(Koreksi) LAPORAN RSUD KAranganyar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Berdasarkan pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kesehatan merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Peraturan Presiden No.72 tahun 2012, disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Peningkatan derajat kesehatan oleh rumah sakit dengan melakukan beberapa jenis pelayanan antara lain pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan serta untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan



sebagaimana



yang



dimaksud,



sehingga



perlu



adanya



penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang harus terus diupayakan oleh pemerintah (Depkes RI, 2009). Undang-undang RI nomor 44 tahun 2009 menjelaskan bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna perorangan ini meliputi pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan paramedik dapat dilaksanakan melalui kepaniteraan klinik. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, Kepaniteraan Klinik



1



Ilmu Kedokteran Masyarakat merupakan bagian dari kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. Penyediaan Rumah Sakit pada era Sistem Kesehatan Nasional, berkaitan erat dengan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai penanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan. Ilmu kedokteran masyarakat mempelajari manajemen dan administrasi pelayanan kesehatan sebagai bekal bagi dokter muda. Kegiatan dalam kepaniteraan klinik ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Karanganyar, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar, serta di Puskesmas Karanganyar sebagai pusat kesehatan primer (Primary Health Care) dan kedokteran keluarga (Family Medicine). B. Tujuan Kegiatan terbimbing di RSUD Karanganyar, diharapkan peserta didik dapat mencapai tujuan sebagai berikut : 1.



Mengetahui manajemen dan administrasi rumah sakit serta kondisi aktual organisasi pelayanan kesehatan.



2.



Mengetahui dan memahami tentang sistem rujukan dan koordinasi antar sistem kesehatan.



3.



Mengetahui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi mengenai intervensi pencegahan kesehatan primer, sekunder, dan tersier.



4.



Mengetahui permasalahan jaminan kesehatan di RSUD Karanganyar.



5.



Mengetahui sistem penanggulangan bencana dan audit medik.



6.



Mengetahui prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Rumah Sakit.



7.



Mengetahui



sistem



rekam



medis



yang



diterapkan



di



RSUD



Karanganyar. C. Manfaat 1.



Mengetahui manajemen dan administrasi rumah sakit serta kondisi aktual organisasi pelayanan kesehatan.



2



2.



Mengetahui dan memahami tentang sistem rujukan dan koordinasi antar sistem kesehatan.



3.



Mengetahui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi mengenai intervensi pencegahan kesehatan primer, sekunder, dan tersier.



4.



Mengetahui permasalahan jaminan kesehatan di RSUD Karanganyar.



5.



Mengetahui sistem penanggulangan bencana dan audit medik.



6.



Mengetahui prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Rumah Sakit.



7.



Mengetahui



sistem



rekam



medis



yang



diterapkan



di



RSUD



Karanganyar.



3



BAB II PROFIL RSUD KARANGANYAR



A. Sejarah RSUD Karanganyar



Gambar 1. RSUD Karanganyar Pada tahun 1969 Rumah Sakit Umum (RSU) Karanganyar diresmikan sebagai rumah sakit kelas D. Januari 1993 RSU Karanganyar dikukuhkan oleh Menteri Negeri PAN dan Menteri Kesehatan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kelas C, dan pada tahun 2001 berubah nama menjadi RSUD Kabupaten Karanganyar. Awalnya RSUD Kabupaten Karanganyar berasal dari sebuah Rumah Bersalin (RB) “Kartini” didirikan pada tanggal 21 April 1960 oleh tokohtokoh masyarakat di Kabupaten Karanganyar yang dipimpin oleh Bapak Narjo Adirejo selaku Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Karanganyar kala itu. RSUD Karanganyar merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Pada tahun 1963 masyarakat Kabupaten Daerah Tingkat II Karanganyar banyak yang terserang wabah penyakit HO atau kekurangan asupan gizi. Pelayanan kesehatan di Kabupaten Dati II Karanganyar pada saat itu hanya



4



ada satu yaitu Balai Pengobatan (BP). Para penderita HO ini ditampung di BP (sekarang Puskesmas Karanganyar) untuk mendapatkan perawatan. Namun karena timbul permasalahan yang cukup kompleks, yaitu makin banyaknya penderita, mencapai 150 – 200 orang, sementara tempat untuk merawat penderita semakin tidak memungkinkan maka didirikan RSU. Dengan



meningkatnya



jumlah



pasien



RSUD



Kab.



Karanganyar



memerlukan lokasi yang lebih luas. Mengingat pengembangan RSUD yang semula di Jalan Lawu tidak memungkinkan, maka pada tanggal 11 Maret 1995 RSUD pindah alamat di jl. Yos Sudarso, Bejen, Karanganyar. Prestasi yang sudah dicapai RSUD Kabupaten Karanganyar adalah tanggal 27 September 1998 telah lulus akreditasi 5 POKJA dan tahun 2003 telah terakreditasi 12 POKJA. Sedangkan, pada tahun 2011 lalu terdapat pencapaian terbaru yaitu terakreditasi 16 POKJA. B. Visi, Misi dan Motto a.



Visi Rumah sakit pilihan masyarakat berstandar nasional.



b.



Misi 1) Memberikan pelayanan kesehatan yang professional 2) Meningkatkan kompetensi dan komitmen Sumber Daya Manusia 3) Pemenuhan sarana prasarana sesuai kebutuhan masyarakat 4) Meningkatkan kemandirian, transparansi dan akuntable 5) Mengembangkan pelayanan unggulan



c.



Motto Sehat adalah keutamaan kami



C. Strategi a.



Strategi Internal 1) Semua komponen RSUD melaksanakan Visi dan Misi 2) Semua komponen RSUD membuat Kontrak Kinerja 3) Penyediaan sarana dan fasilitas pelayanan 4) Meningkatkan



keamanan,



kebersihan,



ketertiban,



keindahan,



kesopanan dan keramah tamahan



5



5) Pelayanan cepat, akurat, aman, dan menyenangkan 6) Pelayanan pengaduan 24 jam 7) Pemberian layanan informasi 24 jam 8) Layanan apotek 24 jam 9) Layanan pembayaran pasien 24 jam 10) Pemberi insentif secara proporsional b.



Strategi Eksternal 1) Promosi 2) Membuat website 3) Jejaring kemitraan 4) Bakti sosial



Gambar 2. Tampilan halaman muka website RSUD Karanganyar



6



D. Struktur Organisasi DIREKTUR dr. MARIYADI Pembina Tk. I (IV/b) NIP 19610914 199003 1 006



Ka. Bag Tata Usaha SRI HERLINA, SH., Mhum Pembina (IV/a) NIP 19660317 199310 2 002



Ka. Sub. Bag. Kepegawaian SUTARTO, S Sos., Msi Pembina (IV/a) NIP 19590611 198703 1 004



Ka. Sub. Bag. Umum dan RT SUTARTO, SE Penata Tk. I (III/d) NIP 19620516 198607 1 001



Ka. Sub. Bag. Hukum, Info dan Penanganan dan Pengaduan SURANTO, S.IP Penata TK. I (III/d) NIP 19610515 198201 1 009



Ka. Bid Pengelolaan Keuangan



Ka. Bid. Pelayanan Medik, Keperawatan dr. ITA KUSUMAWATI, M.Kes Pembina IV/a NIP 197405320 200501 2 010



TITIK TRI PUDYASTUTI, S. Sos Penata Tk.I (III/d) NIP 19591017 198206 2 001



Ka. Sie Perencanaan & Anggaran NINING INDRASTUTI, ST, MT Penata (III/c) NIP 197610262006042 022



Ka. Bid Penunjang Medik, non Medik dr. KASYFI HARTATI, MPH Pembina (IV/a) NIP 19681010 199903 2 007



Ka. Sie Perbendaharaan, Akuntansi TITIK TRI PUDYASTUTI, S. Sos Penata Tk.I (III/d) NIP 19591017 198206 2 001



Kelompok Jabatan Fungsional



Kelompok Jabatan Fungsional



E. Fasilitas Kamar 1. Fasilitas Kamar Kelas Teladan No.



Fasilitas



No.



Fasilitas



1.



Tempat tidur bisa di stel



5.



Kulkas



2.



Kursi tunggu sofa



6.



TV 14 Inchi



3.



Almari pasien



4.



AC



7. Kamar mandi air panas dan dingin



Tabel 1. Fasilitas kamar kelas teladan



7



2. Fasilitas Kamar Kelas Utama No.



Fasilitas



No.



Fasilitas



1.



Tempat tidur bisa di stel



5.



Meja kecil



2.



Kursi tunggu alas busa



6.



TV 14 Inchi



3.



Almari pasien



4.



Fan



7. Kamar mandi air panas dan dingin



Tabel 2. Fasilitas Kamar Kelas Utama



3. Fasilitas Kamar Kelas I No.



Fasilitas



No.



Fasilitas



1.



Tempat tidur



4.



Almari kecil



2.



Sekat Gorden



5.



Fan



3.



Kursi tunggu



6.



Kamar mandi air dingin



Tabel 3. Fasilitas Kamar Kelas I



4. Fasilitas Kamar Kelas II No.



Fasilitas



No.



Fasilitas



1.



Tempat tidur



4.



Almari kecil



2.



Sekat Gorden



5.



Kamar mandi air dingin



Tabel 4. Fasilitas Kamar Kelas II



5. Fasilitas Kamar Kelas III No.



Fasilitas



1.



Tempat tidur



2.



Almari kecil



3.



Kamar mandi air dingin



Tabel 5. Fasilitas Kamar Kelas III



F. Fasilitas Umum RSUD Kabupaten Karanganyar berdiri di atas tanah seluas 63.337 M2, dengan luas bangunan 16.283 M2. Sedang untuk lahan parkir seluas 5.000 M2. Guna mendukung operasionalnya, RSUD Karanganyar memakai daya listrik 350 Kva, dan generator berdaya 250 kva dan 80 Kva sebagai cadangan. Untuk pengolahan limbah, RSUD memakai IPAL & Insenerator, sehingga dapat menghemat pemakaian sumberdaya air. Sumber air dari PAM 8



dan sumur dalam. Sedang untuk operasional di luar, RSUD Karanganyar dilengkapi 3 unit mobil Ambulan, dan 1 unit mobil jenazah. Beberapa fasilitas umum yang ada di lingkungan RSUD Karanganyar antara lain: No.



Fasilitas



No.



Fasilitas



1



Fasilitas Parkir



4.



Pertokoan dan kantin



2



Bank Jateng



5.



Masjid Asy-Syifa



3



ATM Center



6.



Taman



Tabel 6. Fasilitas Umum



G. Instalasi a. Instalasi Rawat Jalan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar terdiri dari poliklinik yang buka setiap hari, kecuali hari Minggu, Jam buka pendaftaran: 1.



Hari Senin - Kamis : Pukul 07.30 - 11.00 WIB



2.



Hari Jumat & Sabtu : pukul 07.30 - 10.00 WIB Dilayani oleh 25 dokter spesialis, 13 dokter umum, 2 dokter gigi,



165 perawat, 28 orang ners, 61 orang bidan, dan 3 perawat gigi yang bertugas di 9 Klinik Spesialis, 1 Klinik Gigi, 1 Klinik Umum & DOT. Berikut ini adalah daftar poliklinik yang ada di RSUD Karanganyar : NO



POLIKLINIK



NO



POLIKLINIK



1



Poli Umum



8



Poli Gigi



2



Poli Penyakit Dalam



9



Poli Mata



3



Poli Syaraf



10



Poli Kandungan / Obsgyn



4



Poli THT



11



Poli Orthopedi



12



Poli Gizi



13



Klinik VCT



5



Poli Penyakit Kulit & Kelamin



6



Poli Anak



7



Poli Bedah



Tabel



7. Poliklinik



9



b. Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar memiliki total kapasitas 240 tempat tidur untuk rawat inap, terbagi dalam beberapa kelas dan kelompok sesuai fungsinya. No. Ruang



Deskripsi



1.



Anggrek



2.



Cempaka



3.



Kanthil 1 & 2



Ruang rawat inap penyakit umum, terdiri dari: Anggrek I (Ruang Teladan) Anggrek II (Ruang Utama) Ruang rawat inap untuk semua penyakit kecuali kasus kebidanan dan kandungan, terdiri dari ruang kelas 1 dan Kelas 2. Ruang rawat inap untuk Penyakit Bedah



4.



Mawar 1, 2, dan



5.



Melati



Ruang rawat inap untuk Penyakit Dalam, terdiri dari Mawar 1 untuk pria, Mawar 2 untuk wanita, dan Mawar 3 untuk campuran. Ruang rawat inap untuk Penyakit Anak.



6.



Kenanga



Ruang rawat inap Kebidanan



7.



Teratai



Ruang rawat inap Penyakit Kandungan



8.



Dahlia



9.



Bersalin



Ruang rawat inap Neonatus Risiko Tinggi (bayi bermasalah). Ruang untuk proses persalinan



10.



Flamboyan



3



Tabel 8. Fasilitas Instalasi Rawat Inap



c. Instalasi Gawat Darurat Sesuai dengan visi RS untuk menjadi RS bertaraf Nasional yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dengan menyediakan pelayanan komprehensif bermutu tinggi, pelayanan Gawat Darurat hadir selama 24 jam . Semua fasilitas yang tersedia di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Karanganyar dirancang khusus sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan emergensi. 1. Jenis Pelayanan Emergency Yang Paling Sering Dilakukan: 



Penanganan pasien sesak napas;



10







Penanganan serangan jantung/Payah Jantung;







Penanganan pasien tidak sadar







Penanganan pasien kecelakaan







Penanganan pasien cidera, Mis. cedera tulang, cidera kepala, dll.







Penanganan pasien dengan pendarahan







Penanganan kasus Stroke







Penanganan pasien kejang dan kejang demam pada anak







Penanganan pasien dengan luka-luka







Penanganan pasien keracunan







Penanganan pasien dengan sakit perut hebat







Penanganan medis korban bencana / disaster



2. Pemeriksaan : 



Pada saat masuk IGD, Perawat akan mengantar pasien ke tempat pemeriksaan dan menanyakan tentang gejala/gangguan yang diderita, memeriksa nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dll.







Petugas administrasi akan menanyakan mengenai data identitas, nomor rekam medik dan kartu asuransi (bila ada)



3. Pasien akan diperiksa Dokter Jaga. 4. Penunjang Medis : 



Dokter



Jaga



dapat



meminta



dilakukan



pemeriksaan



Laboratorium, Foto Rontgen, USG, EKG dll, dalam rangka menegakkan diagnosa. 



Beberapa pemeriksaan membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam sehingga



pasien



harus



menunggu



sebelum



diberikan



pengobatan. 5. Penanganan : 



Penanganan emergency akan segera dilakukan Dokter Jaga sedangkan penanganan definitif setelah diagnosis ditegakkan.



11







Bila pasien memerlukan perawatan lanjutan maka akan ditempatkan pada Ruang Perawatan Umum atau Ruang Intensif tergantung keadaan pasien







Pasien/keluarganya akan diminta persetujuan perawatan untuk kamar perawatan dan Dokter yang akan merawat







Pasien yang tidak memerlukan perawatan akan dipulangkan setelah mendapatkan pengobatan



d. Instalasi Rawat Intensif Instalasi Rawat Intensif adalah instalasi khusus untuk pasien rawat inap yang memerlukan pengawasan secara intensif. Pelayanan intensif di sini akan memberikan penanganan dan perawatan terhadap kasus-kasus dengan sakit kritis dengan satu atau lebih gagal organ yang memerlukan pemantauan, tindakan dan terapi yang intensif dengan tujuan menekan angka kematian (mortalitas) dan angka kecacatan (morbiditas). Instalasi perawatan intensif terdiri dari 4 tempat tidur perawatan intensif dan 1 tempat tidur perawatan intensif isolasi. Sesuai dengan ketentuan instalasi ini dilayani oleh dokter-dokter anestesi dan dokter lain sesuai dengan kompetensinya serta oleh perawat yang sudah terlatih dalam bidang Intensive Care Unit. e. Instalasi Bedah Sentral Instalasi Bedah Sentral merupakan instalasi yang melakukan pelayanan pembedahan baik yang bersifa segera (Cito) ataupun terencana (elektif). Layanan: 1. Bedah Umum seperti laparatomi, prostat, hernia, apendiksitis, dll. 2. Bedah Mata seperti katarak, glukoma, trauma, dll. 3. Bedah THT seperti operasi sinus. RSUD Karanganyar juga telah dapat melakukan operasi tympanoplasty karena telah tersedia peralatan pendukung tindakan tersebut. 4. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Instalasi Bedah Sentral RSUD Kabupaten



12



Karanganyar



telah



dilengkapi



dengan



alat



Endoskopi



dan



Laparaskopi.



f. Instalasi Rehabilitasi Medik Instalasi Rehabilitasi Medik adalah bentuk pelayanan kesehatan untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan gerak dan fungsi tubuh. Bentuk pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar, antara lain: 1. Deteksi dini gangguan gerak dan fungsi. 2. General exercise untuk pasien rawat inap sebagai upaya preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. 3. Pelayanan kuratif bagi mereka yang sudah mengalami gangguan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Modalitas Fisioterapi



yang tersedia di



RSUD Kabupaten



Karanganyar antara lain: 1. Short/Micro Wave Diathermy 2. Ultrasound Therapy 3. Elektrik Stimulasi (dengan arus Interferensi, TENS, Muscle stimulation, dll) 4. Infrared 5. Traksi Lumbal dan Cervical 6. Exercise Therapy 7. Manipulasi Therapy 8. Parafin Bath 9. Perawatan Gymnasium g. Unit Elektromedik Instalasi ini didukung bermacam peralatan untuk melayani antara lain: 1. Densitometri, digunakan untuk mendeteksi keropos tulang (Osteoporosis) lebih dini



13



2. Brain Mapping, merekam aktifitas otak. Digunakan antara lain untuk: pemeriksaan kejang, nyeri kepala kronis, susah konsentrasi 3. Transcranial Doppler, untuk mendeteksi pembuluh darah otak 4. Electroencephalogram (EEG) 5. Audiometri 6. Treadmill 7. Electrocardiogram (EKG) h. Instalasi Radiologi Instalasi Radiologi merupakan instalasi yang bertanggung jawab memberikan pelayanan radiodiagnostik pasien RSUD Karanganyar. Instalasi Radiologi selain melayani pemeriksaan pasien dari dalam, instalasi ini juga menerima pasien rujukan dari dokter praktek ataupun rumah sakit lain di sekitar Kota Karanganyar. Instalasi Radiologi di RSUD Karang Anyar ini dapat melakukan pelayanan: 1. Pemeriksaan Radiodiagnostik non kontras maupun dengan kontras. 2. Pemeriksaan gigi Panoramik. 3. Pemeriksaan USG Penyakit Dalam, Bedah, Kandungan, Anak dan Soft Tissue. i. Instalasi Laboratorium & Unit Bank Darah Instalasi Laboratorium merupakan instalasi yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pemeriksaan laboratorium klinik pasien RSUD Karanganyar. Instalasi Laboratorium selain melayani pemeriksaan pasien rumah sakit, instalasi ini juga menerima pasien rujukan dari dokter praktek ataupun rumah sakit lain di sekitar Kota Karanganyar. Pelayanan yang dapat dilakukan di Instalasi Laboratorium adalah: 1. Pemeriksaan Darah Rutin 2. Pemeriksaan Kimia Darah 3. Pemeriksaan Serologi 4. Pemeriksaan Urin 5. Pemeriksaan Feses



14



Unit Bank Darah merupakan unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit. Unit ini dapat melakukan pemeriksaan: 1. Pemeriksaan golongan darah dan Rhesus 2. Pemeriksaan Blood Typing dan Tube-Test 3. Uji cocok serasi (Cross Matching) 4. Pemeriksaan direct Combs Test, Indirect Combs Test. j. Instalasi Farmasi Instalasi Farmasi adalah instalasi yang melaksanakan pelayanan kefarmasian yang beroirientasi pada pelayanan pasien, menyediakan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik. Instalasi Farmasi melayani: 1. Obat 2. Alat Habis Pakai / Bahan Habis Pakai 3. Alat Kesehatan 4. Gas Medis 5. Reagen Laboratorium 6. Bahan Radiologi 7. Alat Fisioterapi 8. Asuhan Farmasi Instalasi Farmasi memberikan pelayanan selama 24 jam perhari kepada pasien Rawat Jalan, pelayanan Rawat Inap dan IGD. Pelayanan yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar antara lain: 1. Proses pengemasan kembali obat 2. Pelayanan informasi obat. 3. Pelayanan farmasi klinis. k. Instalasi Rekam Medik Instalasi Rekam Medik berperan dalam pengelolaan dokumen medik di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar baik



15



dalam hal penyusunan urutan dokumen (assembling), pemberian kode diagnosa, indexing serta penyimpanan dokumen. Dengan pengelolaan dokumen yang baik maka dokumen mudah didapatkan kembali apabila diperlukan sehingga kelangsungan terapi dapat terjamin. Selain pengelolaan dokumen medis instalasi ini bertanggung jawab terhadap pengolahan data rekam medik serta pelaporan secara berkala. l. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Instalasi ini melaksanakan fungsi dalam hal pemeliharaan sarana rumah sakit yang meliputi instalasi listrik, jaringan komunikasi, peralatan elektronika, peralatan laundry, peralatan dapur, peralatann kedokteran, peralatan kesehatan, sertifikasi dan kalibrasi sarana rumah sakit. m. Instalasi Kesehatan Lingkungan (Sanitasi) Rumah Sakit a. Pengelolaan Air Bersih b. Pengelolaan IPAL c. Pengelolaan Sampah a) Klinis b) Non Klinis



d. Upaya Prevensi Infeksi Nosokomial a) Pengawasan penyediaan makanan dan minuman b) Kebersihan lingkungan rumah sakit c) Pengelolaan linen d) Pengelolaan sterilisasi alat medis e) Pengelolaan sterilisasi ruang (foging bakteri) n. Instalasi Gizi Instalasi gizi mempunyai kegiatan pokok : a.



Penyelenggaraan makanan di rumah sakit



b.



Pelayanan konsultasi/penyuluhan gizi di ruang rawat inap



c.



Pelayanan konsultasi/penyuluhan gizi di ruang rawat jalan



d.



Penelitian dan pengembangan gizi terapan



16



BAB III KEGIATAN YANG DILAKUKAN



A. Kegiatan Hari Pertama Kegiatan dokter muda hari pertama di RSUD Karanganyar dilaksanakan pada hari Kamis, 15 Desember 2016. Kegiatan diawali dengan bimbingan oleh dr. Kasyfi Hartati, MPH dengan materi sistem jaminan sosial nasional dan jaminan kesehatan nasional, informed consent dan rekam medis . 1. Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan



program



jaminan



sosial



oleh



beberapa



badan



penyelenggara jaminan sosial. SJSN bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Jenis program jaminan sosial meliputi : 1) Jaminan Kesehatan



Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 2) Jaminan Kecelakaan Kerja



Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja 3) Jaminan Pensiun



Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada



saat



peserta



mengalami



kehilangan



atau



berkurang



17



penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total 4) Jaminan Hari Tua



Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia 5) Jaminan Kematian



Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia a. BPJS Adalah badan hukum yang dibentuk dengan UU BPJS untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. UU No. 24 Tahun 2011 membentuk dua BPJS, yaitu: (1) BPJS Kesehatan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. (2) BPJS Ketenagakerjaan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. BPJS bertanggungjawab kepada Presiden. Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Anggota Direksi BPJS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Presiden menetapkan Direktur Utama. BPJS diawasi oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan oleh organ BPJS, yaitu Dewan Pengawas dan sebuah unit kerja di bawah Direksi yang bernama Satuan Pengawas Internal. Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh badan-badan di luar BPJS, yaitu DJSN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).



18



Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, Tugas dan peran BPJS Kesehatan : BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam pelaksanaannya, BPJS Kesehatan memiliki beberapa peranan yaitu : a)



Mengembangkan sistem kendali mutu dengan membentuk TKMKB serta kredensialing dan rekredensialing fasilitas kesehatan.



b)



Mengembangkan sistem pembayaran melalui kapitasi berbasis komitmen pelayanan dan kesepakatan regionalisasi tarif INA CBG’s



c)



Mengembangkan sistem pelayanan melalui optimalisasi FKTP, optimalisasi sistem rujukan, program rujuk balik dan prolanis.



c.



Jaminan Kesehatan Nasional



Hak memperoleh kesehatan yang memadai dan kesejahteraan merupakan hak asasi dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan ini tercantum dalam dasar negara Indonesia yaitu Pancasila sila ke-5 dan UUD 1945 dalam pasal 28 H ayat 3 yang berbunyi “Setiap



orang



berhak



atas



Jaminan



Sosial



yang



memungkinkan



pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat”. Untuk mewujudkan komitmen pemenuhan hak warga negara, pemerintah berkewajiban dalam pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional. Upaya pelaksanaan tersebut telah dirintis dengan adanya jaminan kesehatan melalui PT. Askes dan PT. Jamsostek. Namun demikian upaya-



19



upaya tersebut masih terfragmentasi sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan masih sulit terkendala. Maka dari itu pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pelaksanaan Program JKN bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Unsur-unsur penyelenggaraan dalam JKN meliputi: 1. Regulator Yang meliputi berbagai kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian



Koordinator



Kesejahteraan



Rakyat,



Kementerian



Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). 2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 3. Pemberi Pelayanan Kesehatan Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah seluruh fasilitas layanan kesehatan primer (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan rujukan (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut). 4. Badan Penyelenggara Badan Penyelenggara



adalah



badan



hukum



publik



yang



menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).



20



Peserta program JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan. 1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Penetapan kriteria peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)dilakukan oleh Kementerian Sosial. Berdasarkan kriteria tersebut dilakukan pendataan dan validasi oleh Dinas Sosial Kabupaten/kota setempat. Selanjutnya data hasil validasi diteruskan ke Kementerian Sosial untuk ditetapkan sebagai sasaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Iuran



bagi peserta PBI dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui



Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Iuran bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran iuran minimum sama dengan besar iuran untuk peserta PBI. 2. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya. Adapun besaran premi yang diatur adalah sebagai berikut : a. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah. b. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta. c. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per



21



bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta. d. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah. Adapun besaran iuran yang dibayarkan adalah : a.



Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.



b.



Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.



c.



Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.



Setiap peserta JKN mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi: a.



Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP),



b.



Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL);



c.



Pelayanan gawat darurat; dan



d.



Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan



kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu (kegawatdaruratan medik atau darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.



22



Jaminan Kesehatan Kecelakaan Lalu Lintas Korban kecelakaan lalu lintas bisa melakukan klaim pembiayaan pelayanan kesehatan kepada Penyelenggara Transportasi yaitu Jasa Raharja. Klaim hanya bisa dilakukan jika sudah ada keterangan kecelakaan dari kantor polisi.



Namun



jika



kecelakaan



yang



terjadi



adalah



kecelakaan



tunggal/kecelakaan karena mabuk, pembiayaan pelayanan kesehatan tidak bisa diberikan oleh Jasa Raharja. Jasa Raharja memiliki batasan maksimal klaim pelayanan kesehatan yang akan ditanggung. Maka dari itu, jika pasien masih memerlukan biaya tambahan, pembayaran biaya tambahannya dapat diklaimkan ke salah satu diantara : a)



BPJS Ketenagakerjaan ; jika pasien sudah terdaftar sebagai peserta



BPJS Ketenagakerjaan dan mengalami kecelakaan disaat menjalankan tugas kepegawaiannya. b)



PT. Taspen ; jika pasien adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)



2. Informed Consent Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan. Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45 Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran. Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap, sekurang-kurangnya mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang



23



dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya,risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Fungsi dari Informed Consent adalah : 1. Promosi dari hak otonomi perorangan; 2. Proteksi dari pasien dan subyek; 3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan; 4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri; 5. Promosi dari keputusan-keputusan rasional; 6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik. Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu: a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian). b. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis. c. Yang bertujuan untuk terapi. 3. Rekam medis Rekam medis menurut Pasal 46 ayat (1) pada UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis berisi: (1) Catatan: identitas pasien, pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan dari masing-masing tenaga kesehatan yang berwenang; (2) Dokumen: berupa foto rontgen, hasil laboratorium. Terdapat dua jenis rekam mendis yaitu rekam medis konvensional dan rekam medis elektronik. Rekam medis konvensional adalah yang ditulis pada lembaran yang kemudian diarsip oleh RSUD Karanganyar. Rekam medis elektronik memanfaatkan sistem informasi yang terintegrasi pada semua bagian rumah sakit.



24



Manfaat adanya rekam medis adalah terdapat kejelasan mengenai pengobatan pasien, obat apa saja yang sudah diberikan pada pasien, dan rencana terapi aja saja yang akan dilakukan pada pasien. Rekam medis secara tidak langsung juga mendorong peningkatan kualitas pelayanan karena setiap pelayanan yang diberikan ada buktinya sehinga ada rekam jejak yang jelas. Rekam medis juga dapat digunakan sebagai penunjang pendidikan dan penelitian. Isi rekam medis dikategorikan sesuai kondisi pasien saat datang ke rumah sakit, yaitu rekam medis untuk pasien rawat jalan, rawat inap, kegawatdaruratan dan bencana. Isi rekam medis pasien rawat jalan dan rawat inap memiliki kesamaan yaitu memuat identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan dan/atau tindakan, pasien dengan kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik. Rekam medis pasien rawat inap ditambahkan data tentang persetujuan tindakan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, ringkasan pulang (terdiri dari identitas pasien, diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat, ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak lanjut, nama dan tanda tangan dokter/dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan). Rekam medis untuk pasien kegawatdaruratan memiliki perbedaan dan kekhususan yaitu adanya catatan kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan, identitas pengantar, sarana transportasi yang digunakan serta, ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan/atau rencana tindak lanjut. Selain rawat jalan, inap dan kegawatdaruratan terdapat kelas isi rekam medis lain yaitu rekam medis untuk pasien korban bencana. Isi rekam medis ini hampir sama dengan rekam medis kegawatdaruratan dan ditambahkan data jenis bencana, lokasi dimana pasien ditemukan, kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal, serta identitas yang menemukan pasien. Selain itu terdapat rekam



25



medis untuk pengobatan masal atau dalam ambulan yang kondisional saat di lokasi tersebut saja. Rekam medis wajib dibuat dokter/dokter gigi serta pembuatannya dilakukan segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. Pada setiap pencatatan, rekam medis wajib dituliskan nama, waktu dan tanda tangan dokter/tenaga kesehatan lain. Jika terjadi kesahalan saat melakukan pencatatan dapat dilakukan pembetulan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan sehingga masih bisa tebaca dan dibubui tanda tangan dokter/tenaga kesehatan lain. Berkas rekam medis adalah milik dokter dan sarana pelayanan kesehatan.Isi rekam medis merupakan milik pasien. Hal ini telah tertuang dalam UU Praktik Kedokteran. Jika pasien atau keluarga pasien meminta data rekam medis, isi rekam medis dapat diberikan dalam bentuk resume/ringkasan. Data atau informasi yang tercantum dalam rekam medis bersifat rahasia dan wajib dijaga kerahasiannya oleh dokter/atau tenaga kesehatan lain. Dalam beberapa keadaan tertentu, informasi rekam medis dapat dibuka namun tetap harus melalui prosedur perijinan pimpinan rumah sakit. Keadaan tertentu tersebut antara lain jika adanya permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan atau dalam rangka penelitian dan audit medis selama tidak menyebutkan identitas pasien. Rekam medis memiliki batas waktu masa penyimpanan yaitu 5 tahun terhitung dari hari terakhir pasien berobat di rumah sakit. Di RSUD Karanganyar, penyimpanan rekam medis selama 5 tahun ditambah 2 tahun di tempat yang berbeda untuk memastikan rekam medis tersebut tidak digunakan kembali. Jika masa 2 tahun tersebut pasien kembali, rekam medis akan kembali ke penyimpanan awal dan mengikuti siklus 5+2 tahun lagi sampai waktunya dimusnahkan. Namun jika selama waktu 2 tahun tersebut tidak ada pengobatan/kedatangan pasien terkait maka rekam medis akan dimusnahkan. Adapun bagian yang tidak disertakan untuk dimusnahkan adalah laporan operasi, lembar keluar masuk dan resume klinis pasien.



26



Pemusnahan dilaksanakan oleh tim yang dibentuk oleh Direktur dan dibuatkan berita acara pemusnahan dokumen. B. Kegiatan Hari kedua Kegiatan Dokter muda pada hari Jumat. 16 Desember 2016 kegiatan diawali bimbingan oleh dr. Mariyadi, selaku Direktur RSUD Karanganyar dengan materi manajemen RSUD dan dilanjutkan bimbingan oleh dr. Ita Kusumawati M.Kes dengan materi audit medik, tipe-tipe rumah sakit dan sistem rujukan. 1. Manajemen Rumah Sakit Rumah Sakit (RS) merupakan suatu organisasi yang memiliki fungsi untuk menjalankan pelayanan kesehatan dengan paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit/direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Seluruh RS harus menyelenggarakan Tata Kelola RS dan Tata Kelola Klinik yang baik. Tata Kelola RS yang baik dikatakan dari Manajemen yang dilaksanakan oleh RS



berdasarkan



pada



prinsip-prinsip



transparasi,



akuntabilitas,



independen, responsibilitas, serta kesetaraan dan kewajaran. Sedangkan Tata Kelola Klinik yang baik didasarkan pada penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinis, data klinis, risiko klinis



berbasis



bukti,



peningkatan



kinerja,



pengelolaan



keluhan,



mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional dan akreditasi rumah sakit. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar merupakan rumah sakit



daerah



milik



pemerintah



Kabupaten



Karanganyar



dengan



pertanggungjawaban pelaporan ke bupati Karanganyar melalui sekretaris daerah kabupaten Karanganyar. Sistem pengelolaan di RSUD Karanganyar sudah menerapkan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sesuai amanat Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mengatakan bahwa rumah sakit daerah dikelola dengan menerapkan PPKBLUD. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah yang



27



memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, dalam hal ini segala upaya pengambilan keputusan diselenggarakan oleh instansi tersebut sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Penerapan BLUD ini memiliki fleksibilitas dalam penyelenggaraan RS dalam hal : 1. Merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumberdaya yang dibutuhkan 2. Pengelolaan belanja BLUD diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran 3. Pengelolaan kas BLUD 4. Pengadaan barang/jasa oleh BLUD (prinsip efisiensi dan ekonomis) 5. Sistem informasi manajemen keuangan Dalam BLUD diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS sebagai tenaga honorer yang kemudian bisa diangkat sebagai pegawai tetap. BLUD juga memiliki kesempatan untuk memberi imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Berbeda dengan RS Non-BLUD yang mana pegawainya harus PNS ataupun non-PNS yang sudah terdaftar sebagai pegawai di Pemda setempat. Perbedaan lain dari segi pengelolaan keuangan, RS BLUD dapat mengatur sendiri pendapatan dan pengeluarannya, sedangkan RS NonBLUD dalam hal penentuan tarif merupakan hasil keputusan yang tercantum dalam Perda setempat (atas usulan RS tersebut), kemudian seluruh pendapatan yang didapatkan oleh RS Non-BLUD harus disetorkan ke dalam Penghasilan Asli Daerah (PAD) yang kemudian seluruh dana tersebut dihimpun dan digabung dengan pendapatan sektor-sektor lain. Terakhir dana tersebut diberikan lagi kepada RS sesuai jumlah yang diajukan oleh Rumah Sakit. Dalam hal pelaporan pertanggung jawaban keuangan RS, bukan berarti BLUD tidak melakukan pelaporan keuangan kepada Pemda setempat. Pengawasan operasional BLUD RSUD dilakukan oleh pengawas internal (internal auditor yang berkedudukan langsung di bawah direktur).



28



Sedangkan evaluasi dan penilaian kinerja BLUD RSUD dilakukan setiap tahun oleh dewan pengawas dan kemudian akan dilaporkan kepada bupati. Evaluasi dilakukan



terhadap aspek keuangan dan non keuangan yang



bertujuan untuk mengukur tingkat pencapaian hasil pengeloaan BLUD. Dalam pertanggung-jawabannya kepada Pemda, RS harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan, agar tetap dapat dievaluasi bahwa pelayanan yang diberikan telah sesuai mutu dan standar. Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah unit nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat. Dewan Pengawas merupakan unit nonstruktural yang bersifat independen, dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit. Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari unsur pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat. Unsur pemilik Rumah Sakit ditunjuk oleh pemilik Rumah Sakit. Unsur organisasi



profesi



ditetapkan



oleh



pemilik



Rumah



Sakit



setelah



berkoordinasi dengan organisasi profesi tenaga kesehatan. Unsur asosiasi perumahsakitan ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit setelah berkoordinasi dengan asosiasi perumahsakitan.



Unsur tokoh masyarakat) merupakan



tenaga ahli di bidang perumahsakitan. Keanggotaan Dewan Pengawas berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.



Dalam



melaksanakan



tugasnya



Dewan



Pengawas



dapat



membentuk komite audit atau Tim Ad-hoc. 2. Audit medik Definisi audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. Secara umum tujuan dari audit medik adalah tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit.



29



Sedangkan secara khusus bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu layanan medis, mengetahui penerapan standar pelayanan medis dan melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis. Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan, pelaksanaan audit medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus. Menurut Peratutan Menteri Kesehatan No. 755 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit, dalam pelaksanaan audit medis, direktur rumah sakit harus membentuk tim komite medik. Dalam peratuturan tersebut yang dimaksud dengan komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya, melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu dan profesi medis dan pemeliharaan etika dan disiplin rofesi medis. Adapun staf medis disini yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis di rumah sakit. Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite medik sekurang-kurangnya terdiri atas ketua, sekretaris dan subkomite. Subkomite sendiri terdiri dari subkomite kredensial



yang bertugas menapis



profesionalisme staf medis, subkomite mutu profesi yang bertugas mempertahankan kompetensi dan profesionalisme staf medis dan subkomite etika dan disiplin profesi yang bertugas menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi staf medis. Secara umum, pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting, yaitu : • sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masingmasing staf medis pemberi pelayanan di rumah sakit; • sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki;



30



• sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan atau penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege); dan • sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan perubahan/ modifikasi rincian kewenangan klinis seorang staf medis. Di masa lalu, audit medis identik dengan mencari-cari kesalahan. Namun dalam perspektif baru, audit medis merupakan review, surveilans dan assessment secara sistematis dan independen untuk menentukan apakah kegiatan penerapan standar sudah dilaksanakan atau belum. Dan bila belum dilaksanakan dicari akar permasalahan sehingga bisa dilakukan upaya perbaikan. Apabila dari hasi laudit ditemukan kesalahan atau tidak dipatuhinya standar maka perlu dilakukan pembinaan dan dicari solusi pemecahan permasalahannya. Audit medis merupakan siklus yang terus menerus karena merupakan upaya perbaikan yang terus menerus seperti berikut ini: Pemilihan topik audit



Re-audit



Penetapan kriteria dan standar



Menetapkan perubahan



Pengumpulan Data



Analisis data



Gambar 3. Siklus audit medik Berdasarkan hal tersebut diatas maka langkah-langkah pelaksanaan audit medis sebagai berikut: 1. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit 2. Penetapan standard dan kriteria 3. Penetapan jumlah kasus/ sampel yang akan diaudit 4. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan



31



5. Melakukan analisa kasus yang tidak sesuai standard dan criteria 6. Tindakan korektif 7. Rencana re-audit 3. Sistem Rujukan Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dan hotizontal. Secara garis besar, rujukan dibedakan menjadi: a. Rujukan medik, mencakup: pasien, rujukan pengetahuan, dan bahanbahan pemeriksaan. Rujukan medik yaitu sistem rujukan dalam upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan yang mencakup rujukan



penderita,



pengetahuan



dan



bahan-bahan



pemeriksaan



(Syafrudin, 2009). Jenis rujukan medik antara lain : i) Transfer



of



specimen;



pengiriman



bahan



(spesimen)



untuk



pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap, atau juga sering disebut sebagai rujukan parsial. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut. ii) Transfer of patient; konsultasi pelimpahan tanggungjawab atas seorang pasien untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif, dll, atau juga sering disebut sebagai rujukan non parsial. Rujukan non parsial adalah pelimpahan wewenang pelaksanaan pelayanan kesehatan selanjutnya kepada fasilitas kesehatan/dokter lainnya sampai tahap paripurna. iii) Transfer of knowledge; pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat atau untuk membantu menyelesaikan permasalahan kesehatan perseorangan yang tidak bisa dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan terkait.



32



b. Rujukan kesehatan masyarakat Rujukan kesehatan masyarakat adalah sistem rujukan pelayanan masalah kesehatan masyarakat atau public health service dalam upaya promotif (peningkatan kesehatan) dan preventif (pencegahan penyakit) yang mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional. Sistem rujukan merupakan bagian dari Sub Sistem Upaya Kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional. Di mana Sub Sistem Upaya Kesehatan adalah tatanan yang menghimpun: i.



UKM (Upaya Kesehaan Masyarakat): setiap kegiatan yang dilakukan pemerintah atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Strasa pertama



: Puskesmas



Strata kedua



: DKK



Strata ketiga



: Dinas Kesehatan Propinsi



ii. UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) secara terpadu dan saling mendukung agar tercapai derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya. UKP ini ditujukan untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan. Strata pertama : Puskesmas, praktik dokter, PPK I, Klinik Pratama Strata kedua



: Praktik dokter spesialis, PPK II, Klinik Utama, RS



kelas D dan C. Strata ketiga



: Praktik dokter spesialis konsultan, RS kelas B dan RS



kelas A. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 tahun 2012, pelayanan kesehatan dilakukan berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.Begitu pula pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan tingkat ketiga.Penerapan sistem ini misalnya, pasien yang sakit harus memeriksakan dirinya ke praktik dokter



33



umum dahulu, kemudian jika tidak bisa ditangani baru dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit kelas D atau C, kemudian jika di rumah sakit tersebut masih belum bisa ditangani barulah dirujuk ke rumah sakit kelas B atau A. C. Kegiatan Hari Ketiga Kegiatan dokter muda pada hari Sabtu, 17 Desember 2016 kegiatan diisi dengan penyampaian materi kesehatan dn keselamatan kerja (K3RS), patient safety, infeksi nosokomial oleh Dokter Muda dan dilanjutkan bimbingan oleh dr. Iriyanti Ambarwati selaku pembimbing Dokter Muda dengan materi penanggulangan bencana dan pemberian obat rasional (POR). 1. K3RS a. Definisi K3RS



diartikan



sebagai



upaya



untuk



memberikan



jaminan



keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. b. Landasan Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dilakukan berdasarkan dasar hukum yang tertera pada: 



UU no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja







UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan







UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit berisi akreditasi RS dan syarat fisik RS







UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan







Permenaker No 5/Men/1996 tentang SMK3







Permenkes No 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen K3 Rumah Sakit







Permenkes No 432/Menkes/SK/VIII/2010 tentang standar K3 Rumah Sakit



c. Prinsip K3RS



34



Penerapan K3RS memiliki beberapa prinsip. Pertama, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian Alat Pelindung Diri yang benar, pengelolaan alat-alat kesehatan bekas pakai secara benar, pengelolaan jarum suntik dan alat-alat tajam untuk mencegah terjadinya perlukaan, dan pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan dan lingkungan sekitar. d. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari dilakukannya K3RS yaitu diharapkan dapat tercipta cara kerja yang baik dan benar sesuai SOP, lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman, serta meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS Manfaat K3RS bagi rumah sakit yaitu agar dapat meningkatkan mutu pelayanan, mempertahankan kelangsungan operasional RS, meningkatkan citra rumah sakit. Bagi karyawan berguna sebagai perlindungan terhadap penyakit akibat kerja dan pencegahan terhadap kecelakaan akibat kerja. Bagi pasien, selain untuk keselamatan pasien juga dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit. e. Lingkup K3RS 1) Penyediaan Air Bersih 2) Pengelolaan Limbah Cair 3) Pengelolaan Sampah 4) Pengendalian serangga dan binatang pengganggu 5) Sanitasi Makanan 6) Penyehatan Ruang Laundry 7) Infeksi Nosokomial 8) Pemantauan Hasil Sterilisasi Alat 9) Penyuluhan Kesehatan Lingkungan 10) Pemantuan Pencahayaan Ruangan 11) Pemantauan Penyehatan Udara 12) Pemantauan Kebisingan Ruang 13) Pemantauan Kebisingan dan Udara Ambient 14) Pengujian Kalibrasi Alat Kesehatan 15) Instalasi Listrik



35



16) Instalasi Pemadan Kebakaran 17) Fasilitas Toilet 18) Ketenagaan 19) Alat Pelindung Diri 20) Penetapan Tempat-tempat Berisiko 21) Fasilitas Perlengkapan Keamanan Pasien f.



Alat Pelindung Diri



Penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apronpelindung. Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan. g. Alat pemadam Api Ringan (APAR) Alat pemadam api berbentuk tabung yang mudah dioperasikan oleh satu orang dan mudah dijinjing. APAR ditujukan untuk memadamkan api awal kecil pada mula terjadinya.Berat APAR berkisar antara 1 kg-16 kg. Penempatan APAR yang tepat guna sebaiknya mudah terlihat, mudah terjangkau, tersebar, jarak setiap 20 m, tinggi 125 cm dari lantai,terjaga keamanannya Cara Penggunaan APAR: 1) Ambil APAR dari tempatnya, bawa ke lokasi kebakaran. Sebelumnya cek dulu manometernya 2) Bawa APAR ke lokasi kejadian 3) Ambil jarak 2 meter, tidak boleh melawan arah angin 4) Cabut pin pengaman 5) Lakukan uji coba terlebih dahulu dengan cara: tarik selang / nozel, tekan tuas dan semprotkan sedikit 6) Awahkan selang ke sumber api 7) Tekan tuas, semprotkan dan ratakan dengan arah menyapu sampai api padam h. Bahan Berbahaya dan Beracun



36



Rumah sakit harus mempunyai program untuk mengendalikan dan pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).



Jenis-jenis limbah



berdasarkan WHO antara lain:  Limbah berinfeksi  Limbah patologis dan anatomis  Limbah farmasi berbahaya  Limbah kimia berbahaya  Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi  Kontainer bertekanan  Benda tajam  Limbah sangat menular  Limbah genotoksik / sitotoksik  Limbah radioaktif Program B3 antara lain:  Persediaan B3 yang meliputi materi, kuantitas dan lokasi  Penanganan, penyimpanan dan penggunaan B3  Peralatan pelindung yang tepat dan prosedur selama penggunaan, tumpahan atau paparan  Label yang tepat dari B3 dan limbah  Pelaporan dan penyelidikan tumpahan dan insiden lainnya  Pembuangan limbah berbahaya dan dokumentasi, izin, lisensi atau persyaratan peraturan lainnya i. HIRADC (Hazard Identification, Risk Assesment, Determining Control) Sebuah organisasi harus menetapkan prosedur mengenai Identifikasi Bahaya (Hazards Indentification), Penilaian Risiko (Risk Assessment), dan menentukan Pengendaliannya (Determining Control), atau disingkat dengan HIRADC, keseluruhan program ini disebut juga manajamen risiko (risk manajement).



37



Struktur Organisasi Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) RSUD Kabupaten Karanganyar



Polisi RS Rujukan BPBD Kab. Karanganyar



Direktur



Ketua Wakil Ketua Sekretaris



Dinsosnakertrans



Koordinator Teknis



Koordinator Program Koordinator Bidang Kesehatan Kerja



Koordinator bidang Keselamatan Kerja



Koordinator bidang Penyehatan Lingkungan



Koordinator bidang Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana



Code Red



Code Blue



2. Patient Safety Definisi patient safety (keselamatan pasien) dalam Peraturan Menteri Kesehatan Repuplik Indonesia 1691/2011 (PMK 1691/2011) adalah sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan.



38



Dalam 15 tahun terakhir ini, semakin banyak bukti bahwa banyak pasien yang mengalami trauma selama dalam perawatan.Akibatnya terjadi kecacatan permanen, pemanjangan Length of Stay (LOS) bahkan kematian. Laporan sekitar satu dua dekade terakhir ini menunjukkan bahwa kejadian tidak diharapkan tersebut terjadi bukan karena kesengajaan mencelakakan pasien.Terjadinya trauma tersebut lebih karena sistem pelayanan kesehatan yang begitu kompleks sehingga keberhasilan tatalaksana pada seorang pasien tergantung pada banyak faktor, bukan hanya kompetensi personal pemberi pelayanan kesehatan. Yang harus disadari bahwa terhadap suatu kejadian tidak diharapkan, harus didudukkan apakah didasari oleh kelalaian (negligence) atau karena violations (pelanggaran). Banyak laporan menyatakan bahwa sebagian besar kejadian tidak diharapkan terjadi karena kelalaian yang sangat berhubungan dengan sistem. Hal ini mengedepankan tindakan pencegahan secara sistem untuk meminimalkan risiko terjadinya kelalaian tersebut. Keterampilan menelusuri masalah ini sangat perlu dikembangkan. Faktor manusia membahas hubungan antara manusia dan sistem yang terbentuk dalam interaksi antar manusia, yang berfokus pada peningkatan efisiensi, kreativitas, produktivitas dan kepuasan kerja dengan tujuan meminimalisir kesalahan (error). Kegagalan penerapan prinsip-prinsip faktor manusia merupakan kunci dari berkembangnya kejadian tidak diinginkan di setting pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, semua tenaga kesehatan perlu memahami prinsip-prinsip faktor manusia ini.Pepatah mengatakan, tenaga kesehatan yang tidak memahami prinsip dasar faktor manusia adalah seumpama seorang ahli kontrol infeksi yang tidak memahami mikrobiologi (WHO, 2009). Dalam istilah sederhana, error adalah kegagalan untuk melaksanakan suatu hal yang telah direncanakan untuk mencapai luaran yang diinginkan. Error dapat terjadi karena melakukan sesuatu yang salah, atau gagal melakukan sesuatu dengan benar. Pelanggaran berbeda dengan error.



39



Pelanggaran adalah suatu tindakan menyimpang dari aturan atau standar yang berlaku, yang bersifat disengaja.



a. Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semuarumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut : 1) Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien ( Standar SKP I) Rumah



sakit



mengembangkan



memperbaiki/meningkatkan



pendekatan



untuk



identifikasi pasien. Maksud dan Tujuan



Sasaran I Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibatsituasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.



40



Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi. Elemen Penilaian Sasaran I: 1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. 2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. 3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untukpemeriksaan klinis. 4. Pasien



diidentifikasi



sebelum



pemberian



pengobatan



dantindakan/prosedur. 5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yangkonsisten pada semua situasi dan lokasi. 2) Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif ( Standar SKP II) Rumah



sakit



mengembangkan



pendekatan



untuk



meningkatkan



efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan. Maksud dan Tujuan Sasaran II Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan



41



peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik lisan,



atau



tertulis.Komunikasi



yang



mudah



terjadi



kesalahan



kebanyakanterjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. Elemen Penilaian Sasaran II: 1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasilpemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah. 2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakankembali secara lengkap oleh penerima perintah. 3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atauyang menyampaikan hasil pemeriksaan 4. Kebijakan



dan



prosedur



mengarahkan



pelaksanaan



verifikasi



keakuratankomunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten. 3) Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (Standar SKP III) Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).Maksud dan Tujuan Sasaran III.Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan



42



keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications)



adalah



obat



yang



sering



menyebabkan



terjadi



kesalahan/kesalahan serius (sentinelevent), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obatobatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati. Elemen Penilaian Sasaran III 1.



Kebijakan



dan/atau



prosesidentifikasi,



prosedur



menetapkan



dikembangkan lokasi,



agar



pemberian



memuat



label,



dan



penyimpananelektrolit konsentrat. 2. Implementasi kebijakan dan prosedur.



43



3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jikadibutuhkan



secara



klinis



dan



tindakan



diambil



untuk



mencegahpemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan. 4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harusdiberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted). 4) Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat pasien ( Standar SKP IV) Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.Maksud dan Tujuan Sasaran IV Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang



berhubungan



dengan



tulisan



tangan



yang



tidak



terbaca



(illegiblehandwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Elemen Penilaian Sasaran IV



44



1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untukidentifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam prosespenandaan. 2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untukmemverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepatpasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional. 3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum



insisi/time-out”



tepat



sebelum



dimulainya



suatu



prosedur/tindakanpembedahan. 4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi. 5) Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Standar SKP V) Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Maksud dan Tujuan Sasaran V Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (bloodstream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Elemen Penilaian Sasaran V 1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygieneterbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHOPatient Safety). 2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.



45



3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. 6) Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh (Standar SKP VI) Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh. Maksud dan Tujuan Sasaran VI Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit. Elemen Penilaian Sasaran VI 1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. 2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi merekayang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh. 3. Langkah-langkah



dimonitor



hasilnya,



baik



keberhasilan



pengurangancedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan. 4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumahsakit. b. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit 1) Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien: Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah penerapan: Bagi Rumah Sakit:



46



o Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah



pengumpulan



fakta



harus



dilakukan



dan



dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga. o Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden. o Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit. o Lakukan



asesmen



dengan



menggunakan



survei



penilaian



keselamatan pasien. Bagi Unit/Tim: o Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden. o Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat. 2) Memimpin Dan Mendukung Staf Membangun



komitmen



dan



fokus



yang



kuat



dan



jelas



tentangKeselamatan Pasien di rumah sakit. Langkah penerapan: Untuk Rumah Sakit: o Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien o Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan



untuk



menjadi



“penggerak”



dalam



gerakan



Keselamatan Pasien o Prioritaskan



Keselamatan



Pasien



dalam



agenda



rapat



Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit



47



o Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya. Untuk Unit/Tim: o Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien o Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien o Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden. 3) Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan asesmen hal yang potensial bermasalah.Langkah penerapan: Untuk Rumah Sakit: o Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf; o Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit; o Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien. Untuk Unit/Tim: o Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isuisu Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait; o Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit; o Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkahlangkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut;



48



o Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit. 4) Mengembangkan Sistem Pelaporan Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakitmengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien RumahSakit. Untuk Rumah Sakit: Melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Untuk Unit/Tim: Memberikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting. 5) Melibatkan Dan Berkomunikasi Dengan Pasien Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Untuk Rumah Sakit: o Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya. o Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden. o Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya. Untuk Unit/Tim: o Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden o Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat



49



o Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya. 6.) Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien. Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Untuk Rumah Sakit: o Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab. o Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi. Untuk Unit/Tim: o Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden. o Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas. 7) Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan PasienMenggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untukmelakukan perubahan pada sistem pelayanan. Untuk Rumah Sakit: o Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat. o Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaa instrumen yang menjamin keselamatan pasien. o Lakukan



asesmen



risiko



untuk



setiap



perubahan



yang



direncanakan.



50



o Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. o Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan. Untuk Unit/Tim : o Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman. o Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda danpastikan pelaksanaannya.



Tim Keselamatan Pasien RSUD Karanganyar



Direktur



Ketua TIM KPRS



Wakil Ketua



Sie pelaporan



Sekretaris



Sie investigasi



Sie diklat



Unit Terkait  Komite medis  Komite keperawatan  Komite PPI  Panitia farmasi dan terapi  Panitia rekam medis  PMKP



Sie manajemen risiko



3. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital acquired infection). Infeksi ini dapat berasal dari: dokter, perawat,



51



dan penderita lain sebagai carrier, penderita sendiri sebagai flora normal tubuh, dan lingkungan yang tercemar. Kriteria infeksi nosokomial: a. Didapat di rumah sakit b. Tidak dalam masa inkubasi c. Infeksi terjadi 3 X 24 jam sejak mulai perawatan pada pasien rawat inap d. Bukan residu infeksi sebelumnya e. Infeksi pada lokasi yang sama tapi oleh mikroorganisme berbeda Cara penularan sering terjadi melalui : a. Pembedahan b. Catheter intravenous c. Catheter kandung kemih d. Cairan intravenous e. Endotracheal tube f. Respirator/Ventilator Faktor-faktor yang menentukan terjadinya Infeksi nosokomial: 1. Faktor endogen; umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal. 2. Faktor eksogen; lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis serta lingkungan Risiko terjadinya infeksi nosokomial meningkat karena: b. Pemakaian obat imunosupresan c. Tindakan bedah yang extensif d. Prosedur diagnostik dan terapeutik yang intensif e. Penggunaan cairan intravenous f. Penggunaan antimikroba berspektrum g. Luas dan tidak rasional Kelompok mikroba penyebab infeksi nosokomial antara lain: a. Mikroba patogen konvensional b. Mikroba patogen kondisional c. Mikroba patogen oportunistik



52



Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi rumah sakit. Kerugian yang ditimbulkan sangat membebani rumah sakit dan pasien. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial merupakan upaya penting



dalam meningkatkan



mutu



pelayanan



medis rumah



sakit.



Program pengendalian infeksi ini dapat dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu tindakan operasional, tindakan organisasi, dan tindakan struktural. Tindakan operasional mencakup kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi (Salawati L, 2012). Kewaspadaan Berdasarkan Penularan atau Transmisi diterapkan pada pasien yang menunjukkan gejala, dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah menular. Kewaspadaan berdasarkan transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan kewaspadaan standar. Kewaspadaan berdasarkan transmisi meliputi: penanganan linen dan pakaian kotor, penanganan peralatan makan pasien, dan pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien suspek atau probabel menderita penyakit menular melalui udara atau airborne. Selain tindakan diatas isolasi pasien yang akan menjadi sumber infeksi juga perlu diperhatikan untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung. Tatalaksana umum infeksi nosokomial: a. Evakuasi faktor risiko penyebab infeksi b. Isolasi c. Pemberian antibiotik: profilaksis, empirik, definitif Jenis Infeksi Nosokomial Beberapa jenis infeksi nosokomial diklasifikasikan sebagai berikut 1) IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) Infeksi darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang di curigai sebagai sumber infeksi. Melalui informasi yang didapat dari pihak RSUD Karangnyar didapatkan bahwa pelaporan mengenai



kejadian



kasus



IADP



belum



dapat



dilakukan



dikarenakan penggunaan alat seperti CVC dan HD tidak ada, sehingga angka kejadiannya pun tidak terekam.



53



2) ISK (Infeksi Saluran Kemih) Infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih. Gold standard



untuk



penegakkan



diagnosis



ini



adalah



dengan



pemeriksaan kultur urin, ditemukan bakteri = > 105/mL. Untuk kejadian ISK sendiri di RSUD Karanganyar tertinggi di bangsal kebidanan, yang kebanyakan terjadi pada pasien post SC. Namun, penetapan ISK sendiri tidak sepenuhnya sesuai prosedur dimana harus dilakukan kultur urin karena terkendala biaya dan sarana. Penetapan ISK sejauh ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien. 120 100 80 60



ISK



40 20



0 Mei



Juni



Mei ISK



Juli



Agustus



Juni Juli 0 90.9



September



Agustus 0



September 0 46.2



3) IDO (Infeksi Daerah Operasi) Infeksi daerah luka operasi yang terjadi 30 hari setelah operasi. Diagnosis dapat ditegakkan apabila terdapat biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptic



disertai



adanya



salah



satu



tanda



inflamasi(nyeri,



peningkatan suhu, kemerahan, pembengkakan, functiolaesa). Pada kejadian IDO sendiri tidak begitu banyak yang dilaporkan, hanya



54



sekitar 1% saja dari tindakan operasi yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kurang ketatnya pelaporan, dan juga tidak pasien post op melakukan kontrol ke RSUD Karanganyar sehingga pihak rumah sakit kesulitan menjaring adanya kejadian kasus IDO. 4) VAP (Ventilator Associated Pneumonia) Merupakan infeksi saluran pernapasan bawah yang terjadi dua hari setelah penggunaan ventilator dapat disebut Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Untuk kejadian VAP di RSUD Karanganyar sangat minimal, bahkan hampir tidak ditemukan. Hal ini disebabkan karena penggunaan ventilator yang jarang dan terkendala juga dengan jumlah ventilator yang belum banyak. Sehingga untuk kejadian VAP sangat sedikit jumlahnya, bahkan hampir tidak terlaporkan. 4. Penanggulangan bencana Bencana adalah suatu keadaan terjadinya kecelakaan/bencana alam/bencana yang dibuat oleh manusia dalam waktu singkat



dan



menimbulkan korban dalam jumlah yang banyak, baik korban jiwa maupun harta benda, yang tidak dapat ditangani oleh satu unit kerja, sehingga harus melibatkan unit kerja yang lain. Penanggulangan Bencana Rumah Sakit diperlukan agar tidak terjadi kegaduhan saat adanya bencana khususnya tenaga medis. Bencana ada yang dapat ditangani sendiri oleh IGD dan ada yang tidak dapat ditangani oleh IGD saja sehingga memerlukan bantuan tenaga kesehatan dari bagian lain. Pelaksanaan penanggulangan bencana oleh rumah sakit meliputi : 1) Memperhatikan pelayanan kesehatan individu dengan patient safety 2) Tetap merawat pasien sebelumnya 3) Menangani permasalahan bencana 4) Membantu kebutuhan logistik dan medis 5) Membuat informasi satu pintu, bagian humas Bencana sendiri terbagi menjadi :



55



1) Bencana internal rumah sakit ; bencana yang menimpa objek rumah sakit seperti terjadinya gedung roboh kebakaran, ledakan. 2) Bencana eksternal rumah sakit ; bencana yang terjadi di luar rumah sakit/lingkungan sekitar rumah sakit, dimana terjadi kekurangan petugas rumah sakit dalam mengatasi korban bencana yang dibawa ke rumah sakit. Contohnya adalah terjadinya bencana alam, kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan banyak korban. Tatalaksana penanggulangan bencana terbagi menjadi 4 fase, yaitu fase informasi, siaga, triage dan evaluasi. 1) Fase Informasi adalah fase disaat rumah sakit menerima informasi mengenai adanya bencana. Pelaporan kejadian/informasi bencana rumah sakit saat jam kerja dilakukan oleh kepala IGD kepada kepala rumah sakit yang selanjutnya menginstruksikan bidang-bidang lain serta tim penanggulangan bencana untuk segera menentukan status siaga bencana. Namun jika kejadian bencana tidak di jam kerja, pelaporan ditugaskan kepada dokter jaga IGD ke kepala rumah sakit agar selanjutnya dapat menginstruksikan bidang-bidang lain termasuk kepala IGD serta tim penanggulangan bencana dalam hal penentuan status siaga. 2) Fase Siaga adalah fase disaat rumah sakit siap menerima dan menangani korban bencana meskipun jumlah korban melebihi kapasitas IGD. Jika tenaga kesehatan di IGD tidak mencukupi, rumah sakit dapat mengerahkan tenaga kesehatan lini kedua dan ketiga untuk membantu penanganan korban bencana. Pada fase ini, tim yang menangani korban dengan label triage merah sudah siap di IGD. 3) Fase Triage adalah fase disaat pasien sudah datang ke rumah sakit dan dilakukan penanganan pasien serta penempatan pasien sesuai sistem pelabelan triage rumah sakit. 4) Fase evaluasi adalah fase disaat penanganan korban bencana telah selesai dan dilakukan



identifikasi



pasien serta



evaluasi



setiap proses



penanggulangan bencana di rumah sakit apakah semua pasien tertangani.



56



Triage



yaitu tindakan pemilihan korban sesuai dengan kondisi



kesehatannya untuk mendapat label tertentu dan kemudian dikelompokkan serta mendapat pertolongan/penanganan sesuai kebutuhan. Prinsip triage adalah memberikan pernanganan terbaik untuk korban sebanyak-banyaknya. Pembagian label triage : 1) Label Hijau : korban yang tak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, contohnya korban luka bakar minor 2) Label Kuning : korban dengan cidera sedang yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan kemudian dapat dipulangkan, atau dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke rumah sakit lain, contohnya korban dengan fraktur 3) Label Merah : korban dengan cidera berat yang memerlukan observasi ketat, kalau perlu tindakan operasi. Dengan kemungkinan harapan hidup yang masih besar dan memerlukan perawatan rumah sakit atau dirujuk ke rumah sakit lain, contohnya korban dengan syok, gangguan pernapasan 4) Label Hitam : korban sudah meninggal dunia atau pasien dengan harapan hidup kecil Di RSUD Karanganyar, skema disaster plan adalah sebagai berikut: Korban bencana musibah masal → TRIAGE → diklasisfikasikan - MERAH



: ruang resusitasi dan ruang operasi



- KUNING



: ruang tindakan IGD



- HIJAU



: ruang observasi



- HITAM



: kamar jenasah



Masing-masing rumah sakit memiliki tim/organisasi penanggulangan bencana (Hospital Disaster Plan) yang terdiri dari IGD, pimpinan disaster, tim evakuasi, tim pengamanan, tim logistik, tim penunjang serta tim khusus. Masing-masing tim memiliki tugas yaitu : 1) IGD bertugas memberikan pertolongan medis pertama serta menentukan status kegawatdaruratan pasien, menentukan penanganan selanjutnya dan keputusan rujukan.



57



2) Pimpinan disaster bertugas mengkoordinasikan semua bagian rumah sakit serta berkoordinasi dengan pihak luar rumah sakit jika diperlukan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana. 3) Tim evakuasi bertugas membawa pasien untuk keluar dari gedung rumah sakit untuk menyelamatkan diri serta menyelamatkan harta benda pasien maupun rumah sakit. 4) Tim pengamanan bertugas untuk mengamankan jalur transportasi dalam rumah sakit termasuk lalu lintas ambulans serta pengamanan lokasi bencana dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. 5) Tim logistik terdiri atas petugas dapur dan laundry yang bertugas memenuhi kebutuhan logistik petugas kesehatan maupun pasien. 6) Tim penunjang terdiri dari penunjang medik dan umum. Tim penunjang medik bertugas untuk memberikan bantuan medis, sedangkan tim penunjang umum bertugas memberikan bantuan yang sifatnya umum seperti pemenuhan kebutuhan listrik atau komunikasi. 7) Tim khusus terdiri atas perawat kamar operasi yang bertugas menyiapkan segala kebutuhan operasi



baik



kamar



operasi



maupun



tenaga



medis/dokter anastesi dan dokter operator. 5. Penggunaan Obat Rasional (POR) Penggunaan obat rasional sangat diperlukan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat sebagai salah satu upaya cost effective medical intervention. Istilah rasional dalam pengobatan adalah jika pengobatan dilakukan secara tepat, yaitu tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, cara dan lama pemberian, tepat penilaian terhadap kondisi pasien, tepat informasi dan tepat tindak lanjutnya. Pengobatan cost effective menjadi sangat penting mengingat saat ini lebih dari 50% obat-obatan di dunia diresepkan secara tidak tepat. Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Menurut Badan Kesehatan Sedunia (WHO), kriteria pemakaian obat (pengobatan) rasional, antara lain: a. Sesuai dengan indikasi penyakit



58



b. Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik yang akurat c. Diberikan dengan dosis yang tepat d. Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit e. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat f. Lama pemberian yang tepat g. Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu h. Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin i. Hindari pemberian obat yang kadaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit j. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau k. Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah l. Meminimalkan efek samping dan alergi obat m. Beri informasi standar tentang kemungkinan efek samping obat dan cara mengatasinya Dengan demikian penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: a. Ketepatan diagnosis b. Ketepatan indikasi pemakaian obat c. Ketepatan pemilihan obat: kelas terapi, jenis obat, kemanfaatan, keamanan, resiko SE, harga dan mutu Pengobatan irrasional berarti pengobatan yang tidak memenuhi kriteria dan prinsip pengobatan rasional, penggunaan obat yang tidak bijak (missuse), penyalahgunaan obat (abuse). Klasifikasi pengobatan irrasional dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:



59



under-



butuh pengobatan tetapi tidak diresepkan



prescribing dosis obat tidak adekuat over-



peresepan obat yang kurang dibutuhkan pasien



prescribing jumlah obat yang diresepkan terlalu banyak incorrect-



peresepan obat yang salah sehingga pasien juga mendapatkan



prescribing/



obat yang tidak sesuai



dispensing



pemberian obat tanpa mempertimbangkan kondisi medis pasien, faktor genetik dan lingkungan sekitar pasien



extravagant-



meresepkan obat mahal padahal tersedia obat yang lebih



prescribing



murah dengan kualitas bagus lebih memilih mengobati pasien dengan gejala daripada dengan penyakit serius



multiple-



meresepkan 2 atau lebih obat dimana obat-obatan tersebut



prescribing



memiliki efek pengobatan yang sama Tabel 9. Klasifikasi Pengobatan Irrasional



Faktor penyebab terjadinya pengobatan irrasional dapat dilihat dari banyak segi, antara lain: a. Pasien



• • •



Kurang informasi terhadap penyakitnya Kurang rasa percaya terhadap dokternya Adanya harapan atau permintaan dari pasiennya



b. Dokter



• • • •



Kurang pendidikan dan pelatihan Pedoman yang kurang tepat Kurang informasi objektif mengenai obat tertentu Pengalaman yang terbatas



60







Kurang mengetahui efisiensi obat-obatan



c. Tempat kerja



• •



Jumlah pasien overload Ada tekanan dalam peresepan obat (dari Teman sejawat/pasien/ perusahaan obat)



• •



Kurang fasilitas laborat yg adekuat Jumlah staff terbatas



d. Obat







Suplai obat: sistem suplai tidak dapat diandalkan, kurang stok, obat kadaluarsa







Regulasi obat: penyediaan obat yang tidak terlalu dibutuhkan, pelaksana regulasi yg lemah)







Industri obat: aktivitas promosi



Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat terjadi dampak akibat pengobatan yang irrasional, di antaranya: a. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan Terjadi peningkatan angka morbiditas dan mortalitas penyakit. b. Dampak terhadap biaya pengobatan Peresepan obat yang mahal, padahal alternatif obat lain dengan manfaat dan keamanan yang sama dengan harga terjangkau telah tersedia. c. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan d. Dampak teradap mutu ketersediaan obat Muncul ketidakcukupannya persediaan obat karena peresepan obat yang sebenarnya tidak diperlukan, misalnya pilek yang sebenarnya karena virus diberikan antibiotik sehingga persediaan antibiotik semakin menipis. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: a. Upaya pendidikan > pre-service/kuliah dan keprofesian 61



b. Upaya manajerial



• • •



Pengendalian kecukupan obat Perbaikan sistem suplai Konsep obat esensial : tingkat pelayanan kesehatan tertentu hanya tersedia obat yang paling dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan tersedia setiap saat dengan harga terjangkau.



• •



Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat Pembentukan dan pemberdayaan komite farmasi dan terapi (KFT) di rumah sakit untuk meningkatkan/menerapkan penggunaan obat secara rasional di rumah sakit.







Informasi harga : memberi dampak sadar biaya bagi para provider serta pasien/masyarakat







Pengaturan pembiayaan : pembiayaan berbasis kapitasi dan costsharing



c. Intervensi regulasi Mengikat secara formal dan memiliki kekuatan hukum.Strategi MTP (Monitoring-Training-Planning) adalah suatu pendekatan inovatif yang medekati kriteria atau persyaratan ideal suatu intervensi penggunaan obat. MTP dilakukan secara rutin sebulan sekali. Konsep MTP yaitu Problem Solving Cycle (PSC) yang mengadopsi konsep pembelajaran mandiri dengan



cara: pemantauan hasil kerja, refleksi



pengalaman, pemecahan masalah, pendalaman informasi, membuat kesepakatan serta menentukan target pencapaian perbaikan. Alasan pemilihan MTP dibanding intervensi penyelesaian permasalahan penggunaan obat yang tidak rasional yaitu:







Kegiatan MTP merupakan kegiatan yang berkesinambungan, bukan kegiatan sesaat seperti sebuah pelatihan



62







Setiap pertemuan MTP hanya berlangsung 1-2 jam, tidak berharihari seperti pelatihan







Pertemuan MTP dilakukan secara periodik dengan memanfaatkan pertemuan rutin yang sudah berjalan dalam suatu sistem pelayanan







Keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah melalui kesepakatan bersama di dalam kelompok bukan merupakan suatu instruksi







Supervisi dan monitoring kegiatan MTP dilaksanakan sendiri oleh masing-masing institusi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat







Agenda kegiatan MTP  Diskusi kelompok kecil yang melibatkan manajer dan prescriber di institusi kesehatan



63



BAB IV PENUTUP



A.



Kesimpulan Dari kegiatan yang dilakukan oleh dokter muda kepaniteraan klinik Ilmu



Kesehatan Masyarakat-Kedokteran Pencegahan Universitas Sebelas Maret di RSUD Karanganyar, dapat disimpulkan bahwa, kegiatan ini dapat membantu dokter muda memahami tentang manajemen yang cukup baik yakni Rumah Sakit yang telah menggunakan sistem BLUD sehingga Rumah Sakit dapat memanajemen kebutuhan sendiri. Koordinasi lintas sektor sistem kesehatan seperti sistem rujukan yang dilakukan secara berjenjang sesuai Permenkes No. 001 tahun 2012. Pelaksanaan sistem jaminan kesehatan saat ini telah menggunakan tarif INA-CBG’s didasarkan kepada pengelompokkan diagnosis penyakit dan prosedur. Prosedur keselamatan pasien Rumah Sakit telah menetapkan dan melaksanakan 6 sasaran dalam upaya keselamatan pasien. Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Rumah Sakit sudah baik namun masih dibutuhkan perbaikan sarana prasarana. Permasalahan infeksi nosokomial masih dibutuhkan perbaikan dalam pelaporan sehingga belum terangkum pada pelaporannya. Kegiatan ini dapat membantu dokter muda dalam memahami bagaimana program sistem kesehatan nasional pelayanan



kesehatan



bagi



dan keberjalannya sehingga didapatkan



masyarakat



yang



terpadu,



bermutu



dan



berkesinambungan, dan mengetahui permasalahan serta cara memanajemen di rumah sakit. B.



Saran Diharapkan para dokter muda diberikan izin dan diikutsertakan dalam



pelaksanaan kegiatan/program yang ada di RSUD Karanganyar, sehingga tidak hanya materi yang didapatkan selama bimbingan, tetapi juga dapat melihat langsung serta menambah pengalaman di lapangan.



64



DAFTAR PUSTAKA



Depertemen Kesehatan RI. 2011. Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta Ducel G, Fabry J, Nicolle L. 2004. Prevention of hospital-acquired infections a practical guide. 2nd ed. Geneva: WHO Department of Communicable disease. http://rsudkaranganyar.com/index.php/home (diakses Senin, 26September 2016) http://www.icm.tn.gov.in/synopsis/RATIONAL.htm (diakses Senin, 26September 2016) http://www.who.int/medicines/areas/rational_use/en/(diakses Selasa, 27September 2016) Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012.Sistem Kesehatan Nasional Peraturan Menteri Kesehatan Repuplik Indonesia No. 1691 Tahun 2011.Patient safety Salawati, L. 2012. Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang Intensive Care Unit di Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume 12 Nomor April 2012. Syafruddin. 2009. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan dalam Kebidanan. Jakarta: TransInfoMedia UU RI No. 44 tahun 2009.Rumah Sakit. Jakarta: RI Zulkarnain I. 2009.Infeksi Nosokomial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing



65