12 0 708 KB
Ba ha s a Ind o ne s ia & Kritik Arsitektur
MUSE UM TSUNA MI A CEH Hana Fatin Izzatuljannah - 18512063 Dosen : Ir. Tony Kunto Wibisono
BIOGRAFI ARSITEK RIDWAN K A M I L Dr. H.C. H.Mochamad Ridwan Kamil, S.T., M.U.D. atau biasa dipanggil Kang Emil adalah seorang arsitek
dan gubernur
Jawa Barat semenjak 2018. Sebelum menjabat menjadi gubernur, ia
berkarier
seba gai
seorang
arsitek
yang
merangkap
dosen/pengajak di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ridwan mendirikan firma sendiri pada tahun 2 0 0 4 bersama
beberapa rekannya yaitu Achmad D. Tardiyana, Reza
Nurtjahja, dan Irvan W. Darwis. Frimas tersebut diberi nama Urbane. Urbane sendiri bergerak di bidang arsitektur, jasa
konsultan
perencanaan, dan desain bangunan. Firma Urbane selain merancang bangunan juga berfokus
PENDIDIKAN SDN Banjarsari III Bandung, 1978-1984
pada mencari dan menciptakan solusi yang inovatif pada permasalahan
SMP Negeri 2 Bandung, 1984-1987
perkotaan dan lingkungan yang terjadi. Urbane memiliki proyek komunitas
S M A Negeri 3 Bandung, 1987-1990
atau disebut "Urbane Project Community" dimana visi misinya menyangkut membantu orang-orang yang ada di komunitas pekotaan untuk memberikan
S1, Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, 1990-1995 S2, Master of Urban Design University of California, Berkeley, AS, 1999-2001
ide dan jasanya dalam meningkatkan daerah. Unik dan megah merupakan
ciri khas Urbane yang terkenal dalam merancang. Banyak rancangan Urbane
PENGHARGAAN
yang mendapat nominasi penghargaan, di antaranya yaitu Gedung Wayang
Green Leadership Award for Al-Irsyad Mosque from BCI
Orang, Surakarta (2016), Masjid Raya Sumatra Barat (2006), Museum Taufik
Asia, 2011 Top 5, Best Building of The Year 2010 from ArchDaily for
Hidayat, Ngurah Rai Airport Commercial Area Bali (2012) dan sebagainya.
Al-Irsyad Mosque
Museum Tsunami Aceh juga merupakan salah satu karya rancangan Urbane
BCI Asia Top Ten Architecture Business Award, 2010
pada tahun 2010.
Winner third prize : Design Competition Suramadu Mosque, 2010 The 6th Winner of The Best Design Architecture Consultant, Citradata Award
K R ITIK D ESK R P TIF Museum Tsunami Aceh, Banda Aceh, Indonesia merupakan museum yang dirancang sebagai bangunan memorial gempa dan tsunami Samudra Hindia tahun 2004 silam. Selain itu museum ini juga menjadi pusat pendidikan dan tempat penampungan bencana darurat sebagai antisipasi jika suatu saat daerah tersebut dilanda bencana tsunami
lagi di masa depan. Rancangan museum ini merupakan ide beberapa masyarakat lokal Aceh yang menginginkan sebuah tempat di kota untuk mengenang kejadian bencana tersebut. Ridwan Kamil bersama timnya mengambil andil dalam proyek perancangan museum ini. Museum Tsunami Acehpun diresmikan oleh bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Februari 2008 dan dibuka untuk pengguna publik umum pada tahun
2009 setelah masa dua tahun proses desain dan pembangunan kontruksi. Museum ini menjadi salah satu bangunan publik di kota Banda Aceh yang menyatu dengan kawasan sekitarnya terutama dengan kuburan kolonial dan alun-alun kota. Sesuai dengan permintaan masyarakat lokal dan pemerintah setempat rancangannya juga didesain menjadi landmark baru kota Aceh setelah Masjid Baiturrahman. Museum Tsunami Aceh yang terdiri dari empat lantai ini memiliki luas total sekitar 2500m2 dan dibangun di atas tanah seluas 2000m2. Lantai
dasar merupakan
memorial hall dimana merupakan ruang terbuka sebagai tempat interaksi publik sekaligus berfungsi menjadi jalan yang akan dilewati air banjir jika terjadi banjir (hal ini bertujuan agar meminimalisasi risiko kerusakan pada elemen struktural bangunan), di
lantai pertama
terdapat kolam refleksi dan ruang terbuka, di lantai kedua ada area pameran, lounge dan kantor pengurus, dan di lantai ke
tiga terdapat ruang pameran temporer, ruang
perpustakaan, ruang auditorium, ruang konferensi dan restoran. Di setiap atap lantai-lantai tersebut menggunakan green rooftop sebagai tempat dek obeservasi sekaligus sebagai area
evakuasi jika banjir melanda di kota. Arsiteknya juga menyisipkan elemen-elemen budaya lokal, yaitu pada dinding museum ini yang dihiasi dengan gambar orang-orang yang sedang melakukan tarian Saman. Elemen-elemen ini sebagai bentuk gerakan simbolis yang didedikasikan untuk disipilin,kekuatan dana keyakinan agama islam yang kuat pada masayarakat Aceh.
K R ITIK N O R M A TIF Desain Museum Tsunami Aceh menyerupai kapal dengan cerobong asap besar di tengah bangunan dan dilapisi material kaca yang merupakan salah satu ciri dari konsep arsitektur kontemporer. Inovasi teknologi diterapkan pada desain fasad dan terbentuklah CRC. Ini merupakan inovasi baru dari Museum Indonesia yang menyediakan restoran, ruang pertemuan dan persewaan atap. Penerapan konsep kontemporer juga terlihat dari komposisinya yang ekspresif dan dinamis.Komposisi museum ini berasal dari bentuk kapal bukan
kaku
(elips).Museum
memiliki
fasad
transparan
yang
menggunakan kaca fasad kemudian diberi kulit sekunder, ada koordinasi antara bagian luar dan bagian luar. Ruang internalnya terdapat jembatan di lantai satu dengan air di bawahnya, sehingga memberikan kesan terbuka. Arsiteknya mengadopsi konsep desain struktur rumah
panggung tradisional Aceh (Rumoh Aceh) yang merupakan fitur umum dari perumahan lokal yang dirancang untuk melawan atau antisipasi bencana banjir. Jika konsep ini dikaitkan dengan fungsi bangunan, maka dapat digambarkan beberapa ciri bangunan Aceh sebagai gunung
penyelamat, yaitu museum ini merupakan simbol dari struktur anti tsunami, dan merupakan gabungan dari sebuah panggung; bangunan (Aceh Building) di atas bukit (The escape hill) menjulang (elevated building). ) Untuk mengantisipasi tsunami Aceh yang akan datang. Bangunan Museum Tsunami yang megah terlihat seperti kapal besar yang sedang berlabuh dari luar. Dan ada kolam ikan di bagian bawah. Bentuk denah bangunan mirip dengan gelombang laut, yang juga merupakan analogi, dan juga mengingatkan masyarakat akan bahaya tsunami.
KRITIK INTERPRETATIF Arsitek berusaha mengungkapkan semua perasaan yang ditimbulkan saat tsunami Aceh dalam setiap desain ruang museum. Ruangan pertama yang dimasuki
pengunjung adalah ruangan ketakutan (Space of Fear). Ruangan ini memberikan kesan bahwa pengunjung bisa merasakan ketakutan akan tsunami. Hal ini ditunjukkan sebuah ruangan berupa gang sempit dan gelap. Di aula ini, pengunjung dapat mendengar suara air mengalir dan suara doa secara bersamaan. Air mengalir di dinding kiri dan kanan koridor, menyerupai deru tsunami di masa lalu. Setelah melewati ruangan ketakutan, pengunjung memasuki ruang sumur doa (space of sorrow). Ruangan ini berbentuk silinder setinggi 30 meter, dengan nama 2000 korban tsunami terukir di dinding. Di ruangan ini, sang arsitek mencoba menjelaskan hubungan antar manusia. Tuhan adalah Allah. Hal ini diwujudkan dengan
kaligrafi Allah bersinar di dalam ruangan. Ini adalah simbol bahwa setiap orang yang hidup akan membawa kembali penciptanya, yaitu Allah SWT. Kita manusia seolah-olah telah menjadi makhluk kecil sebagai pengunjung, tanpa daya, yang baik, karena segala kendali dan kekuasaan hanya milik Allah SWT. Ruangan selanjutnya adalah Memorial Hill dimana terdapat banyak
monitor. Pada monitor ditampilkan foto-foto korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh saat tsunami. Di ruangan ini sang arsitek seolah-olah ingin membangkitkan memori tsunami yang melanda Aceh yang agar tidak mudah untuk dilupakan, dan bisa dipetik pelajaran dari kejadian ini. Setelah itu, pengunjung dapat memasuki House of Hope di tengah museum. Pada jembatan ini pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara yang turut membantu Aceh pascatsunami. Jumlah bendera sesuai dengan jumlah batu yang ditempatkan di kolam. Setiap bendera dan batu memiliki kata "damai" dalam bahasa berbagai negara, mencerminkan perdamaian pasca perang di Aceh dan konflik sebelum
tsunami. Pasca gempa dan tsunami, individu di dunia sangat percaya pada negara Aceh, mendukung dan memperjuangkan perdamaian Aceh, serta berpartisipasi dalam pembangunan (rekonstruksi) Aceh pascatsunami. Dari sana, kerinduan dan harapan Aceh yang hampir pupus, dibangkitkan kembali dan disatukan dalam filosofi Jembatan Harapan.
DAFTAR PUSTAKA
Dafrina, A. (2018). Penerapan Arsitektur Metafora Pada Museum Tsunami Aceh. JURNAL ARSITEKNO VOL. II JULI 2013 : 1-8, 8. Indonesia, P. (2017, Agustus 9). Aceh Tsunami Museum at Indonesia Architect Week Seoul 2017. Retrieved from Urbane: https://urbane.co.id/aceh-tsunami-museum-at-indonesia-architect-weekseoul-2017/ Museum Tsunami. (2021, Juni 13). Retrieved from Museum Tsunami Aceh: https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Tsunami
Tour, 3. I. (n.d.). https://www.360indonesia.id/museum-tsunami-aceh/. Retrieved from https://www.360indonesia.id/museum-tsunami-aceh/: https://www.360indonesia.id/museumtsunami-aceh/