Konsep Influence, Power, Empowerment Dan Politik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN BUDAYA ORGANISASI (Konsep Influence, Power, Empowerment, dan Politik) Dosen Pengampu: KAMARUDIN. M. Pd



Di Susun Oleh: 1. M. Makoman Abdul Aziz 2. Mirna Wati 3. Lalu. Iqbal Rangga Jati 4. Ahmad Abdul Gazali 5. Rahul Ihsan Arrafi



MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH PALAPA NUSANTARA LOMBOK NTB TA. 2022/2023



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah mengaruniakan taufik serta hidayahnya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu. Yang kedua, tak lupa pula kami haturkan sholawat serta salam kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW. Bersama para sahabat, keluarga, dan para pengikutnya, karna berkat ketulusan dan kesabaran beliau, dan para sahabatnya, akhlak dan budi pekerti beliau dalam menyebarkan agama Islam ini kita semua dapat menyandang gelar muslim, umat Muhammad SAW. Yang ketiga, ucapan terimakasi saya tunjukkan kepada bapak Kamarudin. M. Pd yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk anggota kelompok yang telah berpartisifasi dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini bisa selesai tepat waktu. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam segala hal sesuatu pasti memiliki kekurangan, pada hususnya makalah yang saya buat. Sehingga kritik dan saran sangat saya harapkan demi penyempurna makalah ini untuk waktu yang akan datang.



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2 DAFTAR ISI........................................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4 A.



Latar Belakang........................................................................................................................4



BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................6 A.



Konsep Influence (Pengaruh).................................................................................................6



B.



Power (Kekuatan/Kekuasaan)................................................................................................7



C.



Empowerment (Pemberdayaan).............................................................................................9



D.



Politik......................................................................................................................................12



BAB III PENUTUP...........................................................................................................................15 A.



KESIMPULAN......................................................................................................................15



DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................17



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Oraganisasi juga memiliki arti “organon” dan istilah latin “organum”yang berarti alat, bagian anggota, atau badan yang berasal dari bahasa Ynani. Oragan atau tubuh terdiri atas berbagai unsur yang tugas dan fungsinya berbeda-beda, tetapi saling berhubungan, menunjang dan diarahkan kepada tujuan yang sama. Misalnya, berjalan dengan kaki, tetapi keadaan tangan ikut bergerak menurut hukumnya yang teratur. Jika kaki kanan melangkah kedepan, tangan kanan tidak ikut bergerak kedepan. Oleh karena itu, irama dan seni berjalan manusa tidak seperti robot.1 Setiap pemimpin harus mampu memastikan bahwa semua orang yang ada di bawahnya akan memberikan kontribusi yang terbaik bagi organisasi. Untuk itu, pemimpin harus mempunyai dua alat yaitu Kekuasaan (Power) dan Pengaruh (Influence). Akan tetapi keduanya memiliki kekuatan dan efek yang berbeda. Dan keduanya dapat digunakan oleh setiap pemimpin. Didalam sebuah organisasi atau perusahaanm seorang pemimpin yang tak bisa memberikan pengaruh apapun, sudah pasti akan diacuhkan oleh para bawahan atau karyawan, tentu saja hal itu akan berimbas buruk pada perusahaan atau organisasi. Begitupun dengan konsep empowerment (pemberdayaan), dalam organisasi masih ada pimpinan yang mengambil keputusan tanpa melibatkan bawahannya seperti tidak diberikan kebebasan dalam pembuatan, pengaturan jadwal dan prosedur, serta tugas dalam memcahkan masalah sehari-hari seperti yang tercermin dalam prakter manajemen lama. Konsep ini merupakan tantangan akan prakter manajemen sebelumnya, dimana seorang pemimpin dalam organisasi memiliki lebih banyak peran dalam proses pengambilan keputusan. Esensi dari empower sendiri sebenarnya membentuk suatu “keinginan” mental positif dalam praktek manajemen. Fokusnya yaitu sebagai pemberi semangat, bukan sebagai pengontrol, melainkan sebagai penyeimbang dalam pencapaian tujuan individu dan organisasi (Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt & Osborn, 2001).2



1 2



Laswell dan Kaplan, power and society, hlm. 76. Dr.Hikmat, Manajemen Pendidikan,hlm. 166



4



Kekuasaan dan politik merupakan anak kembar yang identik yang tidak bisa dipisahkan didalam manajemen, karna dirasa tidak berguna jika salah satunya tidak ada.para manajer dituntut harus mempelajari segi-segi pokok dalam kekuasaan dan politik, jika mereka ingin berhasil dan terus hidup. Mereka diharuskan belajar tentang garis-garis kekuasaan, menggunakan teknik-teknik poitik dan menggunakan kekuasaan dan teknik politik secara efektif dalam karier mereka. Kebanyakan masyarakat sering memaknai politik dengan konotasi negatif dan kotor. Manusia adalah makhluk sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain. Proses interaksi memenuhi kebutuhan manusia



danmembentuk



kelompok-kelompok,



komunitas



serta



akan



selalu



dihadapkan pada unsur kekuasaan dan pengaruh. Yang dimana kedua hal tersebut merupakan unsur utama dalam dunia politik. Untuk memenuhi kepentingan mereka (meraih tujuan dan cita-cita), setiap manusia mau tidak mau harus menggunakan politik (kekuasaan dan pengaruh) sebagai media interaksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya.dengan demikian, politik merupakan kenyataan hidup yang harus dijalni dan dihadapi oleh setiap orang selama mereka berinteraksi secara sosial. Oragnisasi sebagai salah satu entitas sosial tidak akan terlepas dari politik. Setiap orang yang berada didalam organisasi akan menggunakan Organisasi sebagai salah satu entitas sosial juga tidak terlepas dari politik. Setiap anggota atau individu didalam organisasi akan menggunakan taktik dan strategi masing-masing dalam merebutkan sumber daya yang terbatas, baik menyangkut distribusi insformasi, kekuasaan, karir, maupun penghargaan lainnya. Organisasi kesehatan seperti halnya rumah sakit juga tidak terlepas dari kegiatan politik. Strauss dalam penelitiannya di institusi rumah sakit mengidentifikasi pola interaksi antar aktor di rumah sakit (dokter, perawat dan staf administrasi) sebagai ëketeraturan hasil negosiasií (negotiated order).



5



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Influence (Pengaruh) Influence (pengaruh) merupakan usaha, kemampuan mempengaruhi orang lain untuk menunjukka perilaku yang diinginkannya, baik berupa sikap, perilaku maupun gaya hidup. Influence merupakan hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (leadership skill). Menurut Simon Sinek adalah bagaimana anda mampu mempengaruhi hati seseorang, bukan hanya sekedar cara berpikirnya. Dengan kata lain, konsep influence sebenarnya sangat di perlukan hampir disemua bidang kehidupan, termasuk bidang oraganisasi dan pekerjaan. Secara praktik leadership, pemimpin dituntut menjadi seseorang yang mampu menginfluence bukan hanya secara fisik akan tetapi juga secara emosional. Tentu saja hal tersebut bisa dikembangkan dengan meningkatkan skill influence yang dimiliki. Influence organisasi terdiri dari cara bagaimana seorang pemimpin menyesuaikan prilaku mereka untuk memenuhi tuntutan lingkungan organisasi. Ini mengambil banyak bentuk dan dapat dilihat dalam konformitasi, sosialisasi, dan kepemimpinan mereka. Pada umumnya masyarakat berpendapat bahwa kekuasaan dapat melakukan sanksi dan pengaruh. Kebanyakan ilmuan atau sarjana, termasuk Floyd Hunter (1953) dalam karyanya yang berjudul Community Power Structure memiliki pendapat bahwa,



”Pengertian



pokoknya



merupakan



Kekuasaan,



sedangkan



pengaruh



merupakan bentuk khuususnya.”3 Begitu juga dengan pendapat Carl Friedrich (1976) dalam bukunya, An Introduction to Political Theory.4 Namun Laswell dan Kaplan memiliki pendapat yang berbeda, dan beranggapan bahwa pengaruh sebagai konsep pokok, dan bentuk khas dari pengaruh merupakan kekuasaan. Yang dirumuskan sebagai berikut : Kekuasaan untuk memengaruhi kebijakan-kebijakan orang lain melalui sanksi yang sangat berat (yang benar-benar akan dilaksanakan atau yang berupa ancaman sanksi) itulah yang membedakan kekuasaan dari pengaruh pada umumnya. 3 4



Floyd Hunter, Community Power Structure (University of Notrh Carolina Press, 1953), hlm 164. Carl Friedrich, An Introduction to Political Theory (New York Harper  and Row, 1967), hlm 124.



6



Kekuasaan merupakan kasus khusus dari penyelenggaraan pengaruh; ia merupakan proses ancaman, jika mereka tidak mematuhi kebijakan-kebijakan yang  dimaksud.5 Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang, jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.6 Pengaruh biasanya bukan merupakan faktor penentu perilaku seseorang, dan sering bersaing dengan adanya faktor lain. Akan tetapi sekalipun pengaruh sering dikatakan kurang efektif dibandingkan dengan kekuasaan (power), terkadang pengaruh (influence) mengandung unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering kali dirasa cukup berhasil. B. Power (Kekuatan/Kekuasaan) Menurut Achmad (2000). Power di identifikasi sebagai kemampuan seseorang atau bagian oragnisasi dalam mempengaruhi orang lain (agar menjalankan perintah atau melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak mereka inginkan) untuk mencapai tujuan, sesuai dengan keinginan pemilik power. Power adalah kemampuan memerintah orang lain untuk melakukan apa yang kita ingin untuk mereka lakukan. Power (kekuatan) berbeda dengan pengaruh (influence). Pengaruh adalah respon yang berupa tindakan atas penggunaan power. Begitu juga dengan kepemimpinan dan kekuasaan memiliki perbedaan yakni terkait dengan kesesuaian tujuan. Kepemimpinan mensyaratkan tentang keserasian antara tujuan pemimpin dengan orang yang dipimpin, sedangkan kekuasaan justru berbalik, yaitu tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan melainkan hanya ketergantungan. Keduanya memiliki perbedaan yang berkaitan dengan arah pengaruh. Yaitu kepemimpinan hanya berfokus kebawah kepada para pengikut (orang yang dipimpin) dan meminimalkan pola-pola pengaruh keamping dan keatas kekuasaan tidak demikian. Kekuasaan juga memiliki defini lain yaitu kapasitas seseorang, tim, atau organisasi untuk memengaruhi yang lain. Kekuasaan tidak memiliki konsep mengubah perilaku seseorang, melainkan memiliki potensi untuk mengubah seseorang ( Mc. Shane & Von Glnow, 2010: 300). Penjelasan lebih jauh, kedua ahli 5



Laswell dan Kaplan, power and society, hlm. 76.



6



Norman Barry, An Introduction to Modern Theory, hlm.99.



7



tersebut memberikan penjelasan bahwa kekuasaan mensyaratkan kebergantungan. Dengan arti, pihak lain menganggap pihak yang berkuasa memiliki hal yang dianggap penting dan tidak dimiliki oleh pihak manapun. Sehingga pihak lain meranggapan bahwa pihak mereka berada dibawah kendali pihak yang mereka anggap memiliki kekuasaan.7 Pendekatan kekuasaan terpengaruh banyak oleh ilmu sosiologi, yang lebih luas ruang lingkup dan mencakup gejala-gejala social seperti serikat buruh, dan organisasi maupun kelompok yang berada didalam masyarakat. Pendekatan ini dirasa lebih dinamis dari pada pendekatan institusional karna lebih memerhatikan proses. Sehingga kebanyakan dari para sarjana ilmu politik berpangkal tolak dari pengaruh ilmu sosiologi terutama dari perumusan Max Weber di dalam bukunya Wirtschaft und Gessellshaft (1992) : Kekuasaan adalah kemampuan dalam, untuk suatu hubungan social, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini.8 Kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama.9 Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilibatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.10 Seseorang yang dapat mengontrol perilaku orang lain dapat dikatakan memiliki kekuasaan terhadap orang lain tersebut. Kekuasaan merupakan hubungan nonresiprokal antara dua orang atau lebih.



Nonresiprokal didalam konteks ini



diartikan sebagai ketidak seimbangan kuasa yang dimiliki individu yang satu dengan yang lain. Dalam artian, kedua pihak yang mempunyai hubungan nonresiprokal kemungkinan tidak mempunyai kekuasaan yang sama didalam satu wilayah atau wilayah yang sama (Brown dan Gilman, 2003: 158). 7



Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society ( New Haven: Yale University Press, 1950), hlm. 74. 8 Max Weber, Wirtschaft und Gesselschaft (Tubingen, Mohr, 1992) 9



Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society ( New Haven: Yale University Press, 1950), hlm. 74. 10 Barbara Goodwin, Using Political Ideas, ed. Ke-4 (West Sussex, Engkand: Barbara Goodwin, 2003), hlm. 307.



8



Dalam leadership, power diidentifikasikan dengan kekuatan, dan kekuasaan. Power dikatakan sebagai sarana kepemimpinan dalam rangka mencapai tujuan dari oragnisasi. Power merupakan alat menjalankan pengaruh (influence). Power juga merupakan kemampuan (ability) untuk menjadikan orang lain mau melaksanakan sesuatu. Secara



umum



power



dibagi



menjadi



dua



jenis



yaitu formal



power dan personal power.  1. Formal Power a. Coercive Power (Kekuasaan Koersif) Kekuasaan koersif adalah ketika orang lain takluk terhadap pemimpinnya karena ketakutan terhadap sesuatu tertentu, termasuk didalamnya berupa ancaman senjata tajam, pistol, teror, massa dan lain sebagainya. Selama orang tersebut memiliki kemampuan untuk menakut-nakuti orang lain dengan kekuatan tersebut, maka bisa dikatakan bahwa dia memiliki kekuasaan koersif yang kuat. b. Reaward Power Reaward power adalah orang yang memberikan gaji atau upah bulanan kepada karyawan, sehingga memberikan dampak takut dan rasa segan terhadap karyawan. c. Legitimate Power Legitimate Power adalah seseorang yang diberikan otoritas untuk mengendalikan sumber daya dari perusahaan maupun organisasi. d. Information Power Information Power adalah orang yang memiliki kemampuan mengakses dan kontrol terhadap informasi. 2. Personal Power a. Expert power adalah kemampuan mengontrol tindakan orang lain karena kepemilikan pengetahuan, pengalaman, atau keputusan yang tidak dimiliki orang lain padahal kemampuan itu dibutuhkan. b. Referent power adalah kemampuan mengkontrol tindakan orang lain karena keinginan individu sendiri untuk patuh. Personal power bisa dipakai oleh seorang manajer untuk memperluas powernya sampai di luar batas power yang diperolehnya dari posisi sebagai sebagai manajer. 9



C. Empowerment (Pemberdayaan) Empowerment adalah proses melalui para manajer membantu pihak lain mendapatkan dan menggunakan power yang diperlukan untuk membuat keputusan yang mempengaruhi mereka sendiri dan kerja mereka. Panduan penting dalam mengimplelementasikan empowerment (pemberi kuasa) diantaranya, Pedelegasian otoritas secara jelas, perencanaan yang terintegrasi, dan keterlibatan manajemen senior. Tetapi kunci sukses dari empowerment terletak pada pendefinisian kembali terhadap power, hal itu bertujuan agar setiap orang bisa meraihnya. Istilah Empowerment sebenarnya sudah lama digunakan oleh dunia organisasi. Empowerment sendiri dalam kamus bahasa Inggris memiliki arti (Pemberdayaan), sedangkan didalam kamus Oxford English, Empower sebagai kata kerja memiliki arti enable (pemberian kesempatan) Menurut Wood dkk (2001) mendefinisikan Empowerment sebagai proses dimana seorang pemimpin berusaha membantu atau meberikan arahan kepada bawahan untuk mendapatkan dan menggunakan power yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang mempengaruhi kondisi kerja dan keadaan diri bawahan. Dengan kata lain, ketika kondisi empowerment terbentuk, motivasi pada individu dengan sendirinya juga ikut terbentuk. Motivasi tersebut tidak hanya akan membangun produktivitas yang baik, akan tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang efisien dan kondusif. Namun demikian, kajian manajemen cendrung lebih menggunakan istilah empowerment untuk menjelaskan konsep pendelegasian dari pada pemberi kesempatan. Empowerment sendiri lebih menekankan pada kepercayaan (trust), dengan asumsi bahwa nilai-nilai yang dianut oleh pegawai sejalan dengan tujuan dan kebutuhan organisasi, Robbins (2003) juga menambahkan, bahwa secara khusus empowerment berusaha untuk menjadikan pegawai bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan, sehingga pimpinan harus belajar untuk menanggalkan kontrol. Disisi lain, para pegawai juga belajar bertanggung jawab atas pekerjaannya sekaligus berusaha untuk membuat keputusan yang tepat. Shardlow (1998) pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.11



11



Pengertian Empowerment .Makassar.lan.go.id



10



Dari beberapa uraian pendapat beserta opini diatas, dapat didevinisikan secara singkat bahwa empowerment adalah suatu usaha untuk meningkatkan motivasi (selfefficacy), kekuatan, pengaruh kepada masing-masing individu dan umumnya kepada bawahan dalam organisasi maupun perusahaan dengan mengidentifikasi kondisikondisi yang dapat menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, dan mengeliminasi perasaan tersebut melalui peraktik organisasi formal dan menyediakan informasi yang dapat meningkatkan efikasi karyawan. Pada saat karyawan atau bawahan mengalami perasaan tidak mampu atau tidak berdaya, kebutuhan akan empowerment menjadi sangat penting. Untuk itu, dengan mengidentifikasi kondisi-kondisi dalam organisasi yang memiliki pengaruh dalam meningkatkan perasaan tersebut, seperti kurangnya sistem informasi, menurunnya pemberian penghargaan, melemahnya tingkat partisifasi karyawan, meningkatnya kediktatorat, menjadi sangat penting. Namun demikian, tidak mudah untuk menghilangkan faktor eksternal dan tidak dirasa cukup bagi bawahan atau karyawan untuk diberdayakan kecuali informasi yang meningkatkan motivasi (selfefficacy) telah dipersiapkan. Menurut Wood dkk (2001), empowerment memiliki 4 langkah dalam melakukan perosesnya.12 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan melemahnya motivasi individu yaitu: a. Faktor-faktor desain pekerejaan, misalnya aturan yang kurang jelas, tujuan yang kurang realistis, kurangnya minat partisipasi dan menurunnya pencapaian kerja. b. Faktor organisasi, misalnya kekurangan sistem informasi dan iklim birokrasi yang tidak menunjang. c. Bentuk reawerd, misalnya kurang memberikan pernghargaan kepada karyawan, dan hanya menekankan pada kegagalan. d. Gaya kepemimpinan atasan, sering kali gaya kepemimpinan menjadi faktor utama keluhan karyawan, misalnya gaya kepemimpinan yang otoriter. 2. Menerapkan strategi manajemen dan teknis untuk mengurangi pengaruh negatif yang terjadi pada langkah pertama dengan cara sebagai berikut: a. Menanamkan kebijakan pelayanan: b. Motivasi penguasaan kerja 12



Redhaaalfian. Power-Athority-Influence-.blogspot.com



11



c. Menciptakan kebebasan untuk bertindak d. Menyiapkan dukungan emosional e. Menyiapkan masukan yang tepat f. Mendistribusikan power (Share power) g. Mendemonstrasikan keterampilan mendengar aktif h. Belajar bagaimana mengembangkan pegawai i. Mendukung berbagai pendekatan dan metode yang berbeda untuk mencapai standar yang telah ditetapkan organissi, dan menghargai usaha-usaha tersebut j. Mengembangkan keterampilan manajemen partisipasi k. Memberikan modeling l. Menciptakan job enrichment 3. Menyediakan informasi-informasi tentang efikasi kepada pegawai. Didalam tahap ini, selain bertujuan untuk memodifikasi perilaku karyawan juga dapat meningkatkan motivasi individu (self-efficacy). Ada empat pendekatan didalam tahap ini yang dapat digunakan, yaitu: a. Membuat struktur pelatihan dan pembelajaran organisasi untuk membangun kompetensi sehingga karyawan memperoleh keterampilan baru. b. Modelling yakni menciptakan kondisi yang kondusif agar karyawan dapat mengobservasi karyawan lain yang melakukan pekerjaannya dengan sukses. c. Pemberian semangat dan persuasi, melalui verbal feedback dan teknik persuasi lainnya guna memotivasi dan menguatkan keberhasilan kerja. d. Pemberian dukungan emosional kepada pegawai dan meminimalkan tingkat gangguan seperti kecemasan, stres dan ketakutan ketika melakukan kesalahan. Karna kesalahan seharusnya dilihat sebagai bagian dari proses belajar. 4. Menciptakan mental “can-do” dan memberdayakan pengalaman untuk karyawan. Seperti teori expectancy, bahwa bawahan akan mengerti dan melakukan usaha-usaha peningkatan kerja karna kondisi dan harapan yang diinginkan oleh bawahan dipenuhi oleh pimpinannya. Dengan kata lain, jika tahap ke 2 dan 3 berjalan dengan sukses, maka bawahan akan meningkatkan performasi kinerjanya. Menurut Wood dkk (2001) berpendapat bahwa bawahan akan mempertahankan dan melakukan performasi kerja yang tinggi jika apa yang mereka harapkan sesuai dengan yang mereka dapatkan. 12



D. Politik



Politik adalah penggunaan segala tindakan yang tidak resmi dan dilakukan



untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan seseorang. Politik didefinisikan sebagai setiap pola hubungan yang kokoh antar manusia dan melibatkan secara cukup jelas kendali, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan. Pada prinsipnya politik diartikan sebagai suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan. Dengan menggunakan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun bisa juga terjadi pada organisasi formal, klub-klub pribadi, badan usaha, organisasi keagamaan, marga dan bahkan pada unit keluarga. Dan dapat disimpulkan bahwa pusat analisis politik adalah kekuasaan dan pengaruh. Didalam kelompok sosial, termasuk organisasi, manusia yang satu dengan yang lainnya selalu terlibat interaksi. Setiap anggota organisasi akan membawa persepsi, tujuan, minat, dan kepentingan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, proses pengaruh dan mempengaruhi didalam kehidupan organisasi merupakan hal yang wajar. Dengan kata lain adalah politik merupakan suatu kenyataan sosial yang harus dihadapi oleh anggota organisasi, tidak terkecuali seorang menejer. Seperti yang guru saya pernah katakan, suka maupun tidak seseorang terhadap politik, tetap tidak akan bisa dihindari. Pembahasan tentang politik organisasi dirasa kurang lengkap tanpa melibatkan etika berpolitik didalam organisasi. Pertimbangan etis merupakan kriteria pengontrol dalam perilaku politik untuk mempengaruhi orang lain. Etik merupakan standar moral menurut norma masyarakat apakah suatu perilaku tersebut baik atau buruk.13 Ada dua perilaku dalam dunia politik, yaitu politik yang etis dan perilaku politik yang tidak etis. Perilaku politik yang etis merupakan perilaku yang memiliki manfaat bagi individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik yang tidak etis merupakan perilaku yang memiliki manfaat untuk individu akan tetapi melukai atau merugikan organisasi.14 Ada setidaknya tiga kriteria yang terdapat untuk menilai apakah cara seseorang bertindak termasuk etis atau tidak yaitu melalui prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. 15 1. Prinsip utilitarianisme 13



Degeling, P. Management of Organization, University of New South Wales, Sydney, 1997



14



Degeling, P. Management of Organization, University of New South Wales, Sydney, 1997 Irwin. Power, Politics and Ethics, The McGraw Hill Companies, New York, 2002.



15



13



Prinsip utilitarisme mengajarkan bahwa pengambilan keputusan harus menghasilkan manfaat terbesar untuk jumlah yang besar. Dengan kata lain, pengambilan keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan produktivitas organisasi, bukan untuk keuntungan sepihak. Pandangan tersebut menekankan pada kinerja kelompok (kinerja organisasi). 2. Prinsip hak Prinsip ini lebih menekankan bahwa setiap orang atau individu memiliki kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan pendapat, sebagaimana yang diatur dalam HAM (Hak Asasi Manusia). 3. Prinsip Keadilan Prinsip ini menekankan seseorang atau individu untuk memberlakukan aturanaturan secara adil dan tidak memihak seblah sehingga terdapat distribusi biaya dan manfaat yang pantas. Prinsip keadilaní mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturanaturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.16 Dari ketiga keriteria diatas tampak bahwa penilaian etis atau tidak etis tersebut sifatnya bersaing (trade-off), satu kriteria akan melemahkan atau meniadakan kriteria yang lainnya. Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan tingkat produktivitas organisasi, perusahaan memecat 15% karyawan yang kurang produktif. Dalam pandangan prinsip utilitarianisme, keputusan tersebut bermanfaat jumlah terbanyak, akan tetapi boleh jadi mengabaikan hak-hak individu yaitu hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan) dan rasa keadilan yaitu (adanya perlakukan diskriminatif sehingga adanya pemecatan sebagian kecil karyawan). Dalam melakukan tindakan politik, siapapun dalangnya (bisa pemimpin, manajer atau bahkan staf) harus mengetahu, memahami dan berpedoman pada kriteria etis diatas.



16



Ibid. Hal. 13



14



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pada umumnya masyarakat berpendapat bahwa kekuasaan dapat mengadakan sanksi dan pengaruh. Pengaruh biasanya bukan merupakan salah satunya factor yang menentukan perilaku seseorang, dan sering bersaing dengan factor lain. Akan tetapi sekalipun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan dengan kekuasaan, ia kadangkadang mengandung unsur psikologis dan menyentuh hati, dank arena itu sering kali cukup berhasil. Power sendiri berasal dari bahasa inggris yang berarti kekuatan,dan dalam ilmu politik Power bisa dikatakan sebagai kekuasaan. Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang



berasal



dari bahasa



Yunani Politeia (berarti



kiat



memimpin kota (polis). Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku. power adalah level dimana seorang manajer dapat menggunakan rewards yang bersifat ekstrinsik dan intrinsik untuk mengkontrol orang lain. Sebagai conto h, seorang manaje r mempunyai uang, k ke kuasaan atas bawahan dengan memiliki otoritas dalam kesem patan promosi jabatan dan reward ‐reward lainnya. Sedangkan utnuk empowerment sendiri memiliki arti pemberdayaan, dalam arti umumnya yaitu proses melalui mana para manajer membantu pihak lain mendapatkan dan menggunakan power yang diperlukan untuk membuat keputusan yang mempengaruhi mereka secara pribadi maupun kinerja mereka. Tetapi kunci suksesnya terletak pada pendefinisian kembali terhadap power agar setiap orang bisa meraihnya. Empowerment dapat dianggap sebagai prosedur keputusan yang terdiri atas beberapa tahap. Empowerment melibatkan tugas tanggungjawab terhadap bawahan. Kesuksesan empowerment sebagai alat produktivitas banyak bergantung pada bagaimana menjalankannya. Sehubungan dengan empowerment, pegawai perlu dilatih (coaching) agar dapat belajar mengembangkan power dan mengembangkan 15



potensi (self-efficacy) yang ada pada dirinya. Dalam hal ini, dukungan khusus diperlukan buat pegawai agar lebih nyaman dalam mengembangkan power. Walaupun terdapat beberapa hambatan atau batasan dalam empowerment, namun seorang atasan hendaknya tetap sensitive dan peduli akan keadaan organisasi khususnya bawahannya sebab aksi negatif akan muncul sebagai bentuk protes jika bawahan merasa tidak puas. Politik didalam organisasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu dalam organisasi untuk memperjuangkan kepentingan baik secara individu maupun untuk organisasi atau perusahaan. Menurut Mc Shane & Van Glnow (2010: 315-316) politik organisasi terkait erat dengan taktik organisasi. Menurut kedua pakar ini, politik organisasi adalah prilaku yang dianggap oleh orang lain sebagai taktik yang menguntungkan diri sendiri dengan mengatasnamakan organisasi. Taktik tersebut sering kali bertentangan dengan kepentingan organisasi.



16



DAFTAR PUSTAKA Dahl, R., Analisis Politik Modern (Terjemahan), Bumi Aksara, Jakarta, 1994. Morgan, G. Images of Organization, Sage Publications, London, 1996. Bolman, L.G & Deal, T.E. Reframing Organizations: Artistry, Choice, and Leadership, Jossey-Bash Publishers, San Francisco, 1991. https://Pengertian Empowerment .Makassar.lan.go.id http://Power,Authority,Influence. redhaaalfian.blogspot.com Robert Bierstedt, “An Analysis of Social Power,” American Sociological Review, volume 15 (December 1950), hlm. 732. Floyd Hunter, Community Power Structure (University of Notrh Carolina Press, 1953), hlm 164. Carl Friedrich, An Introduction to Political Theory (New York Harper  and Row, 1967), hlm 124. Laswell dan Kaplan, power and society, hlm. 76. Norman Barry, An Introduction to Modern Theory, hlm.99. Robert A. Dahl, Ibid., hlm 15. Max Weber, Wirtschaft und Gesselschaft (Tubingen, Mohr, 1992) Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society ( New Haven: Yale University Press, 1950), hlm. 74. Barbara Goodwin, Using Political Ideas, ed. Ke-4 (West Sussex, Engkand: Barbara Goodwin, 2003), hlm. 307. Jack H. Nagel, The Descriptive Analysis of Power (New Haven: Yale University Press, 1975), hlm.16. Dahl, R., Analisis Politik Modern (Terjemahan), Bumi Aksara, Jakarta, 1994. Morgan, G. Images of Organization, Sage Publications, London, 1996. 17



18