Klp2 - 3D4 - Makalah IPAL Industri Kecap Manis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengolahan Limbah dan Lingkungan Semester V 2021/2022



MAKALAH



Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Indutri Kecap Manis



Nama Anggota



: 1. Adinda Maharani



(432 19 001)



2. Ayu Lestari



(432 19 005)



3. St. Faiqah Nursyfany



(432 19 022)



4. Vira Resky



(432 19 024)



Kelompok



: II/Dua



Kelas



: 3 D4 Teknologi Kimia Industri



HALAMAN SAMPUL JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG 2022



KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas besar “Instalasi Pengelolaan Air Limbah Industri Kecap Manis” pada waktu yang telah ditentukan. Tak lupa pula kita kirimkan selawat serta salam kepada Rasulullah saw. yang telah menyebarkan ilmunya pada semua umat. Makalah ini membahas tentang proses pembuatan kecap manis, diagram alir dan diagram pemipaan & instrumentasi dari industri kecap, sumber limbah, karakteristik limbah, baku mutu limbah industry kecap, serta metode pengolahan limbah tersebut. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Setyo Erna Widiyanti, S.ST., M.Eng. selaku dosen mata kuliah Pengolahan Limbah dan Lingkungan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan menjadi acuan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamin Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Makassar, 03 Januari 2022



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1



Latar Belakang.......................................................................................... 1



1.2



Rumusan Masalah .................................................................................... 2



1.3



Tujuan ....................................................................................................... 2



BAB II ISI ............................................................................................................... 3 2.1



Proses Pembuatan Kecap Manis............................................................... 3



2.2



Sumber dan Karakteristrik Limbah Industri Kecap Manis....................... 9



2.3



Baku Mutu Limbah Industri Kecap Manis ............................................. 12



2.4



Metode Pengolahan Limbah Cair Industri Kecap Manis ....................... 13



BAB III PENUTUP............................................................................................... 25 3.1



Kesimpulan ............................................................................................. 25



3.2



Saran ....................................................................................................... 25



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama yang semakin penting untuk diselesaikan karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan. Oleh sebab itu, untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri. Pencemaran air tanah dan sungai terutama diakibatkan dari kegiatan industri. Limbah industri menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun. Industri pembuatan kecap merupakan jenis industri domestik yang dalam proses pembuatannya disamping menghasilkan produk utama yaitu kecap juga menghasilkan limbah dalam bentuk cair yang berasal dari air rendaman, air rebusan, air dari proses, maupun air dari bak pencucian alat/botol, serta limbah padat yang berupa ampas kedelai. Produk buangan dari industri kecap berupa limbah padat yang berupa ampas kedelai dan bumbu serta campuran semi kecap, sedangkan limbah cair berupa air buangan sisa pencucian alat/mesin produksi dan air sisa rebusan kedelai. Limbah cair pabrik kecap merupakan salah satu jenis limbah cair industri yang mempunyai kandungan bahan organik cukup tinggi dan kandungan warna yang cukup pekat. Bahan-bahan yang terkandung dalam limbah ini merupakan bahan-bahan polutan yang potensial menurunkan kualitas lingkungan. Limbah cair dan padat tersebut ketika langsung dibuang ke badan air akan menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak sesuai dengan baku mutu air limbah yang telah ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Hasil pengamatan Sulistiyanti, B. Erika S. limbah industri kecap mengandung bahan pencemar seperti COD, BOD, dan padatan tersuspensi yang cukup tinggi. Kandungan bahan-bahan pencemar yang terkandung dalam limbah industri kecap tersebut jauh diatas nilai ambang batas yang diizinkan. Atas dasar hal tersebut, perlu dilakukan pengolahan air limbah yang efektif dan efisien agar memenuhi persyaratan untuk dibuang ke lingkungan. 1



1.2 Rumusan Masalah 1.



Bagaimana proses pembuatan kecap manis?



2.



Apa saja sumber dan karakteristik limbah industri kecap manis?



3.



Apa baku mutu limbah industri kecap manis?



4.



Bagaimana metode pengelolaan limbah industri kecap manis?



1.3 Tujuan 1.



Mengetahui proses pembuatan kecap manis.



2.



Mengetahui sumber dan karakteristik limbah industri kecap manis.



3.



Mengetahui baku mutu limbah industri kecap manis.



4.



Mengetahui metode pengelolaan limbah industri kecap manis.



2



BAB II ISI 2.1 Proses Pembuatan Kecap Manis Bahan Baku 1. Bungkil kacang kedelai atau Defatted Soy Bean (DSB) 2. Gandum 3. Gula kelapa 4. Gula tebu 5. Premiks 6. Garam 7. Air



Prosedur Pembuatan 1.



Proses Sterilisasi Proses sterilisasi dilakukan menggunakan tangki NK cooker. Tangki di isi



dengan air. Setelah pengisian air selesai, NK cooker ditutup dan dimulai proses perendaman selama 40 menit. Setelah 40 menit, katup steam dibuka untuk meningkatkan suhu hingga 120-122°C.Setelah mencapai suhu 120–122°C, katup steam ditutup dan suhu di dalam tangki dipertahankan selama 40 menit untuk sterilisasi pada tekanan uap 1,1-1,2 bar. Proses perendaman yang dilanjutkan dengan pemanasan bertujuan untuk menghilangkan senyawa tripsin inhibitor sekaligus menghilangkan bakteri pathogen yang terdapat pada Deffated Soy Bean (DSB). Setelah itu, pendinginan dilanjutkan menggunakan mesin vakum yang menyerap udara panas dengan tekanan 72 cmHg selama 15 menit. Pendinginan bertujuan untuk menurunkan suhu hingga maksimum 65°C.



2.



Roasting Proses roasting dilakukan pada gandum untuk melunakkan biji dan



mengeluarkan aroma yang berkontribusi pada cita rasa kecap manis. Drum dipanaskan menggunakan burner. Suhu roasting adalah 125–140°C (maksimum



3



150°C) dengan kecepatan 5–7 kg/menit. Selanjutnya roasted wheat akan diangkut ke disc mill untuk memecah biji gandum.



3.



Pencampuran Deffated Soy Bean (DSB) matang akan dicampurkan dengan roasted wheat



dan dilakukan pengadukan.



4.



Solid State Fermentation Koji akan didiamkan untuk fermentasi di ruang fermentasi koji selama 40



jam. Selama fermentasi berlangsung, koji akan diaduk. Pengadukan bertujuan agar setiap bagian koji terekspos dengan udara secara rata. Selain pengadukan, temperatur di ruang koji juga harus diatur pada kisaran suhu 23–30°C agar fermentasi berjalan optimal.



5.



Submarge Fermentation Setelah 40 jam, koji akan dikeluarkan dari ruang koji. Koji yang berjalan



akan melewati pipa berlubang horizontal yang berada di atas belt conveyor. Air garam akan keluar dari lubang pipa tersebut lalu jatuh ke atas koji yang berjalan. Koji yang telah tercampur air garam kemudian di transfer ke dalam tangki moromi menggunakan pompa. Koji yang telah dicampur larutan garam akan masuk ke dalam tangki moromi. Koji akan difermentasi di dalam tangki selama 4 bulan. Kriteria moromi yang berusia 4-5 bulan adalah beraroma manis khas kecap, memiliki konsistensi seperti pasta, dan berwarna coklat gelap. Pada hari ke-45, akan dilakukan penambahan yeast (Saccharomyces rouxxi) ke dalam tangki moromi.



6.



Penyaringan Proses natural dripping adalah proses pressing dengan menggunakan gaya



gravitasi untuk mendapatkan cairan moromi (sari kedelai). Penyaringan dilakukan menggunakan filter cloth. Setelah frame ND selesai, filter cloth beserta ampasnya dipindahkan ke mesin pressing 18”.



4



7.



Pressing Setelah dipindahkan ke mesin pressing 18”, tumpukan filter cloth akan



ditekan oleh piston dengan tekanan 10 bar selama 1 jam.



8.



Pemanasan Dari bak penampungan cairan moromi yang dialirkan menuju tangki



pemasakan cairan moromi menggunakan pompa. Sari kedelai yang didapat dari proses pressing merupakan sari kedelai yang masih mentah, oleh sebab itu diperlukan proses pemanasan untuk mematangkan sekaligus membunuh mikroorganisme yang terdapat di sari kedelai. Cairan moromi akan dipanaskan di dalam jacketed dissolving tank dengan suhu 85°C selama 15 menit. Selanjutnya, pengisian bahan baku ke dalam tangki. Bahan baku yang dimasukkan ke dalam tangki ini adalah sari kedelai matang, gula kelapa, gula tebu, sereh, garam, dan air. Campuran gula dan sari kedelai matang akan dimasak hingga suhu mencapai 85– 90°C. Setelah selesai pemasakan, steam akan ditutup. Operator akan membuka valve sehingga larutan kecap dapat mengalir sesuai gaya gravitasi. Kecap diukur suhu, viskositas, dan nilai total padatan terlarutnya. Suhu sampel untuk di cek adalah 30°C. standar total padatan terlarut setelah proses di TMG adalah 75– 77°brix dan 12–14 poise untuk viskositas.



9.



Penyaringan I Proses penyaringan I meliputi penyaringan menggunakan sand cyclone.



Alat ini berfungsi untuk memisahkan larutan kecap dengan pasir halus menggunakan gaya tangensial dan sentrifugal.



10. Pasteurisasi Larutan kecap yang telah melewati sand cyclone akan masuk ke dalam tangki masak kecap untuk dimasak selama 5 menit. Selain untuk pasteurisasi, pemanasan di tangki ini juga berfungsi untuk mencampur kecap dengan premiks bumbu. Setelah pemanasan selesai, akan dilakukan pengambilan sampel kembali melakukan analisis.



5



11. Penyaringan II Kecap akan dialirkan menuju strainer menggunakan mono pump. Pada saringan ini bahan–bahan yang biasanya tersaring adalah ampas gula dan gula hangus.



12. Pendinginan Kecap yang lolos strainer kemudian akan melewati proses pendinginan menggunakan Plate Heat Exchanger (PHE). Fungsi dari PHE adalah menurunkan suhu kecap dari 105°C menjadi 40°C. Penurunan suhu bertujuan untuk mencegah kecap menjadi gosong (over cook).



13. Penyimpanan Setelah melewati PHE, kecap akan ditampung dalam tangki terlebih dahulu sebelum dikemas. Penampungan sementara dilakukan di tangki penyimpanan. Di dalam tangki penyimpanan, kecap akan di aging selama 12 jam. Fungsi aging di dalam tangki adalah untuk menghilangkan busa dan menstabilkan suhu.



14. Pengemasan Proses pengemasan dilakukan di ruang pengemasan. Secara keseluruhan, proses pengemasan kecap terdiri atas filling, capping, labeling, coding, shrink sealing, dan cartoning.



6



Diagram Alir Proses dan Diagram Pemipaan dan Instrumentasi Diagram Alir Pembuatan Kecap Manis Deffated Soy Bean



Gandum



Sterilisasi T=120-122 C t=40 menit P=1,1-1,2 bar



Pembakaran T=125-140 C t=40 menit v=5-7 kg/menit



Pemecahan



Pencampuran



Fermentasi Koji T=23-30 C t=40 jam h=>90%



Saccharomyces rouxxi



Larutan garam 23% Fermentasi Moromi T=15-30 C t=4 bulan



Filtrasi



Ampas



Pengepresan P=10 bar t=1 jam



Minyak



Sari Kedelai Mentah



Analisis/Pengujian: -Suhu -Total padatan terlarut -Viskositas



Analisis/Pengujian: -Suhu -Total padatan terlarut -Viskositas



Pemasakan dan Pencampuran T=85-90 C t= 30 menit



-Gula kelapa -Gula tebu -Sereh -Garam -Premix -Air



Penyaringan I



Pasir halus



Pasteurisasi T=105-110 C t=5 menit



Penyaringan II



-Ampas gula -Gula hangus



Pendinginan T=40 C



Penampungan t=12 jam



Pengemasan



Kecap Manis



Gambar 1. Diagram Alir Proses 7



DSB FC 101



LT 101



Hot air



Gandum



TC 102



Hot air PC 101 TC 101



-Gula kelapa -Gula tebu -Sereh -Garam -Premix



Steam in



TI 101



TI 103



FC 103



FC 102



Air Garam



Steam trap



Steam out



Air proses



TC 103



TC 105 TI 102



TC 104



Steam in Steam trap



Steam out



TI 104



-Ampas -Minyak



TC 106



Pasir halus



Steam in



Steam trap Cold Water in Steam out



TI 105



Water out -Ampas gula -Gula hangus



Kecap Manis



Ruang pengemasan



Ruang pengujian



Gambar 2. Diagram Pemipaan & Instalasi 8



2.2 Sumber dan Karakteristik Limbah Industri Kecap Manis Sumber Limbah Industri pembuatan kecap merupakan jenis industri domestik yang dalam proses pembuatannya disamping menghasilkan produk utama yaitu kecap juga menghasilkan limbah dalam bentuk cair dan limbah padat. Limbah padat industri kecap berupa pasir halus, ampas kedelai, ampas gula, dan gula hangus. Ampas kecap mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Menurut (Sipayung, 2001), limbah padat pabrik kecap dapat dimanfaatkan menjadi bahan pakan ternak dengan formulasi ransum ternak yang baik. Ampas kecap mengandung protein sebesar 24,9%, kalsium 0,39% dan 0,33% fosfor. Ampas kecap bisa diberikan secara langsung sebagai pakan ternak dengan komposisi 20% dari ransum (Widyati dan Widalestari, 1996). Industri kecap menghasilkan produk utama kecap yang juga menghasilkan limbah dalam bentuk cair yang berasal dari air rendaman dari proses perendaman, air rebusan dari proses sterilisasi, air yang mengandung kadar NaCl dari proses fermentasi, minyak dari proses pengepresan, dan air dari bak pencucian alat/botol. Menurut Indriyati (1997), limbah cair organik dari industri kecap mengandung protein, karbohidrat dan lemak dengan konsentrasi yang cukup tinggi.



Karakteristik Limbah Industri Kecap Manis a.



COD (Chemical Oxygen Demand) COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi (menggunakan oksidator yang kuat seperti asam dikhromat & asam sulfat atau potasium permanganat dan asam sulfat dengan katalis garam perak dan garam merkuri). COD air limbah kecap merupakan kebutuhan oksigen kimia untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air limbah kecap. COD air limbah industri kecap atau ampas kedelai disebabkan oleh sisa pengolahan kecap yang memiliki nilai ekonomis rendah dan banyak ditemukan di Indonesia, untuk meningkatkan kualitas bahan bakar padat dari limbah



9



industri kecap (ampas kedelai) menggunakan proses termokimia berupa perlakuan hydrothermal. Pada hasil pengamatan diperoleh bahwa limbah cair kecap mengandung COD yang cukup tinggi yaitu 316.98 mg/L. Angka COD ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan standar baku mutu yang telah diatur yakni 300 mg/L. COD yang tinggi pada air limbah dapat menyebabkan : 1.



Terhadap manusia Akibat dari konsntrasi COD yang tinggi dalam badan air menunjukkan bahwa adanya bahan pencemar organik dalam jumlah tinggi jumlah mikroorganisme baik secara patogen dan tidak patogen yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit untuk manusia.



2.



Terhadap lingkungan Konsentrasi COD yang tinggi dapat menimbulkan dan menyebabkan kandungan oksigen terlarut didalam badan air menjadi rendah, bahkan habis. Faktor ini dapat mengakibatkan oksigen sebagai sember kehidupan bagi makhluk yang berada didalam air seperti hewan dan tumbuhan air, tidak dapat terpenuhi sehingga makhluk air tersebut bisa terncam mati dan tidak dapat berkembang biak dengan baik. Untuk limbah yang mengandung COD tinggi, jelas proses



pengolahannya adalah proses kimia. Unit- unit sistem pengolahan dalam proses kimia sebenarnya dapat pula disebut dengan reaktor, karena dalam proses kimia umumnya selalu terjadi reaksi kimia dimana bahan pencemar dan bahan penetral bereaksi sempurna untuk berubah menjadi senyawa baru yang tidak berbahaya lagi



b.



BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD adalah parameter penduga jumlah oksigen yang diperlukan oleh perairan untuk mendegradasi bahan organik yang dikandungnya, sekaligus merupakan gambaran bahan organik mudah urai (biodegradable) yang ada dalam air atau perairan yang bersangkutan. Makin besar konsentrasi BOD



10



suatu perairan, menunjukan konsentrasi bahan organik di dalam air juga tinggi (Yudo, 2010 dalam Ali dkk.,2013). Bila uji BOD dilakukan tanpa perlakuan tertentu dan dengan suhu inkubasi setara suhu perairan, maka BOD dapat menggambarkan kemampuan perairan dalam mendegradasi bahan organik. Nilai BOD yang mengalami peningkatan yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh senyawa organik yang terkandung dalam sampel limbah cair laboratorium telah habis terkonsumsi sehingga mikroorganisme kehabisan makanan lalu mengalami kematian yang kemudian ikut terukur sebagai BOD. Hasil pengamatan menuntukkan bahwa kadar BOD limbah industri kecap sebesar 212.38 mg/L. Kadar BOD yang tinggi disebabkan karena tingginya kandungan bahan-bahan organik yang masuk ke dalam sistem pengolahan namun kurang diimbangi dengan proses pengolahan air limbah yang memadai. Salah satu penyebabnya adalah kerja aerator pada aerated lagoon (kolam aerasi) kurang maksimal sehingga menyebabkan persediaan oksigen terlarut dalam kolam tidak mencukupi bagi mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam jumlah yang besar (Effendi, 2003). Akibat semakin menurunnya tingkat oksigen terlarut maka kandungan bahan organik dalam air limbah masih banyak dan melampaui baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan.



c.



TSS (Total Suspended Solid) TSS adalah materi atau bahan tersuspensi yang menyebabkan kekeruhan air terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasad-jasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa badan air (Effendi, 2003). TSS merupakan salah satu faktor penting menurunnya kualitas perairan sehingga menyebabkan perubahan secara fisika, kimia dan biologi. Perubahan secara fisika meliputi penambahan zat padat baik bahan organik mau pun anorganik ke dalam perairan sehingga meningkatkan kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke badan air.



11



Berkurangnya penetrasi cahaya matahari akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Banyaknya TSS yang berada dalam perairan dapat menurunkan kesediaan oksigen terlarut. Jika menurunnya ketersediaan oksigen berlangsung lama akan menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehinggga organisme aerob akan mati. Tingginya TSS juga dapat secara langsung menganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Nilai TSS limbah industri kecap adalah 60 mg/L.



d.



pH Kandungan pH pada sampel air limbah kecap tidak sesuai dengan baku mutu yaitu dengan nilai sebesar 4.5 dari batas yang ditetapkan antara 6-9. Kelebihan pada parameter pH akan menimbulkan dampak korosifitas yang tinggi pada logam dan dapat menimbulkan permasalahan kesehatan pada manusia seperti gangguan sistem pencernaan.



2.3 Baku Mutu Limbah Industri Kecap Manis Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Industri Kecap Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah



12



2.4 Metode Pengelolaan Limbah Cair Industri Kecap Manis Pre-Treatment a.



Screening Screening merupakan unit operasi yang diaplikasikan pada awal pengolahan air limbah untuk menyisihkan benda-benda yang terbawa dalam aliran penghilangan unsur pada limbah cair yang berukuran besar yang dapat menyebabkan gangguan pada operasional atau pemeliharaan. Limbah padat berupa ampas kedelai dan bumbu serta campuran semi-kecap. Screen terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Screen kasar dengan jarak antara kisi adalah 50 mm, bekerja secara normal. 2. Screen halus dengan jarak antara kisi adalah 6 mm.



Gambar 3. Alat Screening b.



Grit Chamber Limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berdiameter >0,2 mm. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel-partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Grit chamber dilengkapi dengan pengatur aliran yang disebut control flume.



13



Di dalam proses pengolahan air limbah, pasir, kerikil halus, dan juga bendabenda lain misalnya serpihan logam yang lolos dari screen dan lain lain harus dipisahkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk: 1. Melindungi kerusakan pada peralatan mekanik seperti pompa, flow meter dll, agar tidak terjadi abrasi atau kebuntuan. 2. Untuk menjaga atau mencegah kebuntuan di dalam sistem perpipaan dan terjadinya pengendapan di dalam saluran. 3. Untuk mencegah pengerakan (cementing) di dasar bak pengolahan proses berikutnya. 4. Untuk mengurangi atau menghilangkan akumulasi dari material inert yang tidak dapat terurai di dalam bak aerasi atau reaktor biologis serta bak pengolah lumpur yang akan mengakibatkan kerugian volume (loss of usable volume).



Gambar 4. Alat Grit Chamber c.



Flotasi (Induced Air Flotation) Induced Air Flotation (IAF) merupakan pengolahan limbah dengan menggunakan agitator maupun sistem injeksi udara dengan kecepatan udara 5 ml/detik. Penurunan konsentrasi minyak dan lemak disebabkan oleh kontak gelembung udara dengan partikel minyak dan lemak, sehingga gelembung udara tersebut mengikat partikel minyak dan lemak. IAF memiliki beberapa keunggulan, yaitu waktu pengoperasian yang singkat, kebutuhan lahan yang tidak terlalu besar, dan berkurangnya biaya untuk bahan kimia.



14



Gambar 5. Alat Flotasi



Primary Treatment a.



Koagulasi-Flokulasi Koagulasi merupakan proses pemberian koagulan dengan maksud mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel koloid sehingga partikel koloid dapat bergabung menjadi flok-flok kecil membentuk endapan partikel yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah untuk diolah lebih lanjut. Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Ca(OH)2 sebagai koagulan. PAC mempunyai keunggulan yaitu kecepatan pembentukan floknya cepat dan flok yang dihasilkan mempunyai kecepatan pengendapan yang besar serta PAC mengandung basa sehingga sedikit menaikkan alkalinitas air limbah. PAC dapat bekerja pada tingkat pH yang luas. Dengan demikian, PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani partikel-partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung efisien. Penambahan Ca(OH)2 berguna untuk menaikkan pH hingga pH 7 agar proses pengolahan air limbah secara kimia ataupun biologis dapat berjalan sesuai dengan kondisi optimum yang sesuai. Proses pengadukan dilakukan selama 2 menit dengan kecepatan 145 rpm. Flokulan Poliakril Amida (PAA) digunakan untuk menjernihkan air minum dan pengolahan air limbah. Karena berat molekulnya yang sangat tinggi, PAA sangat efektif digunakan untuk pembentukan mikroflok pada waktu flokulasi untuk menghasilkan mikroflok yang besar. Proses pengadukan dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan 60 rpm. 15



Proses pengadukan cepat bertujuan untuk mendispersikan koagulan dengan air limbah agar dapat bercampur dengan sempurna, sedangkan pengadukan lambat ditujukan untuk membantu pembentukan flok-flok dengan ukuran yang lebih besar. Konsentrasi koagulan (PAC) dan flokulan yang digunakan masingmasing memiliki konsentrasi 100 ppm. Setelah penambahan koagulan maupun flokulan sampel didiamkan selama 10 menit hingga membentuk endapan. b.



Sedimentasi Efluen yang telah diinjeksi kimia yang merupakan proses koagulasiflokulasi ini dialirkan secara laminar kedalam clarifier untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk. Pada clarifier ini air limbah mempunyai retention time sekitar 30 menit.



Gambar 6. Proses Koagulasi-Flokulasi dan Sedimentasi c.



Filtrasi (Sand Filter) Hasil dari sedimentasi belum optimal maka dilanjutkan dengan proses filtrasi untuk menyaring partikel kotoran yang masih terdapat dalam limbah. Sistem filtrasi ini menggunakan sand filter yang berisi pasir silica dengan ukuran 2x3 mm. Pada proses ini air limbah langsung lewat sehingga waktu tinggalnya singkat tidak lebih dari 5 menit. Pada bak penampung air filtrasi dilengkapi dengan pH meter.



16



Gambar 7. Alat Filtrasi



Secondary Treatment Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang mengambang atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian polutan limbah cair industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut yang relatif tidak terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk menghilangkan/mengurangi kandungan polutan tersuspensi atau terlarut diperlukan pengolahan sekunder dengan proses biologis (aerobik maupun anaerobik). Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa.



17



Fixed Bed Reactor Salah satu strategi penanganan limbah yang dapat dilakukan pada industri kecap



adalah



membuat



instalasi pengolahan



menggunakan



sistem



anaerobik. Proses degradasi anaerobik merupakan proses fermentasi bahan organik oleh aktivitas bakteri anaerob pada kondisi tanpa oksigen bebas dan merubahnya dari bentuk tersuspensi menjadi terlarut dan biogas. Proses pengolahan secara anaerobic ini menggunakan reactor tipe fixed bed. Menurut Weiland tahun 1987 reaktor tipe Fixed Bed adalah salah satu metoda terbaik pengolahan secara anaerobik untuk limbah dengan konsentrasi tinggi. Keuntungan menerapkan sistem anaerobic dengan fixed bed reactor yaitu pengolahan limbah lebih stabil dan dapat menghasilkan energy dalam bentuk biogas. Selain itu, lumpur yang dihasilkan hanya sedikit dan tidak memerlukan lahan yang besar serta biaya operasionalnya pun terbilang murah karena memerlukan sedikit energi. Limbah



cair



industri



kecap



diolah



dengan menggunakan reaktor



anaerobik tipe Fixed Bed yang berbentuk tabung yang dilengkapi dengan pipa saluran masuk limbah dan pipa pengeluaran. Pipa pengeluaran dibagi menjadi dua yaitu pipa pertama untuk mengalirkan produk biogas yang dihasilkan dan pipa kedua untuk mengeluarkan effluent setelah proses pengolahan limbah cair. Pada awal proses di dalam reaktor yang dapat menghasilkan biogas, dibutuhkan start up kotoran sapi yang mengandung poli bakteria dan didalamnya terdapat bakteri pembentuk gas metan yaitu Green Phoskko-7 (GP-7). Start up mulai bekerja optimal mendegradasi limbah cair kecap menjadi biogas setelah dua sampai tiga minggu. Selanjutnya, di dalam reaktor terjadi proses biodegrasi bahan organik kompleks secara anaerob menjadi gas metana yang terdiri dari tiga tahap yaitu:







Pada tahap hidrolisis, mikroorganisme hidrolitik akan mendegradasi bahan organik kompleks menjadi monomer-monomer. Produk akhir pada proses hidrolisis ini terutama monosakarida, asam lemak, asam amino serta purin dan pirimidin dan bahan- bahan organik yang sukar terhidrolisis (Tobing



18



dan Loebis, 1994). Akan tetapi hasil proses ini tidak merubah nilai COD (Eckenfelder, 1989).







Dalam tahap fermentasi (asidifikasi), monomer-monomer hasil proses hidrolisis didegradasi lebih lanjut oleh bakteri asidogenik menjadi asam lemak volatile







Tahap ketiga, yaitu tahap metanogenesis (metanasi) merupakan tahap pembentukan gas metana dari asam asetat dan H2 serta CO2 (Tobing, 1989; dan Ridlo, 1996). Proses metanasi dilakukan oleh dua grup mikroorganisme yang secara kolektif disebut metanogenik. Dalam proses anaerobik, tahap metanogenesis ini merupakan tahap yang paling penting dalam pengolahan limbah cair, karena pada tahap ini terjadi reduksi COD atau BOD cukup tinggi. Eckenfelder (1989) dan Rittman dan McCarty (2001) melaporkan bahwa dalam proses ini, setiap 1 kg COD atau BOD ultimate yang dihilangkan dan atau diproses dihasilkan 0,35 m 3 gas metana pada temperatur dan tekanan standar.



Biogas yang dihasilkan oleh reaktor anaerobik akan dialirkan ke arah gas holder melalui alat flow meter biogas, dan dicatat setiap volume kenaikan biogas per hari. Biogas yang ditampung di dalam gas holder akan diukur konsentrasi kandungan gas metananya dengan menggunakan alat metana tester. Reaktor anaerobik tipe Fixed Bed ini diisi dengan potongan bambu sebagai material penyangga dan dioperasikan pada suhu mesofilik atau suhu ruang dengan sistem pola aliran up flow. Prinsip pola aliran sistem up flow adalah substrat umpan masuk melalui dasar reaktor yang kemudian terdistribusi diantara material penyangga dan keluar pada bagian atas. Reaktor dengan sistem



up flow



akan mempunyai



biomassa



yang



terperangkap didalam rongga-rongga diantara material penyangga, kadang kala mencapai 70% dari total akumulasi biomassa. Akumulasi bakteri yang terjadi di material penyangga, dapat mempermudah bakteri utuk menempel pada permukaan material penyangga.



19



Fixed Bed ini terbagi menjadi dua yaitu volume total reaktor dan volume kerja efektif reaktor. Volume total reaktor adalah volume keselurahan reaktor, sedangkan volume kerja efektif adalah volume reaktor yang sudah dikurangi dengan volume dari material penyangga. Perbandingan antara volume kerja efektif dengan volume total reaktor dapat dinyatakan sebagai persen porositas reaktor. Jika porositas besar maka pembentukan bentukan biofilm di material penyangga dapat berjalan dengan baik dan tidak akan terganggu dengan adanya aliran. Volume kerja efektif dapat digunakan untuk menghitung waktu tinggal substrat (Hidarulic Retention Time/HRT). HRT dipengaruhi oleh volume total reaktor dan dapat dikatakan berbanding terbalik dengan laju pemberian substrat/umpan, sehingga apabila HRT besar maka debit umpan yang diolah menjadi kecil dan begitu pula sebaliknya HRT kecil maka limbah yang diolah semakin besar. HRT pada pengolahan



limbah



cair



organik



secara anaeorobik



mempengaruhi



pembetukan hidrogen dan produksi gas metana. Dengan mengunakan proses biofilter anaerob, polutan organik yang ada di dalam air limbah akan terurai menjadi gas karbon dioksida dan metana tanpa menggunakan energi (blower udara), tetapi amoniak dan gas hidrogen sulfida (H2S) tidak hilang. Oleh karena itu, jika hanya menggunakan proses biofilter anaerob saja hanya dapat menurunkan polutan organik (BOD, COD) dan padatan tersuspensi (TSS). Agar supaya hasil air olahan dapat memenuhi baku mutu maka air olahan dari proses biofilter anaerob selanjutnya diproses menggunakan biofilter aerob. Dengan proses biofilter aerob polutan organik yang masih tersisa akan terurai menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan air (H2O), amoniak akan teroksidasi menjadi nitrit selanjutnya akan menjadi nitrat, sedangkan gas H2S akan diubah menjadi sulfat. Limbah cair produksi kecap yang sudah dikonversi menjadi gas metana diolah kembali di reaktor biofilter aerob. Di dalam reaktor biofilter aerob ini diisi dengan media potongan bamboo berdiameter 5-10 cm yang berfungsi sebagai media melekatnya bakteri, sambil diberikan aerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat



20



organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian, air limbah akan kontak dengan mikroorgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan amonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak. Dengan menggunakan proses biofilter anaerob-aerob maka akan dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), amonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Pada proses ini maka apabila tingkat COD dan BOD yang awalnya mencapai 10.000-15.000 mg/L menurun menjadi 2.000-3.000 mg/L, sehingga mampu mereduksi limbah industri kecap setidaknya hingga 80%. Selain itu, dihasilkan air olahan dengan kualitas yang baik dengan menggunakan konsumsi energi yang lebih rendah.



Gambar 8. Alat Fixed Bed Reactor



Tertiary Treatment a.



Adsorpsi Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Proses kerja penyerapan (absorpsi) yaitu penyerapan ionion bebas di dalam air yang dilakukan oleh adsorben. Adsorben yang digunakan adalah karbon aktif. Karbon aktif efektif untuk memisahkan polutan



21



organik, memiliki luas permukaan yang sangat besar sehingga memungkinkan menyerap adsorbat dalam jumlah yang sangat banyak yaitu daya serapnya sekitar 25-100%. Selain karena memenuhi syarat, pengunaan karbon aktif lebih murah dan mudah cara pengoperasiannya. Pemakaiannya, dengan cara menyalurkan air melalui karbon aktif kasar/Granular Actived Carbon (GAC), secara grafitasi (downflow) secara terus menerus. Sistem ini efektif untuk mengurangi warna serta menghilangkan bau dan rasa.



Gambar 9. Alat Adsopsi Kontinyu b.



Klorinasi Pembunuhan bakteri (desinfection) bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme atau patogen yang ada di dalam air limbah ketika proses pengolahan barlangsung. Mekanisme pembunuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan organisme itu sendiri. Banyak zat kimia yang digunakan termasuk klorin dan komponenya mematikan bakteri dengan cara merusak atau meng-inaktifkan enzim utama, sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Kaporit Ca(OCl)2 cukup efektif sebagai disinfektan, harganya yang lebih murah, lebih stabil, dan lebih melarut dalam air. Selain dapat membasmi bakteri dan mikroorganisme seperti amuba, ganggang, dan lain-lain, klor dapat mengoksidasi Fe2+, Mn2+ menjadi Fe3+, Mn3+ , dan memecah molekul organis seperti warna. Selama proses tersebut kaporit direduksi sampai menjadi klorida 22



(Cl-) yang tidak mempunyai daya desinfeksi (Nurdjannah dan Moesriati, 2005). Residual klorin yang paling baik adalah pada konsentrasi kaporit 20 mg/L dengan waktu kontak 7 menit. Air masuk secara overflow kedalam bak klorinasi kemudian klorin metering pump akan memompa larutan klorin ke dalam bak.



Gambar 10. Bak Klorinasi



Setelah melalui proses pengolahan air limbah, maka diperoleh kadar pencemar dalam air limbah adalah sebagai berikut: Kadar Berdasarkan



Kadar Influent



Kadar Effluent



Baku Mutu (mg/L)



(mg/L)



(mg/L)



BOD



150



212,38



45-62



COD



300



316,98



75-100



TSS



100



60



42-50



pH



6–9



4,5



7,1



Parameter



Dengan karakteristik air limbah seperti yang tercantum di atas maka limbah telah dapat dibuang ke dalam badan air karena telah sesuai dengan baku mutu air limbah yang diperbolehkan.



23



Diagram Alir Pengolahan Limbah Influent



Screen



Grit Chamber



Flotasi



PAA



Koagulasi-Flokulasi



PAC + Ca(OH)2



Sedimentasi



Filtrasi



Fixed Bed Reaktor



Green Phoskko-7 (GP-7)



Adsopsi



Klorinasi



Ca(OCl)2



Effluent



24



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1.



Proses pembuatan kecap manis yaitu sterilisasi, roasting, pencampuran, solid state fermentation, submerge fermentation, pressing, pemanasan, penyaringan I, pasteurisasi, penyaringan II, pendinginan, penyimpanan, dan pengemasan.



2.



Proses pengolahan air limbah industri kecap yaitu screening, grit chamber, flotasi, koagulasi-flotasi, sedimentasi, filtrasi, fixed bed reactor, adsorpsi, dan klorinasi sehingga diperoleh karakteristik air limbah di bawah baku mutu air limbah industri kecap yaitu BOD 45-62 mg/L, COD 75-100 mg/L, TSS 42-50 mg/L, dan pH 7,1.



3.2 Saran Penyusun dan pembaca mencari literatur yang lain mengenai instalasi pengelolaan air limbah industri kecap manis baik dari segi perbedaan bahan baku, proses pembuatan, dan pemilihan metode pengelahan.



25



DAFTAR PUSTAKA Andini, S. (2009). Pengaruh Pengolahan Anaerobik Biofilter Menggunakan EM4, Sedimentasi, dan Filtrasi Terhadap Kadar BOD dan TSS Limbah Cair Industri Tempe Dusun Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta (doctoral dissertation, poltekkes kemenkes yogykarta). Anonim. 2007. Pengolahan Limbah Industri Pangan. Jakarta: Direktorat Jendral Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. Indriyati dan Susanto, J.P.(2009). Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kecap Secara Koagulasi Dan Flokulasi. Jurusan Teknik Lingkungan.10 (3): 265-270. Ody, Kukuh. 2017. Proses Produksi Kecap Manis. Semarang: Fakultas Teknologi Pertanian. Herawati, Dheasy., Yuntarso, Anton. (2017). Penentuan Dosis Kaporit Sebagai Desinfektan Dalam Menyisihkan Konsentrasi Ammonium Pada Air Kolam Renang. SainHealth, 1(2), 13-22. Padmono, Djoko. (2003). Pengaruh Beban Organik Terhadap Efisiensi Anaerobic Fixed Bed Reactor Dengan Sistem Aliran Catu Up-Flow. Jurusan Teknik Lingkungan ,P3TL-BPPT.4(3): 148-154. Partuti, Tri., Dwiyanti, Yanyan. (2017). Penentuan Kondisi Optimum Pengendapan Limbah Tailing Hasil Penambangan Emas di Daerah Cibaliung. Industrial Servicess, 3(1a), 93-97. Prasetiyadi, dan Laras Andria W. (2018). Evaluasi Kinerja Operasi Sistem Anaerobik Tipe Fixed Bed untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu menjadi Biogas di Kota Probolinggo. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 19, No. 1. Safir Maharani, Valencia. (2017). Tugas Akhir Pengolahan Minyak dan Lemak Limbah Industri. Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sari, Dewi Purnama. 2014. Makalah Limbah Padat dan Cair pada Industri Kecap.



26



Setiyono. (2014). Perencanaan Unit Pre-Treatment Air Limbah Industri Spare Part Kendaraan Bermotor. Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT. JAI, 7(2), 173180. Syauqiah, Isna., Amalia, Mayang., A. Kartini, Hetty. (2011). Analisis Variasi Waktu dan Kecepatan Pengaduk Pada Proses Adsopsi Limbah Logam Berat Dengan Arang Aktif. Info Teknik, 12(1), 11-20.



27