Konstruksi Sosial Pelanggaran Privasi Melalui Paparazi Di Media Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Konstruksi Sosial Pelanggaran Privasi Melalui Paparazi Di Media Sosial I K.G.H. Anggasemara dan Muhammad Noor Ghifari Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina 2018 Email : [email protected] / [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana konstruksi sosial baru yang ada di masyarakat dapat memperngaruhi individu dalam bertindak dan nilai-nilai serta kepercayaan yang mereka miliki. Gagasan mengenai kontruksi sosial adalah ide atau praktik yang dipercayai oleh kebanyakan orang sebagai kenyataan dan kebenaran alami walaupun sesungguhnya adalah bentukan masyarakat.. Gagasan tersebut menjadi menarik ketika dikorelasikan dengan teori ekologi media yang dijelaskan oleh Marshall Mcluhan mengenai “Manusia diprediksi tidak akan bisa lagi hidup dalam isolasi, karena mereka harus selalu terhubung dengan media elektronik yang berkelanjutan dan instan”. Berdasarkan penjelasan tersebut perkembangan media digital seakan membawa pengaruh yang sangat besar bagi perubahan perilaku individu terutama bagaimana media dengan proses komunikasinya dapat mempengaruhi human perception, feeling, understanding, and value. Inilah yang nantinya akan mempengaruhi kontstruksi sosial yang ada di masyarakat, dan sebagai contohnya adalah apa yang dipercayai oleh kebanyakan orang mengenai tindakan paparazzi pelanggaran privasi di media sosial saat ini. Kata Kunci : Paparazi, Konstruksi Sosial, Pelanggaran Privasi PENDAHULUAN Paparazi adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa italia yang merujuk pada fotografer yang sering kali membuntuti orang ternama ataupun orang terkenal, yang mana mereka (para fotographer nyamuk) akan mengambil gambar dari orang tersebut secara diamdiam ataupun dengan cara lainnya yang cenderung mengganggu (suara.com). Salah satu artis ternama yang menjadi korban dari paparazzi adalah Chris Brown. Chris Brown ketika sedang menuju ke acara Symphonic Love Foundation di Los Angeles dan tiba-tiba mobilnya dihadang oleh paparazzi yang berusaha mengambil gambarnya. Kemudian ia berusaha kabur dengan memundurkan mobilnya, akan tetapi ternyata ada mobil lainnya di belakangnya sehingga



membuat Chris Brown kehilangan control dan menabrak dinding area disekitaran lokasi tersebut (teen.co.id). Kondisi sosial masyarakat saat ini telah banyak mengalami perubahan terutama dalam perilaku sosial. Hal tersebut salah satunya dikarenakan oleh modernisasi yang berkembang. Seperti apa yang dikatakan oleh Marshal Mc Luhan, manusia saat ini tidak akan bisa lagi terisolasi oleh media sehingga ia harus terus terhubung dengan yang namanya media agar tidak merasa terisolasi terhadap lingkungan sosialnya. Implikasi dari hal tersebut adalah tindakan paparazzi yang tadinya dilakukan oleh wartawan dan ditujukan kepada kalangan-kalangan ternama atau terkenal saja, kini juga bisa dilakukan oleh masyarakat umum dan ditujukan kepada masyarakat biasa juga. Maka dari itu tindakan paparazzi semacam ini tidak ada karakteristiknya lagi ditujukan kepada siapa akan tetapi setiap orang bisa menjadi pelaku ataupun korban dari paparazzi. Kasus paparazi yang cukup terkenal di Indonesia yaitu kasus menyangkut akun Twitter @nyolo***oto, dimana ia mengambil gambar area terlarang wanita secara diam-diam di publik lalu menyebarkannya di media sosial, Twitter. Salah satu artis dan juga pemain sinetron, Hannah Al Rashid melalui akun twitter nya yang bernama @mp****ga, melakukan gerakan bersama teman-temannya untuk melaporkan akun tersebut karena dianggap telah melanggar ruang privasi perempuan. (Tirto.id). Menurut Samuel D Warren dan Louis D Brandeis yang menulis artikel berjudul “Right to Privacy” di Harvard Law Review tahun 1890 dan sebagaimana Thomas Cooley di tahun 1888 menyebutkan bahwa right to privacy sebagai “the right to be let alone” atau secara singkatnya dapat diterjemahkan menjadi hak untuk tidak di “usik” dalam kehidupan pribadinya. Disamping itu Ronald Standler dalam artikelnya yang berjudul: Privacy Law in the USA, “privacy is defined as the expectation that confidential information disclosed in a private place will not be disclosed to third parties, when that disclosure would cause either embarrassment or emotional distress to a person of reasonable sensitivities” atau secara singkatnya dapat diterjemahkan menjadi privasi didefinisikan sebagai harapan bahwa informasi rahasia yang diungkapkan ditempat pribadi tidak akan diungkapkan kepada pihak ketiga, dimana pengungkapan itu akan menyebabkan rasa malu atau penderitaan emosional. Maka dari itu korelasi antara pernyataan-penrnyataan diatas adalah paparazzi dapat menjadi salah satu tindakan pelanggaran privasi seseorang yang mana sesuai dikatakan oleh



Samuel yaitu hak untuk tidak di “usik” dalam kehidupan pribadinya. Oleh karenanya berdasarkan fenomena paparazzi yang berkembang tersebut, kami ingin melakukan sebuah analisia terhadap konstruksi sosial yang ada dalam perilaku atau tindakan paparazzi yang menyangkut pelanggaran masalah privasi orang lain terutama dari media foto dan video di media sosial. Analisia tersebut dilakukan secara mendalam, dengan rumusan masalah “Bagaimana pandangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pertamina terhadap fenomena tindakan paparazzi yang berkembang di media sosial”. Pandangan-pandangan yang diberikan tersebutlah yang nantinya akan kami gunakan sebagai dasar untuk menganalisa konstruksi sosial apa yang terbentuk pada tindakan paparazzi di lingkungan Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina.



Landasan Teori & Konsep 1. Teori Ekologi Media Teori Ekologi Media menjelaskan bahwa “media ecology as the study of how media and communication processes influence human perception, feeling, understanding, and value (Turner, 2010: 429). Berdasarkan penjelasan tersebut perkembangan media digital seakan membawa pengaruh yang sangat besar bagi perubahan perilaku individu terutama bagaimana media dengan proses komunikasinya dapat mempengaruhi human perception, feeling, understanding, and value. Marshal McLuhan juga menjelaskan bahwa ”global village the notion that humans can no longer live in isolation, but rather will always be connected by continuous and instantaneous electronic media” (Turner, 2010: 432). Manusia diprediksi tidak akan bisa lagi hidup dalam isolasi, karena mereka harus selalu terhubung dengan media elektronik yang berkelanjutan dan instan. 2. Konstruksi Sosial Suatu tindakan manusia bisa dipahami dengan ditafsirkan. Penafsiran ini perlu dilakukan sebab sesungguhnya dalam setiap tindakan manusia terdapat makna (meaning). Metode untuk menfasirkan makna atas tindakan manusia itu disebut dengan hermenutika. Tindakan manusia tidak dilakukan secara serampangan, melainkan tindakan manusia dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan tetentu dan menghormati norma-norma, karena tanpa adanya aturan dan norma, tidak mungkin ada komunikasi, dan tanpa komunikasi, tidak mungkin ada tindakan dan makna dari tindakan. Bahkan kita dapat berkomunikasi melalui bahasa karena dalam pemakaian bahasa terdapat aturan dan



norma yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, kita dapat memahami tindakan dengan memahami konteksnya. Dengan kata lain, memahami aturan dan norma yang melatar belakangi tindakan tersebut. Tindakan manusia yang mematuhi aturan dapat dipahami disebabkan oleh kepercayaan (believe) dan hasrat (desire) yang mereka pegang, sejauh kepercayaan (believe) dan hasrat (desire) tersebut direpresentasikan oleh aturan yang mereka patuhi. Masalahnya adalah, koneksi antara aturan, norma, tindakan, hasrat, dan kepercayaan bukanlah koneksi yang alami. Oleh sebab itu, koneksi ini tidak bisa dipahami kecuali sebagi konstruksi social. Konstruksi social (social construction) adalah ide atau praktik yang dipercayai oleh kebanyakan orang sebagai kenyataan dan kebenaran alami walaupun sesungguhnya adalah bentukan masyarakat. Konstruksi social dibentuk oleh masyarakat melalui interaksi yang berlangsung dalam kesehariannya. 3. Privasi Menurut Samuel D Warren dan Louis D Brandeis yang menulis artikel berjudul “Right to Privacy” di Harvard Law Review tahun 1890 dan sebagaimana Thomas Cooley di tahun 1888 menyebutkan bahwa right to privacy sebagai “the right to be let alone” atau secara singkatnya dapat diterjemahkan menjadi hak untuk tidak di “usik” dalam kehidupan pribadinya. Disamping itu Ronald Standler dalam artikelnya yang berjudul: Privacy Law in the USA, “privacy is defined as the expectation that confidential information disclosed in a private place will not be disclosed to third parties, when that disclosure would cause either embarrassment or emotional distress to a person of reasonable sensitivities” atau secara singkatnya dapat diterjemahkan menjadi privasi didefinisikan sebagai harapan bahwa informasi rahasia yang diungkapkan ditempat pribadi tidak akan diungkapkan kepada pihak ketiga, dimana pengungkapan itu akan menyebabkan rasa malu atau penderitaan emosional. 4. Paparazi Paparazi adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa italia yang merujuk pada fotografer yang sering kali membuntuti orang ternama ataupun orang terkenal, yang mana



mereka (para fotographer nyamuk) akan mengambil gambar dari orang tersebut secara diam-diam ataupun dengan cara lainnya yang cenderung mengganggu (suara.com). Kondisi sosial masyarakat saat ini telah banyak mengalami perubahan terutama dalam perilaku sosial. Hal tersebut salah satunya dikarenakan oleh modernisasi yang berkembang. Maka dari itu tindakan paparazzi semacam ini tidak ada karakteristiknya lagi ditujukan kepada siapa akan tetapi setiap orang bisa menjadi pelaku ataupun korban dari paparazzi. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mana melakukan wawancara secara mendalam kepada 6 Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pertamina dari angkatan 2016, 2017, 2018, dan 2019. Pemilihan narasumber tersebut dipilih melalui metode random sampling yang mana dari 230 orang Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pertamina, dipilih secara acak untuk menjadi narasumber dari penelitian yang kami lakukan. Hasil wawancara tersebut disajikan dalam bentuk tulisan yang nantinya akan dianalisis secara mendalam serta korelasinya terhadap rumusan masalah dari fenomena yang kami teliti. Nantinya penelitian ini akan menyajikan konstruksi sosial apa yang terbentuk dari pandangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pertamina terhadap perilaku pelanggaran privasi melalui paparazzi di media sosial. Hasil Penelitian dan Pembahasan Paparazzi atau yang dikenal dengan perilaku yang dilakukan oleh wartawan atau fotografer dalam membuntuti orang ternama atau terkenal, yang mana mereka akan mengambil gambar orang terkenal atau ternama tersebut secara diam-diam ataupun dengan cara yang cenderung mengganggu lainnya. Tindakan paparazzi memang sering kali membuat para korbannya merasa terganggu dan risih, bahkan para orang ternama yang menjadi objek paparazzi tersebut banyak yang merasa tidak nyaman dan cenderung dirugikan. Salah satu artis ternama yang menjadi korban dari paparazzi adalah Chris Brown. Menurut penuturannya ketika ia sedang menuju ke acara Symphonic Love Foundation di Los Angeles dan tiba-tiba mobilnya dihadang oleh paparazzi yang berusaha mengambil gambarnya. Kemudian ia berusaha kabur dengan memundurkan mobilnya, akan tetapi ternyata ada mobil lainnya di belakangnya sehingga



membuat Chris Brown kehilangan control dan menabrak dinding area disekitaran lokasi tersebut (teen.co.id). Akan tetapi seiring perkembangan media komunikasi dan informasi seperti media sosial saat ini seolah menggeser trah dari perilaku paparazzi, yang mana dahulunya tindakan paparazzi dikenal sebagai tindakan yang dilakukan oleh wartawan dengan objeknya adalah orang ternama atau orang terkenal namun akibat dari perkembangan teknologi komunikasi mengubah konteks perilaku paparazzi tersebut di masa kini. Konteks yang berbeda tersebut adalah yang mana tindakan paparazzi tidak hanya dilakukan dan ditujukan oleh orang terkenal atau ternama saja, akan tetapi masyarakat biasa pun bisa menjadi pelaku ataupun korban dari tindakan paparazzi. Hal tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Marshal McLuhan yang mana menjelaskan suatu saat manusia tidak akan bisa dipisahkan oleh yang namanya teknologi media komunikasi, yang artinya manusia tidak akan bisa terisolasi oleh media sehingga mengakibatkan segala tindakan yang dilakukan manusia akan dipengaruhi oleh media dan inilah yang nantinya dapat membentuk nilai serta kepercayaan baru di masyarakat. Marshal McLuhan juga menjelaskan bahwa media teknologi dapat mempengaruhi bagaimana persepsi, pemahaman, dan nilai dari seseorang individu, yang mana nantinya hal tersebut dapat mempengaruhi tindakan suatu individu. Korelasi antara tindakan individu dengan kepercayaan dan hasrat dapat dijelaskan melalui konsep yang dinamakan konstruksi sosial. Konstruksi sosial menjelaskan bahwa terdapat seperangkat ide atau praktik yang dipercayai oleh kebanyakan orang sebagai kenyataan dan kebenaran alami walaupun sebenarnya itu adalah bentuk masyarakat. Kita perlu untuk memahami konstruksi sosial karena didalamnya terdapat sejumlah konsep yang dapat menjelaskan bagaimana seseorang individu bertindak dipengaruhi oleh kepercayaan dan praktik apa yang dianggap sebagai kebenaran oleh masyrakatnya. Maka dari itu tindakan seperti paparazzi sebenarnya bukanlah tindakan yang dilakukan secara serampangan, melainkan tindakan tersebut sebenarnya mewakili suatu makna yang mana dibaliknya terdapat sebuah konsep konstruksi sosial yang mendasari tindakan tersebut. Konsep konstruksi sosial yang mendasari tindakan tersebut seperti kepercayaan dan hasrat yang dipercayai sebagai kebenaran alami oleh kebanyakan orang. Untuk mencari tahu konsep konstruksi sosial apa yang terbentuk tentang kegiatan paparazzi yang cenderung melanggar privasi seseorang, kami melakukan wawancara secara



mendalam terhadap 6 orang narasumber dari Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina angkatan 2016, 2017, 2018, dan 2019, yang mana pemilihan narasumber tersebut dipilih secara acak dari keseluruh total mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina sebanyak 230 orang. Konstruksi sosial yang terbentuk dapat diketahui melalui bagaimana pandangan Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina terhadap perilaku pelanggaran privasi melalui paparazzi di media sosial. Pandangan-pandangan tersebut nantinya akan memberikan sebuah informasi mengenai kepercayaan dan hasrat apa yang melatarbelakangi tindakan paparazzi tersebut, sehingga pandangan itulah yang nantinya akan membentuk suatu konstrusi sosial. Berdasarkan wawancara dengan narasumber pertama yang kami lakukan kepada salah satu Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina angkatan 2016 berinisial K menyebutkan bahwa, sebelum kita melakukan tindakan paparazzi semacam ini kita harus berpikiran juga bahwa apakah pantas tindakan tersebut dibuat menjadi suatu kebiasaan dan terus dibiarkan, karena nyatanya tindakan paparazzi adalah suatu bentuk tindakan yang sebenarnya tindakan pelanggaran privasi yang mana setiap orang berhak untuk memiliki privasi yang tidak boleh diusik oleh orang lain apalagi secara diam-diam. Menurutnya tindakan paparazzi tersebut biasanya dilakukan oleh seseorang karena lingkungannya sudah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu hal yang biasa, sehingga membuat dirinya tidak memiliki rasa bersalah ketika memfoto ataupun mevideokan orang lain dengan secara diam-diam yang kemudian disebarkan melalui sosial media yang cenderung untuk mempermalukan objeknya tersebut. Wawancara dengan narasumber kedua yang kami lakukan kepada salah satu Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina angkatan 2017 berinisal J menyebutkan bahwa, melihat fenoemena paparazzi ini menurutnya tindakan yang kurang baik karena selain termasuk pelanggaran privasi hal tersebut juga dapat merusak image dari seseorang. Meskipun begitu dirinya pun mengakui pernah menjadi pelaku dari paparazzi yang mana ia maksudkan hanya untuk menjadi bahan becandaan saja. Wawancara dengan narasumber ketiga, keempat dan kelima kami lakukan kepada Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina angkatan 2018 yang berinisal Y, R, dan V. Y menyebutkan bahwa fenomena paparazzi semacam ini



merupakan suatu fenomena yang



sebenarnya melanggar HAM karena itu sebenarnya adalah sebuah bentuk privasi yang tidak boleh untuk diganggu ataupun diusik. Ia juga menambahkan bahwa kita tidak sepantasnya melanggar privasi orang lain terutama orang yang tidak kita kenali karena setiap hubungan



memiliki batasan-batasan yang harus dilewati. Meskipun dirinya merasa jarang atau bahkan tidak pernah melakukan tindakan paparazzi akan tetapi tindakan seperti ini menurut pandangannya dilakukan karena atas dasar banyaknya waktu luang yang menimbulkan keinginan untuk berkreasi semacam paparazzi agar mendapatkan kepuasan tersendiri. Disamping itu juga dia menambahkan tindakan paparazzi itu bisa juga dilakukan karena orang tersebut merasa bahwa menjadikan orang lain dengan ekspresi aneh sebagai objek tertentu adalah tindakan yang lucu dan sekedar becanda saja. Kemudian menurut pandangan R mengenai tindakan paparazzi adalah sebenarnya paparazzi merupakan tindakan yang salah, karena kita tidak tahu bahwa persepsi setiap orang itu berbeda-beda terhadap tingkat privasinya sendiri-sendiri. Misalkan saja ada orang yang dirinya difoto ketika tidur yang mana air liurnya keluar dan itu disebarkan di sosial media, ia tidak menganggap itu sebagai bentuk pelanggaran privasi akan tetapi bagi sebagian orang yang tidak suka mungkin saja akan berpikiran itu sebagai tindakan pelanggaran privasi yang teramat parah. Meskipun begitu ia pun mengakui bahwa dirinya sering kali menjadi objek ataupun pelaku dari tindakan paparazzi yang mana menurutnya ia melakukan tindakan tersebut dikarenakan ia sering dijadikan objek paparazzi sehingga membuat dirinya merasa terpancing untuk melakukan tindakan yang serupa. Disamping itu ia juga menambahkan bahwa tindakan paparazzi dilakukan karena seseorang ingin membuat suatu hal yang lucu dan dengan maksud untuk bercanda semata. Selanjutnya menurut pandangan V mengenai tindakan paparazzi adalah sebenarnya paparazzi merupakan suatu tindakan amoral, akan tetapi jika sudah menyebarkan aib orang lain maka hal tersebut tidak sesuai dengan etika yang ada. Hal itu dikarenakan menyebarkan aib seseorang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma ataupun nilai-nilai suatu moral. Meskipun begitu ia mengakui bahwa dirinya pernah menjadi pelaku dari tindakan paparazzi yang mana menurutnya ia melakukan hal tersebut dikarenakan hanya untuk sekedar becanda dan menjadi bahan lucu-lucuan saja. Akan tetapi foto atau video yang ia abadikan tersebut tidak langsung ia sebar di sosial media, melainkan menunggu sampai orang yang menjadi objek tersebut yang menyebarkan foto aib dari si V terlebih dahulu di sosial media. Istilahnya adalah mereka sama-sama memegang amunisi perang untuk menyerang satu sama lainnya di sosial media. Wawancara dengan narasumber keenam yang kami lakukan kepada salah satu Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina angkatan 2019 berinisial F menyebutkan bahwa, tindakan



paparazzi adalah tindakan yang tidak baik sebenarnya, akan tetapi banyak dari kita yang masih melakukan hal tersebut meskipun kita hanya menganggap hal itu sebagai lelucon namun belum tentu orang orang yang dipermalukan itu bisa menganggap hal yang sama bahkan malah bisa sebaliknya yang mana berpikiran bahwa tindakan paparazzi tersebut sejatinya menjatuhkan harga diri korban tersebut. Meskipun begitu F mengakui bahwa dirinya pernah menjadi pelaku dari tindakan paparazzi dan hal tersebut dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk becanda dan sekedar lucu-lucuan saja. Dari argument yang kami dapatkan tersebut, kami memahami bahwa sebenarnya ada pihak-pihak yang terganggung atas tindakan paparazzi tadi, yang mana tindakan paparazzi tersebut dianggap merugikan ranah privasi orang lain. Hal itu dikarenakan setiap orang memiliki hak atas perlindungan privasi mengenai dirinya sendiri, sehingga kita sebenarnya tidak bisa mengambil foto ataupun video seseorang secara sembarangan tanpa persetujuan dari pihak yang bersangkutan walaupun konteksnya hanya untuk hiburan atau konsumsi diri sendiri. Disamping itu ketika kita ikut menyebarkan atau membiarkan hal tersebut terjadi, maka secara tidak langsung kita seolah-olah mendukung tindakan yang tidak baik tersebut, sehingga diperlukan pemahaman bersama mengenai paparazzi terutama dikatikan dengan konteks etika, perundangundangan dan hukum yang berlaku di Negara Indonesia.



Penutup Kesimpulan Konstruksi sosial adalah sebuah kebenaran yang dipercayai oleh kebanyakan orang sebagai kebenaran alami walaupun sebenarnya adalah bentukan masyarakat. Hal tersebut dapat dibentuk melalui kepercayaan dan hasrat yang dipercayai oleh kebanyakan orang. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, tindakan paparazzi memiliki pemahaman kepercayaan dan hasrat dari setiap orang. Bentuk kepercayaan tersebut adalah Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina memandang tindakan paparazzi sebagai suatu tindakan yang sebenarnya melanggar privasi seseorang ataupun orang lain akan tetapi itu juga bergantung dari bagaimana pemahaman setiap individu dari tindakan paparazzi tadi. Meskipun mereka mempercayai bahwa tindakan tersebut adalah suatu bentuk pelanggaran privasi akan tetapi terdapat yang namanya hasrat yang mempengaruhi dilakukannya tindakan tersebut. Hasrat tersebut adalah Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina memandang tindakan paparazzi sebagai medium untuk menyalurkan



kegiatan becandaan saja dan hal itu cenderung dianggap sebagai bahan lucu-lucuan walaupun sebenarnya tindakan tersebut merupakan suatu tindakan yang melanggar privasi orang lain. Dari adanya kepercayaan dan hasrat tersebutlah yang nantinya membentuk suatu konstruksi sosial mengenai tindakan paparazzi di lingkup Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina. Saran Berdasarkan pemaparan dari penelitian kami diatas dapat diketahui bahwa konstruksi sosial di lingkungan Mahasiswa Komunikasi Universitas Pertamina mengenai paparazzi di media sosial didasarkan kepada dua hal yaitu Kepercayaan dan Hasrat. Maka dari itu untuk mengetahui secara bersama pemahaman tentang pelanggaran privasi melalui tindakan paparazzi harusnya lebih dapat di diskusikan secara bersama-sama, agar nantinya kita bisa membuat suatu bentuk kepercayaan dan hasrat baru di lingkungan tersebut agar tindakan pelanggaran privasi melaui paparazzi semacam ini dapat dikurangi atau bahkan tidak dilakukan lagi. Daftar Pustaka 1. Sari, Dece Wanda. (2011). Kajian Pelanggaran Privasi Oleh Media Elektronik Melalui Siaran Televisi. Skripsi FH UI. 2. West, Richard and H. Turner, Lynn. (2010). Introducing Communication Theory Analysis and Application 4th Edition. New York: McGraw-Hill. 3. Tiara Susma (2017, September). Selain Putri Diana, Nyawa 4 Selebriti Ini Jua Pernah Terancam Akibat Ulah Paparazi. Diakses oleh Deangga Hitayana. Diperoleh 20 Oktober 2019,



dari



http://www.teen.co.id/read/6338/selain-putri-diana-nyawa-4-selebriti-ini-



juga-pernah-terancam-akibat-ulah-paparazi 4. Arman Dhani (2017, Mei). Nyolong Foto dan Pelanggaran Privasi. Diakses Oleh M. Noor Ghifari. Diperoleh 20 Oktober 2019, dari https://tirto.id/nyolong-foto-danpelanggaran-privasi-cpec