاُ ي ُِحبُّ ال‬ ِ ‫ْو ْال َك‬ ِ َّ‫ع ِن الن‬ َ َ‫ظ َو ْالعَافِين‬ َ ْ َ‫} ُمحْ ِسنِين‬ “Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134)”[10]. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini: “…padahal dia mampu untuk melampiaskannya…”, menunjukkan bahwa menahan kemarahan yang terpuji dalam Islam adalah ketika seseorang mampu melampiaskan kemarahannya dan dia menahnnya karena Allah Ta’ala[11], adapun ketika dia tidak mampu melampiaskannya, misalnya karena takut kepada orang yang membuatnya marah atau karena kelemahannya, dan sebab-sebab lainnya, maka dalam keadaan seperti ini menahan kemarahan tidak terpuji. Seorang mukmin yang terbiasa mengendalikan hawa nafsunya, maka dalam semua keadaan dia selalu dapat berkata dan bertindak dengan benar, karena ucapan dan perbuatannya tidak dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Inilah arti sikap adil yang dipuji oleh Allah Ta’ala sebagai sikap yang lebih dekat dengan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman, ُ ‫شن‬ {‫َآن قَ ْو ٍم على أَالَّ ت َ ْع ِدلُ ْوا اِ ْع ِدلُ ْوا ُهو‬ َ ‫ْوال يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم‬ ُ ‫}أ َ ْق َر‬ َ َ ‫ب ِللت َّ ْق َوى‬ “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS al-Maaidah:8).



Imam Ibnul Qayyim menukil ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran”[12].



Menahan marah adalah kunci segala kebaikan Dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta nasehat beliau. Orang itu berkata: Berilah wasiat (nasehat) kepadaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah engkau marah”. Kemudian orang itu mengulang berkali-kali meminta nasehat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menjawab: “Janganlah engkau marah”[13]. Orang ini datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta nasehat yang ringkas dan menghimpun semua sifat baik, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenasehatinya untuk selalu menahan kemarahan. Kemudian orang tersebut mengulang permintaan nasehat berkali-kali dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jawaban yang sama: “Janganlah engkau marah”. Ini semua menunjukkan bahwa melampiaskan kemarahan adalah sumber segala keburukan dan menahannya adalah penghimpun segala kebaikan[14]. Imam Ja’far bin Muhammad berkata: “(Melampiaskan) kemarahan adalah kunci segala keburukan”. Imam Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi, ketika dikatakan kepada beliau: Sampaikanlah kepada kami (nasehat) yang menghimpun semua akhlak yang baik dalam satu kalimat. Beliau berkata: “(Yaitu) meninggalkan (menahan) kemarahan”. Demikian pula imam Ahmad bin Hambal dan imam Ishak bin Rahuyah ketika menjelaskan makna akhlak yang baik, mereka berdua mengatakan: “(Yaitu) meninggalkan (menahan) kemarahan”[15]. Maka perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas: “Janganlah engkau marah” berarti perintah untuk melakukan sebab



(menahan kemarahan) yang akan melahirkan akhlak yang baik, yaitu: sifat lemah lembut, dermawan, malu, merendahkan diri, sabar, tidak menyakiti orang lain, memaafkan, ramah dan sifat-sifat baik lainnya yang akan muncul ketika seseorang berusaha menahan kemarahannya pada saat timbul sebab-sebab yang memancing kemarahannya[16].



Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatasi kemarahan ketika muncul pemicunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memberi petunjuk kepada orang yang sedang marah untuk melakukan sebab-sebab yang bisa meredakan kemarahan dan menahannya dengan izin Allah Ta’ala[17], di antaranya: 1. Berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan Dari Sulaiman bin Shurad beliau berkata: “(Ketika) aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada dua orang laki-laki yang sedang (bertengkar dan) saling mencela, salah seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan mengembang urat lehernya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya maka niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya. Seandainya dia mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”, maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya”[18]. 2. Diam (tidak berbicara), agar terhindar dari ucapan-ucapan buruk yang sering timbul ketika orang sedang marah[19]. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam”[20]. 3. Duduk atau berbaring, agar kemarahan tertahan dalam dirinya dan akibat buruknya tidak sampai kepada orang lain[21]. Dari Abu Dzar al-Gifari bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk, kalau kemarahannya belum hilang maka hendaknya dia berbaring”[22]. Di samping itu, yang paling utama dalam hal ini adalah usaha untuk menundukkan dan mengendalikan diri ketika sedang marah, yang ini akan



menutup jalan-jalan setan yang ingin menjerumuskan manusia ke dalam jurang keburukan dan kebinasaan[23]. Allah Ta’ala berfirman, {‫علَى الل‬ ُّ ‫} ِه َما َال ت َ ْعلَ ُمونَِّْْإِنَّ َما يَأ ْ ُم ُر ُك ْم بِال‬ ِ ‫وء َو ْالفَحْ ش‬ ِ ‫س‬ َ ‫َاء َوأ َ ْن تَقُولُوا‬ “Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS al-Baqarah:169). Suatu hari, Khalifah yang mulia, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz marah, maka putranya (yang bernama) ‘Abdul Malik berkata kepadanya: Engkau wahai Amirul mukminin, dengan karunia dan keutamaan yang Allah berikan kepadamu, engkau marah seperti ini? Maka ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata: Apakah kamu tidak pernah marah, wahai ‘Abdul Malik? Lalu ‘Abdul Malik menjawab: Tidak ada gunanya bagiku lapangnya perutku (dadaku) kalau tidak aku (gunakan untuk) menahan kemarahanku di dalamnya supaya tidak tampak (sehingga tidak mengakibatkan keburukan)[24].



Marah yang terpuji Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtidak pernah marah karena (urusan) diri pribadi beliau, kecuali jika dilanggar batasan syariat Allah, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan marah dengan pelanggaran tersebut karena Allah”[25]. Inilah marah yang terpuji dalam Islam, marah karena Allah Ta’ala, yaitu marah dan tidak ridha ketika perintah dan larangan Allah Ta’ala dilanggar oleh manusia. Inilah akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang selalu ridha dengan apa yang Allah ridhai dalam al-Qur’an dan benci/marah dengan apa yang dicela oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an[26]. ‘Aisyah berkata: “Sungguh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an”[27]. Dalam riwayat lain ada tambahan: “…Beliau marah/benci terhadap apa yang dibenci dalam al-Qur’an dan ridha dengan apa yang dipuji dalam al-Qur’an”[28]. Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Wajib bagi seorang mukmin untuk menjadikan keinginan nafsunya terbatas pada apa yang dihalalkan oleh



Allah baginya, yang ini bisa termasuk niat baik yang akan mendapat ganjaran pahala (dari Allah Ta’ala). Dan wajib baginya untuk menjadikan kemarahannya dalam rangka menolak gangguan dalam agama (yang dirasakan) oleh dirinya atau orang lain, serta dalam rangka menghukum/mencela orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya r, sebagaimana firman-Nya: َ ‫غ ْي‬ {‫ص ُر ُك ْم‬ َ ْ‫ب‬ ِ ‫علَ ْي ِه ْم َويَ ْش‬ ُ ‫ُور قَ ْو ٍم ُمؤْ ِمنِينَ َويُ ْذه قَاتِلُو ُه ْم يُعَ ِذِّ ْب ُه ُم هللاُ بِأ َ ْيدِي ُك ْم َوي ُْخ ِز ِه ْم َويَ ْن‬ ُ ‫ف‬ َ ِْ ‫ظ‬ َ ‫صد‬ ُ ‫}قُلو ِب ِه ْم‬ “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan kemarahan orang-orang yang beriman” (QS at-Taubah: 14-15)”[29].



Penutup Demikianlah tulisan ringkas ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan menjadi motivasi untuk selalu berusaha menundukkan hawa nafsu dan menahan kemarahan, agar kita terhindar dari segala keburukan. Kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita petunjuk dan taufik-Nya untuk memiliki sifat-sifat yang baik dan mulia dalam agamaNya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. ‫ وآخر دعوانا أن الحمد‬،‫هلل رب وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين‬ ‫العالمين‬ Kota Kendari, 28 Jumadal ula 1432 H Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA Artikel www.muslim.or.id



[1] HSR Muslim (no. 2603). [2] Lihat kitab “Syarhu Riyaadhish shaalihiin” (1/107) dan “Bahjatun naazhiriin” (1/111).



[3] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 148). [4] HSR al-Bukhari (no. 5763) dan Muslim (no. 2609). [5] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (16/162). [6] Kitab “Faidhul Qadiir” (5/358). [7] HSR Muslim (no. 2664). [8] Lihat kitab “Syarhu Riyaadhish shaalihiin” (1/305) dan “Bahjatun naazhiriin” (1/183). [9] HR Abu Dawud (no. 4777), at-Tirmidzi (no. 2021), Ibnu Majah (no. 4186) dan Ahmad (3/440), dinyatakan hasan oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani. [10] Dinukil oleh al-‘Azhiim Abadi dalam kitab “’Aunul Ma’buud” (13/95). [11] Lihat kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/111). [12] Kitab “ar-Risalatut tabuukiyyah” (hal. 33). [13] HSR al-Bukhari (no. 5765). [14] Keterangan imam Ibnu Rajab dalam kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 144). [15] Semua ucapan di atas dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 145). [16] Lihat keterangan imam Ibnu Rajab dalam kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 145). [17] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 146) dan “Bahjatun naazhiriin” (1/112). [18] HSR al-Bukhari (no. 5764) dan Muslim (no. 2610). [19] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 146). [20] HR Ahmad (1/239) dan al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 245), dinyatakan shahih dengan penguatnya oleh syaikh al-Albani dalam “ash-Shahiihah” (no. 1375).



[21] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 146). [22] HR Abu Dawud (no. 4782), Ahmad (5/152) dan Ibnu Hibban (no. 5688), dinyatakan shahih oleh imam Ibnu Hibban dan syaikh al-Albani. [23] Lihat kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/112). [24] Dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 146). [25] HSR al-Bukhari (no. 3367) dan Muslim (no. 2327). [26] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 148). [27] HSR Muslim (no. 746). [28] HR ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no. 72). [29] Kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 148).



MARAH dan emosi adalah tabiat manusia. Oleh karena itu, agama memerintahkan kita untuk mengendalikan kemarahan itu, agar tak sampai menimbulkan dampak negatif. Al-Khaththabi menafsirkan ucapan Nabi pada salah seorang sahabat; ُ‫ضبْ َولَكَ ْال َجنَّة‬ َ ‫َلَ ت َ ْغ‬. “Janganlah marah dan bagimu surga.” (HR. Al-Thabrani), dengan penjelasan: Jauhilah hal-hal yang membuatmu marah atau dapat memicu kemarahanmu. Dijelaskan secara medis, marah berlebihan dapat memiliki dampak serius pada kesehatan seseorang. Ketika marah, tubuh seseorang akan melepaskan hormon-hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Bila terlalu banyak, hormon tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan masalah kesehatan. Saat marah, kita akan merasa jantung berdebar dan bernapas lebih cepat. Bila marah tingkat tinggi, akan terjadi ketegangan di bahu atau bahkan hingga mengepalkan tangan. Jika mengalaminya, Anda sebaiknya segera mengendalikan diri agar tidak berlanjut. Menahan marah itu memang bukan pekerjaan mudah. Karenanya Nabi mengumpamakan orang yang dapat mengendalikan kemarahan dan emosinya, sebagai orang terkuat. (lihat: Fath al-Bari, 10/520). Nabi juga melarang umatnya untuk marah, namun jika marah, Nabi telah banyak mencontohkan bagaimana seharusnya mengendalikan rasa amadalah. [Baca juga: Beginilah Marahnya Rasulullah] Berikut beberapa cara untuk meredam kemarahan, sesuai petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam: 1. Membaca Ta’awwudz. Rasulullah bersabda “Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’udzu billah minasy syaithaanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).” (HR. Bukhari Muslim).



2. Berwudlu. Rasulullah bersabda, “Kemarahan itu dari setan, sedangkan setan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah.” (HR. Abu Dawud). 3. Mengubah posisi. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah.” (HR. Abu Dawud). 4. Diam. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah.” (HR. Ahmad). 5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuah hadits dikatakan “Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).” (HR. Tirmidzi).* Penulis adalah pengurus MIUMI Malang. Artikel merupakan salah satu bagian dari buku “The Amazing Rasulullah: Menguak Sisi Unik dan Inspiratif Keseharian Nabi Muhammad” yang segera akan terbit.



Larangan Umroh dan Haji: 10 Hal Yang Dilarang Ketika Ihram Jika Anda sudah berencana mendaftar Paket Umroh Murah 2017 bersama travel umrah yang Anda pilih, agar ibadah umroh atau haji yang kita laksanakan syah menurut syar’i dan untuk menghindari membayar pinalti berupa dam atau denda, maka ada 10 larangan yang tidak boleh kita lakukan yaitu:



1. Bagi setiap laki-laki tidak boleh memakai pakaian yang ada jahitannya dan tidak boleh menutup kepala Ibnu Umar ra berkata seorang sahabat telah bertanya kepada Nabi SAW,” Wahai utusan Allah, pakaian apa yang boleh dikenakan bagi orang yang berihram?”, Beliau menjawab “ Tidak boleh mengenakan baju, sorban, celana topi dan khuf ( sarung kaki yang terbuat dari kulit), kecuali seseorang yang tidak mendapatkan sandal, maka pakailah khuf, namun hendaklah ia memotongnya dari bawah dua mata kakinya dan janganlah kamu mengenakan pakaian yang dicelup dengan pewarna atau warna merah”.



2. Bagi wanita tidak boleh menutup wajah dan dua tapak tangannya Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi bersabda “ janganlah seorang wanita berihram mengenakan cadar dan jangan pula menggunakan kaos tangan”. Namun boleh bagi wanita menutupi wajahnya bila ada laki-laki yang lewat di dekatnya



3. Memotong kuku dan rambut/ bulu badan Allah SWT berfirman”..Dan janganlah kamu mencukur rambutmu sebelum binatang hadyu sampai di lokasi penyembelihannya..” ( Al Baqarah ; 196 ) Para ulama juga bersepakat bahwa haram hukumnya memotong kuku bagi orang yang sedang berihram ( al Ijma oleh Ibnul Mundzir hal 57 )



Namun diperbolehkan menghilangkan rambut tapi yang bersangkutan harus membayar fidyah, Allah SWT menegaskan dalam Al qur`an “ Jika diantara kamu ada yang sakit atau gangguan di kepalanya ( lalu ia bercukur ) maka wajiblah ia atasnya membayar fidyah yaitu berpuasa atau berhadaqah atau berkurban..( Al baqarah : 196 )



4. Membunuh atau memburu binatang darat



Allah SWT berfirman “ Dan diharamkan atasmu menangkap binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram”. ( Al Maidah : 95 ). Apabila dilanggar, maka jamaah harus membayar denda dengan membeli makanan seharga binatang yang diburu dan menyedekahkannya kepada fakir miskin atau memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak 5/6 liter ( 1 mud ) untuk satu harinya.



5. Memotong atau mencabut tanaman di tanah Haram Dendanya sama dengan bila kita memburu atau membunuh binatang darat seperti yang telah disebutkan dalam poin sebelumnya.



6. Nikah atau menikahkan Berdasarkan hadist Utsman dari Usman ra bahwa Nabi bersabda “Orang yang berihram tidak boleh menikahi, tidak boleh dinikahi dan tidak boleh melamar.” ( Sahih: Mukhtashar Muslim no. 814)



7. Bercumbu rayu atau bersetubuh Apabila jamaah umroh yang berangkat bersama suami atau istrinya dan melakukan jima’ ( hubungan suami istri ) sebelum menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah umroh, maka



mereka harus membayar denda atau dam dengan menyembelih seekor unta atau 7 ekor kambing.



8. Mencaci maki atau mengucapkan kata-kata kotor. Untuk menghindari dari berkata-kata yang kotor, alangkah baiknya bila jamaah memperbanyak dzikir baik dalam hati maupun dengan diucapkan. Sehingga walau dalam kondisi emosi karena hawa panas dan berdesak-desakan saat thawaf maka yang terucap adalah kalimat-kalimat istighfar dan dzikrullah.



9. Memakai wangi-wangian dan minyak rambut Yang dimaksud sebagai wangi-wangian disini adalah wewangian yang dimaksudkan sebagai parfum, namun bila mandi dengan sabun yang berbau wangi tidak termasuk melanggar ihram. Juga tidak boleh memakai minyak rambut.



10. Berbuat kekerasan seperti bertengkar atau berkelahi. Seperti yang dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 197 “, (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan



mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji”.



Demikianlah 10 hal yang dilarang dilakukan pada saat mengerjakan ihram dalam ibadah haji maupun umroh. Semoga bermanfaat.



Larangan Haji dan Umroh – Ibadah Haji dan Umroh merupakan salah satu ibadah yang paling istimewa karena memiliki banyak keutamaannya. Akan tetapi untuk menyempurnakan ibadah Haji dan Umroh yang Anda lakukan, Anda perlu mengetahui beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan atau dikerjakan pada saat ibadah Haji dan Umroh berlangsung. Apa saja larangan-larangan ketika menunaikan ibadah Haji dan Umroh ? Dalam artikel ini kita akan mengulas mengenai beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan pada saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh. Berikut ini ulasan lebih lengkapnya.



1. Setiap Laki-Laki Tidak Boleh Menggunakan Pakaian yang Memiliki Jahitan



500px.com



Jadi selama Anda melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, Anda tidak boleh menggunakan pakaian yang ada jahitannya seperti sorban, baju, celana, topi,



bahkan kaos kaki. Namun Anda tetap diperbolehkan untuk menggunakan alas kaki seperti sandal. Selain itu untuk kaum laki-laki juga tidak diperkenankan untuk menggunakan pakaian yang berwarna selain kain ihram yang digunakan. Ini merupakan salah satu larangan ihram yang harus Anda patuhi. Ibnu Umar ra berkata seorang sahabat telah bertanya kepada Nabi Muhammad saw.



“Wahai utusan Allah, pakaian apa yang boleh digunakan bagi orang yang berihram “, Beliau menjawab “Tidak boleh menggunakan baju, sorban, celana, topi, dan khuf (sarung kaki yang terbuat dari kulit), kecuali seseorang yang tidak mendapatkan sandal, maka gunakanlah khuf, namun hendaklah ia memotongnya dari bawah dua mata kakinya dan janganlah kamu menggunakan pakaian yang dicelup dengan pewarna atau warna merah.” 2. Setiap Wanita Tidak Boleh Menutup Wajah dan Kedua Telapak Tangannya



500px.com



Salah satu larangan yang tidak boleh dilakukan oleh jamaah Haji dan umroh khususnya untuk wanita adalah menutup wajah dan kedua telapak tangannya. Bahkan larangan ini juga berlaku saat ada laki-laki yang berada di sekitarnya. Sebaiknya kaum wanita boleh menggunakan sarung tangan, namun tidak boleh menutupi bagian telapak tangannya secara langsung. Selain itu kaum wanita tidak diperkenankan untuk menggunakan cadar selama masih menggunakan kain ihram.



Namun kaum wanita masih diperbolehkan untuk menggunakan pakaian yang berwarna maupun pakaian yang dijahit selama pakaian tersebut tidak menutupi kain ihramnya. Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda.



“Janganlah seorang wanita berihram menggunakan cadar dan jangan pula mengenaikan kaos tangan.” 3. Memotong Kuku dan Rambut



500px.com



Larangan berikutnya yang tidak boleh dilakukan pada saat melaksanakan ibadah Haji dan Umroh adalah memotong kuku dan rambut. Hal ini meliputi jenggot, kumis, dan rambut yang ada di daerah lainnya. Apabila jamaah menderita sakit maka diperbolehkan untuk memotong rambut atau rambut namun dengan dikenakan fidyah, yakni harus berpuasa jika mampu atau berkurban. Allah swt berfirman dalam Q.S Al-Baqarah 196 :



“….Dan janganlah kamu mencukur rambut mu sebelum binatang hadyu sampai di lokasi penyembelihannya …” 4. Membunuh atau Memburu Binatang Darat



500px.com



Jika Anda melihat binatang apapun ketika sedang melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh, sebaiknya Anda tidak menangkap apalagi membunuh binatang tersebut selama Anda masih menggunakan kain ihram. Jika larangan itu dilanggar maka Anda harus membayar denda, yakni memberi makan fakir miskin sebanyak 1 mud (5-6 liter) dalam satu hari. Allah swt berfirman dalam Q.S Al-Maidah 95 :



“Dan diharamkan atasmu menangkap binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram.” 5. Mencabut atau Memotong Tanaman di Tanah Haram



500px.com



Selama Anda masih menggunakan kain ihram, maka dilarang untuk mencabut atau memotong tanaman apapun yang berada di tanah haram, jika Anda melanggar larangan ini maka akan dikenakan denda seperti membunuh binatang.



6. Menikah Atau Menikahkan



500px.com



Selama Anda menggunakan kain ihram, Anda dilarang untuk menikah ataupun menjadi juru nikah untuk siapa saja. Jika ingin melakukan hal tersebut, maka sebaiknya dilakukan setelah meninggalkan pakaian ihram. Meskipun dalam Al-Qur’an nikah diperbolehkan, namun ini termasuk salah satu hal yang dilarang ketika melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.



7. Berduaan dengan Lawan Jenis



500px.com



Ketika melaksanakan ibadah Haji dan Umroh dilarang untuk berduaan atau bermesaraan dengan lawan jenis sekalipun dengan mahromnya sendiri. Jika Anda melakukan hubungan suami isteri pada saat menunaikan ibadah Haji dan Umroh maka Anda harus membayar denda atau dengan menyembelih seekor unta atau sama dengan 7 ekor kambing.



8. Mencaci Maki dan Berkata Kotor



500px.com



Untuk menghindari Anda berkata-kata kotor, sebaiknya Anda memperbanyak berdzikir kepada Allah swt. Sehingga dalam kondisi apapun suasana hati Anda akan tetap tenang sekalipun harus berdesak-desakan dengan jamaah lain ketika sedang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.



9. Memakai Minyak Wangi dan Minyak rambut



500px.com



Yang dimaksud dengan wangi-wangian disini adalah dengan menggunakan parfum. Namun jika Anda mandi dengan sabun yang memiliki aroma yang harum maka hal tersebut tidak melanggar ihram.



10. Bertengkar atau Berkelahi



500px.com



Allah swt berfirman dalam Q.S Al-Baqarah 197 :



“Musim Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan menegrjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan Haji.” Itulah beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan selama menjalankan ibadah Haji dan Umroh. Semoga kita semua selalu senantiasa berada di jalan Allah swt. Semoga artikel ini dapat bermanfaat, silahkan di share



Sejarah Asal Mula Ibadah Haji Umroh Sejarah pelaksanaan ibadah haji, pada tahun 6 Hijriyah / 628 Masehi, Nabi Muhammad Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam atas perintah Allah subhaanahu wa ta'aala hendak menunaikan ibadah haji bersama sekitar 1500 sahabat. Mereka berangkat menuju Makkah dengan mengenakan pakaian ihram dan membawa hewan-hewan qurban untuk disembelih.



Akan tetapi singkatnya ketika dalam perjalanan ibadah haji yang pertama ini, mereka tertahan oleh kaum musyrikin Quraisy la'natullah 'alaihim di Hudaibiyah yang telah berjaga untuk menghadang Rasulullah bersama para sahabat supaya tidak bisa lewat untuk pergi ke Makkah. Pada saat itu, Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam tidak menginginkan terjadi peperangan, oleh karenanya mereka berunding untuk melakukan sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah. Inti dari Perjanjian Hudaibiyah itu adalah :



"Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (sallallahu 'alaihi wa sallam) dan Suhail bin 'Amr, perwakilan Quraisy. 1. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. 2. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (sallallahu 'alaihi wa sallam), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. 3. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (sallallahu 'alaihi wa sallam) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seseorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. 4. Tahun ini Muhammad (sallallahu 'alaihi wa sallam) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Makkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. 5. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Makkah." Secara sekilas saja Perjanjian Hudaibiyah ini sangat merugikan kaum muslimin, melihat poin nomer 1 saja dari perjanjian tersebut, ketika kaum Quraisy meminta gencatan senjata, padahal kondisi mereka pada waktu itu dalam keadaan lemah, karena memang sebelumnya mereka telah kalah pada Perang Khandaq.



Rombongan bepergian dengan mengendari unta.



Meskipun Perjanjian Hudaibiyah ini banyak diprotes oleh para sahabat, tetapi Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam memiliki pendapat lain. Salah satu bukti dari keberhasilan Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam dalam menyetujui perjanjian ini adalah diakuinya penduduk Madinah oleh kaum Quraisy. Otomatis ketika penduduk Madinah mendapat pengakuan dari kaum Quraisy yang merupakan suku paling dihormati di daerah Arab, Madinah menjadi punya otoritas sendiri dan diakui oleh kaum-kaum lainnya. Selain itu umat Islam bebas dalam menunaikan ibadah dan tidak mendapat teror dari kaum kafir Quraisy.



Dan ketika Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh kaum Quraisy, kaum Muslimin bisa membalasnya dengan penaklukan kota Makkah (Fathul Makkah) pada tahun 8 Hijriyah / 630 M. Pada sat itu Kaum Muslim berpasukan sekitar 10.000 orang. Sesampainya di Makkah, mereka hanya menemui sedikit rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka'bah.



Umroh Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam Bersama Rombongan Para Sahabat Pada tahun tahun 7 Hijriyah / 629 Masehi, Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam bersama rombongan sekitar 2.000 orang melakukan umroh untuk pertama kalinya.



Rombongan melewati gurun pasir.



Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam beserta rombongan para sahabat memasuki Ka`bah dan langsung melakukan thawaf 7 kali putaran mengelilingi Ka`bah, kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat di makam Nabi Ibrahim 'alaihissalam dan minum air zamzam. selepas itu melakukan sa`i dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan terakhir Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam melakukan tahallul atau mencukur sebagian rambut. Sepanjang hidupnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak 4 kali, dan haji 1 kali.



"Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan umrah sebanyak empat kali. (Yaitu) umrah Hudaibiyah, umrah Qadha`, umrah ketiga dari Ji’ranah, dan keempat (umrah) yang bersamaan dengan pelaksanaan haji beliau.” (HR. Tirmidzi, no 816 dan dan Ibnu Majah no. 2450) Sampai sekarang, apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pertama kali melakukan ibadah umroh menjadi rukun umroh yang berlaku bagi seluruh umat Islam yang hendak melakukan ibadah umroh, yakni ihram atau berniat untuk melakukan umroh, melakukan thawaf dan sa`i. Adapun hal yang wajib dilakukan saat umroh adalah melakukan ihram ketika hendak memasuki miqat dan bertahallul dengan menggundul atau memotong sebagian rambut.



Adapun syarat untuk dapat melakukan ibadah umroh adalah: 1. Beragama Islam 2. Sudah baligh dan berakal 3. Muslim merdeka 4. Memiliki kemampuan dalam hal ini bekal dan kendaraan 5. Adanya syarat untuk didampingi mahram bagi wanita yang ingin melakukan ibadah umroh.



Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ibadah umroh adalah: 1. Apabila meninggalkan rukun umroh yaitu ihram (berniat umroh), thawaf dan sa`i maka umrohnya tidak sah dan wajib diulangi. 2. Apabila meninggalkan kewajiban umroh yaitu melakukan ihram ketika memasuki miqat dan bertahallul dengan menggundul atau memotong sebagian rambut, maka ibadah umroh tetap sah dan kesalahan tersebut bisa dibayar dengan DAM/denda . 3. Apabila melakukan jima` (berhubungan suami istri) sebelum tahallul maka wajib membayar seekor kambing sebagaimana fatwa Ibnu Abbas Ra. Demikian sejarah awalnya ibadah umroh dilakukan pertama kali oleh Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam dan diikuti oleh umatnya hingga kini. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita mengenai sejarah asal mula pertama kali dilaksanakannya pelaksanaan ibadah haji dan umroh oleh Nabi Muhammad beserta para sahabat pada waktu yang lampau, dan sampai saat ini pun kita sebagai ummatnya masih melaksanakannya.



Sejarah Lengkap Awal Ibadah Haji dan Umroh Sejak Ribuan Tahun Lalu



diposkan pada : 27-03-2017 00:04:12



Sejarah Haji dan Umroh dalam Islam berawal dari ribuan tahun yang lalu. Sejak pada masa Nabi Ibrahim AS (1861 – 1686 SM), yang juga merupakan keturunan dari Sam Bin Nuh AS (3900 – 2900 SM). Literatur-literatur yang ada dalam khasanah Islam menerangkan bahwa Nabi Ibrahim AS lahir di Ur-Kasdim, yang merupakan sebuah kota penting di Mesopotamia, selanjutnya Nabi Ibrahim juga tinggal di sebuah lembah yang ada di negeri Syam. Ketika sudah memasuki usia yang senja, Nabi Ibrahim belum juga dikaruniai keturunan. Sang istri (Sarah) sangat sedih ketika melihat keadaan ini dan meminta kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar. Lalu, dari Hajar inilah Allah mengkaruniai Nabi Ibrahim seorang anak yang di beri nama Ismail. Dan Sarah pun tidak mampu memendam rasa pilunya karena tidak kunjung mendapatkan keturunan sepanjang perkawinannya dengan Nabi Ibrahim AS.



Nabi Ibrahim AS kemudian mengadukan permasalahannya kepada Allah SWT. Lalu Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Ismail anaknya bersama Hajar untuk menjauh dari Sarah. Nabi Ibrahimpun bertanya kepada Allah : “Ya Allah…kemana aku harus membawa keluargaku ini?”



Allah berfirman : “Bawalah mereka ke tanah Haram-Ku dan dalam pengawasan-Ku, yang merupakan daratan pertama yang Aku ciptakan di permukaan bumi yaitu Mekah.” Lalu malaikat Jibril AS turun kebumi dengan membawa kendaraan yang cepat. Kemudian malaikat Jibril membawa Hajar, Ismail dan Nabi Ibrahim AS. Setiap kali Nabi Ibrahim AS melewati suatu tempat yang memiliki ladang kurma yang sangat subur, ia selalu meminta Jibril untuk berhenti sejenak ditempat itu. Tetapi Jibril selalu menjawab, “teruskan lagi dan teruskan lagi”. Sehingga akhirnya sampailah ke tujuan di Mekah dan mereka di posisi Ka’bah, berada dibawah sebuah pohon yang cukup melindungi Hajar dan anaknya Ismail dari terik matahari. Selanjutnya Nabi Ibrahim AS bermaksud pulang kembali ke negeri Syam untuk menemui Sarah yang merupakan istri pertamanya. Hajar jadi merasa sedih karena akan ditinggalkan oleh suami tercintanya. “Mengapa menempatkan kami disini. Tempat yang sunyi dari manusia , hanya ada gurun pasir, tiada air dan tiada tumbuhtumbuhan?” tanya Hajar sambil memeluk erat bayinya. Ibrahim pun menjawab: “Sesungguhnya Allah yang memerintahkanku untuk menempatkan kalian di sini”. Lalu Ibrahim bergegas pergi meninggalkan mereka. Sehingga sampai di bukit Kuday yang juga mempunyai lembah, Ibrahim berhenti sejenak dan melihat kepada keluarga yang ditinggalkannya. Dia lalu berdoa, seperti yang diabadikan dalam Al Qur’an.



Allah berfirman mengulangi doa Nabi Ibrahim AS : ” Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim : 37) Setelah Nabi Ibrahim AS memutuskan pergi, tinggallah mereka berdua, Hajar bersama bayinya Ismail. Ketika sinar matahari mulai menyengat, bayi Ismail terus menangis kahausan. hajarpun panik sambil mencari air. naluri keibuannya berusaha gigih dalam mencari air. Awalnya hajar naik ke bukit Shafa, tetapi tidak juga menemukan air. Lalu ia pergi lagi ke bukit Marwa dan disanapun tidak juga ditemukannya air. Hajar makain panik dan putus asa sehingga tidak menyadari bahwa telah tujuh kali ia berlarli bolak balik antara bukit Shafa dan Marwa. Namun ia tetap tidak juga menemukan air diantara dua tempat tersebut. Akhirnya dari bukit Marwa itulah, hajar melihat ke arah Ismail. Dia sangat heran, bahwa bayinya dengan tiba-tiba berhenti menangis. Hajarpun melihat air mengalir dari bawah kaki Ismail. Hajar berlari dengan bahagia ke arah tempat bayinya. Dia berusaha terus menggali pasir itu, yang membendung air yang mengalir tersebut sambil melafadzkan kalimat “ZAM…ZAM” (menampung). Sejak pada saat itu hingga sekarang, mata air tersebut dikenal di seluruh dunia sebagai sumur Zam Zam. Berselang beberapa waktu kemudian, lewatlah kabilah Jurhum di sekitar tempat tersebut. Ketika berada di bukit Arafah, mereka melihat ada kerumunan burung-burung yang beterbangan di atas udara. Mereka yakin disana pasti tersedia sumber air. Mereka segera mendekati tempat itu. Setelah sampai, mereka begitu terkesima melihat seorang wanita bersama bayinya duduk di bawah pohon dekat sumber air tersebut. Kepala suku Jurhum bertanya kepada Hajar : “Siapakah anda dan siapakah bayi mungil yang ada dalam gendongan anda itu?” Hajar pun menjawab : ” Saya adalah ibu dari bayi ini. Ia anak kandung dari Ibrahin AS yang diperintahkan oleh Tuhannya untuk menempatkan kami di wadi ini.” Lalu kepala suku Jurhum meminta izin tinggal berseberangan dengannya. Hajar menjawab : ”Tunggulah sampai Ibrahim datang. Saya akan meminta izin kepadanya“. Pada tiga hari kemudian, Nabi Ibrahim AS datang melihat kondisi anak dan istrinya itu. Setelah itu Hajar meminta izin kepada Ibrahim agar Kabilah Jurhum bisa menjadi tetangganya. Nabi Ibrahim pun langsung memberinya izin Kabilah Jurhum untuk menjadi tetangga Hajar dan Ismail di tempat itu. Pada kesempatan untuk ziarah selanjutnya, Ibrahim menyaksikan tempat itu kian ramai oleh keturunan bangsa Jurhum dan Nabi Ibrahim sangat merasa senang melihat perkembangan itu. Hajar kini hidup rukun dengan bangsa Jurhum hingga Ismail beranjak remaja. Selanjutnya Allah SWT kembali lagi memerintahkan kepada Ibrahim untuk membangun Ka’bah pada posisi Qubah yang telah Allah turunkan kepada nabi Adam. Tetapi Nabi Ibrahim tidak mengetahui posisi Qubah tersebut, karena Qubah itu telah diangkat



kembali oleh Allah ketika terjadi peristiwa banjir besar di bumi pada masa Nabi Nuh AS. Kemudian Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menunjukkan kepada Ibrahim pada posisi Ka’bah. Kemudian Jibril datang dengan membawa beberapa bagian Ka’bah dari surga. Dan pemuda Ismail juga turut membantu ayahandanya untuk mengangkat batu-batu dari bukit. Kemudian Nabi Ibrahin dan Ismail bekerja membangun Ka’bah sampai dengan ketinggian 7 hasta. Jibril lalu menunjukkan kepada mereka untuk posisi Hajar aswad. Kemudian Nabi Ibrahim meletakkan Hajar Aswad pada posisi yang semula. lalu Ibrahim membuatkan 2 pintu ka’bah. Pada pintu pertama terbuka ke timur dan pintu kedua terbuka ke barat. Ketika selesai melakukan pembangunan Ka’bah, Nabi Ibrahim dan Ismail melaksanakan ibadah haji. Pada tanggal 8 Dzulhijjah Jibril turun kembali untuk menemui dan menyampaikan pesan kepada Ibrahim. Jibril meminta Nabi Ibrahim untuk mendistribusikan air zam zam ke beberapa tempat seperti Mina dan Arafah. Maka hari itu disebut dengan dengan hari “Tarwiyyah” (pendistribusian air). Setelah selesai dalam pembangunan Baitullah dan pendistribusian air tersebut, maka Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah yang tercantum dalam Al Qur’an :



” Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa : ” Ya Tuhanku. jadikanlah negeri ini menjadi negeri yang aman sentosa dan berikanlah rezeki dari buahbuahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan di hari kemudian. Allah berfirman : ” Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al Baqarah : 126) Sejak itu,kaum Muslimin ikut melaksanakan ritual haji untuk berziarah ke Ka’bah pada setiap tahun. Ini mengikuti risalah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, serta risalah para Nabi dan Rasul setelah keduanya. Ibadah suci ini berlangsung terus seperti pelaksanaan yang pernah dilakukan oleh Ibrahim dan Ismail. Namun pada periode tokoh Mekah ‘Ammarbin Luha, ritual haji sudah mulai terkotori atas kahadiran patung dan berhala disana. KEBERADAAN BERHALA DI SEKITAR KA’BAH Tokoh ‘Ammar bin Luhay yang juga merupakan orang yang pertama kali menyebarkan ajaran untuk menyembah berhala di seluruh Jazirah Arab. Dialah yang harus bertanggung jawab merubah ajaran tauhid menjadi menyembah berhala. Sejak saat itu, orang-orang Arab mengikuti cara itu dengan meletakkan patung dan berhala yang mereka anggap sebagai tuhan di sekitar Ka’bah. Bahkan sebagian kabilah Mekah juga mempunyai mata pencaharian sebagai pembuat patung dan berhala. Mereka tetap memperbolehkan kabilah atau kelompok lain untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah, tanpa membedakan agama dan kepercayaan. Para pemeluk agama tauhid termasuk agama Masehi, masih terus menjalankan ritual haji ke Ka’bah. Saat itu, kondisi Ka’bah sangat memprihatinkan sekali. Dindingnya dipenuhi puisi dan lukisan. Bahkan lebih dari 360 berhala terdapat di sekitar Ka’bah itu. Selama periode haji itu, suasana di sekitar Ka’bah layaknya seperti tayangan sirkus. Laki-laki dan perempuan bersama-sama mengelilingi Ka’bah dalam keadaan telanjang. Mereka menyatakan harus menampilkan diri dihadapan Allah dalam kondisi yang serupa seperti saat lahir. Doa mereka menjadi bebas tidak lagi tulus melakukannya karena Allah semata. Bahkan berubah menjadi serangkaian tepuk tangan, bersiul, dan meniup terompet yang terbuat dari tanduk-tanduk hewan. Kalimat talbiah (Labbaika Allahumma Labbaik) telah disalah gunakan oleh mereka dengan kalimat tambahan yang berbeda maknanya. Lebih parahnya lagi, darah hewan kurban dituangkan ke dinding Ka’bah dan dagingnya digantung di tiang sekitar Ka’bah. Mereka punya keyakinan bahwa Allah menuntuk daging dan darah tersebut. Mengenai hal ini Allah Swt mengingatkan dengan firmannya:



“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS.Al-Hajj :37) Para peziarah bebas untuk bernyanyi, minum-minuman arak, melakukan perbuatan zina dan perbuatan amoral yang lainnya. Lomba puisi merupakan bagian utama dari seluruh rangkaian haji. Dalam kompetisi ini,setiap penyair akan memuji keberanian dan kemegahan sukunya. Mereka menyampaikan cerita yang sangat berlebihan, kepengecutan dan kekikiran suku-suku lainnya. Ada juga kompetisi yang dilakukan dalam “kemurahan hati”. Masing-masing kepala suku akan menyediakan kuali besar dan akan memberi makan para peziarah. Tujuannya itu agar bisa menjadi terkenal karena kemurahan hati mereka. Mereka telah meninggalkan, menodai dan menyelewengkan atas ajaran suci Nabi Ibrahim as yang mengajak untuk menyembah Allah semata. Keadaan yang menyedihkan itu berlangsung selama ± 2.000 tahun.



Sejarah singkat haji dan umroh ini syarat dengan pesan penting agar kita selalu bersyukur dan tetap teguh menjalankan ajaran-Nya.