KLP 2 - Gol I - Laporan Akhir - PK 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA FARMASI TITRASI BALIK PENETAPAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM TABLET (ALUMINIUM HIDROKSIDA, MAGNESIUM HIDROKSIDA DAN SIMETIKON)



Oleh : Kelompok 2 Golongan I I Gusti Ayu Rosa Mirah Firdayeni (1908551007) Ni Putu Indah Widyantari



(1908551008)



Ni Made Rita Wiantini



(1908551009)



Ni Luh Putu Indah Suryani



(1908551010)



Gusti Ngurah Trisna



(1908551011)



Putu Ita Purnama Dewi



(1908551012)



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2021



TITRASI BALIK PENETAPAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM ANTASIDA I.



TUJUAN 1. Mampu memahami penetapan kapasitas penetralan asam antasida. 2. Mampu melakukan standarisasi larutan HCl dan NaOH. 3. Mampu menetapkan kapasitas penetralan asam sediaan tablet antasida menggunakan metode titrasi balik.



II. 2.1.



TINJAUAN PUSTAKA Titrasi Balik Titrasi balik dalam penetapan kadar memerlukan penambahan larutan



volumetrik yang terukur dan berlebihan dari jumlah yang sebenarnya diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang ditetapkan kadarnya, kelebihan larutan yang kemudian ditritrasi dengan larutan volumetrik yang ditambahkan mula-mula dan volumetitran dalam titrasi kembali, dengan memperhatikan faktor normalitas atau molaritas kedua larutan dan faktor kesetaraan untuk senyawa yang tertera pada masing-masing monografi (Kemenkes RI, 2014). Tujuan dari titrasi balik, yaitu untuk mengubah reagen yang tidak stabil menjadi bentuk yang lebih stabil, memudahkan pengamatan perubahan warna yang terjadi pada titik akhir titrasi serta dapat digunakan untuk sampel yang mengandung pengotor Titrasi balik dilakukan untuk penetapan kadar jika bahan atau senyawa yang digunakan mudah menguap, misalnya ammonia dimana sebagian sampel dari ammonia dapat menguap selama titrasi. Selain itu, titrasi balik juga dapat digunakan pada senyawa yang tidak larut, misalnya kalium karbonat sehingga diperlukan penambahan larutan untuk menghasilkan reaksi yang kuantitatif (Kar, 2005). Prinsip dari titrasi balik adalah penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini terdapat dua sumber kesalahan karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan menjadi lebih besar, cara ini juga memakan waktu yang lama (Gandjar dan Rohman, 2016). Keuntungan menggunakan titrasi kembali adalah metode ini lebih mudah digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi dibandingkan dengan titrasi



1



normal, serta berguna untuk mengetahui jumlah atau kadar asam atau basa yang terkandung dalam suatu padatan yang tidak larut (Kar, 2005). 2.2. Tablet Kunyah Alumina, Magnesia dan Simetikon 2.2.1 Syarat Farmasetis Tablet Kunyah Alumina, Magnesia dan Simetikon mengandung aluminium hidroksida, Al (OH)3 dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2 masing-masing tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dan mengandung polidimetilsiloksan, [-(CH3)2SiO-]n tidak kurang 85,0% dan tidak lebih dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Kapasitas penetralan asam, asam yang digunakan pada dosis tunggal minimum tidak kurang dari 5 mEq dan tidak kurang dari jumlah mEq yang dihitung dengan rumus: 0,55 (0,0385A) + 0,8(0,0343M) 0,0385 dan 0,0343 berturut-turut adalah kapasitas penetralan asam teoritis Al(OH)3 dan Mg(OH)2 dalam mEq; A dan M berturut-turut adalah jumlah dalam mg, Al(OH)3 dan Mg(OH)2 dalam serbuk tablet yang digunakan, dihitung berdasarkan jumlah yang tertera pada etiket (Kemenkes RI, 2020). 2.2.2 Kapasitas Penetralan Asam Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi VI, untuk tablet kunyah, penentuan kapasitas penetralan asam dilakukan dengan Pipet 30 mL asam hidroklorida 1,0 N LV ke dalam larutan uji sambil diaduk terus menggunakan Pengaduk magnetik. [Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25 mEq, gunakan 60,0 mL asam hidroklorida 1,0 N LV dan lakukan modifikasi pada perhitungan] Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi. Titrasi kelebihan asam hidroklorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik sampai 15 detik)..Hitung jumlah mEq asam yang digunakan oleh tablet yang diuji dengan rumus:



2



Total mEq = (30 x NHCl) – (VNaOH x NNaOH) NHCl dan NNaOH berturut – turut adalah normalitas dari asam klorida LV dan natrium hidroksida LV; VNaOH adalah natrium hidroksida LV yang digunakan untuk titrasi. Hasil dinyatakan dalam mEq asam yang digunakan tiap g zat uji (Kemenkes RI, 2020). 2.3



Natrium Hidroksida Natrium Hidroksida mempunyai BM 40,00 g/mol; berwarna putih atau



praktis putih, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara, akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Massa melebur, berbentuk pelet kecil, serpihan atau batang atau berbentuk lain. Natrium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali total, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na 2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Natrium Hidroksida mudah larut dalam air dan dalam etanol (Kemenkes RI, 2020). 2.4



Asam Klorida Asam klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari



38% b/b HCl. Asam klorida memiliki pemerian berupa cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan dua bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18 g/dengan BM 36,64 g/mol (Kemenkes RI, 2020). 2.5



Phenolphthalein (PP)



Gambar 1. Struktur kimia phenolphthalein (Kemenkes RI, 2020) Fenolftalein (C20H14O4) dikenal juga dengan indikator PP merupakan serbuk hablur berwarna putih atau agak putih kekuningan, dengan berat molekul (BM) 318,33 g/mol. Fenolftalein tidak larut dalam air; larut dalam etanol. Trayek pH indikator PP antara 8,0 dan 10,0 dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah (Kemenkes RI, 2020). Cara untuk membuat indikator fenolftalein 3



(indikator pp) yaitu larutkan 1 gram fenolftalein P 0,1% dalam 100 ml etanol P (Kemenkes RI, 2014). Fenolftalein memiliki nilai pKa 9,4 akan mengalami pengaturan ulang struktur seiring dengan meningkatnya pH, hal ini disebabkan karena satu proton dihilangkan dari salah satu gugus fenol yang terdapat pada struktur fenolftalein (Watson, 2010). Pada suasana asam phenolpthalein tidak berwarna, sedangkan pada keadaan basa phenolphthalein berwarna merah muda (Watson, 2010).



Gambar 2. Pengaturan Ulang Struktur Yang Berpengaruh Pada Perubahan Warna (Syahirah et al., 2018) 2.6



Akuades Air suling memiliki rumus molekul H2O dan berat molekul 18,02 g/mol.



Pemeriannya yaitu cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979). 2.7



Air Bebas Karbondioksida Air bebas karbondioksida P adalah adalah air murni yang telah didihkan



kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin, serta tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara (Kemenkes RI, 2020). 2.8



Etanol Pemerian berupa cairan yang mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bau



khas, menyebabkan rasa terbakar pada lidah, kelarutan bercampur dengan air, dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik, memiliki bobot molekul sebesar 46,07 g/mol. Etanol menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º dan mudah terbakar. Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3% b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% v/v, C 2H6O pada suhu 15,56º (Kemenkes RI, 2020). 4



2.9



Kalium Tetraoksalat Kalium tetraoksalat C4H3KO8.2H2O murni pereaksi (Depkes RI, 1979).



Larutan



kalium



tetraoksalat



dibuat



dengan



mencampurkan



12,61



g



KH3(C2O4)2H2O dalam air hingga 1000 mL (Kemenkes RI, 2020). 2.10 Kalium biftalat Kalium biftalat pemeriannya berupa serbuk hablur putih dan kelarutannya larut perlahan-lahan dalam air, larutan jernih, tidak berwarna. Keasaman kebasaan larutan 2,0% b/v dalam air bebas karbondioksida P dengan larutan biru bromfenol P terjadi warna abu-abu (pH 4,0). Kalium biftalat dengan rumus molekul KHC6H4(COO)2 dan bobot molekul 204,22 g/mol mengandung tidak kurang dari 99,9% dan tidak lebih dari 100,1 % C8H5KO4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979). 2.11 Trometamina Trometamin P atau Tris (hidroksimetil) aminometan P; THAM P; 2-amino2-(hidroksimetil)-1,3-propandiol; memiliki rumus molekul C4H11NO3 dan bobot molekul sebesar 121,14 g/mol. Trometamina merupakan murni pereaksi (Kemenkes RI, 2020). 2.12 Hijau Bromokresol Hijau Bromokresol P atau C21H14Br4O5S memiliki BM 698,01 gram/mol. Pemeriannya berupa serbuk, kuning muda atau putih. Kelarutannya sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam larutan alkali hidroksida. Trayek pH antara 4,0 dan 5,4. Perubahan warna dari kuning menjadi biru (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi VI, hiaju bromkresol dilakukan dengan cara larutkan 50 mg hijau bromokresol P dalam 100 mL etanol P, saring jika perlu Kemenkes RI, 2020). 2.13 pH Meter pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan. pH meter terdiri dari sebuah elektroda (probe pengukur) yang terhubung ke sebuah alat elektronik yang mengukur dan menampilkan nilai pH. Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe berupa elektrode kaca (glass electrode) dengan jalan mengukur jumlah ion H3O+ di dalam larutan. Ujung elektrode kaca 5



adalah lapisan kaca setebal 0.1 mm yang berbentuk bulat (bulb). Inti sensor pH terdapat pada permukaan bulb kaca yang memiliki kemampuan untuk bertukar ion positif (H+) dengan larutan terukur (Zulfian dkk., 2016). III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat -



Pipet ukur



- Pipet tetes



-



Ballfiller



- Labu ukur



-



Erlenmeyer



- Sendok tanduk



-



Kertas perkamen



- Gelas Beaker



-



Batang pengaduk



- Kertas saring



-



Aluminium foil



- Timbangan analitik



-



Pengaduk magnetik



- Buret



-



Statif



- pH meter



-



Gelas ukur



- Oven



-



Wadah polyolefin



- Desikator



3.1 Bahan -



IV.



Tablet Kunyah Alumina,



-



Akuades



Magnesia dan Simetikon



-



Trometamina



-



NaOH



-



Etanol



-



Kalium biftalat



-



Indikator Bromkresol Hijau



-



Kalium tetraoksalat



-



Kalium hidrogen flatlat



-



Indikator fenolftalein



-



Kalium trihidrogen



-



Air bebas CO2



-



HCl



dioksalat dehidrat.



PROSEDUR PRAKTIKUM 4.1. Perhitungan 4.1.1. Pembuatan Larutan HCl 1N Diketahui : - N HCl



:1N



- BM HCl



: 36,46 g/mol



- Volume HCl



: 500 mL 6



- BJ HCl



: 1,18 g/mL



- Ek HCl



: 1 grek/mol



- Larutan stok HCl yang tersedia : 37% b/b Ditanya : Volume HCl yang dipipet ..…? Penyelesaian : • Massa HCl dalam larutan HCl 1 N M HCl



= =



N HCl Ek. HCl 1N 1 grek/mol



=1M Massa HCl



= =



V HCl × M HCl × BM HCl 1000 500 mL ×1 M × 36,46 g/mol 1000



= 18,23 gram Larutan stok HCl yang tersedia 37% b/b yang artinya 37 gram HCl 100 gram pelarut



sehingga massa pelarut untuk 9,115 gram HCl



adalah sebagai berikut : 37 gram 18,23 gram = 100 gram 𝑥 𝑥



=



18,23 gram × 100 gram 37 gram



= 49,2703 gram • Volume larutan HCl 37% b/b yang dipipet: V HCl



=



massa HCl BJ HCl



=



49,2703 gram 1,18 g/mL



= 41,7545 mL



Jadi, volume HCl 37% b/b yang dipipet yaitu sebanyak 41,7545 mL.



7



4.1.2. Pembuatan Larutan Standar NaOH 1 N Diketahui : N NaOH yang dibutuhkan



= 0,5 N



Ek NaOH `



= 1 grek/mol



Volume air bebas CO2 untuk NaOH 1 N = 1000 mL Ditanya : Volume air bebas CO2 yang dibutuhkan untuk mengencerkan NaOH 1 N menjadi NaOH 0,5 N…..? Penyelesaian : • Pengenceran NaOH 1 N menjadi NaOH 0,5 N V1 x M1 V1 x



= V2 x M2



N1



= V2 x



Ek



1000 mL x



1N 1 grek/mol



V2



= V2 x



N2 Ek 0,5 N 1 grek/mol



= 2000 mL



Untuk mengencerkan NaOH 1 N menjadi NaOH 0,5 N dibutuhkan volume air bebas CO2 sebanyak 2000 mL. 4.2. Prosedur 4.2.1



Pembuatan Kalium Tetraoksalat 0,05 M Ditimbang



dengan



seksama



12,61



gram



KH3(C2O4)2.2H2O



menggunakan timbangan analitik, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 1000 mL ditambahkan air hingga tanda batas lalu digojog hingga homogen (Kemenkes RI, 2020). 4.2.2



Pembuatan Kalium Biftalat 0,05 M Ditimbang dengan seksama 10,12 gram KHC8H4O4 yang telah dikeringkan pada suhu 110o selama 1 jam dengan timbangan analitik. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan dengan air hingga tanda batas kemudian digojog hingga homogen (Kemenkes RI, 2020).



4.2.3



Pembuatan Larutan HCl 1 N 500 mL Dipipet 41,7545 mL HCl 37% dan dimasukkan ke dalam labu 500 mL dan ditambahkan air sampai tanda batas.



8



4.2.4



Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N Larutkan 162 mg natrium hidroksida P dalam 150 mL air bebas karbon dioksida P, dinginkan larutan hingga suhu ruang, saring melalui kertas saring yang dikeraskan. Masukkan 54,5 mL filtrat jernih ke dalam wadah poliolefin bertutup rapat dan encerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga 1000 mL. Buat larutan dengan kadar lebih rendah (seperti 0,1 N, 0,01 N) dengan mengencerkan secara kuantitatif sejumlah volume yang diukur saksama larutan 1 N dengan air bebas karbon dioksida secukupnya hingga diperoleh larutan dengan kadar yang diinginkan (Kemenkes RI, 2020). Untuk membuat larutan dengan kadar 0,5 N, diencerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga 2000 mL.



4.2.5



Pembuatan Air Bebas Karbon Dioksida Didihkan air murni dengan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih. Kemudian didiamkan sampai dingin dalam desikator agar tidak menyerap karbondioksida dari udara (Kemenkes RI, 2020)



4.2.6



Pembuatan Larutan Indikator Fenolftalein Ditimbang dengan seksama 1 gram serbuk fenolftalein menggunakan timbangan analitik. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan dengan etanol P hingga tanda batas, gojog hingga homogen (Kemenkes RI, 2014).



4.2.7



Pembuatan Larutan Hijau Bromkresol LP Larutkan 50 mg hijau bromkresol P dalam 100 ml etanol P, saring jika perlu (Kemenkes RI, 2020).



4.2.8



Pembakuan pH meter Sel diisi dengan Kalium tetraoksalat pada suhu yang 35 oC. Kemudian dipasang kendali pada suhu larutan dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat pH menjadi 1,69. Selanjutnya dibilas beberapa kali elektrode dengan larutan Kalium biftalat untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu 35 oC harga



9



pH yang didapat dari larutan dapar kedua 4,02 ± 0,07 (Kemenkes RI, 2020). 4.2.9



Standarisasi NaOH Pembakuan Timbang saksama lebih kurang 5 g kalium biftalat P yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120° selama 2 jam dan larutkan dalam 75 mL air bebas karbon dioksida P. Tambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna merah muda yang tetap. Tiap mL natrium hidroksida 1 N setara dengan 204,22 mg kalium biftalat. Hitung normalitas larutan dengan rumus: N=



g KHC8 H4 O4 0,20422 x mL NaOH



(Kemenkes RI, 2020). 4.2.10 Standarisasi HCl Timbang saksama lebih kurang 5,0 g trometamin P, keringkan sesuai petunjuk pada etiket. Larutkan dalam 50 ml air dan tambahkan 2 tetes bromkresol hijau LP. Titrasi dengan asam hidroklorida 1 N hingga titik akhir kuning pucat (Kemenkes RI, 2020). 4.2.11 Preparasi sampel (Pembuatan Larutan Uji) Ditimbang dan serbukkan tidak kurang dan 20 tablet, hitung bobot rata-rata. Timbang saksama sejumlah serbuk setara dengan dosis terkecil dari yang tertera pada etiket, masukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Jika perlu pembasaan, tambahkan tidak lebih 5 mL etanol P (yang telah dinetralkan sampai pH 3,5), dan campur sampai semuanya basah. Tambahkan 70 mL air dan campur menggunakan pengaduk magnetik selama 1 menit (Kemenkes RI, 2020). 4.2.12 Penetapan Kapasitas Penetralan Asam Pipet 30 mL asam hidroklorida 1,0 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan Pengaduk magnetik. [Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25 mEq, gunakan 60,0 mL asam hidroklorida 1,0 N LV dan lakukan modifikasi pada 10



perhitungan] Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi. Titrasi kelebihan asam hidroklorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik sampai 15 detik). Hitung jumlah mEq asam yang digunakan dengan rumus: Total mEq = (30 x NHCl) - (VNaOH x NNaOH). (Kemenkes RI, 2020).



V.



SKEMA KERJA 5.1 Pembuatan Air Bebas Karbon dioksida Didihkan air murni dengan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih.



Dididiamkan sampai dingin dalam desikator, suapaya tidak menyerap karbon dioksida dari udara



5.2 Pembuatan Kalium Tetraoksalat 0,05 M Ditimbang dengan sesama 12,61 gram kalium tetraoksalat



Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan tambahkan air bebas karbondioksida hingga tanda batas.



Digojog hingga homogen dan diberi label



5.3 Pembuatan Kalium Bifalat 0,05 M Ditimbang dengan sesama 10,12 gram kalium bifalat yang telah dikeringkan pada suhu 110‐C selama 1 jam



11



Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan tambahkan air bebas karbondioksida hingga tanda batas



Digojog hingga homogen dan diberi label



5.4 Pembuatan Larutan HCl 1 N Dipipet 41,7545 mL HCl 37%



Dimasukkan ke dalam labu 500 mL



Ditambahkan air sampai tanda batas dan digojog hingga homogen dan diberi label



5.5 Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N Dilarutkan 162 mg natrium hidroksida P dalam 150 ml air bebas karbon dioksida P



Didinginkan larutan hingga suhu ruang, dan disaring melalui kertas saring yang dikeraskan



Dimasukkan 54,5 ml filtrat jernih ke dalam wadah poliolefin bertutup rapat dan diencerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga 1000 mL 12



5.6 Pembuatan Larutan Indikator Fenolftalein Ditimbang dengan sesama 1 gram serbuk fenolftalein



Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahkan etanol P hingga tanda batas



Digojog hingga homogen, masukkan ke dalam botol coklat dan diberi label



5.7 Pembuatan Larutan Hijau Bromkresol LP Ditimbang 50 mg hijau bromkresol P dalam 100 mL etanol P



Disaring



5.8 Standarisasi Larutan NaOH Ditimbang saksama lebih kurang 5 g kalium biftalat P yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120° selama 2 jam



Dilarutkan dalam 75 mL air bebas karbon dioksida P



13



Ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna merah muda yang tetap. (Kemenkes RI, 2020) 𝑁=



𝑔 HC8H4O40 0,20422 × 𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻



5.9 Standarisasi HCl Ditimbang saksama lebih kurang 5,0 g trometamin P, yang sebelumya telah dikeringkan pada suhu 105° selama 3 jam.



Larutkan dalam 50 mL air dan tambahkan 2 tetes bromkresol hijau LP



Titrasi dengan asam hidroksida 1 N hingga titik akhir kuning pucat 𝑁=



𝑚𝑔 𝑡𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 121,14 × 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙



5.10 Pembakuan pH Meter Isi sel dengan kalium tetraoksalat pada suhu 35o



Pasang kendali pada suhu larutan dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat pH menjadi 1,96



Bilas elektroda dan beberapa kali dengan larutan kalium bkifalat untuk pembakuan yang kedua



14



Isi sel dengan larutan tersebut pada suhu 35˚. pH larutan dapar kedua 4,02 ± 0,07



5.11 Preparasi Sampel Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet dan hitung bobot ratarata



Ditimbang sejumlah serbuk setara dengan dosis terkecil dari yang terterapada etiket dan masukkan ke dalam gelas piala 250 mL.



Ditambahkan tidak lebih dari 5 mL etanol P (yang telah dinetralkan sampai pH 3,5) dan campur hingga semuanya basah



Ditambahkan 70 mL aquadest dan campur menggunakan pengaduk magnetik selama 1 menit



5.12 Penetapan Kapasitas Penetralan Asam Pipet 30 mL asam hidroklorida 1,0 N LV ke dalam larutan uji sambil diaduk terus menggunakan Pengaduk magnetik.



Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25 mEq, gunakan 60,0 mL asam hidroklorida 1,0 N LV dan lakukan modifikasi pada perhitungan 15



Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi.



Titrasi kelebihan asam hidroklorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik sampai 15 detik).



Hitung jumlah mEq asam yang digunakan oleh tablet yang diuji dengan rumus: Total mEq = (30 x NHCl) - (VNaOH x NNaOH).



VI.



HASIL DAN PERHITUNGAN



6.1 Hasil Percobaan 6.1.1. Standarisasi Larutan HCl Indikator: Hijau Bromkresol Volume HCl



Pengamatan



Kesimpulan



Terjadi perubahan 5,4 mL



warna menjadi kuning



Titik akhir titrasi tercapai



pucat Titik Akhir titrasi (mL) = 5,4 mL 6.1.2 Penetapan Kapasitas Penetralan Asam Volume HCl 37,40 mL



Pengamatan Terjadi perubahan pH menjadi 3,5



Kesimpulan Titik akhir titrasi tercapai



Titik Akhir titrasi (mL) = 37,40 mL



16



6.2 Perhitungan Analisis Data 6.2.1



Perhitungan Normalitas HCl



Diketahui: Molaritas NaOH



= 0,5 M



Volume NaOH



= 10 mL



Volume standarisasi HCl = 5,4 mL Ditanya: Normalitas HCl = .. ? Jawab: n NaOH = M × V = 0,5 M × 10 mL = 5 mmol HCl







NaOH



NaCl







H2O



M



5 mmol







5 mmol



-







-



B



5 mmol







5 mmol



5 mmol







5 mmol



S



-







-



5 mmol







5 mmol



M HCl =



n 5 mmol = = 0,9259 M V 5,4 mL



N HCl = M HCl × Ek HCl = 0,9259 M × 1



grek⁄ mol = 0,9259 N



Jadi, Normalitas HCl setelah standarisasi adalah 0,9259 N.



6.2.2



Penentuan Kapasitas Penetralan Asam Diketahui: Molaritas NaOH



= 0,5 M



Volume HCl



= 37,4 mL



Normalitas HCl



= 0,9259 N



Ditanya: Total mEq = .. ? Jawab: N NaOH = M × Ek NaOH = 0,5 M × 1



grek⁄ mol = 1 N



Total mEq = (30 × N HCl)-(V NaOH × N NaOH) =



(30 × 0,9259 N)-(37,4 mL × 0,5 N)



= 27,777-18,7 = 9,077 mEq



17



Interpretasi : Berdasarkan perhitungan kapasitas penetralan asam yang diperoleh yaitu 9,077, maka mEq yang didapatkan sudah memenuhi syarat yaitu tidak kurang dari 5 mEq (Kemenkes RI, 2020).



VII.



PEMBAHASAN Praktikum kali ini dilakukan penetapan kapasitas penetralan asam tablet



antasida (Aluminium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida dan Simetikon) yang dilakukan dengan metode titrasi balik. Titrasi balik adalah salah satu metode yang dilakukan dengan menambahkan titran dalam jumlah berlebihan lalu kelebihan titran tersebut dititrasi dengan titran lain. Agar dapat dititrasi dengan titrasi balik ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti reaksinya harus berlangsung dengan cepat, reaksinya sederhana dan dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi, ada perubahan yang signifikan atau dapat diamati pada saat titik ekivalen tercapai bak secara fisika maupun kimia, jika tidak memungkinkna perubahan yang dapat diamati maka harus dibantu dengan penambahan indikator (Gandjar dan Rohman, 2007). Titrasi balik dilakukan apabila senyawa yang digunakan seperti sampel yang mudah menguap, misalnya amonia dimana sebagian sampel dari amonia dapat menguap selama titrasi. Senyawa yang tidak larut, misalnya kalium karbonat sehingga diperlukan penambahan larutan untuk menghasilkan reaksi yang kuantitatif (Kar, 2005). Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tablet kunyah Alumina, Magnesia dan Simetikon yang mengandung Al(OH) 3 dan Mg(OH)2 masing-masing tidak kurang dari 110,0% serta [-(CH3)2SiO-]n tidak kurang dari 85% dan tidak lebih dari 115% dari jumlah yang tertera pada etiket (Kemenkes RI, 2014). Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya (Depkes RI, 2008). Semua obat antasida mempunyai fungsi untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak lambung, gastritis, tukak usus dua belas jari dengan gejala 6 seperti mual, muntah, nyeri lambung, nyeri ulu hati dan perasaan penuh pada lambung (Depkes RI, 2006). Antasida adalah senyawa–senyawa yang menetralkan atau menurunkan keasaman lambung. Mekanisme kerja antasida 18



dengan menaikkan pH (menurunkan keasaman) isi lambung (umumnya peningkatan pH di atas 3-4) dengan cara netralisasi secara kimia dan mengabsorbsi ion H (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya, 2008). Antasida yang mengandung aluminium atau magnesium yang relatif tidak larut dalam air seperti magnesium karbonat, hidroksida, dan trisilikat serta alumunium glisinat dan hidroksida, bekerja lama bila berada dalam lambung sehingga sebagian besar tujuan pemberian antasida tercapai (Depkes RI, 2008). Sediaan yang mengandung magnesium mungkin dapat menyebabkan diare, sedangkan sediaan yang mengandung aluminium mungkin dapat menyebabkan konstipasi (Depkes RI, 2009). Antasida yang mengandung magnesium dan aluminium dapat mengurangi efek samping pada usus besar ini (Depkes RI, 2008). Langkah awal dalam praktikum ini adalah pembuatan air bebas CO 2. Air bebas karbondioksida P adalah adalah air murni yang telah didihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin, serta tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara (Kemenkes RI, 2020). Air bebas CO 2 ini digunakan dalam prosedur pembuatan larutan yang bersifat higroskopis pada ini. Higroskopis yaitu dapat menyerap CO2 di udara sehingga dapat meleleh dan menyebabkan konsentrasi dari NaOH menjadi tidak stabil (Depkes RI, 1979). Maka dari itu, bahan-bahan yang bersifat higroskopis harus menggunakan air bebas CO2 dalam pembuatan larutannya. Praktikum penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida ini menggunakan pH meter yang harus dibakukan terlebih dahulu sebelum digunakan. Dalam pembakuan pH meter ini digunakan dua larutan yang berbeda yaitu larutan kalium tetraoksalat 0,05 M dan kalium biftalat 0,05 M. Kalium tetraoksalat C4H3KO8.2H2O merupakan pereaksi murni yang dibuat dengan cara ditimbang dengan seksama 12,61 gram KH3(C2O4)2.2H2O menggunakan timbangan analitik, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 1000 mL ditambahkan air hingga tanda batas lalu digojog hingga homogen (Kemenkes RI, 2020). Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan kalium biftalat menggunakan serbuk kalium biftalat yang merupakan serbuk hablur putih dan kelarutannya larut perlahan-lahan dalam air, larutan jernih, tidak berwarna. Keasaman kebasaan larutan 2,0% b/v dalam air 19



bebas karbondioksida P dengan larutan biru bromfenol P terjadi warna abu-abu (pH 4,0). Kalium biftalat dengan rumus molekul KHC 6H4(COO)2 dan bobot molekul 204,22 g/mol mengandung tidak kurang dari 99,9% dan tidak lebih dari 100,1 % C8H5KO4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979). 4.2.1 Pembuatan Kalium Biftalat 0,05 M dilakukan dengan menimbang terlebih dahulu dengan seksama 10,12 gram KHC8H4O4 yang telah dikeringkan pada suhu 110o selama 1 jam dengan timbangan analitik. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan dengan air hingga tanda batas kemudian digojog hingga homogen (Kemenkes RI, 2020). Langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan HCl yang nantinya akan digunakan dalam prosedur penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida sebagai titran pertama. Larutan HCl yang tersedia pada laboratorium merupakan larutan HCl Larutan stok HCl yang tersedia 37% b/b yang artinya terdapat 37 gram HCl yang dilarutkan menggunakan 100 gram pelarut. Maka dalam praktikum ini untuk membuat larutan HCL 1 N dipipet 41,7545 mL HCl 37% dan dimasukkan ke dalam labu 500 mL dan ditambahkan air sampai tanda batas. Selain titran HCl, pada praktikum ini juga menggunakan titran lainnya yaitu larutan NaOH. Pembuatan larutan NaOH ini dilakukan dengan cara melarutkan 162 mg natrium hidroksida P dalam 150 mL air bebas karbondioksida P, dilarutkan dengan menggunakan air bebas karbondioksida ini dikarenakan NaOH memiliki sifat higroskopis yang dapat dengan mudah bereaksi dengan karbondioksida. Setelah itu dinginkan larutan hingga suhu ruang, saring melalui kertas saring yang dikeraskan. Masukkan 54,5 mL filtrat jernih ke dalam wadah polyolefin bertutup rapat dan encerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga 1000 mL dan larutan yang dibuat ini adalah larutan NaOH 1N (Kemenkes RI, 2020). Untuk membuat larutan dengan kadar 0,5 N, diencerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga 2000 mL. Prosedur pada praktikum ini menggunakan dua indikator yaitu indikator fenolftalein dan indikator hijau bromkresol. Penggunaan indikator fenolftalein ini digunakan sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi pada saat standarisasi NaOH dengan baku primer larutan kalium biftalat. Pembuatan larutan 20



indikator PP ini dilakukan dengan menimbang dengan seksama 1 gram serbuk fenolftalein menggunakan timbangan analitik. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan dengan etanol P hingga tanda batas, gojog hingga homogen (Kemenkes RI, 2014). Rentang pH dari suatu indikator adalah satu pH pada kedua sisi nilai pKa-nya. Fenolftalein (PP) memiliki pKa 9,4 yang artinya warnanya akan berubah antara pH 8,4 dan 10,4 (Watson, 2013). Perubahan warna yang terjadi saat berada pada pH tersebut adalah perubahan menjadi warna merah muda. Indikator fenolftalein berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam dan basa. Fenolftalein dalam larutan asam berbentuk suatu lakton yang tak berwarna. Lakton karbon pusat berada dalam keadaan hibridisasi sp3 oleh karena itu ketiga cincin benzena terpencil tidak berkonjugasi dan pada larutan basa suatu hidrogen fenol direbut dari dalam fenolftalein, cincin lakton terbuka dan karbon pusat menjadi hibridisasi sp2. Bentuk cincin benzena berada dalam konjugasi, dan sistem pi yang ekstensif menimbulkan warna merah, yang tampak dalam larutan basa yang tidak sangat kuat (Rahmawati dkk., 2016). Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan Hijau Bromkresol dengan cara melarutkan 50 mg serbuk hijau bromkresol ke dalam 100 ml etanol , kemudian disaring menggunakan kertas jika diperlukan. Larutan Hijau Bromkresol P digunakan sebagai indikator dalam standarisasi HCl (Kemenkes RI, 2020), dikarenakan HCl merupakan asam kuat yang pHnya yang dapat bervariasi tergantung pada konsentrasinya, sehingga diperlukan indikator khusus digunakan untuk menentukan kapan asam tersebut mencapai titik ekivalen selama titrasi. Bromkresol hijau digunakan untuk tujuan ini karena menunjukkan perubahan warna dalam kisaran pH 3,8 hingga 5,4 (Gandjar dan Rohman, 2007). Sebelum digunakan sebagai titran dalam penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida maka larutan HCl harus distandarisasi terlebih dahulu dikarenakan dapat terjadinya penguraian saat HCl disimpan karena sifatnya sebagai oksidator, di mana saat reduksi akan terjadi penurunan bilangan oksidasi sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu. HCl merupakan asam kuat yang mempunyai sifat sebagai oksidator kuat. HCl akan terurai menjadi ion H+ dan Cl-, penguraian ini akan mempengaruhi konsentrasi dari HCl (Sari dkk., 2013). Berdasarkan 21



Farmakope Indonesia Edisi VI, standarisasi larutan HCl dilakukan dengan cara diimbang saksama lebih kurang 5,0 gram trometamin P, keringkan sesuai petunjuk pada etiket. Selanjutnya larutkan dalam 50 ml air dan tambahkan 2 tetes bromkresol hijau LP. Titrasi dengan asam hidroklorida 1 N hingga titik akhir kuning pucat (Kemenkes RI, 2020). trometamin adalah standar yang sangat baik karena bersifat non-higroskopis, tidak menyerap karbon dioksida dari udara, stabil baik sebagai padatan maupun dalam larutan air, dapat dibuat dalam bentuk yang sangat murni, dan dapat dikeringkan pada suhu 100-103°C tanpa dekomposisi. trometamin akan bereaksi cepat dan stoikiometri dengan ion hidronium dengan mekanisme reaksi sebagai berikut: (HOCH2)3 CNH2 + HCl → (HOCH2)3 CNH3 + + Cl Titik akhir titrasi terjadi pada kisaran pH 3,8 hingga 5,4 dengan mekanisme perubahan warna yakni indikator dalam larutan berair bromokresol hijau akan terionisasi menghasilkan bentuk monoanionik (kuning), yang selanjutnya terdeprotonasi pada pH yang lebih tinggi menghasilkan bentuk dianionik (biru), yang distabilkan oleh resonansi sehingga berubah warna menjadi kuning pada tingkat pH asam (pH 3,8) dan biru-hijau pada dari pH 5,4 (Senese, 2001). Pada proses standarisasi HCl, volume HCl yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 5,4 mL. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh normalitas HCl setelah standarisasi adalah 0,9259 N. Tahapan selanjutnya yakni dilakukan standarisasi NaOH 0,1 N. Larutan NaOH merupakan larutan baku sekunder yang kemurniannya lebih rendah dibandingkan larutan baku primer. NaOH bersifat higroskopis dan mampu dengan cepat menyerap CO2 di udara sehingga NaOH akan meleleh dan menyebabkan konsentrasi dari NaOH berubah (Kemenkes RI, 2020). Adapun reaksi antara NaOH dan CO2 adalah sebagai berikut: NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O. Oleh karena itu, dilakukan standarisasi NaOH untuk mengetahui konsentrasi yang pasti dari NaOH yang nantinya akan digunakan sebagai penitran untuk menetapkan kapasitas penetralan asam tablet antasida. Standarisasi dilakukan dengan cara melarutkan 5 gram kalium biftalat yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120° selama 2 jam ke dalam 75 mL air bebas karbondioksida P. Pada standarisasi 22



NaOH digunakan baku primer kalium biftalat dikarenakan kalium biftalat memiliki kemurnian yang tinggi, sehingga lebih cocok untuk digunakan sebagai larutan baku primer (Cartika, 2017). Reaksi standarisasi NaOH dengan kalium biftalat adalah sebagai berikut:



Gambar 3. Reaksi Kalium Biftalat dengan NaOH (Mursyidi, 2008) Kemudian ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP sebagai indikator dan dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida (Kemenkes RI, 2020). Penggunaan indikator fenolftalein ini bertujuan agar titik akhir titrasi yang didapat mendekati titik ekivalen dari standarisasi NaOH dan kalium biftalat yang cenderung bersifat basa. Oleh karena itu digunakan indikator fenolftalein yang memiliki trayek pH antara 8,4-10,4 mendekati rentang pH garam basa yang dihasilkan, maka indikator ini dapat menunjukan titik akhir titrasi yang terbentuk dan ditunjukan dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda stabil. Perubahan pH indikator dari warna yang satu ke warna yang lain akan terjadi pada pH antara pKa - 1 sampai dengan pKa + 1. Fenolftalein mempunyai pKa 9,4 maka akan mengalami perubahan warna antara pH 8,4-10,4. Dalam suasana asam fenolftalein tidak berwarna, sementara dalam suasana basa fenolftalein berwarna merah muda stabil (Pursitasari,2014).



Perubahan warna tersebut disebabkan karena indikator



fenolftalein (PP) yang mengalami perubahan warna di antara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Fenolftalein memiliki pKa 9,4 , yang mana pada pKa tersebut terjadi perubahan warna pada pH 8,4-10,4. Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH tersebut. Proton dipindahkan dari struktur fenol fenolftalein yang mengalami penataan ulang akibat adanya peningkatan pH, akibatnya akan terjadi perubahan warna (Gandjar dan Rohman,



23



2007). Berikut ini adalah skema penataan ulang struktur pada perubahan warna fenolftalein :



Gambar. 4. Penataan ulang struktur yang bertanggung jawab pada perubahan warna fenolftalein (Watson, 2010). Perubahan warna ini disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Setiap indikator asam-basa merupakan ion yang memiliki tetapan ionisasi yang berbedabeda. Ion ini memiliki sistem yang terkonjugasi yang dapat menyerap gelombang warna tertentu dan meneruskan gelombang warna lainnya. Gelombang warna yang diserap adalah bagian dari spektrum warna, sehingga ion tersebut akan terlihat berwarna. Indikator PP yang berwarna menjadi merah muda berarti ionnya menyerap warna selain merah muda dan meneruskan warna merah muda (Petrucci,. 1989). Standarisasi NaOH 0,1 N dengan kalium biftalat pada titik akhir volume NaOH yang dibutuhkan yakni sebanyak 10 mL sehingga diperoleh normalitas NaOH sebesar 0,5 N. Penetapan kapasitas penetralan asam dengan titrasi balik ini tidak menggunakan indikator. Indikator fenolftalein digunakan hanya pada saat melakukan standarisasi NaOH. Indikator fenolftalein tidak digunakan pada penetapan kapasitas penetralan asam dikarenakan telah digunakan alat berupa pH meter dikarenakan hasil pengukuran pH yang diperoleh lebih akurat dan nilai yang ditunjukkan lebih jelas. Sebelum digunakan untuk mengukur pH pada penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida, maka pH harus dikalibrasi atau dibakukan terlebih dahulu, dengan tujuan agar pengukuran pH memperoleh hasil yang valid dan akurat serta menjamin alat pH meter bekerja dengan baik pada semua rentang pH sehingga pembacaan pH pada sampel optimal (Basset, dkk.,1994). Kalibrasi pH meter menggunakan larutan buffer pH asam, basa, netral 24



dilakukan untuk menguji sensor yang mana terjadi penurunan tegangan seiring bertambahnya pH. pH asam menyebabkan tegangan bernilai positif, pH netral akan membuat tegangan menjadi 0 sedangkan pH basa akan menyebabkan tegangan menjadi negatif. Adanya perbedaan pH/suasana dalam kalibrasi bertujuan untuk menentukan ketepatan hasil pengukuran pH (Ngafifuddin dkk., 2017). Berdasarkan Farmakope Indonesia, tahapan kalibrasi pH meter dapat dilakukan dengan cara sel diisi dengan kalium tetraoksalat pada suhu yang 35 oC. Kemudian dipasang kendali pada suhu larutan dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat pH menjadi 1,69. Selanjutnya elektrode dibilas beberapa kali dengan larutan Kalium biftalat untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu 35oC, sehingga harga pH yang didapat dari larutan dapar kedua adalah 4,02 ± 0,07 (Kemenkes RI, 2020). Kalium tetraoksalat dan kalium biftalat digunakan dalam pembakuan pH meter dikarenakan kedua larutan tersebut merupakan larutan baku yang sudah ditetapkan menurut Farmakope Indonesia Edisi VI. Dalam pembakuan pH meter, larutan dapar untuk pembakuan yang dipilih mempunyai perbedaan pH yang tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya. Pembakuan kemudian diulangi hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan memberikan harga pH tidak lebih 0,02 unit pH dari harga yang tertera pada tabel (Kemenkes RI, 2020).



Gambar 5. pH Larutan Dapar untuk Pembakuan (Kemenkes RI, 2020) Preparasi sampel tablet antasida dilakukan dengan cara menimbang dan menyerbukkan kurang lebih 20 tablet antasida kemudian dihitung bobot rataratanya dan ditimbang setara dengan dosisi terkecil dari yang tertera pada etiket, dilakukan dengan etanol P jika diperlukan dan diencerkan dengan 70 mL air, 25



kemudian dicampur menggunakan pengaduk magnetik selama 1 menit. Adapun tujuan penggunaan magnetic stirrer adalah untuk mencampurkan larutan uji dengan HCl dan NaOH dengan cepat dan memudahkan dalam mengatur waktu pengadukan sampel hingga tercampur sempurna atau homogen sehingga tidak perlu lagi memperkirakan waktu pengadukan sampel (Irsyad dkk., 2016). Pengadukan dilakukan dengan magnetic stirrer dalam jangka waktu yang ditentukan karena apabila NaOH dan HCl dicampur maka akan terionisasi sempurna. Apabila waktu kontak yang lama maka NaOH dan HCl mengalami ionisasi dan larutan menjadi netral sedangkan pH yang dibutuhkan pada praktikum ini adalah pH asam lemah yaitu sekitar 3,5 sehingga pengadukan harus dilakukan dengan cepat (Gunawan, 2008). Secara umum preparasi sampelnya dilakukan dengan pengecilan ukuran partikel (tablet diserbukkan) dan pelarutan. Berdasarkan cara ekstraksinya, preparasi tablet antasida dilakukan dengan metode ekstraksi padat cair. Prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan senyawa dalam suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu pelarut tertentu. Suatu materi padat dapat mengalami difusi ke dalam larutan hingga meningkatkan konsentrasi larutan tersebut. Bahan terekstrak yang berada dalam matrik materi yang inert, lambat laun akan terlarut dalam larutan, demikian pula spesies pelarut akan terdistribusi dalam materi padat tersebut hingga mengalami keadaan kesetimbangan (Fajriati dkk., 2011). Penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida dilakukan titrasi asam basa (reaksi netralisasi) menggunakan metode titrasi balik, dengan cara penambahan titran yang berlebih kemudian kelebihan titran tersebut akan dititrasi menggunakan titran yang kedua. Dilakukan titrasi balik dikarenakan tablet memiliki pengotor yang tidak larut didalam air. Untuk membuat pengotor tersebut larut, tambahkan asam berlebih pada tablet sehingga pengotor akan larut Pada praktikum ini digunakan titrasi balik karena mengacu pada Farmakope Indonesia, dimana beberapa penetapan kadar dalam Farmakope memerlukan penambahan larutan volumetrik yang terukur,berlebih dari jumlah yang sebenarnya diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang ditetapkan kadarnya, kelebihan larutan ini kemudian dititrasi dengan larutan volumetrik kedua (Kemenkes RI, 2020). 26



Praktikum penetapan kapasitas penetralan asam ini dilakukan dengan penambahan HCl berlebih pada larutan uji tablet antasida yang merupakan bentuk simulasi dari asam lambung. Sisa asam yang tidak bereaksi dengan tablet antasida kemudian dititrasi dengan NaOH hingga OH- akan habis bereaksi dengan kelebihan H+ dari HCl. Jadi penambahan asam akan dinetralisasi oleh tablet antasida, yang kemudian dinetralisasi kembali dengan penambahan NaOH (Ulfa, 2016). Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Al(OH)3 + 3 HCl → AlCl3 + 3 H2O Mg(OH)2 + 2 HCl → MgCl2 + 2H2O NaOH + HCl → NaCl + H2O Kapasitas penetralan asam (KPA) merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan efektivitas sediaan antasida dalam menetralkan asam lambung. Setiap sediaan antasida memiliki kekuatan yang berbeda tergantung dari nilai KPA-nya masing-masing (Azhary dkk., 2010). Titrasi kelebihan HCl dengan NaOH 0,5 N sampai dicapai pH 3,5 yang stabil dan dihitung jumlah mEq asam yang digunakan. Pada penetapan kapasitas penetralan asam ini, sampel awalnya bereaksi dengan HCl maka pH akan menurun, setelah ditambahkan NaOH maka pH akan meningkat (Paramita dkk, 2013). Titrasi dihentikan saat tercapainya titik akhir titrasi yang ditentukan menggunakan pH meter yaitu saat pH meter menunjukkan nilai pH 3,5 yang stabil. Titik akhir titrasi ditetapkan pada pH tersebut dikarenakan merupakan pH maksimal untuk cairan lambung normal (2 – 3,5) (Muhammad dkk., 2016). Pada praktikum ini sampel yang digunakan adalah tablet antasida. Antasida adalah senyawa–senyawa yang menetralkan atau menurunkan keasaman lambung dengan menaikkan pH (menurunkan keasaman) cairan lambung (umumnya peningkatan pH di atas 3-4) dengan cara netralisasi secara kimia dan mengabsorbsi ion H (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya, 2008). Jadi antasida ditargetkan untuk dapat bekerja di lambung dimana pH pada cairan lambung maksimal 3,5 sehingga dalam praktikum dilakukan titrasi hingga titik akhir tercapai pada pH 3,5 menyesuaikan pH maksimal cairan lambung sehingga dengan begitu antasida dikatakan efektif untuk menetralkan asam lambung (Vedavathi, 2003). 27



Setelah dicapai titik akhir titrasi, maka dilakukan perhitungan mEq atau (mili equivalen) yang merupakan satuan dengan konsentrasi elektrolit di dalam suatu larutan. 1 mEq konsentrasi elektrolit bermakna 1/1000 dalam equivalen (AlAchi, 2016). mEq digunakan sebagai satuan kapasitas penetralan asam dikarenakan sesuai dengan petunjuk Farmakope Indonesia edisi VI disebutkan bahwa kapasitas penetralan asam dihitung berdasarkan rumus total mEq (Kemenkes RI, 2020). Selain itu, satuan mEq digunakan dalam perhitungan karena hasil yang didapatkan akan menjadi lebih akurat karena satuan yang digunakan berupa mili equivalen, dimana mEq ini setara dengan asam yang dikonsumsi dimana setiap 1 N HCl setara dengan 1 mEq. Mili equivalen dapat dihitung dengan rumus: mEq = (30 x N HCl) – (V NaOH x N NaOH) (Kemenkes RI, 2020) Volume NaOH yang diperoleh sebanyak 10 mL, normalitas NaOH sebesar 0,5 N, normalitas HCl sebesar 0,9259 N, dan volume HCl sebanyak 37,4 mL, maka diperoleh perhitungan kapasitas penetralan asam yaitu 9,077 mEq , maka mEq yang didapatkan sudah memenuhi syarat kapasitas penetralan asam tablet kunyah alumina, magnesia dan simetikon menurut Farmakope Indonesia edisi VI yaitu tidak kurang dari 5 mEq (Kemenkes RI, 2020). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi KPA suatu antasida diantaranya adalah zat aktif, struktur kristal, suspending agent, dan bentuk sediaan. Sebagai parameter perbandingan setiap antasida, semakin besar KPAnya maka kemampuan antasida tersebut semakin baik. Modifikasi karakter fisika berupa ukuran partikel akan meningkatkan nilai KPA yang menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel maka nilai KPAnya akan semakin besar (Gunawan, 2008).



VIII. PENUTUP 8.1 Kesimpulan 1. Praktikum kali ini dilakukan penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida (Aluminium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida dan Simetikon) yang dilakukan dengan metode titrasi balik. Titrasi balik adalah 28



salah satu metode yang dilakukan dengan menambahkan titran dalam jumlah berlebihan lalu kelebihan titran tersebut dititrasi dengan titran lain. Prosedur penetapan dilakukan dengan memipet 30 mL asam hidroklorida 1,0 N LV ke dalam larutan uji sambil diaduk terus menggunakan pengaduk magnetik. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi. Titrasi kelebihan asam hidroklorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil. Lalu, dihitung jumlah mEq asam yang digunakan. Titran pertama yang digunakan adalah larutan HCl dan titran kedua yang digunakan adalah larutan NaOH. 2. Standarisasi larutan dilakukan pada larutan baku sekunder yang akan dijadikan titran yakni larutan HCl dan NaOH. Larutan NaOH 0,5 N distandarisasi dengan menggunakan larutan baku primer kalium biftalat 0,05 M, sedangkan larutan HCl 1 N dititrasi dengan trometamin. Diperoleh volume teoritis NaOH yang digunakan untuk dalam standarisasi NaOH adalah 10 mL, sedangkan volume HCl pada saat mencapai akhir titrasi ketika standarisasi adalah 5,4 mL. Sehingga diperoleh normalitas NaOH adalah 0,5 N, dan normalitas HCl adalah 0,9259 N. 3. Penetapan kapasitas penetralan asam dilakukan dengan penambahan HCl berlebih pada larutan uji tablet antasida yang merupakan bentuk simulasi dari asam lambung. Sisa asam yang tidak bereaksi dengan tablet antasida kemudian dititrasi dengan NaOH hingga OH- akan habis bereaksi dengan kelebihan H+ dari HCl. Proses titrasi akan dihentikan ketika tercapai pH 3,5 stabil selama 10-15 detik menggunakan pH meter. Total mEq yang diperoleh yaitu sebesar 9,077 mEq, yang mana hasil tersebut memenuhi syarat dari tablet antasida yaitu nilai total mEq tidak kurang dari 5 mEq. 8.2 Saran Dalam melakukan penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida harus memperhatikan critical point selama praktikum agar tidak terjadi kesalahan pada proses penetapan, dikarenakan setiap langkah kerja yang dilakukan akan berpengaruh pada hasil akhir yang diperoleh. 29



DAFTAR PUSTAKA



Al-Achi, A. 2016. The Notion of Milliequivalence (mEq): A Brief Note. Clin Pharmacol Biopham. 5(4): 1-2. Azhary, D. P., Soewandhi, S. N., dan Wikarsa, D. 2010. Kalsinasi dan Freeze Drying Hidrotalsit Untuk Meningkatkan Kapasitas Penetralan Asam. Majalah Farmasi Indonesia. 21(1): 52-56. Cartika, H. 2017. Kimia Farmasi II. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fajriati, I., Rizkiyah, M., dan Muzakky, M. 2012. A Study of Solid-Liquid Extraction with HF And HNO3 as Solvent for Determination of Cr and Cu in the River Sediment near the Muria Nuclear Power Plant. Jurnal Ilmu Dasar. 12(1): 13-22. Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Gunawan, A. G. 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Irsyad, L. P. 2016. Perancangan Alat Magnetic stirrer Dengan Pengaturan Kecepatan Pengaduk Dan Pengaturan Waktu Pengadukan. Jurnal Infact Edisi November. 1(2):22-29. Kar, A. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis. New Delhi: New Age International Publishers.



30



Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Muhammad, E. P., A. W. Murni, D. Sulastri, dan S. Miro. 2016. Hubungan Derajat Keasaman Cairan Lambung dengan Derajat Dispepsia pada Pasien Dispepsia Fungsional. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(2): 371-375. Mursyidi, A., 2008, Volumetri dan Gravimetri, Gadjah Mada University Press, Ngafifuddin, M., Susilo dan Sunarno. 2017. Penerapan Rancang Bangun pH Meter Berbasis Arduino Pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X. J Sains Dasar. 6(1): 66-70. Paramita, D. A., Y. W. Wardhana, Wisnu, Sudirman. 2012. Analisis Sukralfat Pasca Kalsinasi untuk Obat Sitoproteksi pada Mukosa Lambung. Jurnal Sains Materi Indonesia. 1(1): 40-45. Petrucci, R. 1989. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pursitasari. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment. Bandung: Penerbit Alfabeta. Rahmawati, S. Nuryanti, dan Ratman. 2016. Indikator Asam-Basa dari Bunga Dadap Merah (Erythrina crista-galli L.). Jurnal Akademika Kimia. 5(1): 2936. Sari, I. N, M. Izzati, dan S. Haryanti. 2013. Penurunan Biomassa, Perubahan Struktur Anatomi dan Kondisi Fisik Serabut Kelapa (Cocos nucifera L.) Setelah Perendaman Asam Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda. Anatomi Fisiologi. 21(1): 45-54. Senese, F. 2001. Acid–base indicators. Frostburg State University: Dept. of Chemistry. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC. Ulfa, A. M. 2016. Analisa Kadar Tablet Antasida Di Beberapa Apotek Kota Bandar Lampung Secara Alkalimetri. Jurnal Kebidanan Malahayati.2(1):1-9. 31



Vedavathi, H., Tejasvi, and S. P. Revankar. 2003. Evaluation of Cost Effectiveness and Efficacy of Commonly Used Different Antacid Gel Preparations. International Journal of Basic & Clinical Pharmacology. 2(6): 788-791. Watson, D. 2013. Analisis Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Watson, D. G. 2010. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: EGC. Zulfian, A., Saniman., Ishak., 2016. Sistem Penghitung Ph Air Pada Tambak Ikan Berbasis Mikrokontroller. Jurnal Ilmiah Sains dan Komputer.15(2). 101108.



32