18 0 4 MB
KORTIKOSTEROID Zahra Firdausi R, S.Ked NIM : 150611035 Preseptor : dr. Suhaemi, Sp. PD. FINASIM
BAGIAN/ KSM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH 2020
PENDAHULUAN
Korteks adrenal mengeluarkan sejumlah hormon adrenokorteks, yang semuanya adalah steroid yang
berasal dari molekul prekursor bersama, yaitu kolesterol Yariasi kecil dalam struktur berbagai hormon adrenokorteks menyebabkan kemampuan masing-masing hormon berbeda
Hormon kortikosteroid merupakan golongan hormon steroid yang diproduksi di korteks adrenal.
Hormon kortikosteroid terlibat dalam sistem fisiologis seperti respon stres, respon kekebalan
tubuh dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme protein, kadar elektrolit darah dan perilaku
Glukokortikoid
Mineralokortikoid
• Kortisol/hidrokortison.
• Aldosteron, kortikosteron, desoksikorton.
• Hormon
ini
metabolisme dengan
mengendalikan protein
mencegah
dan
karbohidrat, antiinflamasi,
pelepasan
fosfolipid,
menurunkan aksi eosinofil dan mekanisme lainnya.
desoksikortikosteron • Hormon-hormon ini mempengaruhi metabolisme garam dan air
KORTIKOSTEROID SEBAGAI PENGOBATAN?
Ketika kortisol atau senyawa sintetik mirip kortisol diberikan untuk menghasilkan konsentrasi glukokortikoid yang lebih tinggi daripada normal (yaitu kadar
farmakokgis) maka tidak saja semua efek metabolik menguat tetapi beberapa efek baru yang tidak terlihat pada kadar fisiologik normal juga muncul.
Efek farmakologis glukokortikoid yang paling penting adalah efek antiinflamasi dan imunosupresi Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan karena efek yang kuat dan reaksi anti inflamasi yang cepat. Kortikosteroid banyak digunakan untuk tatalaksana penyakit
inflamasi
erythematosus (SLE)
seperti
reumathoid
arthritis
(RA)
dan
systemic
lupus
Ketika digunakan sebagai terapi, steroid harus diberikan hanya sesuai Indikasi dan dalam jumlah terbatas, karena beberapa alasan penting. Kedua, selain efek antiinflamasi dan Pertama, karena glukokortikoid menekan
respons peradangan dan imun normal yang menjadi tulang punggung sistem pertahanan tubuh Rentan Infeksi
imunosupresi yang jelas terlihat pada kadar farmakologis, efek lain yang kurang menguntungkan juga dapat ditemukan pada pemakaian jangka panjang glukokortikoid dalam dosis yang lebih
tinggi daripada normal.
Example :
Golongan obat Kortikosteroid 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Hidrokortison. Prednison: prednison, metilprednisolon, budesonida. Derivat 9-alfa-flour: triamsinolon, deksametason, betametas on, halsinonida. Derivat 6-alfa-flour: fluokortolon, flunisolida Derivat diflour: fluosinonida, flumetason, diflukortolon, flutik ason. Derivat klor: beklometason, mometason. Derivat klor-flour: klobetasol, klobetason, fluklorolon, halom etason
Mekanisme aksi mirip satu sama lain,hanya berbeda dalam potensi dan lama aksinya
MINERALKORTIKOID 1. Aldosteron 2. Deoksikortikosteron 3. Kortikosteron 4. Kortisol Namun sebagian besar aktivitas mineralokortikoid diperankan oleh aldosteron dan kortisol hanya memiliki aktivitas mineralokortikoid yang sangat lemah
HOW ARE CORTICOSTEROIDS COMMONLY USED?
Due to its efficacy, corticosteroid use is common; up to10% of medical/surgical inpatients receive corticosteroids and 1%–3% of the general population are maintained on long-term glucocorticoid therapy Glucocorticoids can be administered via multipleroutes (e.g., intravenously for acute therapy, orally for chronic therapy, inhaled for asthma, topically for skindisorders, intra-articularly for joint inflammation). Evenlocal therapies (joint injection, topical application) aresystemically absorbed (to some degree) and may causesystemic effects (e.g., adrenal suppression). In additionto endogenous steroids, there are a variety of naturaland synthetic steroid preparations that vary in their glucocorticoid potency and in their duration of action.When prescribing steroids, dose equivalencies need to be taken into account
FARMAKODINAMIK Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme : Karbohidrat, protein, lemak. Mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskuler, ginjal, otot rangka, sistem saraf, dan organ lain Korteks adrenal mempertahankan homeostatis Untuk kelangsungan hidup (me mpertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan) Efek kortikosteroid berhubungan dengan besarnya dosis : >>>dosis = >>>efek Permissive effects : Kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon l ain ( mekanisme nya melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yan g mengubah respon jaringan terhadap hormon lain
Kortikosteroid mempengaruhi : Metabolisme
Keseimbangan
Efek Pada proses
Karbohidrat,
Cairan dan
Inflamasi dan
Lemak, Protein
Elektrolit
Imunologi
Muskuloskeletal
Neuropsikiatri
Gastrointestinal
Pertumbuhan
Hematologi
Kardio Respirasi
1. Metabolisme Glukokortikoid akan menin gkatkan glukosa darah melalui glukoneogenesis dan insulin anatagonisme. Glukokortikoid akan mengi nduksi sintesis enzim-enzi m hepar seperti glukosa-6-f osfatase yang mengkatalisi s sintesis glukosa.
1. Metabolisme Metabolisme Karbohidrat & Protein Glukokortikoid juga mendorong glukoneogensis melalui mobilisasi asam amino dari jaringan perifer dan memfasilitasi pembongkaran trigliserida pada jaringan lemak. Efek protelisis dan lipolisis ini akan meningkatkan asam lemak dan asam amino, yang mana kedua substrat tersebut merupakan bahan glikogen hepar. Kortikosteroid dosis besar dalam waktu yg lama dpt menimbulkan gejala seperti DM. Dimana glukosa darah cenderung meninggi, resistensi terhadap insulin meninggi ,toleransi terhadap glukosa menurun & terjadi glukosuria
Di perifer steroid efek katabolik : atrofi jar. Limfoid, pengurangan massa jar. Otot, terjadinya osteoporosis tulang (pengurangan matriks protein)
Risk factors for steroid-induced diabetes mellitus.
Half-life of different glucocorticoids.
1. Metabolisme Metabolisme Lemak
Meningkatkan lipolisis dijaringan lemak
Pada penggunaan kronis dapat terjadi redistribusi sentral
lemak
didaerah
dorsocervical,
bagian
belakang leher (“Buffalo hump“) muka (“moon face”) supraclavicular,
mediastinum mesenterium.
anterior
dan
Moon face Moon face atau wajah bulat seperti bulan adalah efek dari kortikosteroid di mana terjadi penumpukan lemak abnormal di wajah penderita. Moon face ini juga merupa kan bagian dari gejala cushing syndrome
Buffalo Hump Pada penggunaan kortikosteroid jangka lama akan terjadi penumpukan lemak pada punggung penderita yang menyebabkan buffalo hump ini
2. Keseimbangan Air dan Elektrolit
Kortisol dan beberapa glukokortikoid sintetik lain mempunyai efek mineralokortikoid yang mana mendorong retensi natrium, eksresi
kalium di tubulus distaldan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Terapi glukokortikoid akan menyebabkan diuresis melalui peningkatan glumerular filtration rate (GFR), menghambat aksi antidiuretik hormone (ADH) pada tubulus renalis dan meningkatkan inaktivasi ADH.
3. Efek terhadap proses Peradangan dan fungsi immunologis
menghambat sintesis sejumlah sitokin Kortikosteroid digunakan sangat luas dalam pengobatan berbagai penyakit alergi oleh karena sifat anti inflamasinya. Beragam kerja anti inflamasi kortikosteroid diperantarai oleh pengaturan ekspresi dari bermacam gen target spesifik Sitokin yang dihambat seperti interleukin IL-1 sampai IL-6, tumor nekrosis factor-α (T NF-α), dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), khemokin IL -8, eotaxin, macrophage inflammatory protein- 1α (MIP-1α),
2 -Agonist signaling pathways. In the classical pathway,  2 -agonists bind to  2 AR, which a re coupled via a stimulatory G-protein (G s ) to
SLPI: secretory leukoprotease inhibitor ; MKP-1: mitogen-activated kinase ph osphatase-1; IκB-α: inhibitor of NF-κB; GILZ: glucocorticoid-induced leucine z ipper protein; POMC: proopiomelanoc ortin; CRH: corticotrophin releasing fa ctor.
Anti-inflammatory effects of glucocorticoids. Glucocorticoids cross the cell membrane and bind to GR ␣ in the cytoplasm, which translocates to the nucleus. GR homodim ers bind to GRE in glucocorticoid-responsive genes, which may trans -activate genes encoding anti-inflammatory proteins, such as SLPI, MKP-1, and glucocorticoid-induced leucine zipper ( GILZ ). GR also interacts with coactivator molecules, such as CBP, which have been activated by proinflammatory transcription factors, such as NF- B. GR r ecruits HDAC2, which deacetylates core histones to suppress inflammatory gene transcription. GR also has post-translational effects by increasing the expression of tristetra prolin ( TTP ), which binds to the AU-rich untranslated ends of mRNAs of some inflammatory cytokines, resulting in destabilization and thus reduced expression of these cy tokines.
Signaling pathways involved in glucocort icoid resistance in severe asthma and sm oking asthmatics. Oxidative and nitrative stress generates peroxynitrite, which nitra tes specific tyrosine residues ( NO-Tyr ) o n HDAC2, resulting in its ubiquitination ( Ub ) and proteasomal degradation. Oxid ative stress also activates PI3K , which also leads to subsequent phosphorylatio n ( P ) and ubiquitination of HDAC2, resu lting in glucocorticoid resistance.
Pasien dengan asma yang parah memiliki respons yang buruk terhadap kortikosteroid, yang mengharuskan perlunya dosis tinggi dan beberapa pasien benar-benar resisten. Semua pasien dengan COPD menunjukkan resistensi kortikosteroid. Penderita asma yang merokok juga relatif resisten terhadap kortikosteroid dan me mbutuhkan peningkatan dosis kortikosteroid untuk mengendalikan asma
1. Kortikosteroid bebas adalah molekul yang kecil dan bersifat lipofilik, mudah mengalami difusi melalui membran sel ke da lam sitoplasma dan berikatan dengan reseptor glukokortiko id. 2. Kompleks reseptor glukokortikoid-kortikosteroid ini bekerja dengan memodifikasi aktifitas transkripsi yang menyebabkan penurunan ekspresi molekul pro-inflamasi dan sel-sel seperti sel Langerhans, limfosit, sel mast, basofil, eosinofil, disertai d engan peningkatan ekspresi molekul anti inflamasi dan resep tor β adrenergik.
4. Efek Glukokortikoid Muskoloskeletal Pada pemakaian yang lama dapat menghambat fungsi osteoblast dan mengurangi pembentukan
Meningkatkan jumlah osteoclast
tulang baru menyebabkan
Secara tidak langsung mengurangi absorbsi calcium di saluran cerna
terjadinya osteopenia.
Interferensi dengan pelepasan Efek sekunder glukokortikoid juga meningkatkan Parathyroid hormon dalam serum.
Meningkatkan ekskresi calcium di ginjal
growth hormone akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan fibrocartilage dan menurunkan matriks tulang.
OSTEOPOROSIS Osteoporosis dan fraktura kompressif sering terjadi
pada
penderita-penderita
yang
mendapat terapi glukokortikoid dalam jangka lama, terutama terjadi pada tulang dengan struktur trabeculae yang luas seperti tulang iga dan vertebra Kehilangan masa tulang terjadi dalam 6-12 bulan terutama
setelah di
pemberian trabekula
kortikosteroid, tulang,
tanpa
memandang berapa dosis yang diberikan, usia, jenis kelamin, dan penyakit dasar.
Efek Glukokortikoid Otot dan Jaringan Ikat Glukokortikoid meningkatkan pemecahan asam amino dari otot untuk
digunakan dalam glukoneogenesis, sehingga dalam pemakaian lama dapat menyebabkan kelainan otot (myopathy) yang berat Glukokortikoid menyebabkan supressi fibroblas DNA dan RNA, serta sintesis Protein dan menyebabkan supresi sintesis matriks intraselular (kolagen & hyalurodinat)
Pemakaian lama dapat menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka
Glucocorticoid-induced myopathy Produksi faktor pertumbuhan lokal memainkan peran penting dalam atrofi otot yang diinduksi glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menyebabkan atrofi otot dengan mengubah produksi otot IGF-I dan myostatin, dua faktor pertumbuhan yang menunjuk kan efek berlawanan pada perkembangan massa otot. Penurunan IGF-I bersamaan den gan peningkatan myostatin yang disebabkan oleh glukokortikoid menghambat aktivasi sel satelit serta proliferasi dan diferensiasi myoblast. Pada serat otot dewasa, perubaha n faktor pertumbuhan ini menyebabkan downregulasi sintesis protein dan stimulasi de gradasi protein.
Perubahan jalur pensinyalan sintesis protein yang disebabkan oleh glukokortikoid. Efek penghambatan pada hasil sintesis protein dari mekanisme yang berbeda. Pertama, glu kokortikoid (GC) merusak sintesis protein dengan menghambat transportasi asam ami no ke dalam otot. Kedua, glukokortikoid menghambat aksi stimulasi insulin, IGF-I, dan asam amino pada protein pengikat eIF4E 1 (4E-BP1) dan protein ribosomal S6 kinase 1 (S6K1) melalui represi aktivitas mTOR
5. Efek Neuropsikiatri
Glukokortikoid mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku seperti pola tidur, kognitif dan penerimaan input sensoris. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan pada penderita yang mendapatkan steroid exogen sering menunjukkan
euphoria, mania bahkan psikosis.
Penderita dengan insuffisiensi adrenal
juga dapat menunjukkan gejala-gejala psikiatris terutama depresi, apatis dan letargi.
The Neuropsychiatric Complications of Glucocorticoid Use:Steroid Psychosis Revisited
1. 2. 3.
The incidence of neuropsychiatric effects of steroids have ranged from 2% to 60% Neuropsychiatric effects have been attributed to doses as low as 2.5 mg of prednisolone per day The onset of corticosteroid-induced neuropsychiatricsymptoms has varied; symptoms have be en reported within hours of treatment initiation, as well as after thecessation of therapy. How ever, most reactions occur earlyin the course of corticosteroid treatment (i.e., within days)
6. Efek terhadap Gastrointestinal Glukokortikoid mempunyai efek langsung terhadap transport ion natrium di colon melalui reseptor glukokortikoid. Dianggap melalui efek terapi glukokortikoid yang menurunkan perlindungan oleh selaput lendir lambung (mucous barrier), mengganggu proses penyembuhan jaringan dan meningkatkan produksi asam lambung dan pepsinogen dan dapat karena hambatan penyembuhan luka-luka oleh sebab sebab lain
Pemakaian yang lama meningkatkan terjadinya resiko ulkus peptikum disaluran cerna bagian atas. Pada saluran pencernaan, glukokortikoid menyebabkan peningkatan asam lambung dan sekresi pepsin serta merangsang sekresi pancreas.
7. Efek terhadap Pertumbuhan
Pada anak dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan linier, penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga melalui hambatan hormon pertumbuhan.
Inhaled corticosteroids (ICS) tetap menjadi perawatan paling efektif untuk membantu anak-anak dengan asma hidup lebih sehat dan lebih aktif. ICS saat ini disetujui untuk anak-anak dengan asma termasuk beclomethasone dipropionate (BDP), budesonide, fluticasone propionate (FP), mometasone furoate, dan ciclesonide
8. Efek pada Paru Dapat merangsang pembentukan surfactant oleh sel pneumatosit II Efek anti inflammasi dan immunosupressi kortikosteroid adalah efek farmakologik utama yang banyak digunakan dalam pengobatan
Efek Seluler Pada tingkat sel, kortikosteroid inhalasi me ngurangi jumlah sel-sel inflamasi dalam sal uran udara asma, termasuk eosinofil, Tlimfosit, sel mast dan sel dendritik
Efek kortikosteroid dihasilkan melalui Pnghambatan selsel inflamasi ke jalan napas dengan menekan produksi mediator chemotactic dan molekul adhesi dan dengan menghambat kelangsungan hidup di saluran udara sel inflamasi, seperti eosinofil, limfosit-T dan sel mast. Sel
epitel mungkin menjadi target seluler utama untuk ICS.
ICS menekan banyak gen inflamasi yang diaktifkan dalam sel epitel saluran napas
Inhaled corticosteroids may inhibit the transcription of several inflammatory genes in airway epithelial cells and thus reduce infl ammation in the airway wall. NF-κB = nuclear factor κB; AP-1 = activator protein-1; GM-CSF = granulocyte-macrophage colony stimulating factor; IL-1 = interleukin-1; iNOS = inducible nitric oxide synthase; NO = nitric oxide; COX-2 = inducible cyclooxyge nase; cPLA2 = cytoplasmic phospholipase A2; PG = prostaglandin; ET = endothelin; ICAM = intercellular adhesion molecule
9. Efek pada Hematologi
Glukokortikoid akan merangsang produksi sel darah merah dan meningkatkan platelet dalam sirkulasi, namun menekan platelet agregasi. Glukokortikoid eksogen meningkatkan
netrofil sirkulasi dan menurunkan limfosit, eosinofil dan basofil.
Selama hampir 70 tahun, dokter telah mengandalkan GC untuk mengobati keganasan hematopoietik dari garis keturunan limfoid. GC sintetis, seperti deksametason (DEX), secara rutin dimasukkan dalam semua protokol kemoterapi untuk menginduksi apoptosis sel pada kanker limfoid ganas, seperti leukemia limfoblastik akut (ALL), leukemia limfositik kronik (CLL), limfoma kronis (MM), limfoma Hodgkin. (HL), dan limfoma non-Hodgkin (NHL). Apoptosis yang diinduksi oleh GC merupakan proses yang rumit yang melibatkan banyak jalur pensinyalan, termasuk transaktivasi gen penginduksi apoptosis, seperti Bim dan modulasi negatif sitokin kelangsungan hidup melalui mekanisme transrepresi melalui penghambatan transkripsi yang dimediasi oleh AP-1 dan NF-κB.
Selain menggunakan GC sebagai reagen terapi, GC diterima secara luas sebagai adjuvan selama kemoterapi atau radioterapi untuk mengurangi efek samping pada banyak jenis kanker. Pengobatan GC meningkatkan nafsu makan, mengurangi penurunan berat badan, mengurangi kelelahan, mengurangi obstruksi ureter, dan mencegah muntah. GC juga efektif dalam mengurangi rasa sakit yang terkait dengan metastasis tulang dengan menghambat sintesis dan pelepasan prostaglandin. Pada kanker stadium lanjut, GC terkadang digunakan dalam pengobatan untuk mengurangi efek samping untuk perawatan paliatif umum
Prinsip-prinsip Terapi Glukokortikoid :
1. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek samping, 2. Dosis yang sesuai untuk mendapatkan efek teurapeutik. 3. Penghentian terapi yang sudah berlangsung lama tidak boleh dila kukan secara mendadak karena dapat menyebabkan gejala insuffi siensi adrenal yang kadang-kadang fatal
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam terapi steroid ditempuh beberapa cara yaitu :
Diberikan secara alternate day dengan glukokortikoid short acting (prednison)
Pulse therapy dengan dosis tinggi, yaitu diberikan dengan dosis tinggi dalam beberapa hari seperti pemberian methyl prednisolon 1 – 1,5 mg/hari selama 3 hari pada kasus-kasus immunologis yang berat seperti pada rejeksi akut pada transplantasi, necrotizing glomerulo nephritis, lupus nephritis. Indikasi penggunaan glukokortikoid akut jarang dan hanya digunakan pada beberapa penyakit
Pemakaian Klinik Glukokortikoid : Replacement therapy
Sebagai supresi sekresi androgen pada hiperplasi adrenal
congenital CAH ) Terapi untuk kelainan-kelainan non endokrin ( penyakit penyakit ginjal, infeksi, reaksi transplantasi, penyakitpenyakit rheumatik, allergi dsb ).
Replacement Therapy
Terapi ini diberikan pada penderita-penderita yang menderita insufisiensi adrenal baik yang akut maupun kronis, sekonder atau primer.
Yang paling berbahaya dan dapat menyebabkan kematian
adalah insufisiensi adrenal akut (Adrenal Crisis).
Penatalaksanaan Krisis Adrenal Resusitasi : Terapi shock : Infus garam faali ( PZ )
Glukosa
Hidrocortisone 75 - 100 mg/m2 IV
Pemberian mineralokortikoid DOCA
bolus dilanjutkan dengan 50-75
( Desoxycortisone acetate ) 1–5
mg/m
2
dibagi dalam 3 kali
mg/24 jam i.m, bila sudah dapat
pemberian, sesudah stabil
makan DOCA dapat diganti dengan
dilanjutkan dengan 25 mg/ 6 - 8
Fluorohydrocortisone 0,05-0,1
jam i.m
mg/hari per oral
Koreksi kelainan elektrolit yang
Terapi terhadap factor pencetus
terjadi (hiponatremia,
seperti infeksi,trauma atau
hiperkalemia )
perdarahan
Penggunaan Glukokortikoid pada Terapi Non endokrin
Penyakit – penyakit rheumatik/
Collagen
Penyakit ginjal
(sindroma nefrotik,
Penyakit - penyakit
glomerulonephritis
alergi
membranous)
Asthma bronchiale
Penyakit Reumatik Pedoman klinis merekomendasikan obat Gout adalah penyebab paling umum dari radang sendi, terjadi peningkatan prevalensi di UK dan Amerika Serikat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) sebagai terapi lini pertama untuk mengobati gout akut. Namun, NSAID dapat meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal (GI) dan dapat memiliki efek samping kardiovaskular
Kortikosteroid adalah terapi lini pertama yang potensial untuk mengurangi peradangan sendi pada gout akut memiliki lebih sedikit kontraindikasi klinis dan interaksi obat, terutama untuk orang dengan penyakit ginjal kronis penyakit.
Meta-analisis mengidentifikasi 6 percobaan yang memenuhi kriteria inklusi dan termasuk total 817 pasien. Meskipun tidak ada perbedaan untuk hasil keamanan utama, didefinisikan sebagai tingkat perdarahan gastrointestinal, antara kortikosteroid dan NSAID, kejadian efek samping gastrointestinal lebih rendah pada kelompok kortikosteroid. Risiko relatif untuk kortikosteroid vs NSAID adalah 0,25 untuk mual (95% CI, 0,11-0,54), 0,11 untuk muntah (95% CI, 0,020,56), 0,50 untuk gangguan pencernaan (95% CI, 0,27-0,92), dan 5,00 untuk hiperglikemia (95% CI, 0,25-99,95).
ASMA BRONKIAL 1.
Pada asma bronchiale selain pemberian secara sistemik, pemberian juga diberikan seacara inhalasi terutama pada pemberian jangka lama. 2. Metil prednisolon merupakan pilihan utama, dosis yang dianjurkan 1 mg/kg BB tiap 4-6 jam. Hidrokortison 4 mg/kg berat badan tiap 4-6 jam. Deksametason 0,5-1 mg/kg berat badan bol us dilanjutkan dengan 1 mg/kg berat badan/hari tiap 6-8 jam. 3. Pada kasus-kasus asma berat (status asthmatikus) glukokortikoid diberikan secara intravena, pilihan obat secara IV untuk kasus-kasus berat adalah : • Hydrocortisone succinate 7 mg/kgBB I.V bolus, kemudian 7mg/kg/24 jam I.V • Methyl prednisolone 2 mg/kg BB I.V bolus, kemudian 4 mg/ kgBB/ 24 jam I.V • Dexamethasone 0,3 mg/kgBB I.V dilanjutkan dengan 0,3 mg/kgBB/24 jam • Betamethasone 0,3 mg/kgBB I.V dilanjutkan dengan 0,3 mg/kgBB/24 jam
1.
2.
3.
Inhaled corticosteroids (ICS) adalah pengendali asma yang paling efektif asma dan satu-satunya obat yang dapat secara efektif men ekan peradangan khas pada saluran udara asma, bahkan dalam do sis sangat rendah. ICS menekan peradangan terutama dengan mematikan beberapa gen inflamasi yang diaktifkan melalui membalikkan asetilasi histon e melalui perekrutan histone deacetylase 2 (HDAC2). Melalui pene kanan peradangan jalan napas ICS mengurangi hiperresponsif jalan nafas dan mengendalikan gejala asma. Kortikosteroid inhalasi (ICS, juga dikenal sebagai glukokortikosteroi d, glukokortikoid, steroid) sejauh ini merupakan pengendali palin g efektif yang digunakan dalam pengobatan Sebaliknya, ICS sebag ian besar tidak efektif dalam menekan peradangan paru pada COP D dan memiliki efek klinis yang buruk. Baik dalam asma dan PPOK ICS biasanya diberikan sebagai inhaler kombinasi dengan β2agonis kerja lama (LABA)
1.
2.
3.
Agonis β2 dan kortikosteroid inhalasi sering digunak an bersama dalam kontrol asma dan sekarang diakui bahwa ada interaksi molekuler yang penting antara kedua kelas obat ini Kortikosteroid meningkatkan transkripsi gen reseptor β2, menghasilkan peningkatan ekspresi reseptor per mukaan sel. Terdapat juga bukti bahwa agonis β2 dapat mempen garuhi GR dan dengan demikian meningkatkan efek anti-inflamasi kortikosteroid. β2-Agonis meningkat kan translokasi GR dari sitoplasma ke nukleus setelah aktivasi oleh kortikosteroid
Glukokortikoid yang diberikan perinhalasi adalah • Fluticasone propionate 50 – 100 Ug/hari • Beclomethasone dipropionate 300 ug/hari • Budesonide 100 – 200 ug/hari Triamcinolone acetonide
Croup ( laryngitis,epiglottitis ) : Dexamethasone 0,5 mg/kg/24 jam I.V, 3 kali/hr selama 2 hari
Pada pasien dengan COPD, merokok dan asma parah terdapat penurunan aktivitas dan ekspresi HDAC2, yang mencegah kortikosteroid mematikan gen inflamasi
Mekanisme lain mungkin juga berkontribusi terhadap ketidakpekaan kortikosteroid, termasuk pengurangan translokasi GR sebagai akibat dari fosforilasi oleh p38 MAP kinase dan pola asetilasi histone abnormal
Toksisitas Kortikosteroid Terdapat dua kategori efek toksik akibat dari pemakaian glukokortikoid:
Akibat penghentian terapi steroid Akibat penggunaan dosis tinggi ( suprafisiologis ) dan lama
SUMMARY
SUMMARY Glukokortikoid adalah kelompok obat dengan berbagai efek antiinflamasi dan imunosupresan serta metabolisme dan endokrin. Obat-obatan ini secara struktural dan farmakologis mirip dengan hormon kortisol endogen. Glukokortikoid memiliki efek langsung yang tidak bergantung pada interaksi DNA (mis., Vasodilasi). Namun, KS mengerahkan aksi
antiinflamasi dan imunosupresif utama dengan mengikat reseptor glukokortikoid, yang, pada gilirannya, menyebabkan perubahan kompleks dalam transkripsi gen. Efek genomik ini baru mulai bermanifestasi setelah beberapa jam. Glukokortikoid sistemik digunakan untuk terapi penggantian hormon (mis., Pada penyakit Addison), untuk penyakit radang akut atau kronis (mis., Artritis reumatoid), dan untuk penekanan kekebalan (mis., Setelah transplantasi organ). Glukokortikoid lokal digunakan untuk mengobati kondisi seperti dermatosis, asma, dan uveitis anterior. Efek samping termasuk gangguan metabolisme dan endokrin, penambahan berat badan, reaksi kulit, hipertensi, dan gangguan kejiwaan. Kontraindikasi untuk glukokortikoid sistemik termasuk infeksi jamur sistemik dan, dalam kasus deksametason, malaria serebral. Status asthmaticus adalah kontraindikasi untuk glukokortikoid inhalasi. Glukokortikoid topikal dan oftalmik biasanya dikontraindikasikan jika ada infeksi lokal yang sudah ada
TERIMA KASIH