Kromium (Iii) Oksida [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN Laporan Lengkap Praktikum Sintesis Kimia Anorganik dengan judul “Kromium (III) oksida” yang disusun oleh: Nama



: Deska Harsela Haris



Nim



: 091314021



Kelas/Kelompok



: B/III



Telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten/Koordinator Asisten dan dinyatakan diterima.



Makassar,



Juni 2012



Koordinator Asisten



Asisten



(Kurnia Ramadani, S.Si)



(Mega Febriyanti) Mengetahui, Dosen Penanggungjawab



(Dra. Hj. Melati Masri, M.Si)



A. Judul Percobaan Judul percobaan ini adalah kromium (III) oksida. B. Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini adalah: 1. Untuk mengetahui cara mensintesis kromium (III) oksida dari ammonium bikromat. 2. Untuk mengetahui warna dan bentuk dari kromium (III) oksida. C. Landasan Teori Padatan dapat dibagi menjadi dua kelompok: kristal dan amorf. Es merupakan padatan kristal yang memiliki keteraturan kaku dan menjangkau jauh atom-atomnya, molekul-molekulnya atau ion-ionnya menempati tempat tertentu. Susunan atom, molekul, atau ion dalam padatan kristal adalah sedemikian rupa sehingga gaya tarik menarik antar molekul neto pada keadaan maksimumnya. Gaya yang menyebabkan kestabilan kristal dapat berupa gaya ion, ikatan kovalen, gaya van der Waals, ikatan hidrogen, atau kombinasi gaya-gaya ini (Chang, 2003:378). Satuan struktur dasar yang berulang pada padatan kristal disebut sel satuan (unit cell). Dalam banyak kristal, titik kisi tidak sungguh-sungguh mengandung satu atom, ion, molekul, melainkan beberapa atom, ion atau molekul yang secara identik tersusun di sekitar setiap titik kisi. Tetapi agar sederhana, kita dapat menganggap bahwa setiap titik kisi ditempati oleh satu atom (Chang, 2003:378379). Walaupun hanya ditemukan sekitar 122 ppm dalam kerak bumi, krom merupakan salah satu yang terpenting dalam industri logam. Bijih krom yang utama ialah kromit, Fe(CrO2)2, dimana dari bijih ini campuran Fe dan Cr disebut ferokrom dihasilkan dengan cara reduksi.  Fe(CrO2)2 + 4 C  Fe + 2 Cr + 4 CO(g)



Ferokrom Ferokrom dapat ditambahkan langsung pada besi, bersama dengan logam yang lain, untuk membentuk baja. Logam krom sangat keras dan menghasilkan



permukaan yang cemerlang serta bersifat sebagai pelindung terhadap oksidasi, sehingga sering digunakan untuk melapisi logam lain (Petrucci, 1985:149). Kromium (III) oksida merupakan serbuk kristal berwarna hijau, tidak berbau. Berat molekul 151,99 g/mol. Rumus molekul Cr 2O3. Titik didih 4000oC (7232oF). Titik lebur 2435oC (4415oF). Gravitasi spesifik (air = 1) = 5,21. pH = 7,5 (larutan 0,5%). Tidak larut dalam air, tidak larut dalam asam, alkali, alkohol dan aseton (Pom, 2012). Logam kromium sangat tahan terhadap korosi, karena reaksi dengan udara menghasilkan lapisan Cr2O3 yang bersifat non pori sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi dari reaksi lebih lanjut. Dengan sifat logam yang tahan korosi, manfaat utama kromium yaitu sebagai pelapis logam atau baja. Selain itu, lapisan kromium juga menghasilkan warna yang mengkilat sehingga memberikan manfaat tambahan yaitu sebagai fungsi dekoratif (Sugiyarto, 2001:12.1). Ion kromium (III) (atau kromi, Cr3+) adalah stabil, dan diturunkan dari dikromium trioksida (atau kromium trioksida), Cr2O3. Dalam larutan, ion-ion ini berwarna hijau atau lembayung (Svehla, 1985:271). Oksida kromium bersama-sama ionnya yang penting yaitu Cr2O3-hijau, dan CrO3-merah tua. Kromium (IV) oksida, CrO2-coklat kehitaman, juga dikenal dan sangat bermanfaat karena sifatnya feromagnetik yang sangat baik untuk bahan pembuatan pita rekaman magnetik seperti pita kaset atau video, namun hanya sedikit senyawa kromium (IV) yang dikenal (Sugiyarto, 2001:12.5). Seperti halnya pada oksida vanadium, sifat basa oksida hidroksida kromium menurun atau sifat asam naik dengan naiknya tingkat oksidasi. Oleh karena itu, Cr2O3 demikian juga Cr(OH)3 bersifat amfoterik seperti halnya oksida dan hidroksida aluminium, sedangkan CrO3 bersifat asam. Hal ini dapat dipahami bahwa Cr (VI) mempunyai jari-jari ionik pendek dan rapatan muatan tinggi sehingga mempunyai kecenderungan yang lebih besar sebagai akseptor electron, dan dengan demikian bersifat asam (Sugiyarto, 2001:12.5). Kromium (III) oksida, Cr2O3 dapat diperoleh dari dekomposis termal ammonium dikromat menurut persamaan reaksi berikut:  (NH4)2Cr2O7 (s)  Cr2O3 (s) + N2 (g) + 4 H2O (g)



Kromium (III) oksida merupakan oksida kromium yang paling stabil mengadopsi struktur corundum, dan digunakan untuk pigmen hijau. Oksida ini bersifat semikonduktor dan antiferomagnetik di bawah 35oC (Sugiyarto, 2001:12.5). Warna nyala dihasilkan dari pergerakan electron dalam ion-ion logam yang terdapat dalam senyawa. Sebagai contoh, sebuah ion natrium dalam keadaan tidak tereksitasi memiliki struktur 1s22s22p6. Jika dipanaskan, elektron-elektron akan mendapatkan energi dan bisa berpindah ke orbital kosong manapun pada level yang lebih tinggi. Sebagai contoh, berpindah ke orbital 7s atau 6p atau 4d atau yang lainnya, tergantung pada berapa banyak energi yang diserap oleh elektron tertentu dari nyala. Karena sekarang elektron-elektron berada pada level yang lebih tinggi dan lebih tidak stabil dari segi energi, maka elektron-elektron cenderung turun kembali ke level dimana sebelumnya mereka berada (Clark, 2007). Sebuah elektron yang telah tereksitasi dari level 2p ke sebuah orbital pada level 7, misalnya bisa turun kembali ke level 2p sekaligus. Perpindahan ini akan melepaskan sejumlah energi yang dapat dilihat sebagai cahaya dengan warna tertentu. Akan tetapi, elektron tersebut bisa turun sampai dua tingkat (atau lebih) dari tingkat sebelumnya. Misalnya pada awalnya di level 5 kemudian turun sampai ke level 2. Masing-masing perpindahan elektron ini melibatkan sejumlah energi tertentu yang dilepaskan sebagai energi cahaya, dan masing-masing memiliki warna tertentu. Sebagai akibat dari semua perpindahan elektron ini, sebuah spektrum garis yang berwarna akan dihasilkan. Besarnya lompatan atau perpindahan elektron dari segi energi, bervariasi dari satu ion logam ke ion logam lainnya. Ini berarti bahwa setiap logam yang berbeda akan memiliki pola garisgaris spectra yang berbeda, sehingga warna nyala yang berbeda pula (Clark, 2007). D.



Alat dan Bahan 1. Alat-alat a. Neraca analitik (1 buah) b. Cawan porselin + tutup (1 buah) c. Spatula (1 buah)



d. Tanur (1 buah) e. Eksikator (1 buah) f. Gegep (1 buah) g. Klem kayu (1 buah) h. Lumpang + alu (1 buah) i. Pinset (1 buah) j. Kompor gas (1 buah) k. Labu semprot (1 buah) l. Stopwatch (1 buah) m. Mikroskop (1 buah) n. Kaca objek (1 buah) 2. Bahan-bahan a. (NH4)2Cr2O7 (amonium bikromat) b. Pita magnesium c. Potongan besi d. Aquadest e. Tissue E. Prosedur Kerja 1. Menyiapkan cawan porselin yang bersih, memasukkan dalam tanur listrik selama 15 menit, mendinginkannya lalu menimbang bobotnya. 2. Menimbang 1,0000 g ammonium bikromat dengan wadah cawan porselin, mencatat bobotnya sampai ketelitian 0,1 mg. 3. Memasukkan cawan porselin beserta isinya (menutupnya) ke dalam tanur listrik selama 15 menit pada suhu 600oC. 4. Mengamati perubahan warna yang terjadi. 5. Mendinginkan lalu menimbangnya. 6. Menggunakan mikroskop untuk melihat bentuk kristal Cr2O3 yang diperoleh. 7. Menghaluskan kristal dalam mortar dan menyimpannya dalam wadah tertutup.



F. Hasil Pengamatan menit   15  cawan porselin kosong didinginka  n  cawan cawan porselin kosong dipanaskan



  bobot cawan porselin kosong: 21,5440 g porselin kosong ditimbang



cawan porselin + 1,0000 g (NH4)2Cr2O7



600 C (15 menit) dipanaskan     Cr2O3 o



(orange) didinginka  n  cawan



(hijau tua)



  bobot cawan porselin + porselin + Cr2O3 ditimbang



(hijau tua)



Cr2O3: 22,1270 g bobot Cr2O3: 0,5830 g



(NH ) Cr O (orange)   besi panas dicelupkan besi dipanaskan   dalam    nyala api berwarna 4 2



2



7



merah, serbuk berwarna hijau (NH ) Cr O (orange) pita magnesium dicelupkan   dalam    nyala api berwarna merah, 4 2



2



7



serbuk berwarna hijau G. Analisis Data Dik : Bobot (NH4)2Cr2O7



: 1,0000 g



Bobot Cr2O3



: 0,5830 g



Mr (NH4)2Cr2O7



: 252 g/mol



Mr Cr2O3



: 152 g/mol



Dit



: % rendemen = …..?



Peny : (NH4)2Cr2O7



o



C 600   



Cr2O3 + N2 + 4 H2O



mol (NH4)2Cr2O7 =



bobot (NH 4 ) 2 Cr 2 O 7 Mr (NH 4 ) 2 Cr 2 O 7 1,0000 g



= 252 g/mol = 0,0039 mol mol (NH4)2Cr2O7 ≈ mol Cr2O3 bobot Cr2O3 = mol Cr2O3 × Mr Cr2O3 = 0,0039 mol × 152 g/mol = 0,6032 g % rendemen =



bobot Cr2 O 3 secara praktek × 100% bobot Cr2 O 3 secara teori



0,5830 g



= 0,6032 g × 100% = 0,9665 × 100% = 96,65% H. Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk mensintesis kromium (III) oksida dari ammonium bikromat berdasarkan reaksi oksidasi reduksi disproporsionasi dimana oksidator dan reduktor merupakan zat yang sama, serta mengetahui warna dan bentuk dari kromium (III) oksida. Pada percobaan ini, terlebih dahulu cawan porselin dipanaskan dalam tanur listrik selama 15 menit untuk menghilangkan zatzat pengganggu atau pengotor yang terdapat pada cawan porselin dan dapat mempengaruhi penimbangan. Selanjutnya cawan porselin didinginkan dalam eksikator untuk mempercepat proses pendinginan dan menghindari terkontaminasi dengan udara luar dan zat pengotor. Kemudian ditimbang bobot cawan porselin menggunakan neraca analitik sampai ketelitian 0,1 mg sehingga lebih teliti.



Langkah selanjutnya yaitu menimbang 1,0000 g ammonium bikromat yang berwarna orange dengan wadah pinggan porselin.



Kemudian diketahui bobotnya sampai ketelitian 0,1 mg sehingga lebih teliti.



Selanjutnya dimasukkan cawan porselin beserta isinya dan ditutup ke dalam tanur listrik selama 15 menit pada suhu 600 oC. Cawan porselin yang digunakan harus ditutup agar pada saat ammonium bikromat berubah menjadi kromium (III) oksida tidak keluar isinya dari cawan porselin. Pemanasan dalam tanur listrik pada suhu 600oC karena merupakan suhu maksimum untuk menguraikan ammonium bikromat menjadi kromium (III) oksida, serta pada suhu ini mampu menguapkan gas N2 dan H2O yang juga terbentuk sebagai hasil reaksi.



Dengan adanya dekomposisi termal yang dilakukan pada senyawa ammonium bikromat, maka akan terjadi reaksi sebagai berikut: (NH4)2Cr2O7(s)



o



C 600   



Cr2O3(s) + N2(g) + 4 H2O(g)



Setelah itu diamati perubahan warna yang terjadi dari orange menjadi hijau tua.



Cawan porselin selanjutnya didinginkan dalam eksikator untuk mempercepat proses pendinginan dan menghindari terkontaminasinya dengan udara bebas dan zat pengotor. Hal ini demikian karena dalam eksikator terdapat silika gel yang mampu menyerap uap-uap panas sehingga berfungsi sebagai pendingin.



Lalu ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sampai ketelitian 0,1 mg sehingga lebih teliti. Cr2O3 yang diperoleh sebanyak 0,5830 g. Amonium bikromat yang berwarna orange dan setelah pemanasan berubah menjadi Cr2O3 yang berwarna hijau tua. Hal ini disebabkan karena dilepaskannya air membentuk anhidrat. Selanjutnya digunakan mikroskop untuk melihat bentuk dari Cr2O3 yang berbentuk corundum (bentuk antara ortorombik dan monoklin).



Gambar pada mikroskop Bentuk geometri Cr2O3 yaitu tetrahedral. Serbuk kristal dari Cr2O3 diperoleh sebanyak 0,5830 g dengan rendemen sebesar 96,65%.



Adapun reaksi oksidasi dan reduksi pada reaksi amonium bikromat menjadi kromium (III) oksida: oksidasi : 2 NH4+ + 2 ereduksi



: Cr2O72(NH4)2Cr2O7



N2 + 4 H2O Cr2O3 + 2 eCr2O3 + N2 + 4 H2O



Berdasarkan reaksi di atas maka dapat dilihat bahwa N sebagai reduktor karena mengalami oksidasi dari bilangan oksidasi -3 menjadi 0. Sedangkan Cr sebagai oksidator karena mengalami reduksi dari bilangan oksidasi +6 menjadi +3. Pengujian yang dilakukan yaitu besi panas dicelupkan ke dalam kristal amonium bikromat dan terlihat nyala api berwarna merah karena merupakan warna nyala kromium dan juga menghasilkan serbuk berwarna hijau yang menandakan bahwa amonium bikromat telah berubah menjadi kromium (III) oksida.



Pengujian yang dilakukan selanjutnya yaitu pita magnesium dibakar dengan amonium bikromat maka terlihat nyala api berwarna merah karena merupakan warna nyala kromium dan juga menghasilkan serbuk berwarna hijau yang menandakan bahwa amonium bikromat telah berubah menjadi kromium (III) oksida. Hal ini disebabkan karena Cr2O3 bersifat non pori sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi. Sedangkan pita magnesium terbakar menjadi nyala putih yang khas membentuk Mg oksida dan hidrogen.



I.



Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan



bahwa: 1. Kromium (III) oksida dapat disintesis dari ammonium bikromat berdasarkan reaksi oksidasi reduksi disproporsionasi dimana oksidator dan reduktor merupakan zat yang sama. 2. Kromium (III) oksida (Cr2O3) merupakan serbuk kristal berwarna hijau tua dan berbentuk corundum. 3. Bentuk kristal kromium (III) oksida (Cr2O3) diperoleh sebanyak 0,5830 g dengan rendemen sebesar 96,65%.



4. Besi panas dicelupkan ke dalam kristal ammonium bikromat dan terlihat nyala api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua. 5. Pita magnesium yang dibakar dengan ammonium bikromat dan terlihat nyala api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua. J.



Saran Disarankan kepada praktikan selanjutnya agar tidak lupa menutup cawan



porselin yang telah berisi ammonium bikromat saat dipanaskan dalam tanur, sehingga pada saat ammonium bikromat berubah menjadi kromium (III) tidak keluar isinya dari cawan porselin.



DAFTAR PUSTAKA Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Clark, J. 2007. Uji Nyala. (online). http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/ kimia-anorganik 1/unsur-unsur-golongan-1/uji-nyala/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2012. Petrucci, R. H. 1985. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern. Edisi Keempat. Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Pom. 2012. Kromium (III) Oksida. (online). http://ik.pom.go.id/katalog/kromium (III) oksida.pdf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2012. Sugiyarto, K. H. 2001. Kimia Anorganik II: Dasar-Dasar Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Bagian I. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka. Tim Dosen Kimia Anorganik. 2011. Penuntun Praktikum Sintesis Kimia Anorganik. Makassar: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar.



LAMPIRAN 1. Apakah yang terjadi jika besi panas dimasukkan ke dalam kristal ammonium bikromat? Jawab: Jika besi panas dimasukkan ke dalam kristal amonium bikromat maka terlihat nyala api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua. 2. Bagaimanakah dengan pita Mg dicelupkan ke dalam kristal ammonium bikromat lalu pita Mg dibakar? Jawab: a. Pita Mg yang digunakan berbentuk persegi panjang dan berwarna abu-abu tua, kemudian dicelupkan ke dalam kristal amonium bikromat lalu pita Mg dibakar maka terlihat nyala api berwarna merah dan serbuk berwarna hijau tua. Hal ini disebabkan karena Cr2O3 bersifat non pori sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi. b. Pita Mg terbakar menjadi nyala putih karena membentuk Mg oksida dan hidrogen.