KLP 1 Makalah Perubahan Fisiologis Masa Nifas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Konsep Perubahan Fisiologis Masa Nifas



Oleh: Kelompok 1 Eka Hasriani R A.Kurniati Abbas Fidyawati Fadliah Isnaeni Jusniati Kiki Reski Putri A.Ayu Lestari Armand



STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA TAHUN AKADEMIK 2019/2020



Kata Pengantar



Assalamualaikum Wr.Wb Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa,karena atas rahmat dan hidayat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Keperawatan Maternitas 1 mengenai “Perubahan Fisiologis Masa Nifas”.Makalah ini dianjurkan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna,baik dari segi penyusunan,ataupun penulisannya.Oleh karena itu,kami mengharapkan kritik dan saran yang manfaatnya membangun semangat kami,khususnya dosen mata kuliah guna mencapai acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk baik dimasa yang akan datang.



Bulukumba, 29 Maret 2020



Penyusun Kelompok 1



Daftar Isi



Kata Pengantar.........................................................................................................................i Daftar Isi..................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1 C. Tujuan..........................................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi Masa Nifas………………………………………………………………… 2 B. Perubahan Fisiologi Masa Nifas……………………………………………………..2 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................................................14 B. Saran...........................................................................................................................14 Daftar Pustaka........................................................................................................................15



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dan kelahiran dianggap sebagai suatu kejadian fisiologis yang pada sebagian besar wanita berakhir dengan normal dan tanpa komplikasi. Pada akhir masa puerperium, pemulihan persalinan secara umum dianggap telah lengkap. Pandangan ini mungkin terlalu optimis. Bagi banyak wanita, pemulihan adalah sesuatu yang pasti terjadi dan menjadi seorang ibu adalah proses fisiologis yang normal. Namun, beberapa studi terbaru mengungkapkan bahwa masalah-masalah kesehatan jangka panjang yang terjadi setelah melahirkan adalah masalah yang banyak ditemui dan dapat berlangsung dalam waktu lama. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009) Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada tubuh maupun emosi. Bagi yang belum mengetahui hal ini tentu akan merasa khawatir akan perubahan yang terjadi, oleh sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi agar dapat menangani dan mengenali tanda bahaya secara dini.



B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah adalah sebagai berikut : 1. Apakah yang dimaksud dengan masa nifas? 2. Bagaimana perubahan fisiologi masa nifas?



C. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengertahui defenisi masa nifas. 2. Untuk dapat mengetahui perubahan fisiologi masa nifas.



BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi Masa Nifas Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Periode pasca partum adalah masa pulih kembali alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil (Mochtar :1999). Dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa setelah lahirnya hasil konsepsi sampai pulihnya organ reproduksi seperti sebelum hamil.



B. Perubahan Fisiologis Masa Nifas 1. Tanda-Tanda Vital Satu hari (24 jam) pada postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5 – 38 °C) akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun berarti menandakan kemungkinan mengarah pada infeksi atau keadaan abnormal lainnya. Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Setelah melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Tekanan darah biasanya tidak berubah.Tekanan darah yang rendah kemungkinan karena ada pendarahan, sedangkan tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsia postpartum. Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu tubuh dan denyut nadi (Dewi dan Sunarsih, 2013:84).



2. Perubahan Fisiologis Pada Sistem Reproduksi a. Uterus Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta penglupasan situs plasenta, sebagaimana di perlihatkan dalam pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan banyaknya lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian sejumlah preparat metergin dan lainya dalam proses persalinan. Involusi tersebut dapat dipercepat proses bila ibu menyusui bayinya. Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran plasenta dan membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan desidua parietalis. Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai akibat invasi leukosit. Suatu lapisan yang lambat laun akan manual neorco, suatu lapisan superfisial yang akan dibuang sebagai bagian dari lokia yang akan di keluarkan melalui lapisan dalam yang sehat dan fungsional yang berada di sebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-sisa kelenjar endometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan kembali sepenuhnya endometrium pada situs plasenta skan memakan waktu kira-kira 6 minggu.



Penyebarluasan epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs menuju lapisan uterus di sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta, selanjutnya menuju sisa kelenjar endometriummasilar di dalam desidua basalis. Penumbuhan endometrium ini pada hakikatnya akan merusak pembuluh darah trombosa pada situs tersebut yang menyebabkannya mengendap dan di buang bersama dangan caira lokianya. Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta di lahirkan. Setiap kali bila di timbulkan, fundus uteri berada di atas umbilikus, maka halhal yang perlu di pertimbangkan adalah pengisian uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam postpartum atau pergeseran letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran. Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel. Sebaliknya, masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-sel tersebut membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan. Bagaimana proses ini dapat terjadi belum di ketahui sampai sekarang. Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak di perlukan lagi. Hal ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak



mempunyai permukaan yang luas dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan menua kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan hialin. Mereka dianggap telah di gantikan dangan pembuluh-pembuluh darah baru yang lebih kecil. b. Involusi Uterus Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010). Proses involusi uterus adalah sebagai berikut: 1) Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi. 2) Atrofi jaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta. 3) Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron. 4) Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta



mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. c. Lokia Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia. Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. d. Perubahan Pada Vulva dan Vagina Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam



keadaan kendor. Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae kembali. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke 6-8 setelah melahirkan. Rugae akan terlihat kembali pada minggu ke 3 atau ke 4. Esterogen setelah melahirkan sangat berperan dalam penebalan mukosa vagina dan pembentukan rugae kembali (Maryunani, 2009; 14). e. Perineum Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, sehingga menyebabkan mengendurnya organ. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.



3. Perubahan Fisiologis Pada Sistem Perkemihan Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.



Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain: a. Adanya udema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin. b. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan. c. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy). Resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan



Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan. Secara fisiologis, kontinensia urin dipertahankan dengan tiga cara:  Tonus otot vesica urinaria (musculus detrusor), yang mengendalikan tekanan intra vesical.  Tekanan intra uretral yang diberikan oleh musculus pubococcygeus dan campuran serabut-serabut yang saling menyilang pada sepertiga bagian tengah uretra.  Pengendalian sphincter yang merupakan sudut urethrovesical pada cervix vesicae. Sudut ini yang menutup meatus internus yang dikendalikan oleh otot-otot dasar pelvis. Ketiga faktor tersebut tadi secara bersama-sama mencegah keluarnya urin secara involunter pada saat tekanan intra abdominal meningkat karena tertawa, bersin, atau batuk. Otot-otot ini beserta dengan saraf yang menginervasi otot-otot tadi (nervus pudendus dan cabang-cabang fleksus sakralis) sangat peka terhadap stres dan trauma selama melahirkan pada saat otot-otot dan saraf-saraf tadi teregang dan mengalami desakan. Trauma pada saraf tadi akan mengurangi kekuatan otot-otot yang diinervasi yang telah mengalami regangan berlebihan dan telah melemah. Walaupun pada kebanyakan wanita yang sehat yang melakukan latihan secara teratur, tonus otot tadi akan segera membaik. Pasien primigravida yang memulai persalinan dengan seluruh ototnya mempunyai tonus yang bagus, akan sangat kecil kemungkinan terganggunya karena terjadi inkotinensia stres. Tetapi pada persalinan berikutnya otot tadi akan mengalami stres yang berulang, dan



insidensi inkontinensia stres akan meningkat dengan meningkatnya paritas. Insidensi tadi juga meningkat pada wanita yang lebih tua (sebagian karena perubahan hormonal) dan wanita yang mengalami persalinan lama dan kelahiran dengan alat bantu. Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul. Latihan-latihan tersebut antara lain berenang, senam, mempertahankan kesehatan, aerobik dan sebagainya.



4. Perubahan Fisiologis pada Sistem Pencernaan Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain: a. Nafsu Makan



Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari. Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan untuk menunda pemberian makan pada wanita pasca partum yang sehat lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal. b. Motilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal. c. Pengosongan Usus Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:  Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.  Pemberian cairan yang cukup.  Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.  Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.



 Bila usaha di atas tidak berhasil dapat pemberian huknah atau obat yang lain. d. Konstipasi Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan dan karena wanita menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi karena perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia kurang pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan jika ia melakukan defekasi. Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi obat pencahar, baik peroral ataupun supositoria. 5. Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan berangsurangsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri. Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi: a. Dinding perut dan peritoneum Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otototot rektus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit. b. Kulit abdomen



Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal. c. Striae Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal. d. Perubahan ligamen Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. e. Simpisis pubis Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada tubuh maupun emosi. Bagi yang belum mengetahui hal ini tentu akan merasa khawatir akan perubahan yang terjadi, oleh sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi agar dapat menangani dan mengenali tanda bahaya secara dini.



B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan masa nifas dan perubahan-perubahan fisiologis yang akan dialami ibu



setelah melahirkan. Dan dengan adanya makalah ini diharapkan untuk pelayanan kesehatan meningkatkan pengetahuan serta mutu pelayanan terhadap ibu melahirkan.



Daftar Pustaka



https://id.scribd.com/document/403080039/Makalah-Perubahan-Fisiologi-Pada-Ibu-NifasaOke-doxc https//id.scribd.com/doc/69803330/Askeb-3-Perubahan-Fisiologis-Masa-Nifas http://repository.unimus.ac.id