Nodul Virchow [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NODUL VIRCHOW



1



BAB I PENDAHULUAN Nodus limfatikus adalah organ kecil berbentuk bulat seperti bola pada system imun, terdistribusi luas pada seluruh tubuh termasuk lipat lengan dan lambung dan berhubungan dengan pembuluh-pembuluh limfatik. Nodus-nodus limfatikus menyimpan sel B, T dan sel-sel imun lain. Nodus-nodus limfatikus ditemukan pada seluruh tubuh dan berperan sebagai filter atau menjebak partikel asing. Nodus ini penting dalam fungsinya terhadap sistem imun. Virchow’s nodul adalah nodus limfatikus pada fossa supraklavikular kiri (area di atas klavikula kiri). Nodul ini membutuhkan suplai dari pembuluh-pembuluh limfatik di dalam rongga abdomen. Ditemukannya pembesaran, nodul yang keras (merujuk pada tanda Toisier’s) telah lama diketahui mengindikasikan terhadap adanya keganasan pada abdomen. Diagnosis diferensial dari pembesaran nodul Virchow adalah limfoma, keganasan-keganasan intra abdomen, kanker payudara dan infeksi (pada lengan).



2



BAB II NODUS LIMFATIKUS



Nodus limfatikus adalah organ kecil berbentuk bulat seperti bola pada system imun, terdistribusi luas pada seluruh tubuh termasuk lipat lengan dan lambung dan berhubungan dengan pembuluh-pembuluh limfatik. Nodus-nodus limfatikus menyimpan sel B, T dan sel-sel imun lain. Nodus-nodus limfatikus ditemukan pada seluruh tubuh dan berperan sebagai filter atau menjebak partikel asing. Nodus ini penting dalam fungsinya terhadap system imun. Nodus-nodus limfatikus memiliki makna klinis. Mereka dapat meradang atau membesar di berbagai kondisi, mulai dari yang sederhana seperti infeksi tenggorokan sampai yang mengancam jiwa seperti kanker. Akhirnya kondisi nodus limfatikus bermakna dalam menentukan derajat keganasan, selanjutnya menentukan terapi dan prognosis. Nodus limfatikus dapat didiagnosis dengan biopsi jika terinflamasi. Penyakit tertentu dapat mempengaruhi nodus limfatikus dengan konsistensi dan lokasi yang khas.



3



Lymph node, showing (1) capsule, (2) subcapsular sinus, (3) germinal centers, (4) lymphoid nodule, (5) trabeculae. Fungsi Pathogen-patogen atau kuman dapat menyebabkan infeksi di mana saja di tubuh. Walaupun, limfosit, salah satu jenis leukosit, akan berikatan dengan antigen atau protein di organ limfoid perifer, termasuk nodus limfatikus. Antigen-antigen akan dipresentasikan oleh sel-sel tertentu di dalam nodus limfatikus. Limfosit naïf (yang artinya sel-sel yang belum pernah terpapar dengan antigen) masuk ke dalam nodus dari alliran darah, melewati kapiler vena khusus. Setelah ini mereka keluar dari nodus limfatikus melalui pembuluh darah limfatik eferen dengan sisa-sisa kelenjar getah bening. Limfosit-limfosit ini mengalami resirkulasi yang terusmenerus pada organ limfoid perifer dan keberadaannya di dalam nodus limfatikus bergantung oleh adanya infeksi. Selama terjadi infeksi nodus limfatikus membesar karena proliferasi sel B, suatu kondisi yang umum dikenal dengan “swollen glands”. Nodus limfatikus dikelilingi oleh kapsul fibrosa dan di dalam nodus limfatikus kapsul fibrosa meluas membentuk trabekula. Substansi nodus limfatikus dibagi menjadi bagian luar adalah korteks dan bagian dalam adalah medulla yang dikelilingi oleh pembentuknya kecuali pada daerah hilum, di mana medulla berhubungan dengan permukaan. Serat-serat reticular tipis, elastin dan serat reticular membentuk jalinan yang kuat dikenal dengan jalinan reticular di dalam nodus, dengan di dalamnya terdapat sel darah putih, terutama limfosit, berupa folikel padat di korteks. Di lain tempat terkadang hanya terdapat sel darah putih saja. Jalinan reticular tidak hanya memperkuat struktur tetapi juga menyediakan permukaan untuk adhesi sel-sel dendritic, makrofag-makrofag dan limfosit-limfosit. Jalinan ini memungkinkan 4



terjadinya pertukaran material yang diangkut darah melalui venula-venula endothelial dan menyediakan factor-faktor pertumbuhan dan regulator yang dibutuhkan untuk aktivasi dan maturasi sel-sel imun. Jumlah dan komposisi folikel-folikel dan berubah secara khusus jika berhadapan dengan antigen dan membentuk germinal center. Sinus limfatikus adalah saluran dengan di dalamnya terdapat kerutan nodus limfatikus oleh sel-sel endotel dengan sel-sel reticular fibroblast dan memungkinkan aliran limfatik yang ,embut melaluinya.



Sinus subkapsular adalah sinus yang terletak di dalam kapsul dan



endoteliumnya berlanjut menjadi pembuluh limfatik aferen. Sinus ini juga berlanjut dengan sinus-sinus yang sama mengapit trabekula dengan korteks di dalamnya (sinus kortikal). Sinus kortikal yang mengapit trabekula mengalir ke sinus-sinus medulla, di mana aliran limfatik mengalir ke pembuluh limfatik eferen. Pembuluh limfatik aferen multiple bercabang dan meluas di dalam kapsul membawa getah bening ke nodus limfatikus. Getah bening ini masuk ke sinus subkapsular. Lapisan paling dalam pembuluh limfatik aferen berlanjut dengan kerutan sel-sel sinus limfatik. Getah bening secara perlahan disaring melalui substansi nodus limfatikus dan akhirnya mencapai medulla. Dalam perjalanannya getah beninng menemui limfosit dan mungkin mengawali aktivasi mereka sebagai bagian dari respon imun adaptif. Sisi cekung nodus limfatikus disebut dengan hilum. Eferen mengikat hilum oleh jalinan erat reticulum dan membawa getah bening keluar dari nodus limfatikus.  Korteks Pada korteks, sinus subkapsular mengalir ke sinus-sinus trabekula dan getah bening mengalir ke sinus-sinus medulla. Sisi luar korteks terdiri terutama oleh sel B yang tersusun sebagai folikel, di mana dapat membentuk germinal center ketika melawan antigen, bagian kortek yang lebih dalam terutama terdiri dari sel T. zona ini dikenal dengan nama zona subkortikal di mana sel T terutama berinteraksi dengan sel-sel dendritic dan di mana jalinan reticular terpadat.  Medulla Ada dua struktur nama di dalam medulla : -



Corda medulla adalah corda jaringan limfatik dan termasuk di dalamnya sel-sel plasma, makrofag dan sel B. 5



-



Sinus medulla (atau sinusoid) adalah ruang pembuluh yang memisahkan corda medulla. Getah bening mengalir ke dalam sinus medulla dari sinus kortikal dan ke dalam pembuluh limfatik eferen. Sinus medulla berisi histiiosit (makrofag immobile) dan sel-sel reticular.



Bentuk dan ukuran Nodus limfatikus pada manusia adalah organ berbentuk seperti kacang dan ukurannya mulai dari beberapa millimeter sampai 1-2 cm dalam keadaan normal. Mereka dapat membesar karena tumor atau infeksi, atau meradang berhubungan dengan leukemia. Limfosit dikenal dengan sel darah putih terlokalisasi di dalam struktur sarang lebah di dalam nodus limfatikus. Nodus limfatikus membesar jika tubuh terinfeksi, secara primer karena adanya peningkatan pengangkutan limfosit ke dalam nodus dari darah, meluapnya aliran keluar dari nodus, dan secara sekunder merupakan hasil dari aktivasi dan proliferasi antigen spesifik sel B dan T (perluasan klonal). Pada beberapa kasus dapat diraba membesar karena infeksi sebelumnya, walaupun seseorang dalam kondisi sehat masih dapat diraba sebagai pembesaran residual. Aliran Limfatik Aliran limfa menuju ke nodus limfatikus melalui pembuluh limfatik afferent dan mengalir ke dalam nodus di bawah kapsul dalam ruang yang disebut sinus subkapsular. Sinus subkapsular mengalir ke dalam sinus trabekula dan akhirnya ke sinus medulla. Rongga sinus diseberangi pseudopoda makrofag, di mana berperan untuk memperangkap partikel asing dan sebagai filter limfatik. Sinus-sinus medulla bertemu di hilum dan limfa lalu meninggalkan nodus limfatikus melalui pembuluh limfatik efferent lalu mengalir ke vena subklavia, venula postkapiler, menyeberang dinding melalui proses diapedesis. • •



Sel B bermigrasi ke nodular kortek dan medulla. Sel T bermigrasi ke bagian dalam korteks (parakorteks).



Ketika limfosit mengenali antigen, sel B teraktivasi dan bermigrasi ke pusat germinal. Saat antibody yang diproduksi sel plasma terbentuk, mereka bermigrasi ke korda medulla. Stimulasi limfosit-limfosit oleh antigen dipercepat oleh proses migrasi 10 kali lebih cepat dari normal, menghasilkan pembengkakan yang khas pada nodus limfatikus. Limpa dan tonsil adal organ 6



limfoid yang memiliki fungsi yang sama dengan nodus limfatikus, lebiih melaluui saringan darah limpa dibandingkan melalui kelenjar getah bening. Distribusi Nodus limfatikus pada kepala dan leher : •



Nodus limfatikus servikal  Servikal anterior : kelenjar-kelenjar di sini, baik superfisial atau profunda, bersandar di dalam otot strenocleidomastoideus. Mereka mengalirkan isinya ke tenggorokan dan posterior faring, tonsil dan kelenjar tiroid.  Servikal posterior : kelenjar-kelenjar ini meluas



sampai ke posterior



sternokleidomastoideus tetapi di depan trapezius, mulai dari setinggi bagian mastoid dari tulang temporal sampai ke klavikula. Kelenjar ini membesar bila terdapat infeksi saluran napas bagian atas. •



Tonsil atau submandibular : kelenjar-kelenjar ini berlokasi di bawah angulus mandibular, sepanjang bawah dagu. Mereka mengalir ke tonsil dan region faring, termasuk struktur dasar mulut dan maksila anterior, bicuspid dan molar 1 dan 2. Mereka juga mengalir ke gigi bagian mandibular kecuali insisivus.







Retrofaring : drainase limf dari platum mole dan molar ketiga.-mental.







Sub-mental : kelenjar-kelenjar ini hanya terletak di bawah dagu. Mereka mengalir ke tengah insisivus, dasar mulut dan pangkal lidah.







Kelenjar limf supraklavikular : kelenjar-kelenjar ini berjalan sepanjang klavikula, ke lateral di mana bergabung dengan sternum. Mereka mengalir ke rongga thoraks dan abdomen. Nodul Virchow’s adalah kelenjar limfatik di supraklavikular yang menerima aliran limfatiknya dari seluruh tubuh melalui duktus thorasikus dan merupakan tempat favorit untuk metastasis keganasan.



7



Deep Lymph Nodes 1. Submental 2. Submandibular (Submaxillary) Anterior Cervical Lymph Nodes (Deep) 3. Prelaryngeal 4. Thyroid 5. Pretracheal 6. Paratracheal Deep Cervical Lymph Nodes 7. Lateral jugular 8. Anterior jugular 9. Jugulodigastric Inferior Deep Cervical Lymph Nodes 10. Juguloomohyoid 11. Supraclavicular (scalene) Kelenjar Limfatik Thorak Kelenjar limfatik pada paru-paru : limf dialirkan dari jarinagn paru-paru melalui nodus limfatikus subsegmental, segmental, lobar dan interlobar menuju ke nodus limfatikus hillus, di mana berlokasi di sekitar hilum. Aliran limfatik mengalir ke nodus limfatikus mediastinal. Kelenjar limf mediastinum : mereka terdiri dari beberapa kelompok-kelompok nodus llimfatik, terutama sepanjang trakea (5 kelompok), sepanjang esophagus dan diantara paru-paru dan diafragma. Di dalam nodus limfatikus mediastinum kelenjar berasal dari duktus limfatik di mana mengalirkan limf ke vena subklavia sinistra.



8



Nodus limfatikus mediastinum sepanjang esophagus berhubungan erat denngan nodus limfatikus di abdomen sepanjang esophagus dan lambung. Fakta tersebut memfasilitasi penyebaran tumor-tumor melalui jalur limfatik dalam kasus keganasan pada lambung dan sebagian pada esophagus. Melalui mediastinum, drainase limfatik utama melalui organ abdomen melalui duktus thorasikus, di mana aliran utama limf dari abdomen adalah ke kelenjar tersebut.



9



NODUL VIRCHOW



Virchow’s nodul adalah nodus limfatikus pada fossa supraklavikular kiri (area di atas klavikula kiri). Nodul ini membutuhkan suplai dari pembuluh-pembuluh limfatik di dalam rongga abdomen. Ditemukannya pembesaran, nodul yang keras (merujuk pada tanda Toisier’s) telah lama diketahui mengindikasikan terhadap adanya keganasan pada abdomen, terutama keganasan gaster yang menyebar melalui pembuluh-pembuluh limfatik retroperitoneal dan mediastinum posterior. Nodul ini kadang dikenal dengan nodul signal atau nodul sentinel. Disamping ini, ketentuan ini tidak berhubungan langsung dengan prosedur nodul sentinel yang terkadang digunakan pada operasi kanker dan juga tidak berhubungan dengan “kelenjar sentinel” pada omentum yang lebih besar. Nodul ini dinamai oleh Rudolf Virchow (1821-1902), ahli patologi Jerman yang pertama menjelaskan kelenjar dan hubungannya dengan keganasan gaster pada tahun 1848. Ahli patologi Prancis Charles Emile Troisier pada tahun 1889 bahwa keganasan-keganasan abdomen yang lain juga bisa menyebar ke nodus ini. Makna klinis Keganasan-keganasan pada organ-organ dalam dapat mencapai stadium lanjut sebelum memberikan gejala. Sebagai contoh kanker lambung dapat tidak bergejala namun sudah bermetastasis. Titik yang dapat terlihat di mana tumor sudah bermetastasis adalah pada nodus limfatikus supraklavikular kiri. Nodul limfatik supraklavkular kiri adalah nodul Virchow klasik karena nodul ini terletak pada sisi kiri leher di mana hampir seluruh drainase limfatik tubuh (dari duktus thorasikus) masuk kesirkulasi melalui vena subklavia kiri. Metastasis menyumbat duktus 10



thorasikus dan menyebabkan terjadinya regurgitasi ke dalam sekeliling nodul contohnya menjadi nodul Virchow. Konsep lain adalah bahwa satu dari nodul supraklavikular sesuai dengan perjalanan akhir nodus sepanjang duktus thorasikus dan karenanya mengalami pembesaran. Diagnosis diferensial dari pembesaran nodul Virchow adalah limfoma, keganasankeganasan intra abdomen, kanker payudara dan infeksi (pada lengan). Sama halnya dengan pembesaran pada nodus limfatik supraklavikular kanan cenderung mengacu pada keganasan thoraks seperti kanker paru-paru dan kanker esophagus seperti limfoma Hodgkin.



LIMFOMA Limfoma atau disebut juga kanker kelenjar getah bening adalah sejenis kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang sebelumnya normal. Hal ini berakibat sel abnormal nenjadi ganas. Seperti halnya limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada berbagai organ dalam tubuh termasuk kelenjar getah bening, limpa, sum-sum tulang, darah maupun organ lainnya contoh saluran cerna, paru, kulit dan tulang Limfoma juga sering dikaitkan dengan paparan zat karsinogenik.1. Dalam kepustakaan yang lain disebut bahwa Limfoma adalah setiap kelainan neoplastik jaringan limfoid. Limfoma juga disebut sebagai penyakit limfosit yang menyerupai kanker. Disebut penyakit limfosit karena menyerang sel darah putih sehingga berkembang (membelah) abnormal dengan cepat dan menjadi ganas. Limfosit abnormal yang semakin banyak ini (kemudian disebut limfoma) sering terkumpul di kelenjar getah bening dan membuat bengkak.3 Karena sistem limfatik menyerupai peredaran darah yang bersikulasi ke seluruh tubuh membawa getah bening, maka penyakit limfoma juga dapat terbentuk di mana saja. Tak mesti di satu bagian tubuh saja3. Limfoma maligna merupakan suatu tumor primer kelenjar getah bening yang bersifat progresif, fatal bila tidak mendapat terapi, dan tergolong dalam kelainan limfoproliferatif (lymphoproliferative disorders) Limfoma malignum dari penyakit Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin merupakan jenis utama, dan merupakan neoplasma sistem retikuloendotel. Limfoma ini melibatkan kelenjar 11



limfe, tetapi dapat menginvasi organ :retikuloendotel lain, seperti limpa dan hati. Dalam beberapa dasawarsa yang lalu, kemajuan dalam metode penatalaksanaan limfoma telah mcnghasilkan perbaikan kelangsungan hidup lebih dari lima kali lipat, dan lebih dari 85 persen yang mendcrita penyakit Hodgkin saat ini bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Makna utama dalam pencapaian hasil ini merupakan pengembangan klasifikasi penyakit berdasarkan riwayat alamiah yang dapat dihubungkan secara erat dengan pemilihan terapi.10 Limfoma pada otak jarang dialami oleh orang dengan kadar sel CD4 yang tinggi. Gejala utama dari limfoma susunan saraf pusat (SSP) adalah sakit kepala dan demam. Perasaan seperti meningkatnya tekanan di dalam kepala atau bahkan serangan sakit kepala yang hebat juga sering terjadi. Sepertiga orang yang mengalami limfoma SSP merasakan gangguan bicara (aphasia), pandangan kabur dan gangguan kepekaan atau pun koordinasi gerakan pada satu sisi tubuh1. Menurut klinik Mayo, tanda awal limfoma SSP bisa dideteksi di mata. 11% dari orang yang belakangan diketahui terserang limfoma SSP ternyata mengalami uveitis (radang pada selaput pelangi mata dan bagian di sekeliling mata) yang didahului dengan gejala lainnya selama berbulan-bulan sampai tahunan. Jika terapi kortikosteroid tidak menyembuhkan uveitis, maka diperlukan sebuah biopsi cairan vitreus pada mata yang akan menunjukkan adanya infiltrasi (radang sel dan puing) sehingga diagnosa limfoma SSP dengan secepatnya diketahui dan dapat segera diobati dengan memeriksakan mata secara rutin. Maka limfoma SSP akan lebih cepat dideteksi dibandingkan dengan pemeriksaan khusus yang bisa saja terlambat. Lagipula pemeriksaan mata tidaklah begitu menakutkan bila dibandingkan dengan biopsi otak3. Menurut Herzberg 2007, pasien Limfoma memiliki peluang untuk sembuh dan produktif, meski tak semua orang mampu dan memiliki akses terhadap pengobatan. Dengan diagnosis yang tepat, pengobatan juga bisa spesifik dan tak makan biaya dibandingkan berobat tanpa arah2,3. Limfoma umumnya dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu : Limfoma non-hodgkin (LNH) dan Limfoma hodgkin. Sekitar 85% dari keganasan tersebut adalah NHL4. Limfoma Hodgkin terdapat sel Reed-Sternberg.



12



Pada



Tabel 2.1. Perbedaan Gejala Klinis antara LNH dan PH9,13 LNH PH Pola KGB yang terlibat Sentrifugal; KGB yangSentripetal; terlibat lebih luas



terlibat



KGB



yang



setempat-setempat



(terlokalisasi); KGB aksila adalah yang paling sering terkena Sifat KGB Keras dan berbatas tegas Kenyal Cincin Waldeyer, KGB + epitroklear,



traktus



gastrointestinal



dan



testis KGB Abdomen



+



KGB mediastinum Sumsum tulang Hati



jenis sel B dan usia lanjut < 20% pasien > 50% pasien + + ; terutama pada tipe



- ; kecuali pada penderita PH



limfoma folikuler Distribusi umur



20-40, >50 thn



>60 thn.



Pemeriksaan penunjang13: a. Laboratorium darah tepi lengkap, faal hati lengkap. b. Imaging: -



Foto toraks.



-



USG abdomen.



-



CT jika perlu.



c. Biopsi sumsum tulang Beberapa pemeriksaan atas indikasi seperti13: a. Biopsi hati. b. Laparotomi/splenektomi. 13



c. Bone survey. d. Kavografi. e. Mediastinoskopi. f. Tomografi. Stadium klinik dibedakan13: Stadium I : bila tumor terdapat pada satu kelompok kelenjar getah bening (I) atau pada satu organ ekstralimfatik selama masih soliter (IE). Stadium II : Bila tumor didapat pada dua atau lebih grup kelenjar getah bening pada pihak yang sama pada diagfragma (II) atau bila terdapat pada satu atau lebih kelompok kelenjar getah bening disertai tumor soliter ekstralimfatik namun masih dalam satu pihak diafrgma (IIE). Stadium III : Bila terkena kelenjar getah bening pada dua pihak diafragma (III); dan apabila ada organ ekstralimfatik terkena, masih soliter (IIIE). Stadium IV : Bila penyakit ditemukan difus pada satu organ atau lebih dengan atau tanpa terserangnya kelenjar getah bening. Pengobatan13: I. Radiasi : -



Untuk stadium I dan II secara mantel radikal.



-



Untuk stadium IIIA/B secara total nodal radioterapi.



-



Untuk stadium IIIB secara subtotal body irradiation.



-



Untuk stadium IV secara total body irradiation.



II. Kemoterapi untuk stadium III dan IV. Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi preradiasi atau pasca radiasi. Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi:



14



COP untuk Limfoma Non Hodgkin C : Cyclophosphamide 800 mg/m2 hari pertama. O : Oncovin 1,4 mg/m2 i.v hari pertama. P : Prednison 60 mg/m2 hari 1 s/d 7 lalu tapering off.



MOPP (untuk limfoma Hodgkin) M : Nitrogen mustard 6 mg/m2 hari 1 dan 8. O : Oncovin 1,4 mg/m2 hai 1 dan 8. P : Prednison 60 mg/m2 hari 1 s/d 14. P : Procarbazin 100 mg/m2 hari 1 s/d 14. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma malignum terutama hanya untuk diagnostik (biopsi) dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.13 II.2 SISTEM LIMFATIK Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Pembuluh limfe berisi cairan limfatik putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik. Ada dua macam sel limfosit yaitu: Sel B dan Sel T. Sel B membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan jalan membuat antibodi yang menyerang dan memusnahkan bakteri. II.3 LIMFOMA NON-HODGKIN (LNH)



15



Merupakan tumor pd KGB maupun extra-nodal. Diagnosa patologik melalui biopsi KGB, terdapat abnormalitas sito-genetik. Klinis dapat bersifat indolent, atau dapat bersifat rapid progressive.9 Limfoma non-hodgkin adalah kelompok keganasan primer imfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologist, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis4,5. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki immunoglobulin yang sama pada permukaan selnya5. Kasus LNH terjadi sekitar 50.000 kasus/tahun dengan usia biasanya > 50 tahun dan predominan pada laki-laki. Saat ini sekitar 1,5 juta orang di dunia saat ini hidup dengan LNH dan tiap tahun sekitar 300.000 orang meninggal karena penyakit ini5. II.3.1 Etiologi Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain : 1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya



LNH antara lain adalah : severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common



variable



immunodeficiency,



Wiskott



Aldrich



syndrome



dan



ataxia-



telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam. 2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. 3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik. 16



4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi



makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5. II.3.2 Jenis LNH Terdapat lebih dari 30 sub-tipe NHL yang berbeda (90 persennya dari jenis sel B), yang dapat



dikelompokkan



menurut



beberapa



panduan



klasifikasi.



Klasifikasi



tersebut



mempertimbangkan beberapa faktor seperti penampakan di bawah mikroskop, ukuran, kecepatan tumbuh dan organ yang terkena. Secara umum dapat dikenali beberapa bentuk NHL yaitu amat agresif (tumbuh cepat), menengah dan indolen (tumbuh lambat). Penentuan ini dilakukan dengan mikroskop oleh dokter patologi di laboratorium2,3. Secara histopatologik limfoma Non Hodgkin menurut Rappaport13 (1966), dibagi atas: a. Limfositik, diferensiasi baik. b. Limfositik, diferensiasi buruk. c. Stern cell (termasuk limfoma Burkitt).



d. Limfositik histiositik. e. Mixed cell. Kelimanya dapat ditemukan dalam bentuk noduler atau difus.. II.3.3 Diagnosis Gejala klinis pada LNH indolent9 : a. Pembesaran KGB, nyeri(-), (isolated/meluas) b. Umumnya sudah.menyebar c. Dapat melibatkan SST Gejala klinis pada LNH high-grade9: a. Pembesaran KGB (nodal atau extranodal) kulit, sal.cerna dll b. Gejala konstitusional : febris (demam tipe pel Ebstein13), BB turun, keringat malam 17



c. Abdomen rasa penuh / nyeri Dimulai dari anamnesis, keadaan penderita secara umum : a. Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum : Berat badan menurun 10% dalam



waktu 6 bulan, demam tinggi 38oC selama 1 minggu tanpa sebab, keringat malam. b. Keluhan anemia. c. Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring). Pada pemeriksaan



fisik



didapati



: Adanya pembesaran



kelenjar



getah



bening,



kelainan/pembesaran organ. Tumor LNH dapat terjadi pada tulang, perut, hati, otak atau bagian tubuh yang lain6. Laboratorium : a. Hapusan darah tepi umumnya normal, kecuali pada.fase “leukemik” ( sangat mirip dg leukemia ) b. Keterlibatan SST : agregasi limfoid paratrabecular Diagnosa patologis harus melalui pemeriksaan biopsi kelenjar getah bening



II.3.4. Stadium Penyakit Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pegobatan dan setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata tidak hanya jumlah juga ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai suatu pengobatan. Tabel 2.2. Stadium Berdasarkan Ann Arbor9 Stadium I



Penyakit menyerang satu regio KGB (I); atau satu organ ekstralimfatik (IE)



Stadium II



Penyakit menyerang dua atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (atas atau bawah diafragma); atau satu organ ekstralimfatik dan satu atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (IIE) 18



Stadium III



Penyakit menyerang KGB pada kedua sisi diafragma, yang dapat disertai dengan keterlibatan limpa (IIIS) atau terlokalisasi pada satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIISE)



Stadium IV



Penyakit menyerang KGB secara difus mengenai satu atau lebih organ ekstralimfatik, dengan atau tanpa disertai keterlibatan pada KGB



Tambahan: Pada semua stadium tersebut dapat ditambahkan huruf A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusional yaitu sebagai berikut: A: tidak terdapat gejala konstitusional seperti demam, keringat malam, dan/atau penurunan berat badan 10% selama 6 bulan B: terdapat gejala konstitusional



Tabel 2.3. Modifikasi Stadium Berdasarkan O’Reilly dan Connors9 Stadium dini (limited stage) Ann Arbor stadium I atau II; dan



Stadium lanjut (advanced stage) Ann Arbor stadium III atau IV; atau



Tidak ada gejala limfoma B; dan



Ada gejala limfoma B; atau



Ukuran diameter tumor < 10 cm



Ukuran diameter tumor > 10 cm



Stadium berdasarkan kesepakatan Ann Arbor : •



Stadium I



: Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio. o



I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas



tegas. •



Stadium II



: Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma. o



II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma



o



II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma



19



II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma



o



dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas •



Stadium III







Staduium IV



: Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma : Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus6



II.3.5. Faktor Prognostik LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik : Indolent Limfoma dan Agresif Limfoma. LNH Indolent memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Tipe Limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif5,6. Tabel 2.4. Klasifikasi Patologi Berdasarkan Working Formulation Keganasan rendah



Limfoma malignum, limfositik kecil Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran kecil cleaved Limfoma malignum, folikular, campuran sel berukuran kecil cleaved dan besar



Keganasan menengah



Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran besar Limfoma malignum, difus, sel berukuran kecil Limfoma malignum, difus, campuran sel berukuran kecil dan besar Limfoma malignum, difus, sel berukuran besar



Keganasan tinggi



Limfoma malignum, sel imunoblastik berukuran besar Limfoma malignum, sel limfoblastik Limfoma malignum, sel berukuran kecil noncleaved



20



Lain-lain



Komposit Mikosis fungoides Histiosit Ekstamedular plasmasitoma Tidak terklasifikasi



II.3.6 Penatalaksanaan Setelah ditegakkannya dan staging diketahui untuk menetapkan tahap penyakit, maka perlu pertimbangan terapi yang sesuai, apakah terapi regional ( radioterapi) atau terapi sistemik (kemoterapi)9. Pengobatan inti LNH saat ini meliputi kemoterapi, terapi antibodi monoklonal, radiasi, terapi biologik dan cangkok sum-sum tulang. Penentuan jenis terapi yang diambil amat bergantung kondisi individual pasien dan bergantung pada 3 faktor utama : a. Stadium b. Ukuran c. Derajat keganasan Pedoman Umum Clinical staging : a. Stage Ia , Ib, IIa : radioterapi b. Stage II b dst : kemoterapi Terapi initial a. Alkylating agent mis.Chlorambucil 0,6 – 1 mg /kgBB, diulang tiap 3 minggu b. Berbagai regimen kemoterapi



Limfoma Agresif (intermediate/derajat keganasan tinggi) cepat tumbuh dan menyebar dalam tubuh dan bila dibiarkan tanpa pengobatan dapat mematikan dalam 6 bulan. Angka harapan hidup rata-rata berkisar 5 tahun dengan sekitar 30-40% sembuh. Pasien yang terdiagnosis dini 21



dan langsung diobati lebih mungkin meraih remisi sempurna dan jarang mengalami kekambuhan. Karena ada potensi kesembuhan, maka biasanya pengobatan lebih agresif. Standar terapi dahulu meliputi kemoterapi standar CHOP dan/atau kemoterapi dosis tinggi dan cangkok sum-sum. Tetapi terapi tersebut dianggap masih memiliki tingkat kekambuhannya 31,5 % sampai 56,8 % dimana Complete Response dan survival rate yang rendah. Pada saat ini sebagai first line treatment digunakan rituximab yang dikombinasi dengan CHOP. Rituximab ( suatu monoklonal antibodi/ antibodi anti CD20 ) yang bisa mengatasi kasus-kasus relaps LNH terhadap agen kemoterapi. Sehingga baru-baru ini, penggunaan rituximab plus kemoterapi standar telah direkomendasikan oleh para peneliti Eropa yang mengobati NHL agresif berdasarkan uji klinisi yang menunjukkan perpanjangan harapan hidup pasien ketika diobati dengan Rituximab ditambah CHOP dibandingkan hanya CHOP6,7. Limfoma Indolen (derajat keganasan rendah) tumbuh lambat sehingga diagnostik awal menjadi lebih sulit. Pasien dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun dengan penyakit ini, tetapi standar pengobatan yang ada tidak dapat menyembuhkannya. Biasanya, pasien memberikan respon yang baik pada terapi awal, tetapi sangat mungkin kanker tumbuh kembali. Pasien dengan limfoma indolen bisa mendapatkan terapi sebanyak lima sampai enam kali sepanjang hidup mereka. Meskipun demikian, pasien biasanya memberikan respon terapi yang semakin rendah. Angka harapan hidup pada limfoma jenis ini, dimana seringkali pasien terkalahkan oleh penyakit ini atau komplikasi yang timbul, berkisar antara enam tahun6,7.



22



Tabel 2.5. Penatalaksanaan LNH Berdasarkan Tipe Keganasan dan Stadium Keganasan



Stadium I dan II Rekomendasi:



Rendah



Radioterapi lapangan terbatasAsimtomatik (involvement



field



Stadium III dan IV Rekomendasi: atau



ukuran



radiation tumor kecil:



therapy)



Observasi dan deferred Simtomatik atau ukuran tumor besar: Kombinasi kemoterapi dengan tanpa interferon



Alternatif: Kombinasi



Keganasan



Alternatif: terapi



(denganAsimtomatik atau bulk kecil:



kemoterapi)



Kemoterapi regimen tunggal



Rekomendasi:



Total-body irradiation Rekomendasi:



Menengah/Tinggi Kemoterapi



CHOP



diikutiKemoterapi CHOP



dengan involved-field radiation Radiasi therapy



adjuvan



atau



profilaksis Profilaksis kraniospinal



II.3.7 Prognosis9 a. Limfoma Indolent : median survival 6 – 8 th, pada tahap akhir akan refrakter terhadap kemoterapi yang diberikan. b. Limfoma High-grade : tergantung respon terhadap kemoterapi.



23



II.4 LIMFOMA HODGKIN (HODGKIN DISEASE) Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu : limfoma malignum yang terbagi dalam limfoma malignum Hodgkin dan limfoma malignum non Hodgkin. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara histopatologis, dimana pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed Sternberg. Analisis PCR menunjukkan bahwa sel Reed Sternberg berasal dari folikel sel B yang mengalami gangguan struktur pada immunoglobulin, sel ini juga mengandung suatu faktor transkripsi inti sel. Kedua hal tersebut menyebabkan gangguan apoptosis. Di AmerIka Serikat terdapat 7500 kasus baru penyakit Hodgkin setiap tahunnya, rasio kekerapan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,3-1,4 berbanding 1. Terdapat distribusi umur bimodal, yaitu pada usia 15-34 tahun dan usia diatas 55 tahun. II.4.1 Etiologi Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Pada penyakit ini beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma Hodgkin adalah infeksi virus; infeksi virus onkogenik diduga berperan dalam menimbulkan lesi genetik, virus memperkenalkan gen asing ke dalam sel target. Virus-virus tersebut adalah Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6. Faktor yang lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien transplantasi organ dengan pemberian obat imunosupresif 6. II.4.2 Klasifikasi WHO mengklasifikasikan limfoma Hodgkin ke dalam 2 jenis yaitu :



24



1. Nodular Lymphobcyte predominance Hodhkin Lymphoma (Nodular LPHL) : Tipe



ini mempunyai sel limfosit dan histiosit, CD 20 positif tetapi tidak memberikan gambaran sel Reed-Stenberg. 2. Classic Hodgkin Lymphoma8 .



Tabel 2.6 Tipe Histopatologi dari Penyakit Hodgkin dalam klasifikasi Rye Tipe



Insiden (%)



Limfosis predominan



5



Sklerosis noduler



40-50



Campuran



40-50



Deplesi limfosit



5



Klasifikasi Rye mcrupakan klasifikasi yang diterima bagi penyakit Hodgkin menurut jenis histopatologi, dengan urutan keganasan yang meningkat. Limfoma Hodgkin dengan limfosit dominan mempunyai prognosis terbaik, dan limfoma Hodgkin dengan deplesi limfosit prognosisnya paling buruk. Limfoma non-Hodgkin, lebih sulit dibedakan, dan juga terdapat perbedaan yang besar dalam sifat keagresifannya di antara berbagai jenis. Bentuk nodular limfoma non-Hodgkin perjalanannya lambat dan bisa tersebar luas, namun tanpa gejala yang bermakna. Sebaliknya jenis difus cepat menyebar dan biasanya menimbulkan kematian dalam waktu 3 tahun.10 Penyakit Hodgkin hampir selalu dinilai dalam kelompok kelenjar limfe, biasanya dalam daerah servikalis atau mediastinalis. Penyebaran terjadi dalam bentuk bertahap ke kelenjar yang berdekatan, dan angka penyebaran tergantung pada jenis histopatologinya. Setelah mencapai kelenjar limfe mediastinalis bawah, penyakit ini melewati diafragma dan melibatkan nodi limfatisi seliaka. Karena kelenjar limfe abdomen dalam bentuk T, maka penyebaran berikutnya melibatkan kelenjar limfe pada hilus hepar dan limpa, maupun kelompok para aorta yang berdekatan. Limpa juga sering terlibat pada waktu ini. Jika penyakit ini mula-mula melibatkan 25



daerah inguinalis atau pelvis, maka penyebaran proses ini sebaliknya.10 II.4.3 Penyajian Klinis Penyakit Hodgkin tetap terbatas pada kelenjar limfe untuk masa yang lama sebelum penyebaran ekstranodus. Organ yang pertama terlibat, mengandung jaringan retikuloendotel seperti hati dan sumsum tulang. Pada waktu presentasi awal, sekitar 20 persen pasien Hodgkin menunjukkan keterlibatan ekstranodus. Penurunan berat badan, demam dan keringat malam, fator yang bertanggung jawab bagi klasifikasi dalam stadium "B", berhubungan dengan penyakit yang tersebar luas dan sering menunjukkan keterlibatan ekstranodus. Penyakit Hodgkin atau Morbus Hodgkin merupakan limfoma ganas yang bersifat sistemik dan dapat muncul sebagai limfoma di leher. Kelenjar biasanya membesar, kenyal, umumnya berpaket, dan tidak nyeri.11 II.4.4 Diagnosis Diagnosis pada penderita dilihat dari riwayat penyakit, gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi jaringan melalui biopsi dan pemeriksaan histopatologik. Distribusi usia bimodal, yaitu puncak pertama usia 20 tahun, puncak kedua usia 50 tahun.9,11 Pada riwayat penyakit didapati pada penderita umumnya terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri. Gejala sistenik berupa demam, berkeringat malam hari, penurunan berat badan, dan pruritus, terdapat hepatosplenomegali juga adanya neuropati7,8,9. Pembesaran KGB biasanya pd lokasi KGB tertentu, menyebar ke area KGB sekitar. Pada tahap akhir terjadi invasi vascular, yang menunjukkan penyebaran hematogen yg luas.9 Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, juga dilakukan pemeriksaan elektrolit. Selain itu dilakukan pemeriksaan biopsi sumsum tulang juga pemeriksaan radiologis8. Limfangiografi dan sidik CT bermanfaat dalam menegakkan diagnosis. Limfangiografi menunjukkan perincian kelainan yang lebih besar, sedangkan sidik CT mencakup daerah yang lebih lebar. Sidik hati-limpa bisa juga diindikasikan. Di antara pasien dengan adenopati luas, anemia dan keterlibatan tulang, biopsi tulang merupakan indikasi. Biopsi hati harus dipertim26



bangkan jika gambaran klinis atau sidik CT menggambarkan keterlibatan hati. Laparoskopi telah digunakan untuk memperjelas gambaran yang samar, terutama dalam limfoma A-12 nonHodgkin, dimana dibutuhkan laparotomi kccil untuk penentuan stadium. Penentuan stadium patologi abdomen dengan laparotomi dan splenektomi bisa diindikasikan.10



Berbeda dari penyakit Hodgkin, limfoma non Hodgkin biasanya sistemik pada saat presentasi, dengan lebih dari 40 persen pasien telah mengalami keterlibatan ekstranodus. Limfoma non-Hodgkin sering timbul disertai terlibatnya organ parenkimatosa. Walaupun limfoma ini mungkin sudah menyebar pada waktu diagnosis dibuat, namun jenis nodular mempunyai perjalanan penyakit yang relatif panjang, sedangkan jenis difus lebih sering ditandai oleh perjalanan yang cepat.10 II.4.5 Stadium Penyakit Clinical staging: I. Satu regio KGB II. Dua regio KGB pd 1 sisi diafragma III. Terdapat pada 2 sisi diafragma IV. Penyebaran luas ( SST, hepar ) A. Gejala konstitusional (-) B. Gejala konstitusional (+) Penentuan staging sangat penting untuk terapi dan menilai prognosis.13 Staging dilakukan menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modifikasi dan klasifikasi Ann Arbor (1971). •



Stadium I



: Keterlibatan suatu region kelenjar getah bening atau struktur



jaringan limfoid (limpa, timus, cincin waldeyer) atau keterlibatan satu organ ekstralimfatik.



27







Stadium II



: Keterlibatan ≥ 2 regio kelenjar getah bening pada sisi diafragma



yang sama. •



Stadium III



: Keterlibatan regio kelenjar getah bening pada kedua sisi



diafragma. •



Stadium IV



: Keterlibatan difus/diseminata pada satu atau lebih organ



ekstranodal atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening8. II.4.6 Penatalaksanaan Stage IA, IIA : radioterapi. Stage IIB dst : kemoterapi agresif. Di dalam pengobatan Limfoma Hodgkin langkah pertama yang harus dilakukan adalah penentuan stadium penyakit. Biasanya diagnosis limfoma dikonfirmasi dengan biopsi kelenjar yang terlibat, lebih disukai biopsi eksisi. Diperlukan jaringan yang cukup untuk mengenal secara lengkap arsitektur dan proses patologinya. Pada biopsi, jejak raba harus dibuat pada gelas obyek dan setelah konfirmasi diagnosis, maka limfoma harus ditentukan stadiumnya. Penentuan stadium klinis limfoma mencakup: •



Dipastikan dengan biopsi eksisi kelenjar getah bening.







Anamnesis dan pemeriksaan fisik







Evaluasi laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal, urinalisis, penyaringan multiphase (SMA-12)







Rontgen foto toraks, mungkin tomografi dada10, CTscan toraks, abdomen, dan pelvis.







Limfangiografi bipedal.10







Tomografi komputerisasi.10 28







Biopsi sumsum tulang







Laparotomi dengan splenektomi untuk menentukan stadium



Setelah dilakukan penentuan stadium barulah dilakukan pengobatan sesuai dengan stadium yang ada. Stadium I dan IIA: dapat dilakukan radiasi, stadium III dan IV: kemoterapi (seperti: “ABVD” – doksorubisin [Adriamisin], bleomisin, vinblastin.dan dakarbazin)6,7,11.



Radioterapi merupakan cara terapi yang efektif dan dapat membantu dalam mengendalikan penyakit nodus dan dalam pembasmian lengkap penyakit, meskipun digunakan sebagai satusatunya metode terapi. Untuk keberhasilan terapi ini, maka penyakit ini harus terbatas pada kelenjar limfe yang diterapi, tanpa keterlibatan masif daerah lain. Dosis yang biasa digunakan adalah 3500 sampai 4500 rad dengan lapangan radioterapi terbatas pada daerah yang terlibat. Terapi pada daerah yang diperluas, mencakup daerah yang terlibat ditambah tempat di dekatnya yang tidak terlibat. Daerah nodus total mencakup semua daerah kelenjar limfe dan jika ada, limpa juga bisa disertakan. Perluasan daerah yang lazim digunakan adalah berbentuk "mantel" dan "Y terbalik" (Gambar 10). Daerah kelenjar limfe total adalah daerah mantel ditambah daerah Y terbalik.10 Limfoma juga memberikan respon terhadap kemo terapi antimetabolit dan respon sering lengkap jika digunakan beberapa obat. Paduan obat majemuk saat ini digunakan dalam kebanyakan pasien bila diberikan kemoterapi. Jika penyakit yang luas timbul dalam suatu daerah, maka daerah yang terlibat juga diterapi dengan radioterapi.10 Splenektomi diindikasikan untuk splenomegali simptomatik, dengan anemia dan meningkatnya kebutuhan transfusi, atau dengan terapi sistemik yang dibatasi oleh sitopenia, serta apabila ditemui adanya netropenia, trombositopenia, dan anemia. Dapat memberikan respon lengkap dalam 67-75 %. Kegagalan ditangani dengan steroid dan kemoterapi.12 Walaupun penatalaksanaan limfoma masih dalam peralihan, namun pada limfoma nonHodgkin, terapi tergantung pada jenis histopatologinya. Jika penyakit ini dari tingkat rendah dan terbatas pada kelenjar limfe, maka respon menetap bisa timbul dengan radioterapi yang terbatas. Jika dari tingkat yang sangat rendah dan ekstranodus, maka telah dianjurkan kemoterapi dengan 29



satu obat. Limfonia tingkat sedang dan tinggi paling baik diterapi dengan kemoterapi.10 Terapi penyakit Hodgkin sedang dikembangkan, tetapi dengan beberapa kekecualian, para ahli lebih suka menggunakan radiasi atau kemoterapi. Radioterapi dianjurkan untuk Stadium I A dan II A, dan beberapa ahli menganjurkan penggunaannya untuk Stadium I B, II B dan III A. Kontroversi timbul mengenai penggunaan radiasi kelenjar total atau teknik mantel atau Y terbalik. Kemoterapi digunakan oleh semua ahli untuk Stadium IV dan oleh kebanyakan ahli untuk III B. Pada pasien dengan keterlibatan luas, tetapi masih Stadium lI, maka dianjurkan kemoterapi dengan tambahan radioterapi daerah yang terlibat.10



Gambar 2.1 Daerah radiasi yang digunakan dalam pengobatan limfoma malignum10 TABEL 2.7. Paduan Kemoterapi untuk Limfoma Malignum10 MOPP



Nitrogen mustard (Mustargen) Vinkristin (Oncovin) Prokarbazin



ABVD



Prednison Adramisin Bleomisin Vinblastin



BCVPP



Dakarbazin (DTIC) Karmustin(BCNU) 30



Siklofosfamid Vinblastin Prokarbazin Prednison



Laparotomi Untuk Penentuan Stadium Walaupun semua limfoma tak dapat ditentukan stadiumnya secara tegas dengan cara klinis non-invasif, laparotomi penentuan stadium telah dikembangkan untuk memberikan keputusan yang diperlukan. Laparotomi ini bukan merupakan eksplorasi sederhana sepintas pada abdomen, tetapi merupakan pencarian yang cermat. Tindakan ini mencakup (1) eksplorasi abdomen melalui insisi garis tengah yang luas; (2) biopsi kedua lobus hati; (3) biasanya splenektomi, mencakup nodus hilum; (4) biopsi daerah kelenjar limfe abdomen dalam bentuk berturutan dari daerah abdomen atas berbentuk-T untuk mencakup kelenjar limfe pelvis sepanjang ileum; dan (5) pada wanita, fiksasi medial dari ovarium, jika radiasi dipikirkan.10 Selama operasi, limfangiogram dan sidik CT dilakukan bersama dengan radiogram intraoperasi, serta biopsi pada tempat yang mencurigakan. Laparotomi merupakan metode yang tepat untuk evaluasi kelenjar limfe abdomen atas dan limpa, yang merupakan daerah yang agak sulit dievaluasi lengkap dengan sidik CT dan limfangiografi. Penggunaan penentuan stadium, menurun dalam tahun belakangan ini karena beberapa faktor. Walaupun tindakan ini sendiri mcmpunyai morbiditas dan mortalitas yang rendah, namun sepsis pasca splenektomi bisa timbul, dan beberapa ahli telah berusaha mcnghindari komplikasi ini hanya dengan melakukan reseksi sebagian limpa. Juga merupakan tindakan invasif yang disertai dengan nyeri pascabedah. Peningkatan pengetahuan dan kecenderungan menggunakan radiasi kelenjar total atau kemoterapi, telah menurunkan indikasi laparotomi.10 Laparotomi penentuan stadium harus digunakan hanya bila informasi yang diberikan akan mempengaruhi pemilihan terapi. Hal ini mencakup keadaan dimana sidik CT atau limfangiografi memberikan gambaran yang samar atau bila daerah hati atau limpa yang dipertanyakan tak dapat dinilai sccara perkutis; terapi yang berbeda akan dipilih untuk hasil yang 31



berbeda. Indikasi lain untuk tindakan ini adalah bila radioterapi digunakan untuk melindungi fungsi ovarium.10



II.4.7 Prognosis Pada penyakit ini ,jika masih terbatas maka memiliki angka kesembuhan ± 80%; sedang penyakit lanjut memiliki angka kesembuhan 50-70% 5. Stage IA-IIA dengan radioterapi: 10 years survival-rate 80 %.9 Stage IIB-IIIA : 5 years survival-rate 30 – 60 %.9 Stage IIIB keatas : 5 years survival-rate 20 – 50 %.9 Prognosis buruk pada:9 1. Usia lanjut 2. Bulky disease 3. Tipe : deplesi limposit mixed cellularity



32



BAB III KESIMPULAN Virchow’s nodul adalah nodus limfatikus pada fossa supraklavikular kiri (area di atas klavikula kiri). Nodul ini membutuhkan suplai dari pembuluh-pembuluh limfatik di dalam rongga abdomen. Ditemukannya pembesaran, nodul yang keras (merujuk pada tanda Toisier’s) telah lama diketahui mengindikasikan terhadap adanya keganasan pada abdomen, terutama keganasan gaster. Nodul ini dikenal dengan nodul signal atau nodul sentinel. Titik yang dapat terlihat di mana tumor sudah bermetastasis adalah pada nodus limfatikus supraklavikular kiri. Nodul limfatik supraklavikular kiri adalah nodul Virchow. Diagnosis diferensial dari pembesaran nodul Virchow adalah limfoma, keganasan-keganasan intra abdomen, kanker payudara dan infeksi (pada lengan).



33



DAFTAR PUSTAKA 1. Amori. 2007. Jurnal Nasional : Pengobatan tepat untuk Limfoma.



2.



3. 4. 5. 6.



7. 8. 9.



www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 02 September 2008. Anonymous. 2008. Limfoma non Hodgkin. www.roche/products/limfoma/.com. Diakses pada tanggal 02 September 2008. Novak. 1996. Kamus kedokteran Dorland. hal 638-39. EGC. Jakarta Vinjamaran. 2007. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 02 September 2008. Anonymous. 2006. Limfoma Maligna. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 02 September 2008. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam : LNH; Penyakit Hodgkin. Hal 727-33; 735-44. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta. Anonymous. 2008. Limfoma. www.elearning.blogspot.com. Diakses pada tanggal 02 September 2008. Anonymous. 2008. Hodgkin Disease. www.mayoclinic.com. Diakses pada tanggal 02 September 2008. Anonymus.2009. Sistem Kekebalan Tubuh Itu Justru Mengganas .www.majalahfarmacia.com. Diakses pada tanggal 25 November 2009



10. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua, EGC, Jakarta, 1995. Hal : 216-219. 11. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC, Hal: 426.



34



12. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC, Jakarta, Hal : 486. 13. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalaung EU, Sumardi R, Lutfia C, Ramli M, Rachmat KB, Dachlan M, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 1995, Jakarta:Binarupa Aksara Hal: 390-393.



35