Konsep Khilafah Islamiyah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Konsep Khilafah Islamiyah Khilafah berasal dari sebuah kata bahasa Arab, yaitu kholafa yakhlufu, yang artinya 'menggantikan'. Kata ini disebutkan Allah dalam surat Al Baqarah ayat 30. Allah menjadikan di atas bumi ini, khalifah. Khalifah - pengganti. Khilafah - penggantian. Manusia yang dimaksudkan Allah sebagai khalifah di muka bumi ini : menjadi pengganti makhluk yang menguasai bumi sebelum manusia. Seperti jin, yang pernah menguasai bumi. Secara istilah, maknanya menyempit; jika dalam bahasa pengganti secara umum, namun secara istilah : orang yang menggantikan pemimpin sebelumnya. Setiap pemimpin yang datang menggantikan pemimpin sebelumnya disebut Khalifah. Sebagaimana Abu bakar yang menggantikan fungsi Rasul sebagai kepala negara, dan agama; ia disebut khalifah rasulullah. Selanjutnya, sebenarnya disebut khalifah abu bakar, khalifah umar. Namun karena tidak efisien penyebutannya, umat mengusulkan penggantian nama khalifah itu menjadi amirul mukminin, dengan tetap melaksanakan fungsi khalifah itu. Khalifah itu orangnya. Khilafah itu sistemnya. Khilafah didefinisikan sistem pemerintahan dalam syariat Islam, yang terbangun di atas kepemimpinan seorang muslim atas suatu negara, dan ia memerintah dengan syariat Islam. Ini merupakan makna secara umum. Dahulu pemimpin setiap negara disebut sebagai khalifah/amir. Namun ada definisi khusus Khilafah kenabian, yang berlangsung 30 tahun saja. Setelah itu berubah menjadi sistem kerajaan, dan seterusnya. Abu bakar memerintah 2 tahun 4 bulan, Umar selama 10 tahun, Utsman 12 tahun, Ali 5 tahun, Hasan bin Ali 7 bulan. Saat Hasan turun, beliau berhasil mendamaikan 2 kelompok besar umat Islam yang bertikai. Lalu MENGAPA kita membahas Khilafah? Masih tetap penting. Karena dalam Islam, khalifah ini mempunyai arti umum, imamah/imarah yang merupakan hal disyariatkan dalam agama islam; baik saat umat Islam belum terpecah menjadi negara-negara, maupun setelah umat islam terpecah, harus ada pemimpin atas mereka. Maka ulama berijma bahwa imarah harus dimiliki oleh umat Islam. Paling tidak ada 3 alasan : 1. Bersegeranya dipilih pemimpin pengganti setelah Rasul wafat, bahkan sebelum jenazah Rasul dimakamkan. Akan sangat kacau situasi kaum muslimin jika tidak segera dipilih pemimpin 2. Berbagai dalil dari quran dan hadits tentang urusan umat islam yang dipimpin oleh Amr. Misal, ayat quran perintah mentaati Allah, mentaati Rasul, dan pemimpin. 3. Syariat Islam yang wajib ditegakkan tidak akan bisa tegak kecuali ada pemimpin yang mengontrol tegaknya syariat Islam. Jangan salah, syariat Islam bukan hanya potong tangan/cambuk/rajam; yang paling utama adalah penegakan TAUHID kepada Allah. Allah berfirman, "Dan telah kami utus para rasul kami dengan bukti bukti, dan kami turunkan bersama mereka kitab dan timbangan, agar orang-orang mau berlaku adil. Dan kami turunkan besi, di situ ada kekuatan besar dan berbagai manfaat bagi manusia" Pemerintahan Islam tidak cukup mengirim para dai, melainkan harus juga mempunyai sistem hukum yang jelas. Siapa yang tidak bisa diluruskan dengan buku/kitab/hadits/ceramah, maka ia harus diluruskan dengan pasukan tempur. Maka inilah, khilafah harus ada. Agama tidak bisa lurus kecuali dengan para pemimpin itu, meskipun mereka dzalim dan tidak amanah. Kebaikan yang terjadi meskipun mereka dzalim lebih baik daripada tidak ada pemimpin. Enam puluh tahun bersama pemimpin yang dzalim lebih baik daripada semalam tanpa pemimpin. Intinya, para ulama sepakat bahwa khilafah dan umarah adalah satu yang disyariatkan. Metode memilih pemimpin dalam islam : 1. sistem bai'at, sekelompok orang menunjuk pemimpin, lalu membaiatnya. Contoh : Abu bakar. 2. istikhlaf. penunjukan dari pemimpin yang lama untuk pemimpin yang baru. Contoh yang dilakukan Abu Bakar dengan memilih Umar bin khattab sepeninggal beliau 3. menyerahkan urusan pemilihan pemimpin kepada majelis syuro. Contoh yang dilakukan Umar bin khattab saat memilih khalifah pengganti, yaitu mengumpulkan 6 sahabat dari sekian sahabat yang mendapat kabar jaminan surga Ada 1 lagi cara pemiilihan, yang tidak syar'i. Namun, tatkala pemimpin sudah terpilih melalui cara tersebut, tetap wajib ditaati sebagai pemimpin. Cara apa itu? KUDETA. Kudeta itu dilarang dalam agama



kita, jika dilakukan kepada pemimpin muslim, meskipun pemimpin itu dzolim. Tetapi jika sudah terjadi kudeta, lalu muncul pemimpin yg memiliki kedaulatan nan diakui, harus ditaati. Intinya : cara apapun, syari atau tidak, selama telah terpilih pemimpin; WAJIB ditaati, selama perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah. JIkalau ada yang bertentangan pun, kita tetap harus patuh secara umum, dan TIDAK BOLEH MEMBERONTAK. Sungguh, telah begitu rinci dijelaskan aturan-aturan kepemimpinan ini. Sayangnya, umat Islam tidak banyak yang mengikuti, malah membuat hal-hal yang baru nan tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan Nabi Muhammad. Ketaatan terhadap pemimpin, dihubungkan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Siapa yang taat kepada pemimpin, berarti ia taat pada Rasul. Namun, pemimpin adalah manusia biasa, yang juga mungkin salah. Kewajiban rakyat adalah memberi nasehat, menegur jika pemimpin salah. Islam telah menjelaskan adab menegur pemimpin ini, "Siapa yang ingin menasehati seornag pemimpin, hendaklah ia tidak melakukan terang-terangan, hendaklah secara sembunyi-sembunyi". Jika ia mengambil nasehat, maka itulah yang kita harapkan. Jika tidak berkenan, maka sungguh pemberi nasehat telah melaksanakan kewajibannya memberi nasehat itu. Ini nasehat ISLAM. Umat Islam hendaknya mendoakan pemimpin dengan kebaikan. "Sebaik-baik pemimpin adalah orang yang kalian cintai, dan mencintai kalian. Kalian mendoakannya dengan kebaikan, ia mendoakan kalian dengan kebaikan!" Jika ada orang yang berdoa kebaikan kepda pemimpin, maka insya Allah ia pengikut sunnah. Sedangkan, jika ada orang berdoa buruk kepada pemimpin, maka ia telah menyelisihi sunnah. Rasul mengatakan, bahwa akan ada pemimpin yang bertubuh manusia - hati setan. Rasul berwasiat dengan kondisi demikian, "Tetap taat pada pemimpin, meskipun punggungmu dipukul, hartamu diambil!", "Sabarlah sampai kalian bertemu denganku di telaga" - hadits rasulullah KAPAN KITA BISA SELAMAT DARI PEMIMPIN DZOLIM? Kita boleh kudeta jika terwujud 2 syarat : 1. pemimpin sudah kafir, dengan kekufuran yang jelas; telah ditegakkan hujjah padanya. 2. kita memiliki kekuatan, yang dengan kekuatan ini bisa dilakukan kudeta tanpa konyol (tanpa mengorbankan banyak korban, tanpa memunculkan kerusakan yang lebih besar), dan ini yang sering terjadi di banyak negara islam. Perintah taat dan patuh itu bukan hanya pada pemimpin yang adil saja, melainkan kepada pemimpin yang dzolim selagi ia masih muslim. Karena jika kita wajib taat hanya pada pemimpin adil saja, akan sangat banyak darah tertumpah. Sungguh, kemunculan pemimpin yang dzolim itu sudah ada dari dulu. Bahkan pemimpin dulu sangat amat lebih dzolim dibandingkan dengan pemimpin sekarang. Maka, kita ikutilah wasiat rasul tentang hal ini. Ini bukan merupakan bentuk penjilat kepada penguasa, melainkan bentuk pembelaan kepada rakyat yang lemah. Sungguh, yang seperti ini, biasanya yang akan menjadi korban adalah rakyat yang lemah. Tidak ada suatu kudeta, kecuali terdapat kerusakan dan keburukan yang lebih besar ketimbang apa yang ingin dihilangkan. Mesir, Yaman, Libia, Suriah; contoh-contoh yang bisa kita saksikan. Syarat ke-2 ini belum ada pada kondisi salah satu negara. Pemimpinnya waktu itu memang sudah jelas kafir. Namun, saat ingin menggulingkannya, umat Islam harus berpikir sekian kali, sudahkah memiliki kekuatan yang cukup yang tidak menimbulkan kerusakan lebih besar. Maka tidak bisa kita mencapai kejayaan/khilaf, kecuali menggunakan cara yang syar'i, cara nabawi. Tak perlu kita mencari-cari cara yang lain. Penyakit saat ini adalah cinta dunia, dan takut mati, sehingga Allah akan timpakan kehinaan sampai kembali pada ajaran agama Islam ini. Prioritas dakwah umat jika mau kembali kepada kejayaan adalah TAUHID. Demikian solusi yang disebutkan dalam Al Quran. Bukankah Nabi Muhammad tidak langsung menjadi pemimpin, melainkan mengawali semuanya dengan dakwah tauhid. Maka barangsiapa ingin kejayaan Islam kembali tegak, contohlah Nabi. Beberapa usaha pengembalian khilafah pada jaman kita : (untuk kita pelajari, dan kembalikan kepada contoh nabi) 1. Iran



Menamai namanya sebagai Republik Islam Iran. Benarkah? Ia menamai dirinya republik Islam, namun ternyata justru menjadi musuh Islam. Di IRAN, sholat jumat tidak boleh, sahabat nabi dicela, kesyirikan didukung dan disemarakkan, masjid sepi-kuburan ramai. ---> tidak layak kita jadikan contoh



2. Indonesia Telah banyak usaha yang dilakukan : piagam jakarta, Masyumi, PK, dan partai lain yang punya cita-cita sama. Namun, sejauh ini, partai Islam jika dikumpulkan masih jauh untuk hal ini. ---> belum bisa menjadi contoh 3. Turki Masya Allah, pemimpin saat ini Erdogan dengan segala kebaikan. Namun, masih belum memproklamirkan syariat Islam di sana. Turki pada tahun 97, punya sebuah partai Islam yang menang di parlemen. Namun, usaha melalui parlemen itu belum membuahkan hasil. Alhamdulillah, masya Allah, dengan Kepemimpinan Erdogan saat ini, kita doakan Allah beri keistiqomahan. 4. Aljazair Punya partai Islam, Front Penyelamatan Islam, sudah pernah menang pemilu tahun 91 dengan suara mayoritas (lebih dari 70%). Namun, kemenangan di parlemen/pemilu itu tidak serta merta membuat syariat Islam tegak di negeri itu. Bahkan tidak lama setelah itu, kekuasaan partai itu direbut oleh Junta Militer, yang fitnah itu menyeret AlJazair ke dalam fase sejarah kelam yang disebut Al Syariah al khamra. Dan sampai sekarang, syariat islam belum tegak. 5 Mesir Sudah dikenal dengan banyak gerakan menegakkan Islam, namun sejauh ini belum berhasil. Beberapa saat lalu, sekitar tahun 2010/2011/2012/2013 partai islam mesir menang IM 48% pemilu dan Partai an nur 24%. Jika digabung sudah 72%. Itu pun tidak serta merta membuat islam tegak di mesir. Intinya, menang di parlemen tidak serta merta membuat islam tegak, jika tidak dibarengi dengan basis infrastruktur yang kuat, dkwah yang kuat - umat sudah tauhid dulu, umat sudah menegakkan sunnah dulu. 6. Saudi Arabia Saat ini mengumumkan dengan jelas bahwa dasar negara Islam, dengan alquran dan sunnah, tauhid ditegakkan di sana, syariat islam (qishosh, dll) masih ada, sholat jamaah menjadi kewajiban - toko tutup, wanita muslimah menutup aurot, dsb; meskipun masih banyak kekurangan di sana-sini. Jika kita bandingkan dengan berbagai negara tadi, rasanya tidak berlebihan jika kita harus belajar pda negara ini, minimal pada perkara bagus yang telah berhasil ditegakkan di sana. Dan semua kebaikan ini bukan muncul begitu saja, melainkan diawali dari bawah; dimulai dengan dakwah tauhid Syeikh Muhammad Abdul Wahhab abad 12 H, di saat jazirah Arab penuh kesyirikan. Pelan-pelan berdakwah tauhid, lamalama masyarakat mulai meninggalkan kesyirikan. Lalu Allah pertemukan negara ini dengan seorang pemimpin bernama Muhammad bin Saudi, diminta kerja sama oleh Syeikh Abdul Wahhab untuk memimpin negara ini. Istiqomah terhadap tauhid dan sunnah inilah kuncinya. Kesimpulan : keberhasilan itu dimulai dari dakwah tauhid! Semoga bisa memberikan kepada kita cakrawala baru, bahwa semua kondisi menyedihkan ini sudah dideteksi Rasul melalui wahyu dari Allah, dan nabi pun sudah memberi obatnya. Inilah jalan orang yang berhasil. Mari kita contoh yang berhasil, jangan mencontoh yang gagal. Tambahan : untuk menjadi khalifah itu tidak harus menunggu semua negara disatukan. Memang yang ideal demikian. Namun seandainya tidak bisa terwujud, maka pemimpin setiap negara adalah pemimpin yang harus ditaati. Kondisi tidak ideal ini (terpecah belahnya umat islam) ini tidak serta merta terjadi, melainkan akibat maksiat yang banyak dilakukan umat Islam. Maka tidak mustahil, jika kita kembali kepada agama kita, kita bertauhid, kita bisa mengembalikan kembali kondisi ideal itu. JIka kita menunggu khilafah harus 1 payung, kapan kita bisa menegakkan syariat? Menegakkan syariat tidak perlu menunggu itu. Ada banyak syariat yang sudah bisa kita lakukan. Inilah.. Dakwah nabi muhammad itu bukan dakwah yang instan. Pertanyaan : 1. Apakah berdosa penduduk yang hidup di sistem yang bukan syariat islam? - Allah tidak membebani kita kecuali yang kita mampu. Negara kita memang belum ideal. Ini adalah bagian dari kekurangan pemimpin. Kembali kepada konsep kita : pemimpin punya hak dinasehati, kewajiban umat islam adalah beristigfar (karena kondisi bisa karena dosa dosa kita) lalu sampaikan nasehat semampu kita. Ditolak? Itu bukan urusan kita. Bisa kita datang ke istana, menulis surat, membuat



petisi, atau media lain yang cukup banyak saat ini. - Jangan selalu menyalahkan pemimpin. Musibah yang menimpa kita bisa jadi hukuman dari Allah atas dosa kita, atau dosa nenek moyang kita. Kata hasan al bashri, adanya pemimpin yang dzolim adalah hukuman dari Allah terhadap penduduk negara itu. Hukuman Allah ini jangan dilawan dengan kudeta/pedang, melainkan dengan memperbaiki diri (taubat, amar maruf nahi munkar) Kapan kita jadi berdosa? Jika kita ridho dengan kemungkaran yang terjadi di negeri kita. Kita ubah sesuai tingkatan yang kita sanggup. Minimal, benci dalam hati. 2. Bagaimana cara masuk ke pemerintah Indonesia secara syari? - daftar PNS atau kantor lain, menjadi satu cara yang bagus untuk dakwah, mewarnai di sana, minimal mengurangi kemungkaran di sana. Ini sudah menjadi suatu keberhasilan. - jangan sampai saat masuk ke sistem, kita ikut terbawa - jika takut demikian, sebaiknya tidak masuk. - nabi yusuf pun meminta dipilih sebagai bendahara, karena ia yakin bisa duduk di sana; ketimbang harus diambil orang dzolim. 3. Bagaimana menasehati pemimpin, menemui saja susah? - SMS/media yang ada sekarang/pemimpin terdekat kita - yang jelas, gunakan metode yang baik, tidak menimbulkan fitnah, dan jangan khawatir pesan kita ditolak. Tak mengapa ditolak/tidak dibaca, kita sudah melakukan apa yang diajarkan nabi. - jika kita memakai cara yang kasar (mengumpulkan masa, merusak) mungkin saat itu behasil, namun sungguh kita sudah melenceng dari aturan Nabi - ini akan berakibat dosa, dan balasan buruk lain; bahkan merubah kondisi negara yang menjadi lebih buruk di sekian waktu ke depan. 4. Sekarang jaman medsos, bolehkah menasehati pemimpin menggunakan facebook? Ada yang mengaku ahlus sunnah namun sering menyebar keburukan pemerintah? - menyebar keburukan pemerintah itu tidak ada positifnya, yang ada muncul penyakit hati. Jangan menasehati pemimpin di atas mimbar (saat ini mungkin sejenis media sosial) 5. Di jaman dulu adakah kudeta? Di generasi awal umat Islam ada kudeta, tapi kudeta ini perbuatannya diingkari oleh semua ulama. Contoh Daulah Bani Umayyah pernah dikudeta ( di abad ke2 H). Kudeta ini diingkari karena pemimpinnya belum kafir. Namun, tatkala peng-kudeta telah berhasil menjadi pemimpin, sudah berdaulat, ya tetap kita harus taat dengan pemimpin kudeta tersebut. 6. Apakah kepimpinan keturunan merupakan syari? - tidak ideal, bahkan para ulama menjelaskan : pemimpin yang dipilih, harus yang terbaik. Namun, tatkala yang terpilih bukan yang terbaik, sekedar anak-cucu, tetap kita harus menaatinya. - sistem kerajaan tidak masalah, namun saat memilih pemimpin lanjutan harus memilih yang terbaik.



Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Pemerintah RI menuai pro-kontra. Pembubaran ini sebetulnya masih bersifat "keputusan politik", belum "keputusan hukum". Meski begitu, publik sudah menanggapi dengan beragam ekspresi. Ada yang setuju dan riang gembira dengan pembubaran itu, ada pula yang tidak terima dan menolaknya. Bagi yang propembubaran, alasannya karena HTI adalah salah satu ormas di Indonesia yang sangat berbahaya bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara. Karena "ormas impor" ini telah mengancam bangunan, tatanan, dan fondasi kenegaraan dan kebangsaan Republik Indonesia. Selama ini, HTI memang getol menyuarakan pendirian "Negara Khilafah" sebagai pengganti NKRI, serta menentang Ideologi Pancasila, Konstitusi UUD 1945, serta sistem demokasi karena mereka anggap sebagai "produk kebudayaan" manusia profan dan sekuler, dan karena itu dianggap jauh dari norma-norma keagamaan (keislaman) dan harus diganti dengan sistem politik yang "islami", yaitu sistem Khilafah. Sementara itu bagi yang kontrapembubaran alasannya berbacam-macam. Bagi pengurus, aktivis, dan simpatisan HTI, pembubaran HTI dipandang berlawanan dengan norma-norma dan nilai-nilai demokrasi Pancasila yang dianut di Indonesia, yang menghargai kebebasan berpendapat dan berserikat. Sikap HTI memang dikenal ambigu: menentang demokrasi karena dianggap sebagai "sistem kafir yang tidak relijius", tetapi pada saat bersamaan selalu berlindung di balik "baju" demokrasi, jika menghadapi masalah yang tidak menguntungkannya seperti pelarangan pengajian, penolakan konvoi, dan puncaknya pembubaran HTI. Menariknya, bukan hanya para pengurus, aktivis, dan simpatisan HTI saja yang tidak setuju dengan pembubaran ormas ini. Sebagian kelompok moderat-liberal dan akademik-intelektual juga tidak menyetujui pembubaran ini. Menurut mereka, pembubaran sebuah ormas tidak sesuai dengan spirit demokrasi yang bertumpu pada filosofi liberalisme dan individualisme, apalagi pembubaran HTI yang selama ini hanya berwacana saja, tidak melakukan "tindakan fisik" dalam bentuk kekerasan atau makar kekuasaan dengan angkat senjata. Menurut mereka, bukan pemikiran, melainkan tindakan yang bisa dihukumi. *** Apakah HTI itu? Banyak yang tidak tahu kalau HTI adalah sebuah "ormas impor". Ia adalah cabang dari Hizbut Tahrir, kadang disebut Hizb al-Tahrir al-Islami atau Partai Pembebasan Islam. Hizbut Tahrir merupakan sebuah gerakan dan partai politik Islamis transnasional, yang bercita-cita menyatukan seluruh umat Islam yang tinggal di negara-negara mayoritas Muslim dari Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara dalam satu wadah politik, di bawah bendera "Kekhalifahan Islam". Partai ini awalnya berdiri pada 1953 di Yerusalem. Pendirinya adalah Taqiyuddin al-Nabhani (1909– 1977 ), seorang hakim Syariah di Palestina, alumnus Al-Azhar University dan Darul Ulum, Mesir. Taqiyuddin berasal dari suku Bani Nabhan, yang pernah berjaya mendirikan Dinasti Nabhani (atau Nabahina) di Oman dari 1154–1624, sebelum ditumbangkan oleh Dinasti Yaruba. Karena itu, pendirian Hizbut Tahrir oleh banyak pihak disinyalir sebagai "reinkarnasi" dari Dinasti Nabhani ini. Sejumlah sarjana seperti Matthew Herbert (dalam Hizb ut-Tahrir: Rise of the Virtual Caliphate) atau Reza Pankhurst (dalam Hizb-ut-Tahrir: The Untold History of the Liberation Party) menduga, Hizbut Tahrir adalah sebuah wadah atau medium politik untuk menghidupkan atau membangkitkan kembali sisa-sisa kejayaan masa lalu Kerajaan Nabhani dalam format baru: Khilafah Islam.



Taqiyuddin adalah tokoh sentral dalam Hizbut Tahrir. Posisinya seperti "nabi" dan "rasul" sekaligus di kalangan Hizbut Tahrir di mana tulisan-tulisan, gagasan, dan wacana sosial-politik-keagamaan yang dilahirkannya, menjadi fondasi dan acuan utama gerakan parpol ini. Buku-bukunya yang kemudian menjadi "bacaan wajib" di kalangan pengurus, aktivis, dan simpatisan Hizbut Tahrir di berbagai negara, dipublikasikan oleh al-Khilafah Publications di London, Inggris, yang merupakan "markas internasional" kelompok ini. Taqiyuddin menulis banyak hal: tentang demokrasi sebagai hukum kafir, sistem politik Islam, pemikiran takfiri, diskursus pemimpin thoghut atau tiran, dsb. Taqiyuddin pulalah yang merumuskan konstitusi dalam sistem Khilafah Islam serta pernak-pernik aturan, sistem, dan mekanisme yang berkaitan dengan sistem kekhilafahan. Kelak, sepeninggal Taqiyuddin, pemikiran, gerakan, dan cita-citanya dilanjutkan oleh murid dan temannya: Abdul Qadim Zallum. Kini, "pemimpin besar" Hizbut Tahrir adalah Ata Abu Rastha. Di Indonesia, awalnya Hizbut Tahrir diperkenalkan oleh Abdullah bin Nuh, seorang ulama dan pendidik dari Cianjur, Jawa Barat, yang kemudian kelak dilanjutkan oleh anak-cucu kakaknya Raden Haji Qasim bin Nuh. Sekitar 1980-an, Hizbut Tahrir mulai diperkenalkan di Indonesia dan hanya mendapatkan segelintir pengikut selama berpuluh-puluh tahun. Setelah Presiden Suharto lengser pada 1998, kelompok ini baru mendapatkan simpatisan signifikan di masyarakat. Ada sejumlah faktor penting dan spesifik yang mendorong Taqiyuddin mendirikan Hizbut Tahrir. Antara lain, yang utama adalah tumbangnya rezim Turki Usmani pada 1924, yang kemudian diganti dengan sekularisme oleh Mustafa Kamal Attaturk, dan konflik Arab–Israel pada 1948 yang berujung pada keterpurukan kelompok Muslim Palestina dan pendirian negara Israel modern. Karena itu, tidak mengherankan jika Hizbut Tahrir sangat membenci dan antipati terhadap rezimrezim Arab kontemporer, produk-produk sekularisme termasuk demokrasi, hal-ikhwal yang berbau Yahudi-Israel. *** Menariknya, meski Hizbut Tahrir mengklaim sebagai gerakan dan partai politik yang bercita-cita mendirikan sistem pemerintahan berbasis Islam, tetapi kehadirannya ditolak di mana-mana, bahkan di negara kelahirannya. Para pendirinya juga beberapa kali dihukum di Yordania. Negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim seperti Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libanon, Tunisia, Mesir, Pakistan, Bangadesh, Libya, Turki, serta negara-negara di Asia Tengah: Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgysstan, dan Turkmenistan, semua melarang Hizbut Tahrir. Di Malaysia, para ulama yang tergabung di Komite Fatwa Selangor, pernah mengeluarkan "fatwa haram" pada HTM (Hizbut Tahrir Malaysia) pada 2015. Mereka menganggap HTM sebagai kelompok "sesat dan menyimpang", karena telah menuding para ulama, aparat pemerintah, dan pemimpin Malaysia sebagai kafir lantaran telah menerima sistem politik-pemerintahan yang mereka nilai tidak Islami. HTM juga menganggap semua negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim (termasuk Malaysia)sebagai "negara kafir", karena tidak mengakui sistem Khilafah. Tahun lalu, lembaga ulama Selangor (Selangor Islamic Religious Council) menolak judicial revivew yang diajukan HTM atas fatwa tersebut. Alasan pembubaran, pembekuan, dan pelarangan Hizbut Tahrir di berbagai negara ini bermacammacam. Dari alasan politik (karena Hizbut Tahrir membawa misi ideologi politik Khilafah yang berpotensi mendongkel kekuasaan atau pemerintahan yang ada), alasan keamanan (karena Hizbut Tahrir diduga terlibat berbagai kekerasan dan jaringan terorisme global dan regional seperti yang terjadi di negara-negara Islam pecahan Uni Soviet di Asia Tengah, simak studi Emmanuel



Karagiannis, Political Islam in Central Asia: The Challenge of Hizb ut-Tahrir), sampai alasan sosialkultural-keagamaan (karena Hizbut Tahrir selalu mengkambinghitamkan demokrasi dan mengafirkan apa saja yang tidak sesuai dengan pemikiran, ide, dan wacana yang digagas oleh kelompok Islamis ini). Menariknya lagi, meskipun Hizbut Tahrir menolak hal-ikhwal yang berbau Barat, demokrasi dan sekuarisme, mereka justru hidup dan berkembang di sejumlah negara yang mereka kutuk dan cacimaki itu seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. *** Saya sendiri menilai "pembubaran politik" HTI oleh pemerintah RI merupakan tindakan tepat. Demokrasi bukan berarti tanpa batas alias membiarkan masyarakat seenaknya untuk berekspresi dan berserikat. Demokrasi memiliki batasan-batasan, termasuk harus tunduk dengan sistem, norma, nilai, aturan, dan hukum yang berlaku di sebuah negara dan masyarakat. Apalah artinya dan jadinya sebuah demokrasi jika dibiarkan berjalan tak terbatas? Batasan lain tentu saja Pancasila. Berbeda dengan di negara-negara Barat dan lainnya, demokrasi yang dianut di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Dalam konteks demokrasi Pancasila, masyarakat tentu saja diperbolehkan untuk berpendapat, berkumpul, dan berserikat karena semua itu dijamin oleh Konstitusi UUD 1945. Tetapi tentu saja harus dalam bingkai aturan dan hukum yang sudah menjadi "kesepakatan bersama" di masyarakat. Dalam konteks Indonesia, ideologi Negara Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi titik sentral, acuan, pedoman, dan fondasi oleh seluruh elemen masyarakat yang ingin berpendapat, berkumpul, dan berserikat tadi. Alasan lain tentu saja demi keutuhan, kelanggengan, dan kelangsungan Negara Republik Indonesia. Ingat, negara ini didirikan oleh berbagai komponen masyarakat dari berbagai etnis dan agama, bukan umat Islam saja. Kaum Muslim dan non-Muslim dari berbagai etnis dan suku: Jawa, Ambon, Betawi, Minang, Batak, Bali, Manado, Makasar, Aceh, Arab, China, dsb, semua ikut menumpahkan harta, tenaga, dan nyawa untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka jugalah yang ikut merumuskan bangunan, fondasi, dan dasar-dasar kebangsaankenegaraan negara tercinta ini. Oleh karena itu, menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita bersama untuk menjaga dan merawat "rumah" yang bernama Indonesia ini. Visi HTI yang anti-Pancasila, misi HTI yang ingin mengubah Konstitusi negara, dan tujuan HTI yang ingin mengganti seluruh sistem, fondasi, dan bangunan politik-pemerintahan-kenegaraankebangsaan ini tentu saja harus dicegah, dihentikan, dan dilawan karena berpotensi menciptakan kekacauan tatanan sosial-politik di masyarakat. Dalam Hukum Islam, mencegah yang buruk harus didahulukan ketimbang menciptakan yang baik. Dalam hal ini, pembubaran politik HTI dimaksudkan untuk mencegah potensi buruk yang akan melanda Indonesia di masa mendatang. Wallahu a’lam bi shawwab.