Konsep - Dasar - Ruptur - Perineum - FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU BERSALIN DENGAN RUPTUR PERINEUM A. Konsep dasar Ruptur Perineum 1. Pengertian ruptur perineum Perineum adalah daerah yang terletak diantara vagina dan anus beserta otot yang terdapat di dalamnya, membentuk jaringan pemisah berbentuk piramida antara vagina dengan ujung usus besar/kolon. Perineum merupakan bagian yang sangat penting dalam fisiologi, oleh karena itu kerusakan atau jejas pada perineum harus dihindarkan. Ruptur Perineum (Robekan pada perineum) didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan lahir maupun karena episiotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. (Wiknjosastro,2008). Proses persalinan kebanyakan terjadi trauma, ruptur baik pada uterus, vagina maupun perineum dan cedera ini bila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan masalah genekologi di kemudian hari. Kerusakan seperti ini akan lebih nyata pada wanita primipara. Setiap wanita mempunyai kecenderungan yang berbeda akibat jaringan lunak tidak mampu menahan regangan. Wanita yang jaringannya cenderung tidak tahan menahan regangan biasanya mengalami varises dan diastasis rektus abdominis. Robekan perineum terjadi akibat dilaluinya jalan lahir yang terlalu cepat. Menghindari kejadian ini, ketika kepala janin sudah keluar pintu, minta ibu supaya jangan mengejan terlalu kuat dengan irama yang pendek– pendek. Sebaiknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorak janin dan melemahkan otot–otot serta fasia pada dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih



kecil dari biasa sehingga memaksa kepala janin lahir lebih ke belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatik atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Persalinan sulit di samping robekan perineum dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan dan keregangan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta berhubungan di tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predosposisi untuk terjadi prolapsus uteri di kemudian hari. Ruptur perineum biasanya terjadi pada saat kepala melakukan defleksi, luas robekan diidentifikasi berdasarkan kedalaman dan jaringan yang ikut rusak, berdasarkan hal tersebut maka ruptur perineum dibagi menjadi empat macam tingkat laserasi/ robekan perineum : a. Empat macam tingkat ruptur perineum. Robekan perineum dapat dibagi menjadi 4 tingkat, berikut ini : 1) Tingkat I atau derajat I : a)



Ciri- cirinya : Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek. Jaringan yang mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan supervisial atau lemak dan sedikit otot.



b) Langkah- langkah tindakannya (1) Robekan ini tidak perlu dijahit (2) Dengan menjaga kebersihan perineum (segera ganti pembalut bila terasa penuh, cebok dengan air bersih, berpegang pada prinsip perawatan luka terkini, yaitu konsep lembab, gizi yang bagus/banyak konsumsi protein, robekan/perlukaan akan dapat segera sembuh). 2) Tingkat II atau derajat II a)



Ciri-cirinya Dinding



belakang



vagina



dan



jaringan



ikat



yang



menghubungkan otot – otot diafragma uregonitalis pada



garis tengah terluka. Jaringan yang mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan supervisial atau lemak dan otot-otot perineum. b) Langkah-langkah tindakannya (1) Penyembuhan luka akan lebih baik bila dilakukan penjahitan. (2) Tingkatkan kebersihan dan asupan gizi dengan protein tinggi. 3) Tingkat 3/Derajat 3: a)



Ciri- cirinya : Bila jaringan yang mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan supervisial atau lemak dan otot-otot perineum dan berlanjut ke otot sfingter ani.



b) Langkah-langkah tindakannya: Jangan mencoba melakukan penjahitan pada laserasi tingkat tiga (pada pelayanan kesehatan tingkat dasar). 4) Tingkat 4/derajat 4: a)



Ciri-cirinya : Bila jaringan yang mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan supervisial atau lemak dan dan otot-otot perineum dan berlanjut ke otot sfingter ani dan dinding rektum anterior (sering disebut ruptur totalis)



b) Langkah-langkah tindakannya: (1) Pada ruptur grade empat rekonstruksi yang pertama dimulai dari repaire rektum dan spingter ani terlebih dahulu dan harus benar-benar rapat jangan sampai terjadi fistel di kemudian hari. (2) Jangan mencoba melakukan penjahitan pada laserasi tingkat empat (pada pelayanan kesehatan tingkat dasar). (3) Untuk menghasilkan jahitan yang baik, terapi pada robekan perineum total, perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna. Penderita tidak



diperbolehkan memakan makanan yang mengandung selulosa dan mulai hari kedua diberi paraffinum liquidum sesendok 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak. (4) Rujuk ibu segera. 2. Etiologi Ruptur perineum Ruptur perineum dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu: a. Ruptur perineum yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak disengaja antara lain: 1) Kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan 2) Pada waktu persalinan operatif melalui vagina, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai. b. Ruptur perineum dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja, yaitu tindakan episiotomi. 1) Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan perineum yang luas dan dalam disertai pinggir yang tidak rata, dengan demikian penyembuhan lukanya akan lambat dan terganggu. 2) Oleh karena itu, pada asuhan persalinan normal, tindakan episiotomi saat ini tidak lagi digunakan sebagai tindakan rutin pada setiap pertolongan persalinan per vaginam. 3. Patofisiologi Ruptur perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor maternal, faktor janin, dan faktor penolong. Dalam proses melahirkan menyebabkan adanya ruptur perineum yang menyebabkan jaringan terputus sehingga klien akan merasa nyeri. Sensasi nyeri akan berpengaruh besar bagi klien. Beberapa klien akan mengalami nyeri ketika akan tidur atau selama tidur. Nyeri tersebut membuat klien terjaga sepanjang malam dan mengakibatkan kesulitan



ketika akan tidur kembali tergantung dari lokasi nyeri, beberapa klien memiliki kesulitan untuk melakukan aktivitas latihan harian secara mandiri. Semakin banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan ketika bekerja, maka semakin banyak besar risiko ketidaknyamanan ketika nyeri dihubungkan dengan pergerakan tubuh. 4. Faktor – faktor yang berhubungan dengan Ruptur Perineum a. Episiotomi Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperlebar mulut vagina sehingga dapat mempercepat proses kelahiran dan menghindari ruptur totalis. Episiotomi pada waktu dahulu banyak disebut sebagai cara utama untuk mengurangi ruptur perineum pada persalinan. Namun, beberapa studi dan pendapat telah membuktikan bahwa episiotomi bukan cara utama dalam mengurangi ruptur perineum dalam persalinan. Oleh karena itu, pada asuhan persalinan normal (APN), tindakan episiotomi hanya boleh dilakukan oleh indikasi. b.



Posisi tubuh 1) Trauma perineum dalam persalinan dapat dikurangi dengan posisi ibu saat persalinan. 2) Posisi yang dianggap baik/anjurkan untuk persalinan Telah dilakukan beberapa penelitian berkaitan dengan posisi yang baik untuk persalinan, yaitu posisi ibu bersalin pada kala II terbukti mempengaruhi persalinan, yaitu posisi ibu yang lebih tegak, misalnya posisi jongkok/ berdiri, duduk/setengah duduk/tegak, dan merangkak. 3) Posisi yang tidak dianjurkan untuk persalinan, yakni posisi terlentang pada punggung dikarenakan : a) Akan mengakibatkan aliran darah dari ibu ke janin sehingga mengakibatkan hipoksia/kekurangan oksigen pada janin. b) Melahirkan dalam posisi ini akan lebih sulit bagi ibu.



B. Asuhan Keperawatan Ruptur Perineum 1. Pengkajian a. Fokus pengkajian Menurut Doengoes (2001) fokus pengkajian adalah sebagai berikut 1) Aktivitas dan istirahat Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi, perubahan pola istirahat, waktu tidur siang dan tidur malam, adanya faktor mempengaruhi tidur misalnya nyeri dan ansietas. 2) Sirkulasi Kemungkinan diaforesis yang teramati pada malam hari, perdarahan pervaginam. 3) Integritas ego Gejala : faktor stress (keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran) masalah dalam penampilan, masalah tentang keluarga, penolakan terhadap keadaan saat ini, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa bersalah dan depresi. Tanda : ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri rendah. 4) Eliminasi Diuresis diantara hari kedua dan kelima, adanya nyeri tekan abdomen, perabaan massa di abdomen dan kandung kemih. 5) Makanan dan cairan Keluhan kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga, adanya mual, muntah, nyeri ulu hati, adanya penurunan BB. 6) Nyeri atau ketidaknyamanan Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misal trauma jalan lahir.{Kaji dengan PQRST} P : Provokatif / paliatif Q : Qualitas / Quantitas R : Region / Radiasi



S : Skala Nyeri Numerik T : Timing 7) Higiene Penampilan klien secara umum, kondisi tubuh. 8) Seksualitas Gejala : masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan dan perubahan tingkat kepuasan, infertilitas. 9) Penyuluhan dan pembelajaran Gejala : kurang pengetahuan mengenai manajemen nyeri postpartum ruptur perineum. b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Keadaan umum adalah untuk mengetahui keadaan umum ibu yaitu baik, sedang atau buruk. 2) Tingkat kesadaran Tingkat kesadaan ibu adalah untuk mengetahui tingkat kesadaran pada ibu yaitu composmentis atau somnolen. 3) Tanda-tanda vital a) Tekanan Darah: Mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi. b) Nadi: Mengetahui denyut nadi pasien sehabis melahirkan. c) Suhu: Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak, jika terjadi kenaikan suhu diatas 38o C, kemungkinan terjadi infeksi. d) Respirasi: Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung dalam 1 menit. 4) Kepala Perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan kebersihan rambut. 5) Mata



Perlu dikaji untuk mengetahui konjungtiva berwarna merah muda atau pucat, sklera berwarna putih atau kuning. 6) Hidung Perlu dikaji untuk mengetahui adanya benjolan atau tidak. 7) Telinga Perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak. 8) Mulut Perlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, stomatitis, dan caries gigi. 9) Leher Perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid. 10) Dada Kesimetrisan, massa, lesi jaringan perut pada struktur dan dinding dada. 11) Mammae Perlu dikaji untuk mengetahui ada pembesaran atau tidak puting susu menonjol apa tidak. 12) Abdomen Perlu



dilakukan



DRA



(Diastasis



rektus



abdominis).



Pemeriksaan diastasis rektus yaitu tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut normal atau tidak caranya yaitu dengan memasukkan kedua jari kita yaitu jari telunjuk dan jari tengah ke bagian dari diafragma dari perut ibu. Jika jari kita masuk dua jari berarti diastasis rektus ibu normal. Jika lebih dari dua jari berarti abnormal. 13) Ekstremitas Perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema, varises, nyeri tekan atau panas pada betis. Adanya tanda Homan, caranya dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan di lakukan tekanan ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis dengan tindakan tersebut, tanda Homan (+).



14) Genetalia Perlu dikaji untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada daerah genetalia. Hematom vulva (gumpalan darah) dapat diidentifikasi dengan inspeksi vagina dan serviks dengan cermat. Kebersihan pada genitalia ibu. Ibu harus selalu menjaga kebersihan pada alat genitalianya karena pada masa nifas ini ibu sangat mudah sekali untuk terkena infeksi. c. Data penunjang Pemeriksaan darah lengkap : 1) Penurunan hemoglobin. 2) Pemeriksaan hematokrit. 3) Pemeriksaan Hepatitis. 2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI, 2017 a. Nyeri akut bd agen pencedera fisik, Kategori



: Psikologis



Subkategori



: Nyeri dan kenyamanan



Kode



: D.0077



b. Gangguan intergritas kulit/jaringan bd luka perineum Kategori



: Lingkungan



Subkategori



: Keamanan dan proteksi



Kode



: D.0128



c. Defisit pengetahuan bd kurang terpapar informasi tentang kesehatan masa post partum Kategori



: Perilaku



Subkategori



: Penyuluhan dan pembelajaran



Kode



: D.0110



3. Intervensi keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan luka perineum Tindakan:



1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2) Identifikasi skala nyeri 3) Identifikasi respon nyeri non verbal 4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri 5) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 6) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 7) Fasilitas istirahat dan tidur 8) Berikan teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri misalnya terapi music, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing 9) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri 10)Monitor efek samping penggunanaan analgetik. Edukasi 1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggnakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri Kolaborasi pemberian analgetik b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka perineum. Tindakan: 1) Identifikasi



penyebab



gangguan



integritas



kulit



(perubahan



sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrim dan penurunan mobilitas) 2) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 3) Bersihkan perineal dengan air hangat 4) Gunakan produk berbahan petroliun 5) Gunakan produk ringan hipoalergik pada kulit sensitive



Edukasi: 1) Mennganjurkan menggunakan pelembab seperti lotion 2) Anjurkan minum air yang cukup 3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur 5) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya. c. Defisit pengetahuan bd kurang terpapar informasi tentang kesehatan masa post partum Tindakan: 1) Inspeksi insisi atau robekan perineum 2) Vasilitasi dalam membersihkan perineum 3) Pertahankan perineum tetap kering 4) Berikan posisi nyaman 5) Berikan kompres es jika perlu 6) Bersihkan area perineum secara teratur 7) Bersihkan pembalut yang menyerap cairan Edukasi: 1) Ajarkan pasien dan keluarga mengobservasi tanda-tanda abnormal pada perineum misalnya infeksi, kemerahan, pengeluaran cairan yang abnormal. Kolaborasi pemberian antiinflamasi jika perlu. 4. Implementasi keperawatan Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-



faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. 5. Evaluasi Keperawatan Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien. Format evaluasi menggunakan : S: Data



subjektif,



yaitu



data



yang



diutarakan



klien



dan



pandangannya terhadap data tersebut O: Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat,



termasuk



tanda-tanda



klinik



dan



fakta



yang



berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan). A: Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan objektif. P: Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan dating untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal. (Hutaen, 2010). Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan meliputi : a. Masalah teratasi, jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. b. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.



c. Masalah tidak teratasi, jika klienn tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil



yang



telah



ditetapkan



dan



masalah/diagnosa keperawatan baru.



atau



bahkan



timbul



DAFTAR PUSTAKA Asrinah. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Baety, Aprilia Nurul. (2011). Biologi Reproduksi; Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Bulechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). NIC Edisi Kelima. United Kingdom: Elsevier. Criper, F. D. (2011). Konsep Nyeri pada Persalinan. Jakarta: EGC. Damailia, H.T. & Murdiyanto. (2016). Kesehatan Masyarakat dalam Pelayanan Kebidanan. Yogyakarta : Transmedika. Dewi, V.N.L & Sunarsih, T. (2011). Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Jakarta : Salemba Medika. Dongoes. (2001). Asuhan Keperwatan Doengoes Edisi 3. Jakarta: EGC. Handayani, Esti. (2016). Asuhan Holistik Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Transmedika. Hutaen, S. (2010). Konsep dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:Trans Info. Indriyani, Diyan, dkk. (2016). Edukasi Postnatal; dengan Pendekatan Family Centered Maternity Care (FCMC). Yogyakarta : Transmedika.



Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). NOC. United Kingdom: Elsevier. NANDA. (2015). Diagnosa Nanda. Jakarta: EGC. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI Prawitasari, Eka, dkk. (2016). Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. e-Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. Priyoto. (2015). Perubahan dalam Perilaku Kesehatan; Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu. Setyorini,



Retno



Heru.



(2013).



Belajar



Tentang



Persalinan.



Yogyakarta : Graha Ilmu. Tulas, V.D.P. (2017). Hubungan Perawatan Luka Perineum dengan Perilaku Personal Hygiene ibu postpartum di rumah sakit pancaran kasih GMIM Manado. e-Journal Keperawatan (eKp) Volume 5 Nomor 1. Vindora, Madesti, dkk. (2014).Perbandingan Efektivitas Tehnik Distraksi dan Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi di RSUD Menggala tahun 2013. e-Journal Kesehatan Holistic Volume 8 Nomor 3, Juli 2014.



Wagiyo & Putrono. (2016). Asuhan keperawatan antenatal, intranatal dan bayi baru lahir fisiologis dan patologis. Yogyakarta : Andi. WHO. (2014). Dunia Kesehatan Kedokteran dan Epidemilogi. (S. Aryani, & S. Lazuardi, Penyunt) Jurnal Kesehatan Dunia, 32.