Konsensus Nodul Tiroid 2018 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PETUNJUK PRAKTIS PENGELOLAAN NODUL TIROID



PERKUMPULAN ENDOKRINOLOGI INDONESIA (PERKENI) JAKARTA







Kata Pengantar Petunjuk Praktis Pengelolaan Nodul Tiroid ini disusun untuk digunakan sebagai pedoman dalam mengelola kasus nodul tiroid dalam praktik sehari-hari. Adapun buku ini merupakan salah satu bagian dari tujuh topik petunjuk praktis yang diterbitkan oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). Petunjuk praktis ini disusun dengan bersumber dari Konsensus Pengelolaan Nodul Tiroid oleh Tim Terpadu Pengelolaan Nodul Tiroid RSCMFKUI, yang berasal dari: 1. 2. 3. 4.



Departemen Ilmu Penyakit Dalam (Divisi Metabolik Endokrin) Departemen Ilmu Bedah (Divisi Bedah Onkologi) Departemen Patologi Anatomi Departemen Radiologi (Divisi Radiologi Kepala Leher, Divisi Radionuklir) 5. Departemen Radioterapi 6. Departemen Telinga Hidung Tenggorok. Di samping itu, petunjuk praktis ini telah memperoleh masukan dari Cabang-cabang Perkeni. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru, penulis menyadari buku ini tentu memerlukan evaluasi secara berkala. Oleh sebab itu, saran dan masukan Sejawat sekalian sangat penulis harapkan. Terima kasih. Jakarta, Februari 2018



dr. Dante Saksono H, SpPD-KEMD, PhD Ketua Tim







1



Daftar Isi Kata Pengantar............................................................................................................. 1 Daftar Isi ....................................................................................................................... 2 Daftar Tabel .................................................................................................................. 3 Daftar Gambar .............................................................................................................. 4 Kekuatan Bukti Berdasarkan BEL dan GRADE ............................................................ 5 Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................................... 6 Bab 2 Anamnesis ......................................................................................................... 8 Bab 3 Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 10 Bab 4 Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................ 11 Bab 5 Pemeriksaan Pencitraan .................................................................................... 13 Bab 6 Biopsi Aspirasi Jarum Halus .............................................................................. 21 Bab 7 Cara Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus ............................................... 23 Bab 8 Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus ................................................ 24 Bab 9 Alur Diagnosis .................................................................................................... 27 Bab 10 Klasifikasi Keganasan TNM ............................................................................. 30 Bab 11 Pemilihan Terapi .............................................................................................. 31 Bab 12 Terapi Non Bedah ............................................................................................ 33 Bab 13 Terapi Bedah ................................................................................................... 35 Bab 14 Radioterapi Kanker Tiroid ................................................................................ 41 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 43 Tim Penyusun ............................................................................................................... 44







2



Daftar Tabel Tabel 1.1 Kelainan yang bermanifestasi sebagai nodul tiroid ...................................... 7 Tabel 2.1 Anamnesis .................................................................................................... 8 Tabel 2.2 Faktor risiko keganasan nodul tiroid ............................................................ 9 Tabel 3.1 Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid dan kompartemen anterolateral leher .. 10 Tabel 5.1 Klasifikasi TI-RADS untuk risiko keganasan berdasarkan USG ................... 15 Tabel 5.2 Panduan USG, risiko kegansan, dan BAJAH pada nodul tiroid ................... 16 Tabel 8.1 Klasifikasi sitopatologi tiroid Bethesda ........................................................ 24 Tabel 8.2 Risiko keganasan dan tata laksana klinis berdasarkan kriteria Bethesda .... 24 Tabel 10.1 Klasifikasi keganasan tiroid berdasarkan sistem TNM ............................... 30 Tabel 13.1 Jenis pembedahan pada nodul tiroid ......................................................... 35 Tabel 13.2 Potensi risiko komplikasi berdasarkan volume ahli bedah ......................... 40 Tabel 14.1 Indikasi radioterapi berdasarkan histopatologi karsinoma tiroid ............... 41







3



Daftar Gambar Gambar 4.1 Alur pemeriksaan TSH dalam diagnosis nodul tiroid ....................................... 12 Gambar 5.1 Pola USG dan risiko keganasan ....................................................................... 14 Gambar 9.1 Alur diagnosis nodul tiroid ................................................................................ 29







4



Kekuatan Bukti berdasarkan sistem Best Evidence Level (BEL) Kualitas Keterangan Bukti Uji acak terandomisasi dengan kontrol yang baik Uji multisenter dengan kekuatan dan kontrol yang baik 1 Meta analisis yang besar dengan penilaian kualitas Bukti all-or-none Uji acak terkontrol dengan data yang terbatas 2 Studi kohort prospektif yang dilakukan dengan baik Meta analisis yang dilakukan dengan baik terhadap studi kohort Uji klinis terandomisasi dengan metodologi yang kurang Studi observasional 3 Seri kasus atau laporan kasus Bukti yang bertentangan, dengan bukti yang lebih mendukung rekomendasi Konsensus ahli Opini ahli berdasarkan pengalaman 4 Kesimpulan atas dasar teori Klaim yang belum terbukti Kekuatan Bukti berdasarkan sistem GRADE Kualitas Keterangan Tindakan Bukti Terdapat > 1 publikasi konklusif level Tindakan direkomendasikan sesuai 1 yang menunjukkan manfaat >> dengan indikasi yang disebutkan pada risiko publikasi Tindakan berdasar pada bukti kuat A Tindakan dapat digunakan bersama dengan terapi konvensional lain atau sebagai terapi lini pertama Tindakan direkomendasikan sesuai Tidak ada publikasi konklusif level 1 dengan indikasi yang disebutkan pada publikasi Terdapat ≥ 1 publikasi konklusif level Gunakan bila pasien menolak atau tidak 2 yang menunjukkan manfaat >> merespons terapi konvensional, pantau B risiko efek samping Tindakan berdasar pada bukti sedang Dapat direkomendasikan sebagai terapi lini kedua Tindakan direkomendasikan sesuai Tidak ada publikasi konklusif level 1 dengan indikasi yang disebutkan pada atau 2 publikasi Terdapat ≥ 1 publikasi konklusif level 2 yang menunjukkan manfaat >> C Gunakan bila pasien menolak atau tidak risiko merespons terapi konvensional, bila tidak Atau terdapat efek samping yang berarti Tidak ada risiko konklusif sama sekali dan tidak ada manfaat sama sekali Tidak ada larangan untuk penggunaan Atau Tidak ada larangan untuk meneruskan penggunaan Tindakan berdasar pada bukti lemah Tidak ada publikasi konklusif level 1, Tidak direkomendasikan 2, atau 3 yang menunjukkan manfaat Pasien disarankan untuk menghentikan >> risiko penggunaan D Terdapat publikasi level 1, 2, atau 3 Tindakan tidak berdasar pada bukti yang menunjukkan manfaat >> risiko apapun







5



Bab 1 Pendahuluan Nodul tiroid merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai dalam praktik sehari-hari. Data global menunjukkan bahwa daerah dengan kebutuhan yodium yang tercukupi, sekitar 5% perempuan dan 1% laki-laki memiliki nodul tiroid yang dapat dipalpasi.1 Di Indonesia, prevalensi hipertiroid mencapai 0,4% dari populasi.2 Pada periode 2012 – 2016, dari total 7.384 kasus tiroid di kunjungan rawat jalan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, sebanyak 68,7% kasus merupakan nodul tiroid (0,6% adalah tirotoksikosis dengan nodul tunggal, sementara 7,3% adalah tirotoksikosis multinodul). Nodul tiroid lebih sering dijumpai pada pasien lanjut usia, pasien perempuan, pasien dengan defisiensi yodium, dan pasien dengan riwayat iradiasi leher.3 Nodul tiroid tidak umum dijumpai pada anak-anak, tetapi angka keganasan tiroid lebih tinggi pada orang dewasa.4 Sebanyak 3-7% nodul tiroid ditemukan secara tidak sengaja oleh pasien atau ketika menjalani pemeriksaan fisik, sedangkan 67% ditemukan ketika menjalani pemeriksaan radiologis (67% dengan USG, 15% dengan CT scan/ MRI leher, 1-2% dengan tomografi emisi positron fluorodeoksiglukosa).5 Beberapa studi menunjukkan bahwa 20-76% populasi paling tidak memiliki satu nodul tiroid.4 Nodul tiroid memiliki kepentingan klinis dalam penapisan kanker tiroid, yang dapat terjadi pada 7-15% kasus.1 Angka keganasan mencapai 1,5-17% pada nodul yang terdeteksi pada pemeriksaan pencitraan yang dilakukan untuk pemeriksaan nontiroid.4 Risiko keganasan terutama didapatkan pada pasien dengan riwayat iradiasi, riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular atau neoplasia endokrin multipel tipe II, usia < 20 tahun atau > 60 tahun, jenis kelamin laki-laki, nodul yang pertumbuhannya cepat, nodul dengan konsistensi keras, nodul dengan batas tegas pada palpasi, nodus limfatikus leher membesar, dan nodul yang terfiksasi.3 Berbagai macam kelainan yang bermanifestasi sebagai nodul tiroid dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 1.1)







6



Tabel 1.1. Kelainan yang bermanifestasi sebagai nodul tiroid Jinak Struma nodular jinak Tiroiditis limfositik kronik Adenoma folikular Tiroiditis subakut Ganas Karsinoma papiler Karsinoma folikuler Karsinoma sel Hürthle Karsinoma yang berdiferensiasi buruk Karsinoma medular Karsinoma anaplastik Limfoma tiroid primer Sarkoma, teratoma, dan tumor lain Tumor metastatik







7



Bab 2 Anamnesis Anamnesis terstruktur yang dapat digunakan untuk nodul tiroid dapat dilakukan berdasarkan Tabel 2.1. Tabel 2.1. Anamnesis Identitas pasien Nama : Usia : Jenis Kelamin : No Riwayat Penyakit Sekarang 1 Awitan 2 Progresivitas pembesaran nodul 3 Gejala yang perlu ditanyakan: • Nyeri daerah depan leher • Nyeri akut • Nyeri berat dan pembesaran progresif • Sesak • Sensasi tercekik • Nyeri servikal • Disfagia • Demam • Suara serak (disfonia) • Gejala hiper-/hipotiroid Catatan No 1 2



Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit tiroid Keganasan



3 4 5



Gangguan leher Riwayat radiasi kepala/leher sebelumnya Riwayat radiasi seluruh badan pada pasien transplantasi sumsum tulang Nodul tiroid saat kanak-kanak/remaja



6



Ya



Tidak



Keterangan



Ya



Tidak



Keterangan



Ya



Tidak



Keterangan



Catatan No Riwayat Keluarga 1 Penyakit tiroid, baik jinak maupun ganas 2 Keganasan Catatan







8



Keterangan: •



Progresivitas nodul dicurigai ganas bila pertumbuhan terjadi secara cepat dalam hitungan minggu hingga bulan (karsinoma anaplastik kurang lebih 6 bulan, karsinoma papiler/folikuler pertumbuhannya sangat lambat). Kebanyakan nodul tidak menunjukkan gejala dan bersifat jinak. Meskipun demikian, tidak adanya gejala tidak menyingkirkan kemungkinan keganasan.1 [BEL 2, GRADE A] Nyeri akut: pada nodul kistik, infeksi tiroid. Nyeri berat dan pembesaran progresif perlu dicurigai karsinoma anaplastik atau limfoma primer. Sensasi tercekik, nyeri servikal, disfagia, dan suara serak (disfonia) dapat disebabkan kelainan tiroid, tetapi umumnya disebabkan penyakit di luar tiroid. Suara serak, paralisis pita suara, gejala kompresi trakea (disforia, batuk) mengarahkan kecurigaan pada keganasan.1 Adanya demam, disfagia, dan malaise disertai nyeri tiroid dapat dicurigai sebagai tiroiditis subakut.1 Hubungan keluarga yang dimaksud adalah hubungan keluarga tingkat satu, yaitu orang tua, kakak, adik, atau anak.







• •



• •



Faktor risiko keganasan lain dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Faktor risiko keganasan nodul tiroid Riwayat radiasi kepala dan leher Riwayat keluarga dengan keganasan Usia < 14 tahun atau > 70 tahun Laki-laki Nodul yang terus membesar Konsistensi keras Adenopati servikal Nodul terfiksasi Disfonia, disfagia, atau dispnea persisten







9



Bab 3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada nodul tiroid hendaknya dilakukan secara cermat dan terfokus pada kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening leher (Tabel 3.1). penilaian suara diperlukan untuk kepentingan preoperasi. Bila ditemukan perubahan suara, perlu dilakukan evaluasi pita suara.1 [BEL 3, GRADE B] Tabel 3.1. Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid dan kompartemen anterolateral leher No Variabel Keterangan 1



Volume



2



Lokasi



3



Konsistensi



4



Ukuran



5



Jumlah



6



Nyeri atau nyeri tekan di leher atau adenopati servikal



Catatan: •



Risiko kanker tidak berbeda secara substansi, baik pada pasien dengan nodul tunggal maupun multipel.1 [BEL 2, GRADE B]







10



Bab 4 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaaan fungsi tiroid merupakan langkah awal yang perlu dilakukan pada semua temuan nodul, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar thyroidstimulating hormone (TSH).1 [BEL 1, GRADE A] Pemeriksaan TSH Pemeriksaan TSH dilakukan dengan strategi:1 • Jika TSH normal, tidak perlu dilakukan pemeriksaan hormon tiroid bebas. [BEL 2, GRADE A] • Jika TSH naik, dilakukan pengukuran kadar tiroksin bebas (FT4). Mungkin diperlukan pemeriksaan thyroid peroxidase antibody (TPO Ab) untuk mengevaluasi adanya tiroiditis. [BEL 2, GRADE A] • Jika TSH turun, dlakukan pengukuran kadar FT4 untuk mengonfirmasi hiper- atau hipotiroidisme sentral. [BEL 2, GRADE A] Penanda Tumor • Tidak digunakan untuk penapisan awal. • Digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dan evaluasi kanker tiroid pascaoperasi. • Tiroglobulin digunakan untuk evaluasi pascaoperasi kanker tiroid berdiferensiasi baik. • Kalsitonin digunakan untuk evaluasi kanker tiroid medular (medullary thyroid cancer/ MTC). Catatan Adenoma toksik dan kelainan hipertiroid lain dibahas pada konsensus hipertiroid.







11



Gambar 4.1. Alur pemeriksaan TSH dalam diagnosis nodul tiroid



12







Bab 5 Pemeriksaan Pencitraan Pemeriksaan pencitraan pada nodul tiroid perlu dilakukan untuk mendukung hasil temuan pada pemeriksaan fisik dan laboratorium, juga untuk menentukan klasifikasi kelainan yang terjadi sehingga dapat ditentukan tata laksana yang sesuai. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi (USG) resolusi tinggi merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendeteksi lesi tiroid. Pemeriksaan USG kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening dilakukan pada:1 [BEL 2, GRADE A] • Pasien dengan nodul tiroid yang teraba atau struma atau dengan multinodul (multinodular goiter/MNG) • Pasien dengan risiko keganasan tiroid • Pasien dengan limfadenopati leher yang diduga merupakan metastasis dari suatu keganasan tiroid. Pemeriksaan USG dapat digunakan untuk: • Membantu penegakan diagnosis pada kasus sulit (misalnya, tiroiditis limfositik kronis) • Mencari nodul tiroid lain atau perubahan kelenjar tiroid difus • Mendeteksi gambaran keganasan • Memilih lesi untuk biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) • Memilih alat pengukur dan panjang jarum biopsi • Mengetahui ukuran objektif volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan dipakai untuk pemantauan (follow up) atau terapi medis. Evaluasi limfonodus preoperatif : 1. USG servikal (sentral dan terutama kompartemen lateral leher) preoperatif direkomendasikan untuk semua pasien yang akan menjalani tiroidektomi untuk keganasan atau terdapat kecurigaan ganas berdasarkan temuan BAJAH dan molekuler.1 [BEL 2, GRADE B] 2. BAJAH dengan panduan USG diperlukan untuk limfonodus dengan diameter terkecil 8-10 mm untuk memastikan nodul ganas atau tidak.1 [BEL 2, GRADE B]







13



Pemeriksaan USG tidak direkomendasikan sebagai uji penapisan untuk populasi umum atau pasien dengan palpasi tiroid yang normal dan memiliki risiko rendah secara klinis terhadap penyakit tiroid.1 [BEL 4, GRADE C]



Gambar 5.1. Pola USG dan risiko keganasan Rekomendasi deskripsi temuan USG tiroid dijabarkan sebagai berikut: a. Pelaporan USG dengan fokus pada stratifikasi risiko keganasan b. Deskripsi: 1) Posisi 2) Ukuran 3) Bentuk 4) Batas 5) Isi 6) Pola ekogenisitas 7) Gambaran vaskularisasi nodul







14



c.



Untuk multinoduler, perhatikan nodul yang menggambarkan keganasan (pola hipoekoik dan/atau tepi yang ireguler, bentuk “tinggi lebih panjang dari lebar”, mikrokalsifikasi, atau bintik-bintik vaskular intranodul yang berserakan d. Untuk pembesaran kelenjar getah bening leher regional yang mencurigakan, dilakukan deskripsi: 1) Kompartemen servikal 2) Jumlah 3) Ukuran 4) Bentuk 5) Batas 6) Isi 7) Pola ekogenisitas 8) Keberadaan hilum 9) Gambaran vaskularisasi. [BEL 2, GRADE A] Klasifikasi TI-RADS Thyroid imaging reporting and data system (TI-RADS) merupakan suatu sistem evaluasi nodul tiroid yang disusun oleh Horvarth dkk.6 untuk mengelompokkan lesi-lesi tiroid ke dalam beberapa kategori yang berbeda dengan persentase keganasannya. Tabel 5.1. Klasifikasi TI-RADS untuk risiko keganasan berdasarkan USG6 Klasifikasi



Deskripsi



TI-RADS 1 TI-RADS 2 TI-RADS 3



Normal, tidak ada lesi fokal Nodul jinak, pola jinak terlihat jelas Mungkin nodul jinak Nodul yang belum dapat ditentukan (undetermined nodules) Nodul yang mencurigakan (suspicious nodules) Nodul yang sangat mencurigakan (highly suspicious nodules) Nodul yang mungkin ganas Keganasan telah terbukti dengan pemeriksaan biopsi



TI-RADS 4a TI-RADS 4b TI-RADS 4c TI-RADS 5 TI-RADS 6







Risiko Keganasan



Skor



0% 85%



≥5



15



Elastografi1 • Elastografi memberikan informasi tentang kekakuan nodul yang melengkapi temuan USG grayscale. [BEL 2, GRADE B] • Elastografi tidak digunakan sebagai pengganti pemeriksaan USG grayscale tetapi sebagai pelengkap pada nodul dengan temuan USG/ sitologi intermediet. [BEL 2, GRADE A] • Lakukan BAJAH pada nodul dengan kekakuan yang meningkat. [BEL 2, GRADE B] USG Kontras1 • Medium kontras pada USG tidak direkomendasikan untuk evaluasi diagnostik nodul tiroid. [BEL 3, GRADE C] • Medium kontras USG hanya direkomendasikan untuk menilai area ablasi jaringan yang diinduksi oleh teknik invasif minimal (laser thermal ablation). [BEL 3, GRADE B] • BAJAH dengan panduan USG direkomendasikan pada nodus limfatikus servikal yang secara USG dicurigai kanker tiroid. Tabel 5.2. Panduan USG, risiko keganasan, dan BAJAH pada nodul tiroid1 Pola Sonografi



Gambaran USG



Risiko Keganasan



Cut-off ukuran BAJAH (dimensi terluas)



>70-90*



Rekomendasikan BAJAH pada ≥ 1cm



10-20



Rekomendasikan BAJAH pada ≥ 1cm



Nodul hipoekoik solid atau komponen hipoekoik solid dari suatu nodul kistik parsial dengan satu atau beberapa fitur berikut: Kecurigaan tinggi



Kecurigaan sedang







Tepi ireguler (infiltratif, mikrolobulasi), mikrokalsifikasi, bentuk meninggi, kalsifikasi di pinggir dengan ekstrusi kecil komponen jaringan lunak, bukti ETE Nodul solid hipoekoik dengan tepian yang halus tanpa mikrokalsifikasi, ETE, atau bentuk yang meninggi



16



Kecurigaan rendah



Nodul solid isoekoik atau hiperekoik, atau nodul sistik parsial dengan area solid eksentrik, tanpa mikrokalsifikasi, tepian ireguler atau ETE, maupun bentuk meninggi



5-10



Rekomendasikan BAJAH pada ≥ 1,5cm Pertimbangkan BAJAH pada ≥ 2cm



Kecurigaan sangat rendah



Spongiform atau nodul kistik parsial tanpa fitur sonografik seperti pada pola kecurigaan rendah, sedang, ata tinggi



20 mm dan ukuran yang terus bertambah atau memiliki risiko berdasarkan riwayat dan sebelum operasi tiroid atau terapi ablasi minimal invasif [BEL 2, GRADE A] 4. Nodul dengan temuan USG diduga pertumbuhan ekstrakapsuler atau metastasis ke nodus limfatikus leher 5. Nodul pada pasien dengan riwayat iradiasi pada masa kanakkanak/remaja; riwayat keluarga dengan PTC, MTC, atau MEN 2 pada generasi pertama; riwayat bedah tiroid karena kanker; dan peningkatan kadar kalsitonin tanpa faktor yang mempengaruhi. Beberapa kondisi yang mungkin belum perlu dilakukan tindakan BAJAH:1 1. Risiko ganas rendah pada klinis dengan diameter nodul < 5 mm lebih baik dipantau daripada dibiopsi, terlepas dari segala bentuk gambaran USG tiroid [BEL 3, GRADE B] 2. Risiko ganas tinggi pada USG dengan diameter nodul 5-10 mm perlu dipertimbangkan pemeriksaan BAJAH atau observasi sesuai dengan dasar klinis dan pilihan pasien. [BEL 3, GRADE B] Pemeriksaan BAJAH yang dipandu USG mungkin diperlukan pada beberapa kondisi khusus, dengan mempertimbangkan akurasi yang lebih baik dibandingkan tanpa USG:1 [BEL 2, GRADE A] 1. Nodul dan kelenjar getah bening yang tidak teraba 2. Lesi subkapsuler atau paratrakea







21



3. Nodus limfatikus yang mencurigakan atau penyebaran ekstratiroid 4. Riwayat kanker tiroid sebelumnya atau riwayat pada keluarga 5. Temuan klinis yang mencurigakan (misalnya, disfonia).



Pemeriksaan BAJAH tidak direkomendasikan pada: 1. Nodul yang fungsional pada skintigrafi [BEL 2, GRADE B] 2. Nodul pada penyakit Graves yang masih toksik 3. Nodul yang tidak dicurigai ganas. Catatan: Pada BAJAH yang dipandu USG, perlu dipertimbangkan risiko keterlambatan diagnosis serta prosedur diagnosis atau pembedahan yang berlebihan. [BEL 4, GRADE C]







22



Bab 7 Cara Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus Pemeriksaan BAJAH pada tiroid sebaiknya dilakukan dengan panduan USG untuk mendapatkan sediaan lesi dengan akurat. Prosedur penanganan spesimen: 1. Segera lakukan apusan pada kaca objek setelah mendapatkan spesimen BAJAH 2. Segera lakukan fiksasi dengan merendam kaca objek dalam cairan fiksasi alkohol 96% selama minimal 30 menit 3. Keringkan kaca objek di udara terbuka 4. Berikan kode atau tanda agar spesimen tidak tertukar bila jumlah pasien lebih dari satu atau bila lokasi BAJAH lebih dari satu 5. Sediaan yang dikirim sebaiknya dikemas sedemikian rupa agar tidak menempel satu sama lain 6. Tuliskan dalam formulir permintaan jumlah kaca objek yang dikirim dan jenis fiksasi yang digunakan. Kesalahan prosedur fiksasi atau terlambat memasukkan ke dalam cairan fiksasi akan mengakibatkan zat pulasan tidak dapat diserap dengan baik sehingga gambaran sel akan menjadi pucat dan membesar serta dapat terjadi kerusakan sitoplasma. Beberapa cara untuk menghindari kesalahan prosedur: 1. Sebaiknya menggunakan jarum ukuran 25G dan menghindari tekanan negatif untuk mencegah terambilnya eritrosit yang banyak 2. Ahli patologi sebaiknya membuat catatan tentang kesalahan yang pernah ditemukan dan saran apa yang perlu dilakukan oleh operator untuk memperbaiki pengambilan sampel agar kesalahan tersebut tidak terulang. 3. Ulangi aspirasi tidak kurang dari 3 bulan setelah BAJAH sebelumnya karena dibutuhkan waktu pemulihan sekitar 3 bulan untuk mencegah interpretasi positif palsu akibat perubahan reaktif atau reparatif. Bila terdapat ketidakcocokan hasil interpretasi antara ahli patologi dengan ahli endokrin, perlu diadakan pertemuan bersama untuk mendiskusikan kasus pasien.







23



Bab 8 Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus Hasil pemeriksaan BAJAH dilaporkan berdasarkan kategori diagnostik The Bethesda System for Reporting Thyroid Cytopathology8 (Tabel 8.1). Risiko keganasan dari setiap kategori ini kemudian dikaitkan dengan panduan tata laksana klinik yang rasional (Tabel 8.2). Kelemahan sistem Bethesda adalah tidak mampu menyebutkan jumlah dan hanya menjelaskan banyak atau sedikit. I. II. III. IV. V. VI.



Tabel 8.1. Klasifikasi sitopatologi tiroid Bethesda Nondiagnostik atau tidak memuaskan Jinak Atipik atau lesi folikuler dari yang belum ditentukan [atypia of undetermined significance/follicular lesion of undetermined significance (AUS/FLUS)] Neoplasma folikular (follicular neoplasm/FN) atau curiga suatu neoplasma folikular (suspected follicular neoplasm/SFN) Curiga keganasan (SUSP) Keganasan



Tabel 8.2. Risiko keganasan dan tata laksana klinis berdasarkan kriteria Bethesda8 Risiko Kategori Diagnostik Tata Laksana Umum Keganasan (%) Nondiagnostik atau tidak Ulangi BAJAH dengan 1-4 memuaskan panduan USG Jinak 0-3 Pemantauan klinis Atipik atau lesi folikuler dari yang ~5-15 Ulangi BAJAH belum ditentukan (AUS/FLUS) Neoplasma folikuler atau curiga 15-30 Lobektomi suatu neoplasma folikuler (FN/SFN) Tiroidektomi hampir Curiga keganasan (SUSP) 60-75 total atau lobektomi Tiroidektomi hampir Keganasan 97-99 total



Klasifikasi sitopatologi tiroid Bethesda:8 1. Nondiagnostik atau tidak memuaskan • Ditemukan pada 2-20% kasus nodul tiroid • Tidak boleh didiagnosis > 10% dari keseluruhan hasil BAJAH • Hasil dapat memuaskan dengan fitur yang tidak dapat disimpulkan (sebagian besar cairan kista dengan makrofag foamy yang cukup)







24



• Kriteria kelayakan adalah ditemukan minimal 6 kelompok sel folikuler jinak, dengan jumlah minimal 10 sel/kelompok pada preparat tunggal. 2. Jinak • Ditemukan pada 65% kasus nodul tiroid • Angka false negative sekitar < 2-3% • Sel dapat tampak banyak koloid dan inti folikel bagus • Konsisten dengan suatu nodul folikuler jinak (nodul adenomatoid, nodul koloid, penyakit Graves) • Konsisten dengan tiroiditis Hashimoto limfositik dalam konteks klinis yang sesuai • Konsisten dengn tiroiditis subakut granulomatosa. 3. Atipik atau lesi folikuler dari yang belum ditentukan (AUS/FLUS) • Ditemukan pada 3-18 % kasus nodul tiroid • Temuan yang tidak memenuhi kategori jinak, curiga ganas, ataupun ganas • Atipia lebih dari jumlah klasifikasi jinak tetapi tidak cukup untuk diklasifikasikan sebagai neoplasma folikuler atau ganas • Risiko ganas 5-15%. 4. Neoplasma folikular (FN) atau curiga suatu neoplasma folikular (SFN) • Bila tidak dapat dibedakan antara adenoma dan karsinoma pada BAJAH • Sebagian besar kasus FN/SFN dapat menjadi adenoma folikuler (6585% neoplasma, 12-32% keganasan) • Kriteria pengelompokan FN/SFN: a. Aspirat seluler teridiri dari sel folikuler b. Sebagian besar sel tersusun dalam pola arsitektural yang terganggu (kerapatan sel yang signifikan, mikrofolikuler, sel terisolasi yang tersebar). • Karsinoma sel Hurthle: a. Berdasarkan aspirat seluler yang terutama terdiri (hampir seluruhnya) sel Hurthle, yang tersebar sebagai sel terisolasi, tetapi terkadang tersusun rapat seperti susunan syncytial. Koloid biasanya sedikit atau tidak ada b. Hasil pemeriksaan BAJAH dengan sel Hurthle yang berkembang dengan baik sebesar < 75% dari sel abnormal didiagnosis sebagai FN/SFN daripada FNHCT/SFNHCT.







25



5. Curiga keganasan (SUSP) • Diagnosis keganasan tidak dapat ditegakkan bila: a. Perubahan inti sel ringan dan inkomplit b. Jumlah sel pada sampel tidak mencukupi c. Diagnosis ini baik diklasifikasikan sebagai malignansi (PPV 5585%) d. Pengecualian: spesimen yang dicurigai merupakan neoplasma folikuler atau sel Hurthle. 6. Keganasan • Karsinoma tiroid papiler a. Sel folikuler tersusun dalam lapisan menyerupai papil/syncytial b. Sel folikuler menampakkan gambaran nukleus oval atau bentuk ireguler, alur longitudinal, pseudoinklusi pada sitoplasma intranuklear, dan pucar disertai bubuk kromatin c. Terdapat badan Psammoma. • Karsinoma yang berdiferensiasi buruk • Karsinoma tiroid meduler a. Pada sebagian dari sediaan apusan, terdapat sel berbentuk bulat/spindel, poligonal, dan plasmasitoid b. Terkadang dapat dijumpai amiloid • Karsinoma anaplastik yang tidak berdiferensiasi a. Sel neoplasma teratur dalam kelompok atau tersebar b. Sel individual: epiteloid, spindel, plasmasitoid, atau rabdoid c. Sitoplasma sel tumor menunjukkan pleomorfisme nukleus, multinuklear, dan infiltrasi neutrofilik d. Peningkatan mitosis yang abnormal • Karsinoma sel skuamosa • Karsinoma dengan gambaran campuran • Karsinoma metastatik • Limfoma non-Hodgkin • Lain-lain.







26



Bab 9 Alur Diagnosis Evaluasi biasanya dilakukan pada nodul tiroid yang berukuran > 1 cm karena berpotensi menyebabkan kanker. Pengukuran kadar TSH dapat membantu untuk mengetahui penyebab hiperfungsi tiroid. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan USG dan BAJAH. Biopsi harus dilakukan pada lesi dengan ukuran > 1 cm dan lesi < 1 cm dengan limfadenopati. Lesi yang dicurigai kanker dan lesi pada pasien dengan faktor risiko kanker, berapapun ukurannya, harus dilakukan biopsi, Pemeriksaan BAJAH kurang akurat pada anak-anak sehingga lebih baik dilakukan eksisi bedah yang lebih agresif. Catatan: •



Jika hendak dilakukan pemeriksaan molekuler, pasien harus diberitahu mengenai manfaat dan keterbatasan dari pemeriksaan, serta mengenai kemungkinan ketidakpastian dan implikasi klinis jangka panjang dari pengobatan.1 [BEL 2, GRADE D] Jika ditujukan untuk penggunaan klinis, pemeriksaan molekular harus dilakukan di laboratorium molekuler yang bersertifikat.1 [BEL 2, GRADE D] Untuk nodul dengan sitologi AUS/FLUS, dengan mempertimbangkan gambaran klinis dan sonografis, bisa dilakukan BAJAH ulang atau pemeriksaan molekuler untuk melengkapi penilaian risiko keganasan sebagai pengganti prosedur pengawasan atau bedah diagnostik. Setiap keputusan klinis harus mempertimbangkan preferensi dan kelayakan pasien.1 [BEL 3, GRADE B] Jika sitologi BAJAH ulang atau pemeriksaan molekular atau keduanya tidak dilakukan atau inkonklusif, dapat dilakukan pengawasan atau eksisi bedah diagnostik untuk nodul tiroid AUS/FLUS, tergantung pada faktorfaktor risiko klinis, pola sonografi, dan preferensi pasien.1 [BEL 2, GRADE D] Untuk nodul dengan sitologi FN/SFN, tata laksana standar adalah eksisi bedah diagnostik. Namun dengan mempertimbangkan gambaran klinis dan sonografi, pemeriksaan molekuler dapat digunakan untuk melengkapi data penilaian risiko keganasan, sebagai pengganti prosedur bedah.



• •















27



Setiap keputusan klinis harus mempertimbangkan preferensi dan kelayakan pasien.1 [BEL 3, GRADE B] Jika pemeriksaan molekuler tidak dilakukan atau inkonklusif, pertimbangkan eksisi bedah untuk mengangkat dan untuk diagnosis definitif nodul tiroid FN/SFN.1 [BEL 3, GRADE B] Nodul tiroid dengan sitologi mencurigakan karsinoma papiler (SUSP), tata laksana bedah yang dilakukan menyerupai nodul dengan sitologi keganasan, tergantung pada faktor-faktor risiko klinis, gambaran sonografi, preferensi pasien, dan hasil pemeriksaan mutasional (jika dilakukan).1 [BEL 2, GRADE D] Dengan mempertimbangkan gambaran klinis dan sonografi, pada nodul dengan sitologi SUSP dapat dilakukan pemeriksaan mutasional BRAF atau panel penanda mutasi 7 gen (BRAF, RAS, RET/PTC, PAX8/PPARc), jika hasilnya diharapkan dapat mengubah keputusan bedah.1 [BEL 3, GRADE B]



















28



Gambar 9.1. Alur Diagnosis Nodul Tiroid



29







Bab 10 Klasifikasi Keganasan TNM Tabel 10.1 Klasifikasi keganasan tiroid berdasarkan sistem TNM Klasifikasi keganasan tiroid berdasarkan sistem TNM T ukuran tumor primer dan pertumbuhan ke area di sekitar N penyebaran ke nodus limfatikus di sekitar (regional) M metastasis ke organ lain (paling banyak ke paru, hati, dan tulang) Klasifikasi T (selain karsinoma anaplastik) TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti tumor primer T1 Ukuran tumor ≤ 2 cm, belum tumbuh keluar dari tiroid T1a Ukuran tumor ≤ 1 cm, belum tumbuh keluar dari tiroid T1b Ukuran tumor > 1 cm tetapi ≤ 2 cm, belum tumbuh ke luar tiroid T2 Ukuran tumor > 2 cm tetapi ≤ 4 cm, belum tumbuh ke luar tiroid T3 Ukuran tumor > 4 cm atau mulai tumbuh ke luar tiroid, ke jaringan terdekat (misalnya, otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid) T4a Tumor ukuran berapapun yang meluas melewati kapsul tiroid dan menginvasi jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esofagus, atau nervus laringeus rekurens. Disebut juga sebagai stadium lanjut menengah T4b Tumor ukuran berapa pun dan sudah menginvasi fasia prevertebralis atau pembulu karotis atau pembulu darah mediastinum. Disebut juga sebagai stadium sangat lanjut Semua karsinoma anaplastik dianggap sebagai T4 T4a Tumor masih berada di dalam tiroid T4b Tumor sudah meluas ke luar tiroid Klasifikasi N NX Nodus limfatikus regional tidak dapat dinilai N0 Tidak terdapat metastasis ke nodus limfatikus regional N1 Metastasis ke nodus limfatikus regional N1a Metastasis ke nodus limfatikus level VI (pretrakea, paratrakea, dan prelaring/nodus limfatikus Delphian) N1b Metastasis ke nodus limfatikus unilateral, bilateral, atau kontralateral servikal (level I, II, III, IV, atau V) atau nodus limfatikus mediastinum superior/retrofaring (level VII) Klasifikasi M MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak ditemukan metastasis jauh M1 Metastasis jauh ditemukan







30



Bab 11 Pemilihan Terapi Pemilihan terapi pada nodul tiroid didasarkan pada hasil BAJAH: Nondiagnostik1 • Jika BAJAH awal memberikan hasil nondiagnostik dan nodul tersebut tampak solid pada USG, disarankan pengulangan pemeriksaan BAJAH dengan panduan USG. [BEL 2, GRADE A] • Jika BAJAH berulang kali tidak memberikan hasil yang adekuat pada nodul padat, disarankan untuk mempertimbangkan core needle biopsy (CNB) dengan panduan USG. [BEL 3, GRADE C] • Pertimbangkan operasi untuk nodul padat nondiagnostik yang persisten. Pilihan pemantauan dapat dipertimbangkan untuk sebagian kecil nodul padat dengan gambaran klinis dan USG yang mendukung. [BEL 3, GRADE C] • Pemantauan klinis dan USG berkala nodul kistik nondiagnostik atau nodul kistik predominan (> 50%) tanpa gambaran klinis atau USG yang mencurigakan. [BEL 3, GRADE C] Jinak1 • Lakukan pemantauan klinis pada hasil BAJAH dengan nodul jinak, kecuali simtomatik. [BEL 2, GRADE A] • Pertimbangkan pemeriksaan ulang kondisi klinis dan USG tiroid, serta pengukuran kadar TSH pada 12 bulan berikut. [BEL 3, GRADE B] • Jika nodul tidak berubah pada kontrol USG pertama, ulangi USG tiroid pada pemantauan 24 bulan. [BEL 3, GRADE C] • Pada nodul asimtomatik dengan hasil sitologi jinak berulang dan tidak ada temuan klinis atau USG yang mencurigakan, tindak lanjut rutin sebaiknya sudah tidak dilakukan. [BEL 3, GRADE D] • Pada nodul dengan hasil sitologi jinak tapi memiliki gambaran klinis atau USG yang mencurigakan, direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan BAJAH ulang. [BEL 3, GRADE B] • Pada nodul dengan peningkatan volume > 50% atau yang berubah menjadi simtomatik, direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan BAJAH ulang. [BEL 2, GRADE A]



1.



2.







31



• Terapi yang dapat digunakan adalah terapi bedah atau nonbedah yang bergantung pada indikasi pasien (dijabarkan lebih lanjut pada Bab 12 dan Bab 13). Lesi yang belum dapat ditentukan (indeterminate lesion)1 • Pertimbangkan elastografi untuk mendapatkan informasi tambahan. [BEL 2, GRADE B] • Pertimbangkan ketersediaan sumber daya teknis dan preferensi pasien. [BEL 4, GRADE D] • Manajemen lesi yang belum dapat ditentukan tetapi risiko rendah (AUS/FLUS): a. Pertimbangkan manajemen konservatif pada kriteria klinis tertentu, seperti riwayat pribadi atau keluarga, ukuran lesi, dan gambaran USG dan elastografi dengan risiko rendah. [BEL 3, GRADE C] b. Ulangi BAJAH untuk penilaian ulang hasil sitologi dan tinjau kembali sampel dengan ahli sitopatologi berpengalaman. [BEL 3, GRADE B] c. CNB dapat dipertimbangkan untuk memberikan informasi mikrohistologis, tetapi penggunaan rutin saat ini tidak direkomendasikan karena peran CNB pada lesi yang belum dapat ditentukan masih belum pasti. [BEL 3, GRADE C] d. Penggunaan rutin penanda molekuler pada kategori ini tidak direkomendasikan. [BEL 3, GRADE D] e. Bila pada pemeriksaan ulang BAJAH ditemukan AUS, maka dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan bedah. Neoplasma folikular atau curiga neoplasma folikular1 Pembedahan dianjurkan untuk kebanyakan lesi tiroid dalam kategori ini. [BEL 2, GRADE A] Curiga keganasan1 Pembedahan dianjurkan. [BEL 1, GRADE A] Keganasan1 a. Dalam kasus karsinoma tiroid berdiferensiasi, direkomendasi tindakan pembedahan. [BEL 1, GRADE A] b. Untuk karsinoma anaplastik tiroid, lesi metastatik, dan limfoma tiroid, tindak lanjut diagnostik dianjurkan sebelum dilakukan total tiroidektomi atau modalitas terapi lain. [BEL 2, GRADE A]



3.



4.



5. 6.







32



Bab 12 Terapi Non Bedah Pada nodul jinak berdasarkan hasil sitologi BAJAH, pilihan terapi nonbedah terdiri dari terapi medikamentosa, injeksi etanol perkutan, dan ablasi termal. Terapi medikamentosa nodul jinak1 1. Terapi supresi dengan levotiroksin (LT4) tidak direkomendasikan. [BEL 1, GRADE A] 2. Populasi cukup yodium dengan nodul tiroid jinak tidak direkomendasikan untuk diberikan LT4 karena risiko kerugian lebih besar dibanding manfaat untuk beberapa pasien. [BEL 1, GRADE A] 3. Pada wilayah dengan defisiensi yodium ringan, suplementasi yodium dan/atau terapi LT4 nonsupresif TSH dapat dipertimbangkan untuk pasien usia muda dengan struma nodular kecil dan kadar TSH normal-tinggi. [BEL 2, GRADE B] 4. Terapi LT4 direkomendasikan untuk pasien muda dengan hipotiroidisme subklinis dan tiroiditis autoimun. [BEL 2, GRADE A] 5. Penggunaan LT4 untuk pencegahan kekambuhan setelah lobektomi tidak dianjurkan bila kadar TSH tetap dalam kisaran normal. [BEL 2, GRADE A] Injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection – PEI)1 1. Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan pilihan terapi yang aman dan efektif pada pasien rawat jalan untuk kista tiroid dan nodul kompleks yang disertai dengan komponen cairan yang banyak. [BEL 1, GRADE A] 2. Hati-hati dengan sampel komponen padat dari lesi kompleks sebelum melakukan PEI. [BEL 3, GRADE B] 3. PEI direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk lesi kistik jinak yang relaps. [BEL 1, GRADE A] 4. PEI tidak dianjurkan untuk nodul solid, baik hiperfungsi maupun tidak, atau untuk struma multinoduler. Prosedur ini dapat dipertimbangkan untuk nodul hot yang memiliki gejala penekanan hanya digunakan ketika terapi lainnya tidak dapat dilakukan. [BEL 2, GRADE A]







33



Ablasi termal (image-guided thermal ablation)1 1. Pertimbangkan ablasi laser atau ablasi radiofrekuensi untuk tata laksana nodul tiroid padat atau kompleks dengan pembesaran progresif, gangguan kosmetik, atau simtomatik. [BEL 2, GRADE C] 2. Ulangi pemeriksaan BAJAH untuk konfirmasi sitologi sebelum ablasi termal dilakukan. [BEL 3, GRADE B]







34



Bab 13 Terapi Bedah Jika terapi bedah merupakan pilihan, pasien harus dalam keadaan eutiroid melalui pemberian obat antitiroid, dengan atau tanpa penghambat beta adrenergik. Indikasi pembedahan: 1. Terbukti atau terdapat kecurigaan keganasan 2. Simtomatis: Saluran pernapasan, esofagus, SVC (selecture versus catheterization) 3. Deviasi atau kompresi trakea pada pencitraan 4. Nodul substernal 5. Gangguan kosmetik 6. Preferensi pasien 7. Pada awal terapi tidak didapatkan indikasi pembedahan, namun setelah terapi nonbedah, nodul menunjukkan progresivitas pembesaran 8. Pada kehamilan, pembedahan umumnya dilakukan pada keadaan dimana perlu dilakukan kendali hipertiroidisme segera dan obat antitiroid tidak dapat digunakan Pemilihan tindakan bedah pada nodul tiroid harus mempertimbangkan komorbiditas yang ada, antara lain penyakit kardiopulmonar, kanker stadium akhir, atau ketersediaan ahli bedah dengan high volume. Pilihan pembedahan dapat dilihat pada Tabel 13.1. Tabel 13.1 Jenis pembedahan pada nodul tiroid Jenis Pembedahan Definisi Lobektomi/ Pengangkatan satu lobus tiroid/pengangkatan satu lobus ismulobektomi tiroid beserta isthmus Pengangkatan sebagian besar lobus kanan dan sebagian Tiroidektomi besar lobus kiri dengan sisa jaringan tiroid masing-masing subtotal bilateral 3-4 gram Tiroidektomi Pengangkatan satu lobus tiroid beserta isthmus dan subtotal (Prosedur sebagian besar lobus sisi kontralateral dengan sisa jaringan Dunhill) tiroid 3-4 gram







35



Tiroidektomi mendekati total Tiroidektomi total Tiroidektomi eksten (reseksi trakea, sternotomi) Diseksi leher Berry picking Completion Debulking



Pengangkatan seluruh jaringan tiroid yang terlihat dengan meninggalkan sedikit jaringan (< 1 gram) yang melekat pada n. laringeus rekurens, dekat dengan ligamen Berry Pengangkatan seluruh jaringan tiroid yang terlihat Pengangkatan tiroid beserta jaringan/struktur di luar tiroid Pengangkatan kelenjar getah bening leher dengan/tanpa menyertakan n. accessorius, v. jugularis eksterna, dan m. sternokleidomastoideus Pengangakatan kelenjar getah bening yang secara klinis teraba atau terlihat Pengangkat residu jaringan tiroid setelah operasi pengangkatan tiroid sebelumnya Pengangkatan sebagian besar massa tiroid (> 50%).



Kualifikasi dokter bedah: 1. Pembedahan mulitnodular tiroid sebaiknya dilaksanakan oleh ahli bedah dengan high volume. [BEL 2, GRADE B] 2. Pembedahan nodul tiroid yang bersifat toksik sebaiknya dilaksanakan oleh dokter bedah high volume. [BEL 3, GRADE B] 3. Pembedahan sebagai terapi primer pada nodul tiroid yang bersifat toksik sebaiknya dilaksanakan oleh dokter bedah high volume. [BEL 2, GRADE B] Teknik pembedahan terdiri dari bedah terbuka dan bedah endoskopi. Beberapa pendekatan dengan teknik minimal invasif, antara lain: 1. Pendekatan servikal • Servikal anterior (Gagner, Cougard) • Servikal lateral (Henry, Palazzo, Inabnet) 2. Pendekatan aksiler (Ikeda, Duncan) 3. Pendekatan payudara (Park, Choe, Yamamoto, Wang) 4. Pendekatan aksiler payudara (Loung) 5. Pendekatan dinding dada (Kitano,Takami, Ikeda) Indikasi pendekatan dengan teknik minimal invasif: 1. Nodul kecil (< 50 mm) 2. Lobus tiroid kecil (< 20 mL) 3. Nodul soliter 4. Nodul toksik







36



5. Nodul jinak 6. Karsinoma risiko rendah Terapi bedah didasarkan pada klasifikasi sitologi BAJAH:1 1. Nondiagnostik • Pertimbangkan operasi untuk nodul padat nondiagnostik yang persisten. [BEL 3, GRADE C] • Bila tidak terdapat kecurigaan ganas dari temuan USG, dilakukan observasi tertutup atau bedah eksisi untuk diagnosis histopatologi. [BEL 3, GRADE C] • Bila terdapat kecurigaan ganas dari temuan USG atau pembesaran nodul > 20% pada dua dimensi, atau terdapat risiko klinis keganasan yang jelas, tindakan bedah perlu dianjurkan untuk diagnosis histopatologi. [BEL 3, GRADE C] 2. Jinak • Pertimbangkan operasi jika gejala penekanan lokal nyata dan jelas terkait dengan nodul atau kasus dengan gambaran USG yang mencurigakan, meskipun temuan BAJAH jinak. [BEL 2, GRADE B] • Reseksi untuk struma jinak uninodular yang lebih disarankan adalah lobektomi dengan isthmektomi. Untuk struma multinoduler, lebih disarankan tiroidektomi total. [BEL 2, GRADE A] 3. Neoplasma folikular atau curiga neoplasma folikular • Lobektomi dan isthmektomi tiroid direkomendasikan; tiroidektomi total dapat dilakukan, tergantung pada gambaran klinis, keberadaan nodul lobus tiroid kontralateral, dan preferensi pasien. [BEL 2, GRADE A] • Frozen section biasanya tidak berguna. [BEL 4, GRADE D] • Pertimbangkan tindak lanjut klinis pada kasus dengan gambaran klinis dan USG yang baik, tetapi hanya setelah pendekatan multidisiplin dan diskusi mengenai preferensi terapi dengan pasien. [BEL 4, GRADE C] 4. Curiga Keganasan • Pembedahan dianjurkan. [BEL 1, GRADE A] • Frozen section intraoperatif dapat dipikirkan untuk dilakukan. [BEL 3, GRADE B] 5. Keganasan • Pada karsinoma tiroid berdiferensiasi, direkomendasikan untuk dilakukan tindakan pembedahan. [BEL 1, GRADE A]







37































• •



Pada karsinoma anaplastik tiroid, lesi metastatik, dan limfoma tiroid, tindak lanjut diagnostik dianjurkan sebelum tindakan pembedahan. [BEL 2, GRADE A] Pada tumor dengan ukuran < 1 cm tanpa ekstensi ekstratiroid dan cN0, disarankan untuk tindakan lobektomi, kecuali terdapat indikasi pengangkatan lobus kontralateral. [BEL 1, GRADE B] Lobektomi tiroid baik digunakan untuk nodul kecil, intratiroid, tanpa riwayat radiasi kepala dan leher, tanpa karsinoma tiroid familial, dan tanpa metastasis ke nodul servikal. [BEL 1, GRADE B] Pada tumor dengan ukuran > 4 cm atau terdapat ektensi luas ekstratiroid (klinis T4), atau klinis N1 atau klinis M1, disarankan untuk dilakukan tindakan tiroidektomi mendekati total atau total dan pengangkatan besar semua tumor primer, kecuali bila terdapat kontraindikasi. [BEL 1, GRADE B] Pada tumor dengan ukuran > 1 cm dan < 4 cm, tanpa ekstensi ekstratiroid, dan tanpa bukti metastasis limfonodus (cN0), disarankan untuk dilakukan prosedur bilateral (tiroidektomi mendekati total/total) atau prosedur unilateral (lobektomi). [BEL 1, GRADE B] Lobektomi tiroid dirasa cukup untuk terapi awal karsinoma papiler dan folikuler risiko rendah. Namun, tim dapat memilih tiroidektomi total dengan terapi RAI atau meningkatkan pemantauan berdasarkan gambaran penyakit dan/atau preferensi pasien. [BEL 1, GRADE B] Tiroidektomi komplit harus sudah ditawarkan kepada pasien sebelum operasi, jika masih terdapat indikasi untuk tiroidektomi bilateral. [BEL 1, GRADE B] Terapetik sentral diseksi limfonodus harus dilakukan bila terbukti adanya keterlibatan limfonodus. [BEL 1, GRADE B] Pada adenoma toksik terisolasi, disarankan dilakukan lobektomi ipsilateral atau isthmusektomi. [BEL 1, GRADE B]



Evaluasi preoperatif: 1. Seluruh pasien sebaiknya menjalani pemeriksaan suara yang meliputi deskripsi kelainan vokal yang terjadi. [BEL 1, GRADE B] 2. Tinjau USG dan hasil sitologi dengan pasien, diskusikan pilihan pengobatan yang dapat dilakukan, dan konsultasi dengan ahli bedah yang berpengalaman dalam operasi endokrin. [BEL 2, GRADE A]







38



3. Lakukan pemeriksaan USG leher, sitologi BAJAH dari setiap nodul atau kelenjar getah bening mencurigakan, dan penilaian pita suara dengan laringoskopi. [BEL 2, GRADE A] 4. Pada gambaran USG yang mencurigakan, konfirmasi sifat metastasis dari kelenjar getah bening dengan pemeriksaan kadar Tg atau kalsitonin pada jarum BAJAH washout. [BEL 2, GRADE A] 5. Pertimbangkan penggunaan MRI, CT scan, dan/atau 18FDG PET/CT pada kasus tertentu dengan fitur yang agresif untuk stadium preoperasi yang lebih akurat. [BEL 3, GRADE B] 6. Pasien dengan hipertiroid berlebihan sebaiknya diarahkan untuk menjadi eutiroid sebelum pembedahan dengan obat antitiroid dengan/tanpa penghambat beta. [BEL 2, GRADE B] 7. Evaluasi USG pada seluruh jaringan tiroid diperlukan pada adenoma toksik. [BEL 1, GRADE B] 8. Pemberian kalium iodida (KI), larutan KI jenuh (saturated potassium iodide solution/SSKI), atau KI-yodium (larutan Lugol) preoperatif memberikan manfaat berupa penurunan aliran darah, vaskularitas, dan perdarahan intraoperatif selama tiroidektomi berlangsung. KI dapat diberikan sejumlah 5-7 tetes (0,25-0,35 mL) larutan Lugol (8 mg iodida/tetes), atau 1-2 tetes (0,05-0,1 mL) SKKI (50 mg iodida/tetes), 3 kali/hari, dicampur dengan air putih atau jus selama 10 hari sebelum pembedahan. 9. Suplementasi preoperatif kalsium oral, vitamin D, atau keduanya, dapat mengurangi risiko hipokalsemia pascapembedahan karena cedera paratiroid atau peningkatan turnover tulang. Evaluasi perioperatif: 1. Penyakit Graves a. ATD seharusnya dihentikan pada saat tiroidektomi b. Β blocker seharusnya diturunkan secara bertahap selama operasi c. LT4 sebaiknya sudah dimulai dengan dosis harian berdasarkan berat badan pasien (1.6 lg/kg); pasien lansia memerlukan dosis yang lebih rendah. [BEL 1, GRADE C] Evaluasi pascaoperatif tiroidektomi: 1. Kadar TSH serum diperiksa setelah 6-8 minggu. [BEL 1, GRADE C]







39



2. Terapi LT4 langsung diberikan, kecuali pasien hipertiroid. LT4 dapat ditunda pada pasien hipertiroid. Keterangan: • Pada neoplasma folikuler tidak dilakukan frozen section karena harus dikonfirmasi dengan histopatologi • Jika terbukti jinak, pertahankan jaringan semaksimal dan sebanyak mungkin, terutama tiroid multinodular • Jika pembedahan merupakan terapi pilihan pada tiroid multinoduler, yang dilakukan adalah tiroidektomi mendekati total atau total [BEL 1, GRADE B] • Pembedahan boleh dilakukan maksimal sebanyak 2 kali, jangan terlalu agresif untuk menghindari hipoparatiroid karena tata laksana yang lebih kompleks dan biaya yang lebih tinggi • Sebelum tindakan pembedahan, jelaskan komplikasi pembedahan terlebih dahulu pada pasien • USG tiroid harus dilakukan pada semua segmen limfonodus karena terkait dengan diseksi nodus terapeutik • Ahli bedah dengan high volume adalah dokter spesialis bedah yang telah melakukan lebih dari 25 kali pembedahan tiroidektomi. Bila tidak tersedia operator ahli, sebaiknya pasien dirujuk. Operator dengan low volume (≤ 25 kali tiroidektomi) berpotensi meningkatkan risiko komplikasi (Tabel 13.2). Tabel 13.2 Potensi risiko komplikasi berdasarkan volume ahli bedah Jumlah kasus tiroidektomi % risiko komplikasi 1 87% 2-5 68% 6-10 42% 11-15 22% 16-20 10% 21-25 3%







40



Bab 14 Radioterapi Kanker Tiroid Radioterapi merupakan salah satu modalitas utama pada penatalaksanaan kanker. Radioterapi dapat diberikan pada kanker tiroid pascaoperasi yang memiliki risiko tinggi kekambuhan, pada kanker tiroid yang tidak dapat dioperasi, dan sebagai terapi paliatif. Indikasi Indikasi radioterapi pada kanker tiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis histopatologis (Tabel 14.1) Terapi definitif pada karsinoma tiroid adalah terapi bedah. Untuk meningkatkan kontrol lokal, terapi bedah selalu diikuti dengan terapi ajuvan yang dapat berupa ablasi tiroid pada kasus yang menyerap I-131, radioterapi pada kasus yang tidak menyerap I-131, dan terapi supresi hormonal.1,9 Tabel 14.1 Indikasi radioterapi berdasarkan histopatologi karsinoma tiroid10-14 Gambaran Indikasi radioterapi histopastologis • Pada kasus residu mikroskopik atau makroskopik yang tidak menyerap I-131 atau kontraindikasi terapi ablasi. • Pada kasus pasien berusia >60 tahun dengan keadaan pT4 Karsinoma ekstensif yang menembus kapsul tiroid atau KGB dengan berdiferensiasi ekstensi ekstrakapsular yang sudah menjalani operasi radikal tanpa residu tumor yang diikuti dengan ablasi tiroid (menyerap I-131). Karsinoma • Prognosis lebih buruk dibandingkan karsinoma berdiferensiasi berdiferensiasi, namun tidak seburuk karsinoma anaplastik. buruk/insular • Prognosis buruk karena sering mengganggu jalan napas, sehingga kontrol lokal perlu dipertahankan untuk menjaga kualitas hidup. • Pilihan terapi adalah operasi apabila masih operable dan diikuti radioterapi atau radioterapi pada kasus yang tidak Karsinoma bisa dioperasi lagi. anaplastik • Saat ini, radioterapi sering diberikan bersamaan dengan doxorubicin dosis rendah setiap minggu sebagai radiosensitizer karena memberikan kesintasan yang lebih panjang dibandingkan regimen lain. Namun ini hanya berdasarkan studi retrospektif. Karsinoma • Radioterapi diberikan pada kasus pascabedah yang







41



medulare







• Metastasis



memiliki resiko kekambuhan yang tinggi yaitu ekstensi ekstra tiroid, menembus kapsul atau dengan residu tumor. Efektivitas radioterapi ajuvan pada kasus ini hanya didasarkan oleh beberapa studi retrospektif. Radioterapi merupakan modalitas penting sebagai terapi paliatif pada nyeri karena metastasis tulang, kompresi medulla spinalis, metastasis otak, perdarahan dan obstruksi jalan napas. Metastases tunggal (oligometastasis) dapat ditata laksana secara radikal dengan menggunakan stereotactic radiosurgery (SRS) atau stereotactic ablative body radiotherapy (SABR). SRS dan SABR merupakan modalitas radioterapi canggih yang dapat memberikan radiasi ablative dosis tinggi secara tepat pada sasaran. Teknik ini dapat diberikan pada metastasis otak, tulang, paru, dan hati.



Teknik radioterapi Teknik radioterapi yang dapat diberikan pada kasus keganasan kepala-leher adalah radioterapi konformal 3 dimensi dan intensity-modulated radiation therapy (IMRT). Namun berdasarkan studi yang sudah ada pada keganasan kepala leher, lebih dianjurkan pemberian radioterapi dengan teknik IMRT, karena dengan efikasi sebanding, terbukti dapat menurunkan toksisitas radioterapi sehingga kualitas hidup tetap terjamin. Target dan dosis radioterapi Target radioterapi adalah residu tumor bila ada, bekas lokasi tumor atau lokasi yang berpotensi penjalaran tumor seperti KGB. Daerah yang berpotensi diinfiltrasi tumor ini dikenal sebagai clinical target volume (CTV). Pada teknik IMRT, terdapat beberapa level dosis yang diberikan berdasarkan risiko CTV: • CTV risiko rendah: KGB yang dapat merupakan daerah penjalaran (KGB level II-VII bilateral), diberikan dosis 54 Gy • CTV risiko menengah: KGB level VI dan daerah bekas tumor, diberikan dosis 60-63 Gy • CTV risiko tinggi: batas sayatan positif, diberikan dosis 66 Gy dan pada residu 70 Gy. Pada kasus paliatif, dosis yang diberikan 30-40 Gy dengan target radiasi sesuai keluhan pasien.







42



Daftar Pustaka: 1.



Haugen BR, Alexander EK, Bible KC, Doherty GM, Mandel SJ, Nikiforov YE, et al. 2015 American Thyroid Association management guidelines for adult patients with thyroid nodules and differentiated thyroid cancer: The American Thyroid Association guidelines task force on thyroid nodules and differentiated thyroid cancer. Thyroid. 2016;26(1):1-133. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Moon WJ, Baek JH, Jung SL, Kim DW, Kim EK, Kim JY, et al. Ultrasonography and the ultrasound-based management of thyroid nodules: consensus statement and recommendations. Korean J Radiol. 2011;12(1):1-14. Knox MA. Thyroid Nodules. Am Fam Physician. 2013;88(3):193-6. Tamhane S, Gharib H. Thyroid nodule update on diagnosis and management. Clin Diabetes Endocrinol. 2016;2:17. Horvath E, Majlis S, Rossi R, Franco C, Niedmann JP, Castro A, et al. An ultrasonogram reporting system for thyroid nodules stratifying cancer risk for clinical management. J Clin Endocrinol Metab. 2009;94(5):1748-51. Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick DS, Valcavi R, Hegedüs L, et al. American Association of Clinical Endocrinologists, Associazione Medici Endocrinologi, and European Thyroid Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules: Executive Summary of recommendations. J Endocrinol Invest. 2010;33(5):287-91. Cibas ES, Ali SZ. The Bethesda system for reporting thyroid cytopathology. Thyroid. 2009;19(11):1159-65. Biermann M, Pixberg M, Riemann B, Schuck A, Heinecke A, Schmid KW, et al. Clinical outcomes of adjuvant external-beam radiotherapy for differentiated thyroid cancer - results after 874 patient-years of follow-up in the MSDS-trial. Nuklearmedizin. 2009;48(3):88-98. Powell C, Newbold K, Harrington KJ, Bhide SA, Nutting CM. External beam radiotherapy for differentiated thyroid cancer. Clin Oncol (R Coll Radiol). 2010;22(6):456-63. Brierley J, Sherman E. The role of external beam radiation and targeted therapy in thyroid cancer. Semin Radiat Oncol. 2012;22(3):254-62. Sun XS, Sun SR, Guevara N, Marcy PY, Peyrottes I, Lassalle S, et al. Indications of external beam radiation therapy in non-anaplastic thyroid cancer and impact of innovative radiation techniques. Crit Rev Oncol Hematol. 2013;86(1):52-68. Tsang RW, Brierley JD, Simpson WJ, Panzarella T, Gospodarowicz MK, Sutcliffe SB. The effects of surgery, radioiodine, and external radiation therapy on the clinical outcome of patients with differentiated thyroid carcinoma. Cancer. 1998;82(2):375-88. Perros P, Boelaert K, Colley S, Evans C, Evans RM, Gilbert J, et al. British Thyroid Association guidelines for the management of thyroid cancer. Clin Endocrinol. 2014;81(1):1-122.



2. 3. 4. 5. 6. 7.



8. 9.



10. 11. 12. 13.



14.







43



TIM PENYUSUN Ketua Tim: dr. Dante Saksono H, SpPD-KEMD, PhD Anggota: Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD Dr. dr. Suharko Soebardi, SpPD-KEMD Dr. dr. Budiman Darmowidjojo, SpPD-KEMD Dr. dr. Dyah Purnamasari, SpPD-KEMD dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD-KEMD dr. Wismandari Wisnu, SpPD-KEMD dr. Dicky L. Tahapary, SpPD, PhD dr. Farid Kurniawan, SpPD Dr. dr. Erwin Danil Yulian, SpB(K)Onk Dr. dr. Lisnawati, SpPA(K) dr. Agnes Stephanie, SpPA dr. Benyamin Makes, SpPA(K) dr. Benny Zulkarnaien, SpRad(K) dr. Indrati Suroyo, SpRad(K) dr. Alvita Dewi Siswoyo, SpKN(K), MKes Prof. Dr. dr. Soehartati Gondhowiardjo, SpRad(K)OnkRad dr. Henry Kodrat, SpOnkRad Prof. dr. Bambang Hermani, SpTHT-KL(K) dr. Marlinda Adham, SpTHT-KL(K), PhD







44