Kumpulan Fiqih 3B Tadris Bahasa Indonesia UIN Raden Mas Said Surakarta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FIQIH IBADAH Kelas 3B Tadris Bahasa Indonesia (KUMPULAN MAKALAH)



Diberikan Kepada: Dosen Mata Kuliah Fiqih Rosidi, S. Pd. I., M. Pd.



Penulis: Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Indonesia Editor: Nahrin Indriani (216151029) Putri Amelia Syahra (216151039)



Program Studi Tadris Bahasa Indonesia Fakultas Adab dan Bahasa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta



KUMPULAN MAKALAH FIQIH Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester



Editor : Anggota Kelas 3B Dosen Pembimbing : Rosidi, S.Pd., M.Pd.



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, S.Pd, M.Pd. Selaku dosen pengampu Mata Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Kartasura, 20 Desember 2022



Penulis



IBADAH PENGERTIAN, DASAR HUKUM, HAKIKAT, DAN HIKMAH



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Dosen Pengampu : Rosidi, M.Pd.



DISUSUN OLEH : Kelompok 1



1. Mita Ega Silvia



(196151074)



2. Leni Fitriyaningsih



(216151036)



TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA TAHUN 2022



KATA PENGANTAR



Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. karena dengan hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan. Makalah ini dengan judul “Ibadah :Pengertian, Dasar Hukum, Hakikat, dan Hikmah.” Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhmmad saw, keluarganya, dan para sahabatnya. Selanjutnya penulis berterima kasih kepada semua rekan-rekan yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Bapak Rosidi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang maksimal dan menambah ilmu untuk penulis khusunya dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan maupun kesalahan baik segi penulisan dan rangkaian kata demi kata dan dengan rendah hati kiranya kepada



rekan-rekan sekalian untuk



memberikan saran dan kritikan yang membangun. Wassalaamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.



Surakarta, 9 September 2022



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN: A. Latar Belakang................................................................................................... B. Rumusan Masalah.............................................................................................. C. Tujuan Pembahasan...........................................................................................



BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Ibadah............................................................................................... B. Hakikat Ibadah................................................................................................... C. Dasar Hukum Ibadah.......................................................................................... D. Hikmah Ibadah..................................................................................................



Bab 3 PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................................... B. Saran............................................................................................................... C. Daftar pusaka ................................................................................................



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang selalu memberikan kemudahan kepada umatnya. Seluruh tata cara dalam beribadah maupun hubungan dengan manusia lainnya sudah diatur dalam Al-Quran dan Ash-sunnah. Salah satu cabang fiqih yang juga penting untuk dipelajari adalah mengenai ibadah. Ibadah merupakan perkara-perkara yang berhubungan langsung dengan Allah Saw. Ibadah juga harus berpedoman dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Saw dan apa yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw kepada umat islam. Umat islam tentunya mengetahui apa-apa saja yang bernilai ibadah dan bagaimana cara pelaksanaan ibadah tersebut sesuai dengan ketentuan Al’quran dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ibadah merupakan sari ajaran Islam yang berarti penyerahan diri secara sempurna. Menurut Mas’ud dan Abidin (2000: 17) ibadah berarti penyembahan seorang hamba terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan jalan tunduk dan merendahkan diri serendahrendahnya yang dilakukan secara hati ikhlas menurut tata cara yang ditentukan oleh agama. Pada hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi atau menyembah kepada Allah Swt dan menjahui larangannya, dengan kata lain manusia diciptakan bukan hanya sekedar untuk hidup dan mati. Akan tetapi, manusia juga memiliki tanggung jawab ketika di dunia. Dalam pembahasan fiqih, secara umum selalu tidak lepas dari uraian ibadah. Makalah ini akan membahas tentang pengertian, dasar huk um, hakikat, dan hikmah ibadah lebih dalam lagi, seperti bagaimana fiqih ibadah yang sesuai dengan Al quran dan Hadist.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Apa hakikat ibadah? 2. Bagaimana dasar hukum ibadah? 3. Bagaimana hukum ibadah? 4. Apa saja hikmah ibadah? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui hakikat ibadah 2. Untuk mengetahui dasar hukum ibadah 3. Mengetahui hukum ibadah 4. Untuk mengetahui hikmah ibadah



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ibadah Kata ( ‫ )ع َبادَة‬yang secara etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa . Dengan demikian pemakaian bahasa arab “ibadah” itu lebih ditunjukan kepada Allah, sementara “ngab’da” lebih ditujukan kepada selain Allah. Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi mengartikan Ibadah itu dengan: ța’at, menurut, mengikut, tunduk dan juga berarti do’a. Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat dari berbagai disiplin ilmunya masing-masing. Menurut Ahli Tauhid, dan Hadis. Ibadah adalah: “Meng-Esakan dan mengagungkan Allah dengan sepenuhnya (menta‟zimkannya), serta menghinakan diri dan menun-dukan jiwa kepada-Nya.” Adapun pendapat lain mengenai ibadah adalah: ‫التقرب ألى هللا بامتثال أوامره واجتنا ب نواهيه والعمل بما أذن به الشا رع وهي عامة وخاصة‬ Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintahperintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Juga yang dikatakan ibadah adalah beramal dengan yang diizinkan oleh Syari’ Allah Swt.; karena itu ibadah itu mengandung arti umum dan arti khusus. Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat. Dari dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah.



Sedangkan dalam Firman Allah dalam Q.S. An-Nisa‟ (4): 36 yang berarti “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutu- kanNya dengan sesuatupun”. Menurut Ikrimah, salah seorang ahli hadiś mengatakan bahwa, Ibadah itu sama artinya dengan Tauhid. Lebih tegas lagi Ikrimah mengatakan, bahwa “segala lafaz Ibadah dalam Al-qur’an diartikan dengan tauhid” Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga bentuk sebagai berikut: 1. Pertama; Ibadah kepada Allah karena sangat mengharap pahalanya atau karena takut akan siksanya 2. Kedua; Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu merupakan perbuatan mulia, dan dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya 3. Ketiga; Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak disembah, tanpa memperhatikan apa yang akan diterima atau yang akan diperoleh. Beberapa contoh kajian fiqih ibadah dalam kitab-kitab ulama salaf adalah antara lain: 1.



Thaharah Thaharah secara bahasa adalah bersih dari segala kotoran atau najasah. Adapun menurut syara` thaharah memiliki makna bersih dari segala macam najis baik yang bersifat hakikat, aib dan perbuatan maksiat atau yang bersifat hukmiyah; hadats besar, hadats kecil (kencing) dll. Imam Nawawi As-syafi`i mendefinisikan thaharah adalah menghilangkan atau mensucikan diri dari hadats besar dan hadats kecil maupun menghilangkan bentuk dari kedua hadats tersebut.



Macam-macam



thaharah yaitu Tayamum, Wudhu Dan Mandi . Jika wudhu dan tayamum untuk menyucikan dari hadast kecil, mandi untuk menyucikan diri dari hadast besar. 2. Shalat Shalat merupakan rukun islam yang kedua dan salah satu rukun yang di tekankan setelah dua kalimat syahadat. Rukun salat mencakup dzikir kepada allah, tilawah al quran, berdiri menghadap allah, rukuk, sujud, doa, tasbih, dan takbir. Adapun hukum shalat yaitu : fardhu ain, fardhu kifayah, dan sunnah. 3. Haji Haji merupakan kegiatan berniat, bermaksud untuk mendatangi orang lain yang dipandang mulia. Secara syara’ haji adalah apabila seseorang mengunjungi ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu, dan bagi umat islam haji salah satu rukun islam yang terakhir. Di mana haji merupakan puncak ritual rukun islam.



B. Hakikat Ibadah Hasbi As-Ṣhiddiqi, seorang cendikiawan Muslim dalam kitabnya Kuliah Ibadah mengemukakan bahwa hakikat ibadah ialah “Ketundukan jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran-Nya, meyakini bahwa bagi alam ini ada penguasanya, yang tidak dapat diketahui oleh akal hakikatnya.” Seiring dengan itu hakikat ibadah dapat berarti, “Memperhambakan dan menundukan jiwa kepada kekuasaan yang gaib, yang tidak dapat diselami dengan ilmu dan tidak dapat diketahui hakikatnya.” Mencermati beberapa definisi yang dikemukakan tentang hakikat ibadah di atas, dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa Hasbi As-Ṣiddiqi memberikan tekanan bahwa, seorang mukallaf tidaklah dipandang beribadah (belum sempurna ibadahnya) bila seseorang itu hanya mengerjakan ibadah dengan pengertian fuqaha atau ahli uşul saja; Artinya disamping ia beribadah sesuai dengan pengertian yang dipaparkan oleh para fuqaha, diperlukan juga ibadah sebagaimana yang dimaksud oleh ahli yang lain seperti ahli tauhid, ahli akhlak dan lainnya. Hakikat ibadah lainnya juga terdapat pada surah Al-Baqarah (2); 21), yang artinya: “ Wahai para manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dan telah menjadikan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” Adapun hakikat ibadah yaitu: 1. Ibadah adalah tujuan hidup kita. 2. Melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah SWT. 3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. 4. Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya : mengikuti sunnah Rasulullah SAW. 5. Jihad di jalan Allah 6. Takut, maksudnya tidak takut sedikitpun segala bentuk sesuatu melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.



Dengan agama, hidup manusia menjadi bermakna. Makna agama terletak pada fungsinya sebagai kontrol moral manusia. Melalui ajaran–ajarannya, agama menyuruh manusia agar selalu dalam keadaan sadar dan menguasai diri. Keadaan sadar dan menguasai diri pada manusia itulah yang merupakan hakikat agama, atau hakikat ibadah. Dengan demikian, orang-orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah orang yang mengisi waktunya dengan berbagai macam ketaatan, seperti contohnya melaksanakan salat wajib lima kali sehari, berbuat baik kepada sesama, melaksanakan kewajiban sebagai orang muslim, dan menjauhi larangan-Nya. C. Dasar Hukum Ibadah Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. AsSunnah Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadis sunnah al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis Hasan. Hal ini disandarkan pada hadis bahwa Rasulullah saw. bersabda: َّ ‫َاب‬ ‫َّللاِ َوسُنَّةَ نَبِيِِّ ِه‬ ِ َّ َ‫أ َ َّن َرسُول‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ت ََر ْكتُ فِيكُ ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت َِضلُّوا َما ت َ َمسَّ ْكت ُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ َّ‫صلَّى َّللا‬ َ ‫َّللا‬ Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku meninggalkan untukmu dua perkara, kamu tidak akan tersesat jika berpegang pada keduanya, yakni: Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunah Nabi.



Selain itu, di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah.



Adapun ayat-ayat



yang



menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah tersebut di antaranya sebagai berikut: 1. Surat adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat: 56) Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk menyembah-Nya. Allah adalah Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada apapun. 2. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25 :



“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah aku". 3. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92 : “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Q.S. al-Anbiya: 92). D. Hikmah Ibadah Menurut kamus Besar bahsa Indonesia (KBBI), Hikmah mempunyai arti: 1 kebijaksanaan (dari Allah): kita memohon-dari Allah Swt. 2 sakti; kesaktian: katakata; 3 arti atau makna yang dalam; manfaat: jadi bisa disimpulkan arti Hikamh adalah Banyak manfa’at bagi yang mau mengabil manfa’atnya. Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allhah, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak sesama manusia. Oleh karena itu tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas. Allah memerintahkan dan mewajibkan bagi kita untuk beribadah itu sudah pasti Allah mengetahui



hikmah dibalik perintahnya tersebut; Dasar pijak Allah



memfardukan dan menetapkan pokok-pokok yang diwajibkan itu karena terdapat hikmah bahwa: Allah mewajibkan beriman, dengan maksud untuk membersihkan hati dari syirik, kewajiban shalat dengan maksud untuk mensucikan diri dari takabur, diwajibkannya zakat untuk menjadi sebab diperolehnya rizki, mewajibkan berpuasa untuk menguji kesabaran keikhlasan manusia, mewajibkan haji bagi yang mampu untuk mendekatkan umat Islam antara satu dengan yang lainnya, dan mewajibkan jihad untuk kebenaran Islam mewajibkan amar ma’ruf untuk kemaslahatan orang awam, mewajibkan nahi munkar untuk menjadikan cambuk bagi orang-orang yang kurang akalnya.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ibadah ialah memperhambakan atau mneyembah diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintahnya, serta menjauhkan segala larangannya karena Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan, maupun perbuatan. Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga bentuk diantaranya. Pertama, ibadah karena mengharapkan padalanya. Kedua, ibadah karena dianggap perbuatan yang mulia. Ketiga, ibadah karena Allah berhak disembah. Dari pengertian, hakikat, dasar hukum, dan hikmah ibadah ada keterkaitannya antara satu dengan lainnya. Di mana agar tetap kokoh ibadah dalam sebuah agama harus dilandasi dengan dasar hukum yang kuat, khususnya dalam agama islam dasar hukum ibadah berpegangan pada Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunah Nabi. Jika seorang muslim mampu melaksanakan ibdah sesuai dengan kaidah-kaidah dalam agama dengan baik maka, orang tersebut akan mendapat hikmah dari Allah.



B. Saran Penulis berharap semoga dengan adanya penulisan Makalah ini dapat memberikan keilmuan baru dalam memahami terkait materi ibadah dan semoga dengan adanya penugasan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami berbagai hal mengenai pengertian, hakikat, dasar ibadah, dan lain sebagainya. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah.



DAFTAR PUSTAKA Abror, Khoirul. (2019). Fiqih Ibadah. Yogyakarta: Phoenix Publisher. Zulkifli. 2017. Fiqih dan Prinsip Ibadah dalam Islam. Jurnal Pemikiran dan Pencerahan. Hlm. 1-11. Lembaga



Pembinaan



Lembaga



Muhammadiyah



Keislaman



Kemuhammadiyahan



Palangkaraya,



Universitas http://lppk-



umpalangkaraya.blogspot.com/2014/09/materi-i-pengertian-hakikat-danhikmah.html?m=1 , di akses pada 27 Agustus 2015. Rachman,



Hatib.



2012.



Fiqih



Ibadah



dan



Prinsip



Ibadah



dalam



Islam.



https://lpsi.uad.ac.id/fiqih-ibadah-dan-prinsip-ibadah-dalam-islam Di akses pada 21 September 2012. Admin. 2020. Pengertian Ibadah, Tujuan, Hakikat, Penjelasan dan Hikmahnya. https://www.fiqih.co.id/pengertian-ibadah/#Hikmah_Ibadah. Di akses pada 7 Oktober 2020. Hamdani.



2012.



Dasar



Hukum



dan



Hukum



Ibadah.



http://hamdanimsp.blogspot.com/2012/03/dasar-hukum-dan-hukumibadah.html?m=1. Di akses pada 16 Oktober 2012. Daradjat, Zakiyah.Ilmu Fiqih, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995 Ibrahim Shalih Su‟ad, Fiqih Ibadah Wanita, Jakarta: Amzah, 2011 Fathul A. 2019. Fiqih Ibadah Versus Fiqih Mualamah. El jizya. No 2 Vol 7. Hal 237



NAJIS DAN HADAS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Pengampu: Rosidi, S. Pd. I., M. Pd.



Oleh: 1. Viky Novanda Putra



(196151073)



2. Aisyah Fitri Nur Pangestuti



(216151040)



KELAS 3B TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Fikih yang berjudul “Hadas dan Najis”. Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak luput dari berbagai macam kendala. Namun berkat ketabahan dan kerja keras yang diiringi doa yang tulus kepada Allah swt, kendala tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Bapak Rosidi, S. Pd. I., M. Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Fikih. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca. Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar kedepannya bisa menulis makalah ini dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.



Sukoharjo, 13 September 2022



Penulis



DAFTAR ISI



Cover .................................................................. Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ...................................................................................... xi DAFTAR ISI .................................................................................................... xii BAB I................................................................................................................ 13 A. Latar Belakang...................................................................................... 13 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 13 C. Tujuan ................................................................................................... 13 BAB II .............................................................................................................. 13 PEMBAHASAN............................................................................................... 14 A. Pengertian Najis dan Hadas ................................................................. 14 B. Macam-macam dan Perbedaan Najis & Hadas ................................... 14 C. Hikmah Najis dan Hadas ...................................................................... 18 BAB III............................................................................................................. 20 PENUTUP ........................................................................................................ 20 A. Simpulan ............................................................................................... 20 B. Saran ..................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 21



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam memiliki beberapa ketetapan-ketetapan dalam hal ibadah, aqidah, dan syariah. Salah satu aturan dalam beribadah untuk umat muslim adalah suci dari najis dan hadas. Oleh karena itu, sebelum melakukan ibadah wajib atau pun ibadah sunnah, umat muslim harus benar-benar menyucikan diri dari najis dan kotoran. Salah satu ibadah wajib umat muslim adalah Shalat. Shalat sebagai tiang agama sangat berperan penting dalam menjaga keimanan umat muslim serta menegakkan agama Islam. Shalat tidak akan sah apabila belum suci dari najis dan kotoran. Inilah mengapa pengetahuan mengenai najis dan hadas dalam Islam adalah penting untuk diketahui. Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan lain sebaginya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. Bagaimana pengertian najis dan hadas? 2. Bagaimana macam-macam najis dan hadas? 3. Bagaimana hikmah najis dan hadas? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dalam makalah ini yaitu: 1. Memahami pengertian najis dan hadas. 2. Mengetahui macam-macam najis dan hadas. 3. Memahami hikmah najis dan hadas.



BAB II



PEMBAHASAN



A. Pengertian Najis dan Hadas Agama Islam mengajarkan kebersihan. Keadaan bersih dan suci merupakan salah satu syarat pokok sah ibadah. Agar badan, pakaian, dan tempat bersih, maka diperlukan bersuci, yang dalam istilah agama, bersuci disebut juga taharah. Taharah artinya menghilangkan najis dan membersihkan hadas. Kata Najis berasal dari bahasa arab an-najasah atau an-najisu (‫ )النجاسة‬yang artinya kotoran. Najis menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf. Adapun kata hadas berasal dari bahasa arab ‫( الحدث‬al-hadats) yang secara bahasa artinya sesuai peristiwa atau juga dapat diartikan kotoran atau tidak suci. Hadas menurut istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya tidak sah dalam melakukan ibadah tertentu.1



B. Macam-macam dan Perbedaan Najis & Hadas 1. Macam-macam Najis Najis adalah sesuatu yang kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, najis menurut tingkatannya dibagi menjadi: a) Najis Mukhaffafah Najis mukhaffafah, yaitu najis yang ringan. Yang termasuk najis ini adalah air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan dan minum selain air susu ibu. Namun, air kencing anak perempuan yang belum berumur dua tahun tidak termasuk najismeskipun belum makan dan minum selain air susu ibu. 2Cara mensucikan najis ini cukup dengan memercikkan air mutlak pada benda yang terkena najis ini. Adapun air mutlak yaitu air yang turun dari langit ataupun bersumber dari bumi dan belum berubah sebagian sifat-sifatnya, seperti air hujan, air laut, air sungai, air embun dan air es. 3 b) Najis Mughallazhah



1



Amir Bayan, “Fikih MTS”, (Semarang: Toha Putra, 2008), hl.41. Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 76. 33 Husnul Qodim, “Fikih Ibadah”, (Jakarta: Transwacana, 2007), hl. 10-12. 2



Najis mughallazhah, yaitu najis yang berat. Yang termasuk ke dalam najis ini adalah air liur anjing atau babi dan bekas jilatannya. 4Cara mensucikan najis mughallazhah adalah dengan mencuci najis tersebut sebanyak tujuh kali dengan air mutlak, salah satu di antaranya dengan memakai debu yang suci. 5 c) Najis Mutawasithah Najis mutawasithah, yaitu najis pertengahan antara najis yang ringan dan yang berat. Yang termasuk dalam najis ini adalah semua najis selain dari najis mukhaffafah dan najis mughallazhah.6Yang termasuk dalam najis ini adalah: 1. Bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya. Allah SWT berfirman: ُ ‫ُح ِّر َمتْعَلَ ْيكُ ُمالْ َم ْيت َُة‬ Artinya: "diharamkan bagimu (memakan) bangkai" (QS. Al-Maidah ayat 3).7 Yang dimaksud dengan bangkai adalah binatang yang mati karena tidak disembelih, atau disembelih tetapi tidak menurut aturan shari’ah islam. Yang tidak termasuk najis adalah bangkai belalang dan ikan, tanduk, bulu, dan kulit binatang, seperti belalang, bulu domba, dan semacamnya. 2. Darah Semua macam darah adalah najis. Allah SWT berfirman: ُ‫ُح ِّر َمتْعَلَ ْيكُ ُمالْ َم ْيت َةُ َوال َّد ُم َولَ ْح ُما ْلخِّ نْ ِّزي ِّْر‬ Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (QS. Al-Maidah ayat 3).8 Jika darah itu sedikit maka darah itu dapat dimaafkan seperti darah nyamuk yang melekat pada badan atau pakaian, darah bisul, dan darah karena luka kecil. 3. Nanah, yaitu darah yang tidak sehat dan sudah membusuk. 4. Kotoran manusia dan kotoran binatang. Semua benda baik yang padat maupun yang cair yang keluar dari kubul atau dubur manusia ataupun binatang hukumnya najis kecuali mani (cairan putih yang keluar karena tekanan syahwat yang sangat kuat). 5. Arak (Khamr) 4



Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 76. Amir Bayan, “Fikih MTS”, (Semarang: Toha Putra, 2008), hl.41. 6 Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 77. 7 al-Qur’an, Al-Maidah ayat 3. 8 Ibid. 5



Semua minuman keras yang memabukkan termasuk benda najis. 9 6. Air madzi Cairan berwarna putih yang keluar dari kemaluan baik laki-laki maupun perempuan yang tidak disertai tekanan syahwat yang sangat kuat, misalnya karena berciuman, berangan-angan tentang masalah seksual, dan yang sejenisnya. 7. Semua yang keluar dari lubang qubul dan dubur.



Najis mutawasithah dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak zat dan warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah kering.Cara mensucikannya cukup diguyur air pada benda yang terkena najis, walaupun sekali. 2) Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya, atau rasanya. Contohnya seperti air kencing, kotoran manusia dan hewan, darah, muntahan, arak, air susu hewan yang diharamkan untuk dimakan, dan semua bangkai bintang kecuali bangkai ikan dan belalang.



10



Cara menyucikannya yaitu dengan



membasuhnya semaksimal mungkin sampai hilang, bau, warna dan rasanya. Bila terpaksa karena sulit menghilangkan ketiga sifatnya itu, maka tersisanya salah satu sifat najisnya dianggap dimaafkan. 11



2. Macam-macam Hadas Hadas adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan batalnya wudhu/tayamum, sehingga menyebabkan tidak sahnya shalat. Jenis hadas dibagi menjadi dua, yaitu hadas kecil dan hadas besar: Hadas ada dua macam yaitu: hadas kecil dan hadas besar. a. Hadas kecil yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudu atau jika tidak ada air atau ada halangan, maka diganti dengan tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadas kecil ialah: 1) Karena keluar sesuatu dari salah dua lobang, yaitu qubul dan dubur. 2) Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur. 3) Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan mahromnya, dan tanpa ada batas yang menghalangnya. 9



Amir Bayan, “Fikih MTS”, (Semarang: Toha Putra, 2008), hl.42-44. Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 78. 11 Husnul Qodim, “Fikih Ibadah”, (Jakarta: Transwacana, 2007), hl. 10-12 10



4) Karena menyentuh kelamin, baik kemaluannya sendiri maupun kemaluan orang lain dengan telapak tangan dan jari. b. Hadas besar yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau kalau tidak ada air/ada halangan, maka diganti dengan tayamum. Hal-hal yang menyebabkan orang berhadas besar ialah: 1) Bertemunya dua kelamin laki-laki dan perempuan (bersetubuh) baik keluar mani ataupun tidak. 2) Keluar mani, baik karena mimpi atau sebab lain. 3) Meninggal dunia 4) Haid (menstruasi). Yaitu darah yang keluar dari wanita yang telah dewasa pada setiap bulan. 5) Nifas. Yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis melahirkan. 6) Wiladah (melahirkan anak).



3. Perbedaan Najis dan Hadas Dari uraian tentang hadas dan najis di atas, berikut akan dijelaskan mengenai perbedaan antara hadas dan najis seperti berikut: a) Dari segi definisi atau pengertiannya, kedua istilah itu jelas berbeda. Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang menyebabkan seseorang tidak boleh melaksanakan shalat, tawaf, atau yang lainnya. Sedang najis adalah suatu keadaan kotor (tidak suci) yang menjadi sebab terhalangnya seseorang melaksanakan ibadah kepada Allah. b) Dilihat dari contohnya, kedua istilah itu juga berbeda. Contoh hadas misalnya keluarnya sesuatu dari dua “pintu” manusia (qubul dan dubur). Adapun contoh najis adalah air kencing, air liur anjing, bangkai, dan lain sebagainya. c) Dilihat dari segi bentuknya keduanya juga berbeda. Bentuk hadas terletak pada proses yang dilakukan oleh seseorang, seperti buang air besar atau kecil, bersentuhan, berhubungan suami-isteri, dan lainnya. Sedang bentuk najis bukan pada proses, tetapi pada benda atau barangnya, seperti air kencing, tinja, kotoran binatang, dan sebagainya. d) Dilihat dari segi macam-macamnya, hadas dan najis juga berbeda. Macam hadas ada dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Sedang macam najis, ada yang membaginya menjadi tiga, yaitu najis mukhaffafah, najis mughallazhah, dan



najis mutawasithah, serta ada juga yang membaginya menjadi najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah. e) Dilihat dari cara membersihkannya, keduanya jelas berbeda. Hadas dapat dibersihkan dengan wudlu dan tayammum (untuk hadas kecil) atau dengan mandi wajib (untuk hadas besar). Sedang najis dapat dibersihkan dengan bersuci, yakni dengan menghilangkan bentuk najisnya misalnya dengan membasuhkan air suci, batu, tanah, tissu, atau dengan benda-benda lainnya yang sejenis. Meskipun hadas dan najis berbeda dalam berbagai aspek seperti di atas, namun keduanya sama-sama termasuk bagian dari thaharah (bersuci). 12



C. Hikmah Najis dan Hadas 1) Menjaga kebersihan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan, "kebersihan adalah pangkal kesehatan". Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali setiap hari relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering terpapar kotoran. 2) Manfaat Jasmani Pertama, membasuh seluruh tubuh dan Seluruh ruas yangada dapat menambah kesegaran dan semangat, menghilangkan keletihan dan kelesuan sehingga ia dapat mengerjakan shalat secara sempurna, khusyuk dan merasa diawasi Allah SWT. Kedua, bersuci dapat meningkatkan kesehatan jasmani, karena kotoran biasanya membawa banyak penyakit dan wabah. Kaum muslimin sangat layak untuk menjadi orang yang paling sehat fisiknya, jauh dari penyakit karena agama Islam telah mengajarkan mereka untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tinggal. Ketiga. Bersuci berarti memuliakan diri seorang muslim, keluarga dan masyarakatnya 3) Menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah



12



Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 78



Tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba memang seharusnya suci secara lahir dan batin, bersih jasmani dan rohani. 4) Menghapus dosa dan mengangkat derajat. Allah memerintahkan kita untuk selalu suci dari najis dan hadas. Bahkan menjanjikan bahwa setiap kita berwudhu akan menghapus, menggugurkan dosa, dan mengangkat derajat kita. 5) Menambah kewaspadaan dalam beribadah. Adanya najis dan hadas menambah kewaspadaan kita untuk menjauhi halhal kotor yang dapat mengurangi kualitas pahala dalam beribadah.



BAB III PENUTUP



A. Simpulan Najis menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf. Adapun hadas menurut istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya tidak sah dalam melakukan ibadah tertentu. Dilihat dari segi macammacamnya, macam hadas ada dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Sedangkan macam najis, dibagi menjadi tiga, yaitu najis mukhaffafah, najis mughallazhah, dan najis mutawasithah, serta ada juga yang membaginya menjadi najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah. Hikmah najis dan hadas antara lain yaitu menjaga kesehatan, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah, menghapus dosa dan mengangkat derajat dan menambah kewaspadaan dalam beribadah.



B. Saran Demikian tugas penyusunan makalah ini kami buat sebagai wadah untuk menambah wawasan tentang najis dan hadas. Kritik dan saran kami harapkan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar besarnya.



DAFTAR PUSTAKA



Bayan, A. (2008). Fikih MTS. Semarang: Toha Putra. Ibrahim, T. (2009). Penerapan fikih Kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Solo: Tiga Serangkai. Maawiyah, Aisyah. Thaharah Sebagai Kunci Ibadah Marzuki. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMP. Yogyakarta: FIS UNY. Qodim, H. (2007). Fikih Ibadah. Jakarta: Transwacana.



MAKALAH TATA CARA TAHARAH DARI NAJIS DAN HADAS: WUDHLU, MANDI, DAN TAYAMUM



Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Dosen Pengampu: Rosidi, Spdi., M.Pd



Disusun oleh: 1. Muhammad Misbahul Fatta



216151053



2. Shofi‟ul Ana



216151050



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Pernyataan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya, makalah yang berjudul “Tata Cara Bersuci dari Najis dan Hadas: Wudhu, Mandi, dan Tayamum” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya walaupun dalam bentuk yang sederhana. Penulis juga sampaikan sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam berbagai aspek kehidupan setiap insan. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih sekaligus memberikan ilmu baru mengenai thaharah, wudhu, mandi, dan tayamum. Melalui makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih, khususnya kepada yang terhormat, Bapak Rosidi, Spdi., M.Pd., pengampu mata kuliah Fiqih 3B Prodi Tadris Bahasa Indonesia. Tidak lupa kepada sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah memberi motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif khususnya daripembaca agar kedepannya mampu menyelesaikan makalah dengan hasil yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat.



Sukoharjo, 21 September 2022



Penulis



ii



DAFTAR ISI



Halaman Judul ................................................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................................ ii Daftar Isi........................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2 A. Thaharah ..................................................................................................... 2 B. Wudhu ........................................................................................................ 3 C. Tayamum .................................................................................................... 6 D. Mandi ......................................................................................................... 9 BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12 A. Kesimpulan .............................................................................................. 12 B. Saran ........................................................................................................ 13 Daftar Pustaka............................................................................................................... 14



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah



Dewasa ini, ilmu fiqih semakin dikenal dan tersentuh oleh orang-orang awam. Keadaan tersebut membuktikan bahwa umat Islam sebenarnya sangat membutuhkan ilmu dan hukum-hukum syariat. Begitu pula mengenai pembahasan thaharah atau bersuci yang sedang dibicarakan. Thaharah mengandung arti menyucikan najis dan hadas menggunakan tata cara tertenu. Wudhlu, tayamum, dan mandi merupakan bagian dari cara menyucikan najis dan hadas dengan cara tertentu dan hukum-hukum tertentu. Wudhludigunakan untuk menyucikan diri dari hadas kecil sebelum melakukan shalat, tayamum digunakan sebagai pengganti wudhlu ketika ada alasan yang menghalangi wudhlu, sedangkan mandi biasanya untuk menghilangkan najis dan hadas besar.



B. Rumusan Masalah



Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, beberapa rumusan masalah yang akan penulis bahas yaitu. 1. Apa pengertian thaharah? 2. Bagaimana cara bersuci dari najis dan hadas melalui wudhu? 3. Bagaimana cara bersuci dari najis dan hadas melalui tayamum? 4. Bagaimana cara bersuci dari najis dan hadas melalui mandi? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut. 1. Untuk menjelaskan pengertian thaharah. 2. Untuk menjelaskan cara bersuci dari najis dan hadas melalui wudhu. 3. Untuk menjelaskan cara bersuci dari najis dan hadas melalui tayamum. 4. Untuk menjelaskan cara bersuci dari najis dan hadas melalui mandi.



BAB II PEMBAHASAN



A. Thaharah



Thaharah dipandang dari segi bahasa berasal dari kata An-Nadhzafah yang berarti kebersihan. Kebersihan yang oleh ahli fiqih diartikan sebagai menyucikan najis dan hadas menggunakan cara tertentu.1 Thaharah terbagi dalam beberapa jenis, secara umum pembagian thaharah ada dua, yakni thaharah hakiki, dan thaharah hukmi. Berikut penjelasannya.2 1. Thaharah Hakiki Thaharah Hakiki adalah menyucikan najis dari tampaknya kotoran yang mengenai bagian badan, pakaian, dan tempat shalat. Bisa diartikan juga sebagai terbebasnya seseorang dari najis. Cara menyucikannya sesuai dengan level kenajisannya. 2. Thaharah Hukmi Thaharah Hukmi adalah menyucikan hadas dari tidak tampaknya kotoran secara fisik, baik hadas kecil maupun hadas besar. Kotoran pada diri kita yang tidak terlihat kotor secara fisik belum tentu tidak kotor secara hukum. Cara menyucikannya dengan berwudlu atau mandi jinabah. B. Wudhu



Wudlu ditinjau secara bahasa berasal dari kata al-wadha’ah yang berarti bersih dan cerah. Sedangkan menurut istilah, wudlu merupakan aktifitas membersihkan anggota tubuh bagian tertentu dengan menggunakan air untuk menyucikan hadas kecil atau hal-hal yang dapat menghalangi pelaksanaan



1



Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah (Jakarta Selatan: DU Center Press, 2010), hlm



23. 2



Ibid.



ibadah baik shalat atau ibadah lainnya bagi seorang muslim.3 Dijelaskandalam Al-Quran, Allah SWT berfirman,



‫يا أيها الرين آمنىا إذا قمتم إلى الصالة فاغسلىا وجىهكم وأيديكم إلى المسافق وامسحىا بسءوسكم‬ ‫وأزجلكم إلى الكعبين‬



Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki..." (Al-Maidah: 6) Terdapat juga sabda Rasulullah SAW,



‫ال يقبل هللا صالة أحدكم إذا أحدث حتى يتىضأ‬



Artinya: “Allah tidak menerima salat salah seorang kamu bila berhadas sampaiia berwudlu.” (H.R. al-Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad) Hukum wudlu itu bisa menjadi wajib dan bisa menjadi sunnah. Hukum wudlu mejadi wajib apabila seorang muslim akan melakukan ibadah, diantaranya yaitu melakukan shalat, menyentuh mushaf Al-Quran, tawaf diseputar Ka‟bah. Sedangkan wudlu menjadi sunnah apabila hendak melakukan suau hal-hal, diantaranya yaitu mengulangi wudlu untuk tiap shalat, menyentuh kitab-kitab Syar‟iyah, ketika membaca Al- Quran, ketika akan tidur, sebelum mandi janabah, ketika marah, ketika melantunkan azan, iqamat khutbah dan ziarah ke makam Nabi SAW.4



3



Aisyah Maawiyah, Thaharah sebagai kunci ibadah, (Sarwah: Journal of



Islamic Civilization and Thought, 2016)



4



Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah (Jakarta Selatan: DU Center Press, 2010), hlm



63-68



a. Menggunakan air suci yang menyucikan b. Air yang digunakan adalah air halal dan bukan air curian c. Membersihkan suatu benda yang dapat menghalangi air untuk sampai ke kulit, seperti cat kuku, dan sebagainya. Menurut Imam Syafi‟i rukun wudlu terdapat pada QS. Al-Maidah: 6 dan ditambahi dengan niat dan tertib. Sehingga menurut beliau rukun wudlu terbagi menjadi enam perkara, antara lain5: a. Niat Niat menurut Imam Syafi‟i dihukumi wajib yang kita hadirkan dalam hati bersamaan dengan membasuh wajah. Adapun niat yang kita lafadzkan sebelum berwudlu hukumnya sunnah. b. Membasuh wajah Batasan pada membasuh wajah yaitu dari bagian atas kening tempat tumbuhnya rambut sampai bagian dagu. Sedangkan batas bagian telinga yaitu meratakan sampai bagian telinga kanan sampai kiri. c. Membasuh kedua tangan hingga siku Membasuh kedua tangan hingga siku bisa dimulai dari jari sampai dengan siku ataupun bisa sebaliknya dengan meratakan air pada kedua tangannya. d. Mengusap kepala Maksud dari mengusap kepala yaitu mebasahi tangan dengan air lalu menjalankan ke kepala dengan mengusap sebagian. e. Membasuh kaki hingga mata kaki Membasuh kaki hingga mata kaki yaitu dengan meratakan air pada kaki sampai dengan mata kaki. f. Tertib Maksud dari tertib sendiri yaitu berwudlu dengan berurutan mulai dari awal hingga akhir tidak boleh terbolak-balik.



5



Ahmad Sarwat, Ibid.



Sunnah wudlu merupakan hal-hal yang dianjurkan atau disunnahkan dalam wudlu. Akan tetapi jika tidak dilakukan tidak apa-apa atau tidak mendapatkan dosa. Namun alangkah baiknya sunnah tetap kita lakukan guna mendapatkan pahala sunnah yang sempurna dalam berwudlu. Di antara sunnah wudlu terdapat hal-hal sebagai berikut6: a. Menghadap kiblat b. Bersiwak c. Membaca basmalah d. Melaadzkan niat wudlu e. Membasuh kedua telapak tangan f. Berkumur-kumur g. Istinsyaq h. Mengusap seluruh kepala i.



Mengusap kedua telinga



j.



Menyela jenggot dan jari



k. Mendahulukan bagian kanan l.



Membasuh dan mengusap kali



m. Berdoa setelah wudlu n. Ad-Dalku o. Muwalah Menurut Imam Syai‟i, yang dapat membatalkan wudlu terdapatenam perkara, antara lain.7 a. Keluarnya sesuatu dari kemaluan b. Tidur c. Hilang akal



d. Sentuhan kulit dengan yang bukan mahram e. Menyentuh qubul f. Menyentuh dubur



6



2019).



Muhammad Ajib, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi’iy (Jakarta Selatan:



Rumah Fiqih,



7



Ibid.



C. Tayamum



Tayamum dipandang dari segi bahasa berasal dari kata Al-qashdu yang berarti bermaksud, sengaja, atau menyengaja.8 Kemudian menurut istilah, tayamum artinya menggunakan debu suci untuk membasuh anggota tertentu dengan syarat tertentu sebagai pengganti wudhu.9 Tayamum itu bagian dari rukhsah atau keringanan yang diberikan kepada seseorang yang tidak dapat memakai air karena mendapati beberapa halangan. 10 Terdapat beberapa sebab mengapa seseorang diperbolehkan tayamum, yaitu sebagai berikut.11 1. Terdapat halangan ketika menggunkan air. 2. Terdapat marabahaya yang akan menimpa jika mencari air karena dihadang bintang buas atau jika di dalam peperangan dia takut musuh akan menyerang. 3. Terdapat air tetapi hanya cukup untuk kebutuhan minum saja sedangkan orang itu sendiri takut kehausan. 4. Terdapat air tetapi milik orang lain dan terdapat air tetapi dijual dengan harga yang sangat mahal dan tidak dapat dijangkau. 5. Terdapat luka atau sakit tertentu yang ketika terkena air akan memperparah luka atau sakit tersebut. Asalkan berlandaskan menurut dokter atau dukun yang memang berpengalaman dengan kondisi sakit tersebut.12 Tayamum boleh dilakukan jika telah memenuhi beberapa syarat-syarat bertayamum sebagai berikut.13



8



Ahmad Sarwat, Op. Cit., hlm 81.



9



Abu Hazim Mubarok, Fiqh Idola (Terjemah Fathul Qarib) (Jawa



Barat: Mukjizat, 2019), hlm 70. 10



Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013) hlm 39.



11



Imam Al-Ghazali, Thaharah Dan Shalat (Bandung: Marja, 2019), hlm 38.



12



Sulaiman Rasjid, Op. Cit.



13



Ainur Rahman, Bersuci Supaya Sehat (Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan,



2010), hlm 44.



1. Harus memiliki alasan yang jelas mengapa ingin bertayamum. 2. Wudhlu dengan tayamum adalah pengganti wudhlu yang darurat, sehingga diwajibkan bertayamum ketika sudah masuk waktunya shalat. 3. Kesulitan mendapatkan air, sebab jika seseorang telah mendapatkan air dan cukup untuk berwudhlu maka tayamum tidak berlaku. 4. Tanah atau debu yang digunakan haruslah suci dan dapat digunakan untuk mensucikan. Kriteria dari tanah yang suci itu tidak boleh berlumut atau tanah yang terkena najis. Biasanya tanah yang suciidentik dengan debu yang kering, pasir halus, atau serpihan dari hancuran batu-batu. 5. Najis telah tiada setelah bersuci.



Tayamum memiliki tata cara tersendiri yang penting untuk diperhatikan agar tidak keliru dalam mempraktikkannya, antara lain sebagai berikut.14 1. Selayaknya seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang hendak tayamum perlu menunggu hingga waktu shalat fardhu masuk baru melakukan tayamum. 2. Pilih dahulu tanah atau debu yang baik dan suci yang memang pantas jika digunakan untuk bertayamum, di mana bagian atasnya kering, halus, dan bersih. 3. Tepuk dengan pelan dan yakin debu atau tanah tersebut dengan kedua telapak tangan tadi. 4. Debu yang telah ada di telapak tangan kemudian ditiup ringan.15 5. Lalu usapkan debu atau tanah dari telapak tangan tadi ke wajah satu kali dengan niat bersuci untuk melakukan shalat. 6. Setelah itu telapak tangan kiri menepuk debu lagi kemudian diusapkan untuk tangan kanan sampai siku-siku.



14



Imam Al-Ghazali. Op. Cit., hlm 38-39.



15



Aisyah Maawiyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal of



Islamic Civilization and Thought, 15.2 (2016), hlm 8.



7. Telapak tangan kanan menyusul menepuk debu atau tanah secara bergiliran untuk mengusap tangan kiri sampai siku-siku. Berbeda dengan wudhu, tayamum hanya berlaku untuk sau kali saja dan berlaku untuk satu kali shalat fardhu atau fardhu dan sunnah. Jadi, jika hendak shalat fardhu lagi yang lainnya, maka perlu untuk memperbaruitayamumnya.16 Tayamum memiliki empat fardhu atau rukun yang harus terpenuhi yaitu sebagai berikut.17 1. Niat. Seseorang yang hendak melakukan tayamum diwajibkan niat karena hendak melakukan shalat, bukan semata niat karena menghilangkan hadas. Niat tayamum wajib bersamaan ketika melakukan pemindahan debud dipindah untuk mengusap wajah dan kedua tangan.18 2. Mengusap wajah menggunakan tanah atau debu. 3. Mengusap tangan hingga ke siku dengan tanah atau debu serta mendahulukan bagian tubuh yang kanan. 4. Tertib atau urut sebagaimana urutannya, jika tidak tertib maka hukum tayamumnya tidak sah. Tayamum juga memiliki beberapa kesunnatan yang apabila dikerjakanmendapat pahala dan tidak mengapa jika tidak dikerjakan.19 1. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim). 2. Mendahulukan bagian tubuh kanan dibandingkan kiri, baik itu dalam mengusap tangan ataupun mengusap wajah. 3. Muwalah. Artinya susul emnyusul dengan segera setiap kali telah melakukan langkah-langkah tayamum. 4. Meniupkan debu ketika tangan meletakkan tanah atau debu agar tipis.20



16



Imam Al-Ghazali, Op. Cit.



17



Sulaiman Rasjid, Op. Cit., hlm



40. 18Abu Hazim Mubarok. Op. Cit., hlm 75. 19Ibid., hlm 77.



5. Membaca dua kalimat syahadat usai tayamum sebagaimana bacaan setelah berwudhu.21 Terdapat dua perkara yang membatalkan tayamum yaitu apa saja yang dapat membatalkan wudhu dan ketika melihat ada air.22 D. Mandi



Pembahasan mandi yang dimaksud dalam fikih adalah mandi wajib. Mandi pada umumnya dimaknai sebagai meratakan air dari ujung arambut hingga ujung kaki. Syariat Islam menambahkan definisi mandi dengan tata cara tertentu dan dibarengi niat yang tulus serta ikhlas karena Allah.23 Jadi mandi wajib atau janabat dapat didefinisikan sebagai prosespenyucian diri dari seseorang yang berhadas besar atas sebab-sebab tertentu yang membuat seseorang tersebut diwajibkan mandi wajib dengan cara menyiramkan air yang suci lagi ke seluruh tubuh.24 Sebab-sebab dari seseorang diwajibkan mandi wajib adalah sebagai berikut.25 1. Bersetubuh atau ijma’ baik keluar mani atau tidak tetap saja wajib mandi. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila dua kemaluan saling bersentuhan, maka telah diwajibkan atas keduanya untuk mandi.” (H.R Muslim). 2. Keluar mani yang disebabkan mimpi atau sebab lainnya, baik secara sengaja atau tidak. 3. Wafat, orang Islam selain mati syahid ketika meninggal dunia wajib dimandikan. Ketika seseorang meninggal saat bersama nabi karena



20



Sulaiman Rasjid. Op.Cit., hlm 42.



21



Ibid.



22



Ibid.



23



Aisyah Maawiyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal of



Islamic Civilization and Thought, 15.2 (2016), hlm 6. 24



Ibid.



25



Ainur Rahman, Op. Cit., hlm 39-40.



waktu itu terlempar dari untanya, Rasulullah SAW bersabda: “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara.” 4. Haid, wanita yang menstruasi ketika telah suci maka wajib baginya melakukan mandi wajib. 5. Nifas, perempuan yang setelah melahirkan keluar darah yang disebut nifas ketika selesai wajib baginya melakukan mandi wajib. 6. Melahirkan, perempuan yang setelah melahirkan seorang anak diibaratkan seperti mengeluarkan mani yang menggumpal, maka wajib baginya melakukan mandi wajib. Mandi wajib memiliki tata cara tersendiri yang penting untuk diperhatikan agar tidak keliru dalam mempraktikkannya, antara lain sebagai berikut.26 1. Niat. Sebab segala sesuatu atau amalan perlu disertai dengan niat. 2. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim). 3. Diawali dengan membasuh dulu kedua telapak tangan diulang sampai tiga kali. 4. Membasuh kemaluan menggunakan tangan kiri. 5. Membersihkan tangan kiri setelah digunakan untuk membersihkan kotoran. 6. Berwudhu 7. Mendahulukan menyiram bagian tubuh sebelah kanan dibandingkan dengan sebelah kiri. 8. Meratakan siraman air ke selurih tubuh sambil menggosok-gosok. 9. Bergeser dari tempat semula lantas membasuh kaki. Adapun fardhu mandi wajib itu ada tiga hal yang tidak boleh terlewat, yaitu sebagai berikut.27 1. Niat. Seseorang yang junub wajib niat menghilangkan jinabah, niat tersebut dilakukan ketika memulai membasuh yang pertama kali pada nggota tubuh bagian atas atau anggota bagian bawah. 2. Menghilangkan najis.



26



Aisyah Maawiyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal of



Islamic Civilization and Thought, 15.2 (2016), hlm 6-7. 27



Abu Hazim Mubarok, Op. Cit., hlm 57.



3. Meratakan air hingga terbasuh seluruh bagian tubuh. Mandi wajib juga memiliki beberapa kesunnatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan tidak mengapa jika tidak dikerjakan.28 1. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim). 2. Mendahulukan bagian tubuh kanan dibandingkan kiri, baik itu dalam mengusap tangan tauapun mengusap wajah. 3. Muwalah. Artinya susul menyusul dengan segera setiap kali telah melakukan langkah-langkah mandi wajib. 4. Berwudhu‟ sebelum mandi 5. Menggunakan tangannya hingga sampai pada seluruh anggota tubuh..



28



Abu Hazim Mubarok. Op. Cit., hlm 60-61.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Thaharah dipandang dari segi bahasa berasal dari kata An-Nadhzafah yang berarti kebersihan. Kebersihan yang oleh ahli fiqih diartikan sebagai menyucikan najis dan hadas menggunakan cara tertentu. Thaharah terbagi dalam beberapa jenis, secara umum pembagian thaharah ada dua, yakni thaharah hakiki, dan thaharah hukmi. Wudlu ditinjau secara bahasa berasal dari kata al-wadha’ah yang berarti bersih dan cerah. Sedangkan menurut istilah, wudlu merupakan aktifitas membersihkan anggota tubuh bagian tertentu dengan menggunakan air untuk menyucikan hadas kecil atau hal-hal yang dapat menghalangi pelaksanaan ibadah baik shalat atau ibadah lainnya bagi seorang muslim. Terdapat beberapa penjelasan hukum wudhu, fardhu wudhu, snnah wudhu, dsb. Tayamum dipandang dari segi bahasa berasal dari kata Al-qashdu yang berarti bermaksud, sengaja, atau menyengaja. Kemudian menurut istilah, tayamum artinya menggunakan debu suci untuk membasuh anggota tertentu dengan syarat tertentu sebagai pengganti wudhu. Terdapat beberapa sebab seseorang diperbolehkan tayamum, fardhu, tata cara, dan sunnah apa saja dalam tayamum. Mandi wajib atau janabat dapat didefinisikan sebagai proses penyucian diri dari seseorang yang berhadas besar atas sebab-sebab tertentu yang membuat seseorang tersebut diwajibkan mandi wajib dengan cara menyiramkan air yang suci lagi ke seluruh tubuh. Terdapat beberapa sebab seseorang diwajibkan mandi wajib, fardhu, tata cara, dan sunnah melakukan mandi wajib.



B. Saran Kembali lagi pada tujuan makalah ini ditulis, yaitu menjelaskan bagaimana pengertian thaharah dan cara bersuci dari najis dan hadas, sekaligus wudhu, tayamum, dan mandi. Penulis berpesan kepada pembaca sekaligus penulis sendiri bahwa fiqih adalah ilmu penting dalam peribadatan sehari-hari, bahkan hal paling kecil sekalipun. Untuk itu, urgensi masyarakat sebagai umat Islam adalah mendalami ilmu Fikih, memahaminnya, serta mengamalkannya. Bahkan bila perlu sebisa mungkin sesuai kemampuan masing-masing, agar menyebarluaskan manfaatnya. Islam itu mudah.



DAFTAR PUSTAKA Ajib, Muhammad, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi’iy (Jakarta Selatan: RumahFiqih, 2019) Al-Ghazali, Imam, Thaharah Dan Shalat (Bandung: Marja, 2019)



Maawiyah, Aisyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal ofIslamic Civilization and Thought, 15.2 (2016) Mubarok, Abu Hazim, Fiqh Idola (Terjemah Fathul Qarib) (Jawa Barat:Mukjizat, 2019) Rahman, Ainur, Bersuci Supaya Sehat (Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan, 2010) Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013) Sarwat, Ahmad, Fiqih Thaharah (Jakarta Selatan: DU Center Press, 2010)



MAKALAH



TATA CARA MENGERJAKAN SHALAT WAJIB Disusun untuk Memenuhi UAS Mata Kuliah Fiqih Dosen Pengampu : Rosidi, M. Pd.



Disusun Oleh: Diya Ika Purwanti



(216151034)



TiraOkta Pratiwi



(216151038)



KELAS 3B



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA



TAHUN 2022



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah dengan mengucapkan Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulisan makalah berjudul “Tata Cara Mengerjakan Shalat Wajib” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang dinantikan Syafa’atnya di Yaumil Qiyamah. Penulis menemukan beberapa hambatan ketika menyusun makalah ini, karena terbatasnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu sudah sepatutnya penulis berterima kasih kepada pengampu mata kuliah Fiqih yaitu, Rosidi M. Pd. yang telah memberikan berbagai ilmu yang sangat berguna bagi penulis. Pada menyusun makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun dalam penyajian materinya. Untuk itu kami mengharap kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih baik kedepannya.



Klaten, 25 September 2022 Hormat Kami,



Penulis



I



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1 1.2 RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 1 1.3 TUJUAN PEMBAHASAN ................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 2 2.1 PENGERTIAN SHALAT WAJIB ...................................................................................... 2 2.2 KETENTUAN SHALAT WAJIB...…………………………………………………….….3 A. DASAR HUKUM PERINTAH SHALAT WAJIB………………………………..…..……3 B. SYARAT SHALAT WAJIB………………………………………………………….…….4 C. SUNAH-SUNAH SALAT SHALAT WAJIB...…………………………………………….5 D. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALA WAJIB ..………….………… …………6 2.3 TATA CARA MENGERJAKAN SHALAT WAJIB .......................................................... 9



BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 13 3.1 KESIMPULAN



..................................................................................................................



13 3.2 SARAN



..............................................................................................................................



13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 14



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG



Shalat merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat muslim dan shalat merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya sebagai suatu bentuk ibadah yang didalamnya terdapat sebuah amalan yang tersusun dari beberapa ucapan maupun perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhram hingga diakhiri dengan salam, dilakukan sesuai dengan syarat maupun rukun shalat yang telah ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30). Shalat dilaksanakan agar didalam setiap kegiatan selalu diberi keberkahan, kemudahan, dan jalan keluar dari berbagai kesulitan yang ada dalam kehidupan. Dalam pelaksanaan shalat wajib memiliki ketentuan didalamnya dari segi dalil perintah Shalat Wajib, syarat sah shalat, hingga pada tata cara mengerjakan shalat wajib ini akan kami bahas dalam makalah ini. 1.2 RUMUSAN MASALAH



Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa Pengertian Shalat Wajib? 2. Apa saja Ketentuan dalam Shalat Wajib? 3. Bagaimana Tata cara Mengerjakan Shalat Wajib?



1.3 TUJUAN PEMBAHASAN



Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah sebagai berikut: 1. Mengetahui Pengertian Shalat Wajib



2. Mengetahui Ketentuan dalam Shalat Wajib 3. Mengetahui Tata cara Mengerjakan Shalat Wajib



xxx



BAB II PEMBAHASAN



2.1 PENGERTIAN SHALAT WAJIB Shalat secara etimologi berarti do’a dan secara terminologi atau istilah dari para ahli fiqih membagi arti shalat secara lahir dan hakiki. Shalat secara lahiriah berarti perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dan dengan itu kita beribadah kepada Allah SWT menurut syarat. Sedangkan secara hakikinya shalat ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya" dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya". 13 Shalat juga diartikan sebagai salah satu sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya, sebagai bentuk ibadah yang di dalamnya terdapat amalan yang tersusun dari beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun shalat yang telah ditentukan. Maka dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat ialah merupakan salah satuibadah kepada Allah, yang berupa perkataan/ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan. Sedangkan shalat fardhu atau yang biasa disebut shalat wajib 5 waktu adalah shalat yang hukumnya fardhu (wajib), dimana shalat yang wajib dilaksanakan oleh semua umat muslim dan dikerjakan pada 5 waktu yaitu: subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’.2 Sedangkan shalat fardhu atau yang biasa disebut shalat wajib 5 waktu adalah shalat yang hukumnya fardhu (wajib), dimana shalat yang



13



2



Rauf, Shalat Menurut Tuntunan Rasulullah Saw, (Jakarta: Karya Dunia Fikir, 2003) Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Sinar Baru Algensindo), hlm. 53



xxxi



wajib dilaksanakan oleh semua umat muslim dan dikerjakan pada 5 waktu yaitu: subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’. 2.2 KETENTUAN SHALAT WAJIB A. Dasar Hukum Perintah Shalat Wajib Shalat Wajib merupakan rukun Islam yang kedua setelah membaca dua kalimah syahadat. Bahkan shalat menjadi penanda untuk membedakan antara orang yang kafir dan muslim. Oleh karena pentingnya kedudukan shalat bagi setiap muslim, banyak ayatayat al-Qur’an yang menegaskan perintah untuk melaksanakannya. a) Allah Swt. berfirman:



Artinya: “Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas mentaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)” QS. Al-Bayyinah (98): 5 b)



Allah Swt. juga berfirman:



Artinya: xxxii



“Maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada agama Allah. Dialah pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong” QS. Al-Hajj (22): 78



c)



Firman Allah Swt. lainnya:



Artinya: “Sesungguhnya shalat bagi orang-orang mukmin adalah kewajiban yang sudah ditentukan waktunya” QS. An-Nisa’ (4): 10314 B. Syarat Shalat Wajib Dalam menjalankan ibadah salat terdapat beberapa syarat yang harus kita penuhi terlebih dahulu, di antaranya adalah sebagai berikut:15 1. Beragama Islam Seperti yang sudah diketahui bahwa Shalat hanya dilakukan oleh seorang muslim. 2. Memiliki akal yang sehat dan tidak gila Berakal sehat tidak mempunyai pikiran yang kotor 3. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan sebagainya



14



Aris Adi Leksono, 2020. FIQIH MTs KELAS VII, Kementerian Agama Republik Indonesia. hlmn. 61



15



ALDINA, CUT SYAFIRA. 2016. Macam-Macam Sholat Sunnah, Hukum dan Tata Caranya



xxxiii



Sudah membersihkan segala macam bentuk najis yang melanggar perintah Shalat seperti suci dari menstruasi, nifas ( atau darah sesudah melahirkan ). 4. Sudah Baligh



Baligh artinya seorang yang telah mencapai kedewasaan (pubertas). Bagi laki-laki seorang dapat dikatakan baligh jika sudah berumur 15 tahun atau sudah mengalami mimpi basah. Bagi perempuan yang dapat dikatakan baligh ketika sudah mengalami menstruasi. 16



C. Sunah-Sunah Shalat Wajib



a. Mengangkat tangan ketika takbiratul ihram



b. Bersedekap ketika berdiri



c. Membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram d. Membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dan mengucapkan āmīn setelah selesai membaca surat Al-Fatihah; e. Membaca surat atau ayat Al-Qur’an setelah membaca surat Al-Fatihah; f. Mengangkat tangan ketika akan ruku’, i’tidal, dan berdiri setelah tahiyyat



awal;



g. Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud; h. Membaca doa qunut dalam shalat subuh setelah i’tidal;



i. Duduk iftirasy ketika duduk diantara dua sujud dan duduk tahiyyat awal;



16



Rahman, Ustadz Arif. 2016. Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah Saw. Shahih



xxxiv



j. Duduk tawaruk ketika tasyahud akhir; k. Membaca salam yang kedua sambil menoleh ke kiri. 17



D. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat Wajib



Shalat dikatakan batal atau tidak sah apabila salah satu syarat dan rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Berbagai hal yang dapat menyebabkan batalnya shalat adalah: a. Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja



Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja,maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat AlFatihahnlalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal. b. Berhadas



Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar. c. Terkena najis baik badan, pakaian, atau tempat shalat



Bila seseorang yang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaianya dan tidak segera ditepis /tampiknya najis tersebut maka batallah shalat tersebut. d. Dengan sengaja berbicara yang bukan untuk kemashlahatan shalat.



17



Nur azizah, 2022. Ketentuan Shalat Fardhu: Rukun, Sunah dan Yang Membatalkan Salat



diakses 20 Desember yangmembatalkan-salat-gs6s



dari



https://tirto.id/ketentuan-shalat-fardhu-rukun-sunah-dan-



xxxv



Berbicara dengan sengaja yang di maksud di sini bukanlah berupa bacaan-bacaan dalam Al-Qur’an, dzikir ataupun do’a, akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. e. Terbuka auratnya.



Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanpa di sengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi maka shalatnya tidak batal.



f. Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat



Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak. Meski belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya. g. Banyak bergerak



Gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya. h. Membelakangi kiblat



Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badanya bergeser arah hingga membelakangi kiblat, maka shalatnya itu batal dengan sendirinya. i. Tertawa sampai terdengar tawanya oleh orang lain



xxxvi



Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara, adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya. j. Mendahului imam dalam dua rukun shalat, apalagi lebih.



Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batalah shalatnya.Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja maka tidak termasuk yang membatalkan shalat. k. Murtad, artinya keluar dari agama Islam



Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan ada sebelas hal yang dapat membatalkan shalat diantaranya: Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja, berhadas, terkena najis, secara sengaja mengucapkan ucapan di luar apa yang di baca waktu shalat, Terbuka auratnya, mengubah niat, banyak bergerak, membelakangi kiblat, tertawa, mendahului imam dan murtad. Apabila salah satu hal tersebut dilakukan dalam keadaan shalat, maka shalat tersebut menjadi batal dan shalat tersebut mesti di ulang lagi dari awal. 1819 E. Hikmah / Keutamaan Melaksanakan Shalat Wajib a. Adanya ketenangan batin, artinya dalam melaksanakan shalat manusia berhadapan langsung dan mengadakan komunikasi kepada Sang pencipta,dengan menyebut namaNya, berzikir, berharap dan berdo’a.



b. Adanya pembentukan kepribadian, artinya dalam pelaksanaan shalat ditentukan waktunya dengan cara dan syarat-syarat tertentu, misalnya sebelum shalat harus berwudhu dahulu, mensucikan badan, pakaian, dan tempat shalat dari pada najis dan menghadap kiblat. Hal



18



Departemen Agama RI, 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Toha Putra Semarang), hlm.



19



xxxvii



ini akan membentuk pribadi manusia menjadi disiplin, tepat waktu, bekerja keras dan berahlakul karimah.



c. Dengan menjalankan shalat, hilang semua kesusahan dan kegelisahan.



20



d. Shalat merupakan benteng atau pencegah dari perbuatan keji dan munkar, shalat juga dapat merubah watak seseorang dari perbuatan jahat kepada watak yang baik. 21



2.3 TATA CARA MENGERJAKAN SHALAT WAJIB



1) Takbiratul Ihram



Mengangkat kedua tangan sejajar dengan daun telinga untuk laki-laki, dan perempuan boleh sejajar dengan dada, sambil membaca Allahu akbar. Artinya Allah Maha Besar. Niat bisa dibaca sebelumnya, atau bebarengan dengan takbir. Keduanya sahih, kembali pada keyakinan 2) Membaca Iftitah Ada 2 doa iftitah, hafal dan lafalkan salah satunya dalam melaksanakan salat. Pertama Allahu akbar Kabiiraw walhamdu lillaahi katsiira wa subhaanallaahi bukrataw wa'ashiila. Wajjahtu wajhiya lilladzii fataras samawaati wal ardha haniifam muslimaw wamaa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil aalamiin. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiin.



20



Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amzah, 2005). hlm. 114-115



21



Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010). hlm. 180



xxxviii



Artinya: Allah maha besar, maha sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya. Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada zat yang telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh ketulusan dan kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semuanya untuk Allah, penguasa alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang yang muslim." Bacaan Iftitah Kedua



Allahumma baaid bainii wabaina khathaayaaya kamaa baaadta bainal masyriqi wa maghribi, allahumma naqinii min khathaayaaya kamaa yunaqats tsaubul abyadhu minad danas. Allahummaghsilnii min khathaayaaya bil maai wats tsalji. Artinya : Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan kesalahanku, sebagaimana engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan kesalahanku dengan salju, air dan air es. 3) Membaca Surat Pendek yang dihapal Misalnya surat Annas, Al Falaq dan Al Ikhlas. 4) Ruku dengan tumaninah (Allahu akbar)



Subhaana rabbiyal adziimi wa bihamdih. (3 X)



Artinya : Mahasuci Allah Yang Maha Agung dan Memujilah Aku kepada-Nya". 5) Itidal



Itidal dengan tumaninah, berdiri seraya mengucapkan : Samiallahu liman hamidah. Artinya : "Allah Mendengar orang-orang yang memuji-Nya." Kemudian berdisi membaca doa sebagai berikut,



xxxix



"Rabbana lakal hamdu milus samawati wa mil ulardi wa mil umasyita min syaiin badu. Artinya : Wahai Tuhan kami hanya untuk-Mu lah segala puji sepenuh lagit dan Bumi dan sepenuh barang yang Engkau kehendaki sesudahnya.



6) Sujud dengan tumaninah (Allahu akbar)



Subhana rabbiyal ala wa bihamdih (3 X)



Artinya : Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Luhur dan dengan Puji-Nya 7) Duduk di antara dua sujud, dengan tumaninah (Allahu akbar)



Robighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfanii, warzuqnii, wahdinii, waaafinii, wafu annii Artinya : Ya Allah, Ampunilah aku, Belas kasihanilah aku, Cukupkanlah segala kekuranganku, Angkatlah derajatku, Berilah rezeki kepadaku, Berilah petunjuk kepadaku, Berilah kesehatan kepadaku, dan berilah ampunan kepadaku. •



Sujud kedua dengan tumaninah (Allahu akbar)







Berdiri lagi untuk menunaikan rakaat kedua







Membaca surat Al-Fatihah







Membaca Surat Pendek yang dihapal







Ruku dengan tumaninah (Allahu akbar)



6) Tahiyat Pertama



Bacaan tahiyat pertama :



xl



Attahiyyatul mubarakaatus salawatut tayyibatu lillah. Assalamu alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu alaina wa ala ibadillahis salihin. Asyhadu alla ilaha illallah. Wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Allahumma salli ala sayyidina muhammad"



Artinya



:



Segala kehortmatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah. semoga keselamatan, rahmat dan berkah-Nya tetap tercurahkan atas-Mu, wahai Nabi. Semoga keselamatan (tetap terlimpahkan) atas kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Limpahkan rahmat kepada penghulu kami Nabi Muhammad. Kecuali pada salat Shubuh, pada tahap ini berarti membaca bacaan tahiyat akhir. •



Berdiri (Allahu akbar) untuk melaksanakn rakaat ketiga.







Lanjutkan langkah yang sama hingga rakaat keempat







Sujud pertama (rakaat kedua) 7) Tasyahud Akhir



Posisi duduk yang disebut dengan duduk tawaruk, pantat langsung menempel di lantai atau tanah dan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan. Jari-jari kaki kanan menghadap kiblat tetap menekan ke tanah. Badan sedikit condong ke kiri, kepala miring ke pundak kanan. Bacaannya, sama dengan tasyahud awal kemudian ditambah dengan sholawat Nabi, yakni : Kama sallaita ala sayyidina ibrahim wa ala ali sayyidina ibrahim. Wa barik ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad Kama barakta ala sayyidina ibrahim wa ala ali sayyidina ibrahim Fil alamina innaka hamidum majid



Artinya : Sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada penghulu kami Nabi Ibrahim dan Keluarganya dan limpahkanlah berlah kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau limpahkan berkah kepada penghulu kami Nabi Ibrahim dan xli



keluarganya. sesungguhnya di alam semesta ini Engkau maha terpuji lagi maha mulia, wahai Zat yang menggerakkan hati tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. 8) Salam Menengok ke kanan, salam lalu menengok ke kiri mengucap salam lagi. Assalamu'allaikum warahmatullahi wabarakatuh



Itulah tata cara salat wajib yang benar sesuai syariat, semoga kita dapat menunaikannya dengan tertib dan khusyu. Semoga ampunan, keberkahan, dan ridho Ilahi menyertai kita semua.



22



Kurnia Azizah, 2020. “Tata Cara Salat Wajib yang Benar Sesuai Syariat”, diakses pada 26 September 2022 pukul 10.00



22



xlii



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan



Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah sebagai cara menghubungkan seorang hamba kepada sang penciptanya, dan ibadah shalat ini menjadi media permohonan doa kepada Allah SWT. Shalat juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dan mendasar dalam Islam, seperti yang disebutkan dalam QS. Al-Bayyinah (98): 5, QS. Al-Hajj (22): 78, QS. AnNisa’ (4): 103. Dari ayat- ayat dala surat-surat yang terdapat Al-Quran tesebut menunjukan btapa pentingnya keduddukan shalat dalam kehidupan ini. Sehingga dalam menjalankan shalat terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan, dari syarat shalat wajib, hingga pada tata cara mengerjakan shalat yang sesuai syariat, yang didalamnya terdapat bacaan dari takbiratul ihram hingga salam.



3.2 Saran Penulis menyadari sepenuhnya di dalam bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka, perlu adanya sumber yang kami gunakan untuk bisa menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami terima. Harapannya makalah ini bisa menjadi pemenuhan tugas, dan sumber bacaan serta pengetahuan bagi pembaca.



xliii



DAFTAR PUSTAKA



Aldina, Cut Syafira. 2016. Macam-Macam Sholat Sunnah, Hukum dan Tata Caranya Aris Adi Leksono, 2020. FIQIH MTs KELAS VII, Kementerian Agama Republik Indonesia Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Toha Putra Semarang 2009) Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amzah, 2005) Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010) Kurnia Azizah. 2020. “Tata Cara Salat Wajib yang Benar Sesuai Syariat”, diakses pada 26 September 2022 pukul 10.00 Rahman, Ustadz Arif. 2016. Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah Saw. Shahih Rauf, Shalat Menurut Tuntunan Rasulullah Saw, (Jakarta: Karya Dunia Fikir, 2003). Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Sinar Baru Algensindo) Nur azizah, 2022. Ketentuan Shalat Fardhu: Rukun, Sunah dan Yang Membatalkan Salat diakses 20 Desember dari https://tirto.id/ketentuanshalat-fardhu-rukun-sunah-dan-yang-membatalkansalat-gs6s



xliv



MAKALAH SHALAT JAMA' DAN SHALAT QHASAR Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Pengampu : Rosidi, M.Pd



Disusun Oleh :



Haniffudin Adi Wicaksono (196151092) Zahra Aulia Putri



(216151047)



S-1 TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022 xlv



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelasaikan tugas makalah yang berjudul Shalat Jama' dan Shalat Qhasar dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih. Selain, makalah ini bertujuan untuk memanmbah wawasan tentang shalat jama' dan shalat qhasar bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rosidi, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermafaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.



Kartasura, 7 Oktober 2022



Penulis



xlvi



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR……………………………………………………………. ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………… iii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 4 A. LATAR BELAKANG……………………………………………………. 4 B. RUMUSAN MASALAH………………………….……………………… 4 C. TUJUAN………………………………………………………….………. 4 BAB II PEMBAHASAN……………..…………………………………………… 5 A. PENGERTIAN SHALAT JAMA' DAN SHALAT QHASAR…...……… 5 B. SYARAT SHALAT QHASAR DAN JAMA' .............................................. 8 C. SHALAT JAMA' QHASAR ......................................................................... 9 D. HAL YANG MEMPERBOLEHKAN SHALAT JAMA' DAN QHASAR... 9 BAB III PENUTUP……………………………………………………..……….



11



A. KESIMPULAN…………………………………………….………….… 11 B. SARAN……………………………………………….…………………. 11 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………........... 12



xlvii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan manusia diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk beribadah kepada Allah, salah satu bentuk beribadah kepada Allah adalah dengan cara mendirikan shalat. Dalam mendirikan shalat setiap muslim diwajibkan untuk memenuhi rukun shalat dan melakukannya sesuai dengan waktunya yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Berbeda halnya jika kita sedang berpergian jauh dan mengalami kesulitan untuk mendirikan sholat fardhu tepat pada waktunya maka Allah telah meringankan kewajiban kita dengan cara menjama’ dan menqashar sholat fardhu. Karena Islam adalah agama yang tidak memberatkan bagi para umatnya. Disinilah muncul permasalahan-permasalahan diantaranya adalah tentang hukum dari jama’ dan qashar, sebab-sebab diperbolehkannya melakukan jama’ dan qashar, dan juga cara melakukan sholat jama’ qashar itu sendiri baik di kalangan para ulama fiqh dan para masyarakat. Ada yang memandanganya lebih baik menyempurnakan shalat walaupun sedang berpergian. Ada juga yang memandang bahwa jama’ dan qhasar itu wajib dilaksanakan dan tidak boleh menyempurnakan shalat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang shalat jama’ dan qashar.



B. Rumusan Masalah 1. Pengertian shalat jama'dan shalat qhasar 2. Syarat shalat qhasar dan jama' 3. Shalat Jama' Qhasar 4. Hal hal yang memperbolehkan melaksanakan shalat jama' dan qhasar



C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian shalat jama' dan shalat qhasar 2. Mengetahui apa itu syarat syarat sah shalat qhasar 3. Mengetahui apa itu Shalat Jama' Qhasar



ii



4. Mengetahui hal hal diperbolehkannya shalat jama' dan qhasar



BAB II PEMBAHASAN



iii



A. PENGERTIAN SHALAT JAMA' DAN SHALAT QHASAR 1. Shalat jama' Bagi seorang menggabungkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar dalam satu waktu yaitu dalam pelaksanaannya diperbolehkan pada waktu Dzuhur dan diperbolehkan pada waktu Ashar. Juga bisa menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya didalam satu waktu yaitu di dalam Maghrib ataupun di dalam 'Isya. Shalat jama' bisa dilakukan dengan dua cara: A. Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yaitu menjamak dua shalat yang dilakukan pada waktu yang pertama. Misalnya mendahulukan atau memajukan shalat Ashar qashar ke dalam shalat Dzuhur atau memajukan shalat Isya qashar kedalam waktu Maghrib. Adapun syarat-syarat mengerjakan shalat jama' taqdim, sebagai berikut. 1. Niat melakukan shalat jama' taqdim. Lafadz niat jama' taqdim Dzuhur dengan Ashar: ‫أصلى فرض الظهر أربع ركعات مجموعا إليه العصير أداء هلل تعالى‬ Ushalli fardhaz-dzuhri arba'a raka'aatin majmu'an ilaihil 'ashri ada'an lillaahi Ta'aala. "Saya niat shalat fardhu dzuhur empat raka'at, dijama dengan ashar karena Allah Ta'ala."



Lafadz niat jama' taqdim Maghrib dengan Isya': ‫أصلى فرض المغرب ثالث ركعات مجموعا اليه العشاء آقاء هللا تعالى‬ Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka'aatin majmu'an ilaihil 'isyaa-i ada'an lillaahi Ta'aala. "Saya niat shalat fardhu maghrib tiga raka'at, dijama' ke isya' karena Allah Ta'ala." 23



23



Ahmad Najibuddin, Panduan Shalar lengkap & juz amma, hal 56



iv



2. Dikerjakan dengan tertib, maksudnya diawali dengan shalat yang pertama kemudian yang kedua (shalat Dzuhur terlebih dahulu kemudian Ashar, dan shalat Maghrib terlebih dahulu kemudian Isya'). 3. Berturut-turut, tidak boleh diselang dengan shalat sunah atau ibadah lainnya.



B. Jamak Ta'khir (jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak dua shalat yang dilakukan pada waktu yang kedua. Misalnya mengakhiri atau menunda shalat Dzuhur qashar ke dalam waktu Ashar, ataupun shalat Maghrib ke dalam waktu 'Isya. Adapun niat shalat jama' ta'khir sebagai berikut: Lafadz niat shalat jama' ta'khir 'Ashar dengan Dzuhur:



‫أصلى فرض العصر ركعتين قضرا مجموعا إلى الظهر أداء هللا تعالى‬ Ushalli fardhal 'ashri arba'a raka'aatin majmu'an iladz-dzuhri ada'an lillaahi Ta'aala. "Saya niat shalat fardhu ashar empat raka'at, dijama dengan dzuhur karena Allah Ta'ala."



Lafadz niat shalat jama' ta'khir Isya' dengan Maghrib:



‫أصلى فرض العشاء أربع ركعات مجموعا إلى المغرب أداء هللا تعالى‬ Ushalli fardhol isyaa-i arba'a raka'aatin majmu'an ilal maghribi ada'an lillaahi Ta'aala. "Saya niat shalat fardhu isya' empat raka'at, dijama dengan maghrib karena Allah Ta'ala."24



2. Shalat qhasar



24



Ahmad Najibuddin, Panduan Shalar lengkap & juz amma, hal 56



v



Shalat Qasar adalah melakukan salat dengan meringkas atau mengurangi jumlah rakaat salat yang bersangkutan. Salat Qasar merupakan keringanan yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun salat yang dapat diqasar adalah salat zuhur, asar dan isya, di mana rakaat yang aslinya berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja.dan tidak boleh mengqasar salat subuh dengan zuhur dan harus berpasangan zuhur dengan ashar magrib dengan isya. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama' dan Qashar25 A. Shalat jama' hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan berada dalam keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar menghindarinya. Akan tetapi selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama. Shalat wajib yang boleh dijama' ialah shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat maghrib dengan shalat isya. Menjama shalat isya dengan shubuh tidak boleh atau menjama' shalat ashar dengan maghrib juga tidak boleh, sebab menjama' shalat yang dibenarkan oleh Nabi SAW hanyalah pada seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang yang menjamin lima shalat wajib sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Orang yang melakukan hal semacam ini biasanya beranggapan bahwa boleh mengqadha shalat. Padahal shalat wajib yang ditinggalkan oleh seorang muslim, selain karena haid atau nifas atau keadaan bahaya maka orang itu termasuk melakukan dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya itu tidak dapat diganti pada waktu yang lain atau diqadha. B. Shalat qhasar dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat, apakah mengqhasar shalat dalam safar itu wajib, Sunnah, atau pilihan. 1. Wajib Mazhab Abu Hanifah mewajibkan qashar bagi orang yang melakukan perjalanan yang telah terpenuhi syaratnya. Istilah lain yang sering digunakan adalah azimah. Dan tidak boleh shalat dengan itmam, yaitu menyempurnakan dengan 4 rakaat dalam keadaan tersebut. Bila dilakukan hukumnya dosa. Dalil yang mereka gunakan adalah salah satu hadits di atas, dimana mereka menarik kesimpulan hukum menjadi wajib bukan Sunnah maupun pilihan. 2. Sunnah



25



Ria Khoirunisa S.Pd, Panduan shalat untuk wanita



vi



Yang masyhur berpendapat bahwa mengqashar shalat hukumnya sunnah adalah mazhab Malikiyah Dasarnya adalah tindakan Rasulullah SAW yang secara umum selalu mengqashar shalat dalam hampir semua perjalanan beliau. 3. Pilihan Yang berpendapat bahwa mengqashar shalat atau tidak itu merupakan pilihan (jawaz) adalah mazhab As Syafi'iyah dan Al Hanabilah. Namun bagi mereka, mengqashar itu tetap lebih afdhal, karena merupakan sedekah dari Allah SWT. Mereka juga berdalil dari tindakan para shahabat Nabi SAW dalam hanyak perjalanan, kadang mereka mengqashar tapi kadang juga tidak mengqasharnya. Sehingga mengqashar atau tidak merupakan pilihan. 26



B. SYARAT SHALAT QHASAR DAN JAMA' Syarat Shalat Qhasar 1. Jarak perjalanan mencapai 48 mil atau sekitar 78 km. 2. Shalat yang diqhasar adalah shalat fardhu yang empat rekaat, baik shalat ada atau shalat yang dilaksanakan pada waktunya maupun tertinggal dalam perjalanan jarak jauh. 3. Berpergian dengan niat baik atau untuk ibadah dan tidak melakukan maksiat. 4. Tidak makmum kepada orang yang bukan musafir 5. Mengetahui diperbolehkannya mengqashar shalat 6. Niat safar. Maksudnya, harus ada niat yang jelas kemana arah perjalanan yang dituju. 7. Safar atau perjalanannya untuk tujuan yang benar baik yang bersifat agama maupun duniawi. Artinya perjalanan yang mubah atau tidak haram. baik yang bernilai ketaatan seperti pergi haji. ziarah kubur para aulia maupun selain perjalanan ketaatan seperti pergi berniaga.



26



Muhammad Sholeh, Fiqih musafir: Petunjuk shalat jama dan shalat qhasar, hal 8



vii



8. Tempat tujuan musafir meskipun hanya arahnya saja harus maklum jaraknya sejak bepergian." Artinya dia tahu bahwa tempat tujuan berjarak 2 marhalah atau lebih baik tujuan tersebut27 Syarat Shalat Jama' Menjamak adalah hukumnya mubah ,artinya boleh seseorang menjamak dengan memenuhi beberapa syarat-syarat berikut : 1. Musafir atau dalam perjalanan dengan perjalanan kurang lebih 81 km (menurut sebagian besar ulama ) 2. Bukan dalam perjalanan maksiat 3. Dalam keadaan ketakutan ,seperti sakit ,hujan lebat ,angin topan ,atau bencana alam lainnya. C.SHALAT JAMAA’ QHASAR Shalat Jamak Qashar adalah menggabungkan dan sekaligus meringkas dua shalat fardhu dalam satu waktu. Hukum dan syarat- nya sama dengan shalat Jamak dan shalat Qashar. Shalat Jamak Qashar dapat dilaksanakan secara taqdim maupun ta'khir. 28 NIAT SHALAT JAMAK DAN QASHAR - Niat shalat qashar dan jamak taqdim: ‫أصلي فرض الظهر جمع تقديم بالعصر قصرا ركعتين هلل تعالي‬



Niat shalat qashar dan jamak ta'khir ‫أصلي فرض الظهر جمع تأخير بالعصر قصرا ركعتين هلل تعالي‬



Catatan: - Ganti kata Dzuhur dan Ashar dengan Maghrib dan Isya sesuai keperluan. - Kalau berjamaah, anda harus menambah kata "makmuman" atau "imaman" sesuai posisi anda.



27 28



Muhammad Sholeh, Fiqih musafir: Petunjuk shalat jama dan shalat qhasar, hal 8 Dr. Muh Hambali. M Sag, Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari, (Yogyakarta:Laksana: 2017), hal 171.



viii



D. HAL YANG DIPERBOLEHKAN DALAM SHALAT JAMA' - Shalat Jama' Bagi seseorang diperbolehkan menjamak /menggabungkan shalatt dhuhur dengan asar dan magrib dengan isya, Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada waktunya Shalat jama dapat dilakukan dengan hal hal berikut: 1. Shalat jama' boleh dikerjakan dalam perjalanan, hujan, sakit, 2. Disebabkan karena sakit dan uzur. Menurut ulama hanbali kebolehan bagi orang sakit Untuk menjamak shalat karena kondisi sakit itu pada hakikatnya lebih dahsyat dari kondisi hujan lebat, kemudian dalam maksud kondisi uzur disini diantaranya adalah orang yang menyusui anak karena sulit membersihkan diri, wanita yang istihadhah. 3. Karena ada keperluan (hajat) yang mendesak. Keperluan (hajat) yang dimaksud adalah keperluan yang jika tidak dilakukan maka akan berakibat pada keadaan yang lebih buruk. 29 - Shalat Qhasar madzhab Syafiiyah; berpendapat jika karena alasan sebagai musafir (travelers yang telah memenuhi syarat dalam qashar shalat) maka ia diperbolehkan untuk melakukan baik Jama' taqdim maupun Jama' takhir. Di mana salah satu syarat perjalanan yang diperbolehkan qashar shalat menurut Syafiiyah dan Hanbaliyah adalah 1. Dalam perjalanan yang mubah ((seperti wisata religi, rekreasi keluarga/warga, studi, bekerja, berdagang, tugas kantor dan kemasyarakatan, berdakwah, dan sebagainya) 2. bukan perjalanan yang yang maksiat (misalnya akan merampok, berjudi, berselingkuh, berpacaran, dan lain-lain)30



29 30



Dr. H. Sudirman, Fiqih kontemporer (contemporary studies of fiqih) Sholeh Muhammad. FIQIH MUSAFIR (petunjuk Shalat Jamaa’ dan qhasar). Hal 75



ix



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menjamak dan mengqasar shalat adalah Rukhshah atau keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan. Rukhshah ini merupakan shadakah dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadlu’an, namun jika tidak ada musyafir yang mengqasar shalatnya tetap sah. Hanya saja kurang sesuai dengan sunah Nabi SAW, karena Nabi Saw selalu menjama’ dan mengqashar shalatnya ketika bebergian. Shalat Jama’ ialah shalat yang dikumpulkan. Artinya dua shalat fardhu dikerjakan pada satu waktu, misal shalat zhuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu zhuhur atau pada waktu ashar. Shalat Qashar ialah shalat yang diringkas. Artinya, shalat fardhu yang empat raka’at diringkas menjadi dua raka’at. Shalat yang dapat diqashar ialah shalat Zhuhur, Ashar, dan Isya. Shalat Maghrib dan Shalat Shubuh tidak boleh di qashar.



B. SARAN Penulis banyak berharap para pemba+a dapat memberikan kritik dan saran yangmembangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya



x



DAFTAR PUSTAKA



Muhammad basyrul muvid, 2021, Fiqih musyafir, Global Aksara Pers Dr. H. Sudirman, 2018, Fiqih kontemporer (contemporary studies of fiqih), Depublish Publisher Ahmad Najibuddin, 2012, Panduan Shalar lengkap & juz amma, Ruang kata imprit kawan pustaka Muhammad Sholh, Fiqih Musafir:petunjuk shalat jama dan qhasar, Global Aksara Pers Rina Ulfatul Hasanah, 2015, Buku Pintar Muslim dan Muslimah, MediaPressindo M. Hambali. 2017. Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari. Yogyakarta:Laksana Muhammad Sholeh. 2021. FIQIH MUSAFIR (petunjuk Shalat Jamaa’ dan qhasar). Surabaya: C.V Global Aksara Pres.



xi



MAKALAH MACAM-MACAM SALAT SUNAH Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Dosen Pengampu: Rosidi, M.Pd



Oleh:



1. Clareza Rahma Kusuma Astuti



(216151030)



2. Nabila Amanda Risma



(216151048)



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA TAHUN 2022 xii



KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini kami selaku pembuat makalah alhamdulillah dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Macam-macam Salat Sunah” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku pembuat makalah banyak mengalami kendala dan keterbatasan ilmu serta referensi yang kami peroleh, sehingga kami selaku pembuat makalah masih mengharapkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Sehingga, makalah ini dapat disusun lebih baik lagi. Akhirnya, kami sebagai pembuat makalah menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh mencapai kesempurnaan. Namun, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.



Sukoharjo, 10 Oktober 2022 Hormat kami,



Penulis



xiii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1



Latar Belakang ...................................................................................... 1



1.2



Rumusan Masalah ................................................................................. 1



1.3



Tujuan .................................................................................................. 2



BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3 2.1



Pengertian Salat Sunah ........................................................................... 3



2.2



Macam-macam Salat Sunah ................................................................... 4 A. Salat Sunah Muakkad ....................................................................... 4 B. Salat Sunah Ghairu Muakkad ........................................................... 10



BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13 3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13 3.2 Saran ..................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14



xiv



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Salat merupakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan bagi umat muslim. Sebab dalam rukun Islam tertera jelas bahwasannya salat adalah rukun kedua setelah syahadat. Tidak hanya itu, salat juga menjadi pembeda antara kaum beriman dengan kafir sehingga dapat kita bayangkan betapa pentingnya salat bagai seorang muslim yang beriman. Dalam syariat Islam sendiri salat itu terbagi kepada dua macam, yaitu salat fardhu dan salat sunah. Salat fardu merupakan salat wajib yang harus dikerjakan oleh setiap muslim yang beriman sebab bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa contohnya adalah salat lima waktu. Sedangkan salat sunah sendiri berfungsi sebagai penambal kekurangan dalam salat fardhu atau dapat dikatakan sebagai penyempurna. Salat sunah sendiri disandarkan pada perilaku Nabi Muhammad SAW dan dijabarkan melalui beberapa hadits. Meskipun salat sunah tidak bersifat wajib namun ada beberapa salat sunah yang dianjurkan dengan kuat bahkan mendekati wajib atau disebut sunah muakkad. Selain menjadi penambal atau penyempurna salat fardhu, salat sunah masih memiliki banyak manfaat dan keutamaan lainnya sehingga kita sebagai umat muslim sudah sepantasnya mengerti, memahami, kemudian melaksanakan salat-salat sunah karena selain bentuk iman kita kepada Allah namun juga bentuk iman kita kepada Rasulullah SAW karena salat-salat sunah ini adalah cerminan dari perilaku Rasulullah SAW. Tidak hanya salat wajib, teryata Rasulullah juga melaksanakan berbagai macam ibadah salat di segaal macam kondisi atau masalah yang dihadapi oleh beliau. Dengan demikian, makalah ini akan membahas mengenai pengertian dan macam-macam dari salat sunah beserta tujuan dan tata cara pelaksanaannya.



1.2 Rumusan Masalah Untuk memudahkan pembahasannya, maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan latar belakang di atas, yakni sebagai berikut: 1. Apa pengertian Salat Sunah? 2. Apa saja macam-macam Salat Sunah beserta tata cara pelaksanaannya?



1.3 Tujuan Makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengertian Salat Sunah 2. Mengetahui macam-macam Salat Sunah beserta tata cara pelaksanaannya



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Salat Sunah Kata “Shalat” secara etimologi berarti do’a. Sebagaimana tertera di dalam firman Allah SWT surah At-Taubah: 103 yang artinya “Berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya, do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Menurut Hasbi Ash Shiddieqy pengertian shalat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: a) Ta’rif yang menggambarkan shuratush shalat atau rupa shalat yang lahir. b) Ta’rif shalat yang dikehendaki syara’ sebagai nama bagi ibadah yang menjadi tiang agama Islam. c) Ta’rif yang melukiskan haqiqatush shalat atau sirr (hakikat shalat). d) Ta’rif yang menggambarkan ruhush shalat (jiwa shalat). e) Ta’rif yang meliputi rupa, hakikat dan jiwa shalat yaitu berhadap hati (jiwa) kepada Allah Swt, menimbulkan rasa takut, menumbuhkan rasa kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan penuh khusyu’ dan ikhlas di dalam seluruh ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, di sudahi dengan salam. Sedangkan secara terminologi atau istilah, kata “shalat” adalah suatu ibadah yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (taslim).31 Kemudian kata “sunnah” secara etimologi berarti “jalan” atau “perjalanan”. Sedangkan menurut terminologi atau istilah, sunnah memiliki banyak arti sesuai dengan tujuan ilmu yang menjadi objeknya yaitu: a. Menurut ahli-ahli hadits Mereka mendefinisikan sunnah adalah sabda, pekerjaan ketetapan, sifat (watak budi atau jasmani) atau tingkah laku Nabi Muhammad SAW, baik sebelum menjadi Nabi maupun sesudahnya. b. Menurut ahli-ahli fiqih Mereka mendefinisikan sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik ucapan maupun pekerjaan tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan. 32



Mujiburrahman. (2016). ‘Pola Pembinaan Ketrampilan Shalat Anak Dalam Islam’. Jurnal Mudarrisuna, 6 (2), hlm. 188-189. 32 M. Agus Solahudin dkk. (2008). Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 19. 31



Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya salat sunah merupakan suatu ibadah yang berasal dari perilaku Nabi Muhammad, apabila dikerjakan akan mendapat pahala namun apabila tidak dikerjakan juga tidak akan mendapat dosa karena hukumnya tidak wajib.



2.2 Macam-macam Salat Sunah Salat sunah dibagi menjadi dua jenis yaitu: A. Salat Sunah Muakkad Salat Sunah Muakkad merupakan salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib). Macam-macamnya: 1. 5 Salat Rawatib a. Sebelum salat subuh Salat ini terdiri dari dua rakaat sesuai dengan cerita dari Aisyah RA, “Rasulullah dalam mengerjakan shalat-shalat itu tidak serajin dalam mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh” HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud. b. Sebelum salat dzuhur (terdiri dari dua atau empat rakaat) c. Sesudah salat dzuhur (terdiri dari dua atau empat rakaat) d. Sesudah salat magrib (terdiri dari dua rakaat) e. Sesudah salat isya’ (terdiri dari dua atau empat rakaat)33 2. Salat Idul Fitri Salat Idul Fitri merupakan salat sunah yang dilaksanakan pada saat pagi hari raya Idul Fitri tepatnya tanggal 1 Syawal, berjumlah dua rakaat, dan berjamaah baik di masjid maupun di tanah lapang. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan salat idul fitri yaitu: a) Mandi dan mensucikan diri Tidak hanya membahasi diri atau mandi, namun sebelum melaksanakan alat idul fitri hendaknya kita berwudhu karena wudhu juga merupakan syarat sahnya salat. b) Memakai pakaian terbaik Saat hendak melaksanakan salat idul fitri hendaknya kita menghias diri dan memakai pakaian terbaik. Pria juga dianjurkan untuk memakai wangi-wangian. 33



Indira H, Rahma. (2021). 5 Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnah Muakkad. Detikedu: http://www.detik.com/edu/detikpedia/d-573026/5-sholat-rawatib-yang-hukumnya-sunnah-muakkad. Diakses pada Jum’at, 7 Oktober 2022 pukul 20.24 WIB.



Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim bahwa “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika salat Idul Fitri dan Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik”. c) Makan Sebelum melaksanakan shalat id kita dianjurkan untuk makan dipagi hari dan hal inilah yang membedakan shalat idul fitri dengan shalat idul adha dimana saat sebelum shalat idul adha kita tidak dianjurkan untuk makan hal ini dimaksudkan bahwa pada hari raya idul fitri umat islam tidak lagi melakukan ibadah puasa seperti sebelumnya pada bulan ramadhan. d) Berjalan kaki dan menempuh jalan yang berlainan Yang dinaksud dengan menempuh jalan yang berlainan adalah saat pergi dan pulang shalat idul fitri hendaknya kita melewati jalan yang berbeda hal ini dimaksudkan supaya saat pergi maupun pulang kita lebih banyak bertemu dengan orang-orang yang juga melaksanakan shalat id dan saling berminal aidzin. Pergi menuju tempat shalat id juga dianjurkan untuk berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan kecuali jika ada halangan atau hajat. e) Melafalkan takbir Saat sebelum melaksanakan shalat id sebaiknya kita melafalkan kalimat takbir kepada Allah SWT sebagai tanda bahwa kita gembira menyambut hari raya idul fitri. Kalimat takbir adalah sebagai berikut: َّ ‫َّللا ُ أ َ ْكبَ ُر‬ َّ َ ‫َّللا ُ َو‬ َّ ‫َّللا ُ أ َ ْكبَ ُر َال إلَهَ َّإال‬ َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬ َّ ُ ‫ّلِل ْال َح ْمد‬ ِ َّ ِ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر َو‬ Tata cara dalam salat idul fitri sendiri hampir sama dengan salat wajib, akan tetapi hanya saja terdapat sedikit perbedaan yakni salat idul fitri dilakukan sejumlah dua rakaat, berjamaah, dan tidak ada adzan maupun iqamat untuk mengawalinya. Penjabarannya yaitu: 1) Dimulai dengan takbiratul ikhram sebagaimana shalat lainnya 2) Bertakbir sebanyak 7 kali selain takbiratul ikhram dan dengan melafadzkan kalimat takbir. Diantara takbir-takbir tersebut hendaknya membaca kalimat َّ َ ‫ّلِل َو َال إلَهَ َّإال َّللاَّ ُ َو‬ ‫ار َح ْم ِن‬ ْ ‫ ال َّل ُه َّم ا ْغف ِْر لِي َو‬. ‫َّللا ُ أ َ ْكبَ ُر‬ ِ َّ ِ ُ ‫َّللا َو ْال َح ْمد‬ ِ َّ َ‫سُ ْب َحان‬ “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku). 3) Membaca Alfatihah kemudian membaca surat lainnya dianjurkan surat Al-A’la pada rakaat pertama 4) Kemudian lakukan gerakan shalat seperti pada shalat umumnya yakni ruku, itidal dan sujud



5) Setelah bangkit dan masuk rakaat kedua, bertakbir sebanyak lima kali dan dengan lafadz yang sama seperti rakaat pertama 6) Membaca surat Alfatihah dan surat lainnya dianjurkan surat Al-Ghasiyah 7) Selanjutnya lakukan gerakan shalat sebagaimana biasanya sampai tahiyat akhir dan salam Setelah shalat id boleh khotib akan menyampaikan khutbah atau ceramah, jamaah boleh mengikuti khutbah ini dan mendengarkan namun juga boleh meninggalkan jika memiliki kepentingan.34 3. Salat Idul Adha Salat Idul Fitri merupakan salat sunah yang dilaksanakan pada saat pagi hari raya Idul Adha tepatnya tanggal 10 Dzulhijah, berjumlah dua rakaat, dan berjamaah baik di masjid maupun di tanah lapang. Tata cara dalam salat idul adha juga tidak jauh berbeda dengan salat idul fitri hanya saja waktunya lebih cepat dikarenakan segera menyembelih hewan qurban. Penjabarannya yaitu: a. Dimulai dengan takbiratul ikhram sebagaimana shalat lainnya b. Bertakbir sebanyak 7 kali selain takbiratul ikhram dan dengan melafadzkan kalimat takbir. Diantara takbir-takbir tersebut hendaknya membaca kalimat َّ َ ‫َّللا ُ َو‬ َّ ‫ّلِل َو َال إلَ َه َّإال‬ ‫ار َح ْم ِن‬ ْ ‫ ال َّل ُه َّم ا ْغف ِْر لِي َو‬. ‫َّللا ُ أ َ ْك َب ُر‬ ُ ِ َّ ِ ُ ‫َّللا َو ْال َح ْمد‬ ِ َّ َ‫س ْب َحان‬ “Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku). c. Membaca Alfatihah kemudian membaca surat lainnya dan dianjurkan surat AlA’la pada rakaat pertama d. Kemudian lakukan gerakan shalat seperti pada shalat umumnya yakni ruku, itidal dan sujud e. Setelah bangkit dan masuk rakaat kedua, bertakbir sebanyak lima kali dan dengan lafadz yang sama seperti rakaat pertama f. Membaca surat Alfatihah dan surat lainnya dianjurkan surat Al-Ghasiyah g. Selanjutnya lakukan gerakan shalat sebagaimana biasanya sampai tahiyat akhir dan salam Setelah shalat id boleh khotib akan menyampaikan khutbah atau ceramah, jamaah boleh mengikuti khutbah ini dan mendengarkan namun juga boleh meninggalkan jika memiliki kepentingan. 4. Salat Tarawih Salat Tarawih merupakan salat sunah yang dilakukan setiap malam setelah salat isya’ di bulan ramadhan. Dianjurkan berjamaah di masjid, berjumlah delapan rakaat, dan ditutup dengan salat witir. Untuk tata caranya sendiri hampir sama dengan salat wajib, akan tetapi tidak diawali dengan adzan melainkan hanya iqamah saja. Contoh iqamah ketika tarawih yaitu: 34



Redaksi Dalamislam. (2022). Shalat Idul Fitri: Pengertian, Hukum, Persiapan, dan Cara Pelaksanaannya. https://dalamislam.com/shalat/shalat-idul-fitri. Diakses pada hari Senin, 3 Oktober 2022 pukul 19.36 WIB.



ُ ‫ْح َجا ِم َعةً َرحِ َمكُ ُم هللا‬ َ ِ ‫صلُّ ْوا سُنَّةَ الت ََرا ِوي‬ Mengenai hukum tarawih, dahulu Rasulullah SAW pernah melakukan shalat tarawih di Masjid bersama dengan beberapa sahabat. Namun pada malam berikutnya, jumlah mereka menjadi bertambah banyak. Dan semakin bertambah lagi pada malam berikutnya. Karena itu kemudian Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak lagi melakukannya di masjid bersama para sahabat. Alasan yang dikemukakan saat itu adalah takut shalat tarawih itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka shalat sendiri-sendiri. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berarti: Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut shalat mengikuti shalat Beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan Beliau. Pada waktu paginya orangorang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka ikut shalat bersama Beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga akhirnya Beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah Beliau selesai shalat Fajar, Beliau menghadap kepada orang banyak kemudian Beliau membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya". Kemudian setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggal dunia, tradisi shalat (Tarawih) secara berjamaah terus berlangsung seperti itu. Adapun keutaman-keutamaan melaksanakan salat tarawih yaitu: a) Diampuninya dosa yang telah lalu Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang berarti: "Barang siapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau." b) Salat Tarawih berjamaah pahalanya seperti salat Qiyamul Lail semalam penuh



Hal



ini



sesuai



dengan



hadits



yang



diriwayatkan



oleh



Tirmidzi:



"Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh)." (HR. Tirmidzi) c) Meningkatkan Silaturrahmi dan Ukhuwah Islamiyah Ketika melaksanakan sholat tarawih kita bisa meningkatkan silaturahmi dan ukhuwah islamiyah. Sebab kita akan bertemu dengan saudara sesama muslim lainnya. d) Menyehatkan jasmani dan rohani Kesehatan rohani adalah yang seperti penjelasan di atas sedangkan kesehatan jasmani yaitu: - Menyehatkan tulang dan persendian. Tarawih adalah salah satu shalat yang cukup banyak rakaatnya. Jika kita rutin melaksanakan shalat tarawih maka niscaya gerakan-gerakan shalat tarawih mampu menyehatkan tulang dan persendian kita. - Menurunkan kadar gula darah dan membakar kalori. Setelah buka puasa biasanya kita mengonsumsi makanan manis. Jika terlalu berlebihan maka makanan tersebut bisa meningkatkan kadar gula darah dengan cepat. Nah, shalat tarawih adalah salah satu aktivitas di mana gerakan-gerakannya bisa bermanfaat untuk menurunkan kadar gula dalam darah sekaligus membakar kalori. - Meningkatkan fungsi otak. Dalam sholat tarawih terdapat gerakan sujud dipercaya mampu meningkatkan peredaran darah ke otak dan menjaga suplai nutrisi yang dibutuhkan sehingga otak bisa bekerja secara optimal. - Menghilangkan stres. Saat melaksanakan shalat tarawih tubuh akan melepaskan beberapa senyawa kimia yang berfungsi untuk meredakan stres. Sehingga tubuh akan terasa lebih rileks daripada sebelum melaksanakan sholat tarawih. 35 5. Salat Witir



35



Nasution, Mahmud. (2015). Tarawih dan Tahajud. Jurnal Fitrah 1 (2), hlm. 220-222.



Salat Witir merupakan salat sunah yang dikerjakan ba’da isya sampai waktu fajar, baik secara berjamaah maupun sendiri, dan jumlah rakaatnya ganjil sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi: "Wahai Ahlul Qur'an, kerjakanlah shalat witir, sebab Allah witir (ganjil) dan menyukai yang ganjil." HR Ahmad, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim. Adapun tata cara dalam salat witir hampir mirip dengan salat wajib hanya saja tidak menggunakan attahiyad awal melainkan hanya attahiyad akhir saja sesuai dengan perkataan Aisyah, “Rasulullah saw. nengerjakan shalat malam sebanyak tiga belas raka'at, lima raka'at darinya adalah shalat witir dan beliau tidak duduk kecuali pada raka'at terakhir.” HR Bukhari dan Muslim. 6. Salat Tahajud Salat Tahajud merupakan salat sunah yang dilakukan oleh seseorang di malam hari dan dilaksanakan setelah bangun tidur meskipun tidurnya hanya sebentar. Allah memberikan kelonggaran kepada hamba-hambanya yang hendak melaksanakan shalat tahajud. Ia dapat memilih waktu yang sesuai dengan kemampuannnya. Waktu untuk melaksanakan shalat tahajud ditetapkan sejak waktu isya hingga waktu subuh, sedang sepanjang malam ini ada saat-saat utama, lebih utama, dan paling utama, maka waktu malam yang panjang itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut: a) Sepertiga pertama, yaitu kira-kira dari jam 19.00 – jam 22.00, ini saat utama. b) Sepertiga kedua, yaitu kira-kira dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00, ini saat yang lebih utama. c) Sepertiga ketiga, yaitu kira-kira dari jam 01.00 sampai 03.00 sampai masuknya waktu subuh, ini adalah saat yang paling utama.36 Sedangkan manfaat-manfaat dari Salat Tahajud diantaranya menghapus dosa, menenangkan hati, menyehatkan jasmani seperti menyehatkan tulang, dan menjadikan otak tidak stress.37 7. Salat Gerhana



36 37



Moh Rifai. (1976). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Toha Putra, hlm. 187-190. Musdalifah, M Rahman. (2016). Kesehatan Mental Pelaku Shalat Tahajud. Jurnal Akhlak Tasawuf 2 (2), hlm. 492-493.



Salat Gerhana merupakan salat sunah yang dilakukan ketika terjadi gerhana bulan maupun matahari baik dilakukan sendiri maupun berjamaah namun lebih dianjurkan berjamaah dengan jumlah dua rakaat. Sesuai dengan Al-Qur’an surah Al-Fushilat ayat 37 yang berarti: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam dan siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya." maknanya kita diajurkan untuk sholat.38 Adapun tata cara pelaksanaan salat gerhana berbeda dengan salat wajib. Penjabarannya yaitu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata terjadi gerhana matahari! Rasulullah pun segera rnengerjakan shalat. Beliau berdiri dengan waktu yang cukup lama, yaitu diperkirakan sama dengan lamanya membaca surah AlBaqarah, kemudian ruku'dengan waktu yang cukup lama. Kemudian berdiri lagi dengan waktu yang cukup lama, tetapi lamanya kurang dari waktu berdiri yang pertana. Kemudian beliau ruku' dalam waktu yang cukup lama namun kurang dari waktu ruku yang pertama. Lalu beliau sujud. Selanjutnya, beliau berdiri lagi cukup lama namun lamanya kurang dari berdiri yang pertama. Setelah itu, beliau ruku'cukup lama namun kurang dari ruku yang pertama. Lalu bangkit dan berdiri cukup larna namun kurang dari waktu berdiri yang pertama. Kemudian ruku' lagi yang cukup lama namun kurang dari waktu ruku' yang pertama. Kemudian sujud. Setelah itu, beliau bergegas sementara matahari sudah tampak jelas. Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasoqn Allah. Terjadinya gerhana matohari atau bulan itu bukon korena kematian seseorang atau kehidupannya. lika kalian melihat (gerhana) itu, maka segeralah berdzikir kepada Allah"39 B. Salat Sunah Ghairu Muakkad Salat Sunah Ghairu Muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa anjuran dengan penekanan yang kuat. Macam-macamnya yaitu: 1. 5 Salat Rawatib a. Sebelum salat dzuhur (terdiri dari dua rakaat) b. Sesudah salat dzuhur (terdiri dari dua rakaat)



38 39



Az-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani, hlm. 484-485. Sabiq, Sayyid. (2008). Fikih 2. Jakarta: Cakrawala, hlm. 371.



c. Sebelum salat asar (terdiri dari empat rakaat) d. Sebelum salat magrib (terdiri dari dua rakaat) e. Sebelum salat isya’ (terdiri dari dua rakaat)40 2. Salat Dhuha Salat Dhuha merupakan salat sunah yang dilakukan di pagi hari tepatnya mulai naiknya matahari pagi sampai suhu mulai panas dengan jumlah rakaat minimal dua dan maksimal delapan rakaat. Adapun manfaat dari salat ini yaitu menghapus dosa-dosa meskipun sebanyak buih di lautan, melancarkan rezeki, dan menjadi salah satu amalan yang paling dicintai Allah meskipun sedikit akan tetapi dapat rutin atau istiqomah. 41 3. Salat Istikharah Salat Istikharah merupakan salat sunnah yang dikerjakan apabila seseorang sedang mengalami kesulitan dalam menentukan sesuatu yang terbaik baginya. Salat ini berjumlah dua rakaat dan dalam waktu kapan pun baik siang ataupun malam. Dalam shalat ini, dia dibolehkan membaca surah Al-Qur'an mana pun setelah surah Al-FAtihah. Setelah itu, hendaknya dia n-rembaca tahmid, shalawat kepada Rasulullah saw., dan dilanjutkan dengan doa sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir ra., ia berkata, Rasulullah saw. pernah mengajarkan kepada kami cara shalat istikharah saat menghadapi urusan apa pun, sebagairnana beliau rnengajarkan satu surah dari Al-Qur'an kepada kami. Beliau bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian bertekad hendak melakukan suatu perkara, hendaknya dia mengerjakan shalat dua rakaat sunnah yang bukan wajib. Setelah itu, hendaknya dia mengucapkan, "Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa asaluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul ghuyub.Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro (sampaikan persoalan yang kamu bimbangi…) khoiron lii fii aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi.Allahumma in kunta talamu annahu syarrun lii fii diini wa maaasyi wa aqibati amrii (fii aajili amri wa aajilih) fash-rifnii anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih".



40



Firdaus, Fitra. (2022). Macam Shalat Sunnah Rawatib Muakkad-Ghairu Muakkad dan Jumlah Rakaat. Tirto.id: https://tirto.id/macam-shalat-sunnah-rawatib-muakkad-ghairu-muakkad-jumlah-rakaat-gpFS. Diakses pada Senin, 10 Oktober 2022 pukul 21.56 WIB. 41 Az-Zuhaili, Wahbah. (2010). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani, hlm. 331-332.



Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu. Dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Maha Agung. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (sampaikan persoalan yang kamu bimbangi…) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku sukseskanlah untuk ku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Namun jika Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku".42 4. Salat Sunah Wudhu Salat Sunah Wudhu merupakan salat sunah yang dikerjakan setelah berwudhu dengan rakaat sebanyak dua rakaat. Adapun tatacaranya yaitu sama persis dengan salat wajib. Sedangkan manfaat dari melaksanakan salat sunah wudhu yaitu dihapuskannya dosa-dosa yang telah lalu sesuai dengan hadits Nabi yaitu Dari Utsman bin Affan, radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian sholat dua rokaat serta tidak membisikan dirinya dengan suatu apapun pada kedua rakaat tersebut maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Tidak hanya itu, manfaat lain dari salat sunah wudhu adalah Allah telah menjajikan surge kepadanya sesuai dengan hadits: “Tidaklah seseorang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu sholat dua rakaat dengan sepenuh hati dan jiwa melainkan wajib baginya (mendapatkan) surga.” (HR. Muslim, no. 234).43



42 43



Sabiq, Sayyid. (2008). Fikih 2. Jakarta: Cakrawala, hlm. 364-365. Ajib, Muhammad. (2020). 33 Macam Salat Sunah. Jakarta: Lentera Islam, hlm. 27-30.



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Salat Sunah merupakan suatu ibadah yang berasal dari perilaku Nabi Muhammad, apabila dikerjakan akan mendapat pahala namun apabila tidak dikerjakan juga tidak akan mendapat dosa karena hukumnya tidak wajib. Salat Sunah terbagi menjadi dua macam yaitu Salat Sunah Muakad (yang dianjurkan dengan kuat) seperti 10 rakaat salat rawatib, salat idul fitri, salat idul adha, salat tahajud, salat tarawih, dan lain sebagainya. Selain itu ada Salat Sunah Ghairu Muakkad (yang dianjurkan tanpa penguatan) seperti 12 rakaat salat rawatib, salat istikharah, salat dhuha, salat sunah wudhu, dan lain sebagainya.



3.2 Saran Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari sema pihak, terutama yang ada kaitannya dengan penulisan dalam ungkapan kalimat-kalimat yang kurang sempurna dalam makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga yang termaktub dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan barakah bagi para pembaca dan dapat memberikan tambahan kontribusi hazanah keilmuan pada bidang pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA



Ajib, Muhammad. (2020). 33 Macam Salat Sunah. Jakarta: Lentera Islam Az-Zuhaili, Wahbah. (2010). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani Firdaus, Fitra. (2022). Macam Shalat Sunnah Rawatib Muakkad-Ghairu Muakkad dan Jumlah Rakaat.



Tirto.id:



https://tirto.id/macam-shalat-sunnah-rawatib-muakkad-ghairu-



muakkad-jumlah-rakaat-gpFS. Diakses pada Senin, 10 Oktober 2022 pukul 21.56 WIB. Indira H, Rahma. (2021). 5 Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnah Muakkad. Detikedu: http://www.detik.com/edu/detikpedia/d-573026/5-sholat-rawatib-yang-hukumnyasunnah-muakkad. Diakses pada Jum’at, 7 Oktober 2022 pukul 20.24 WIB. Mujiburrahman. (2016). ‘Pola Pembinaan Ketrampilan Shalat Anak Dalam Islam’. Jurnal Mudarrisuna, 6 (2). M. Agus Solahudin dkk. (2008). Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia Moh Rifai. (1976). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Toha Putra Musdalifah, M Rahman. (2016). Kesehatan Mental Pelaku Shalat Tahajud. Jurnal Akhlak Tasawuf 2 (2) Nasution, Mahmud. (2015). Tarawih dan Tahajud. Jurnal Fitrah 1 (2) Redaksi Dalamislam. (2022). Shalat Idul Fitri: Pengertian, Hukum, Persiapan, dan Cara Pelaksanaannya. https://dalamislam.com/shalat/shalat-idul-fitri. Diakses pada hari Senin, 3 Oktober 2022 pukul 19.36 WIB. Sabiq, Sayyid. (2008). Fikih 2. Jakarta: Cakrawala



MAKALAH JENAZAH : MEMANDIKAN, MENGKAFANI, MENSHALATI, DAN MENGUBURKAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Dosen : Bapak Rosidi, S.Pd, M. Pd.



Disusun Oleh : Putri Amelia Syahra (216151039) Hesti Febriyani



(216151045)



KELAS 3B PRODI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah



yang berjudul “Jenazah : Memandikan, Mengkafani,



Menshalati, dan Menguburkan” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, S.Pd, M.Pd. Selaku dosen pengampu Mata Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Kartasura, 11 Oktober 2022



Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1 1.3. Tujuan Makalah .................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2 2.1. Memandikan Jenazah............................................................................................ 2 2.2. Mengkafani Jenazah ............................................................................................. 4 2.3. Mensalati Jenazah ................................................................................................. 6 2.4. Mengubur Jenazah ................................................................................................ 8 BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11 3.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 11 3.2. Saran .................................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, tidak ada yang mengetahui kapan dan dimana manusia akan menemui ajal, dalam keadaan baik atau buruk. Bila ajal telah tiba maka tidak ada yang bisa memajukan ataupun mengundurkannya. Kematian merupakan takdir yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Bagi umat islam, ada beberapa hal yang harus dilakukan terhadap orang yang telah meninggal dunia, satu di antaranya, memandikannya. Memandikan jenazah menjadi tindakan pertama yang harus dilakukan umat islam, sebelum mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah.44 Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi keharibaan Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang



mesti



dilakukan



terhadap



jenazah, yaitu



memandikan,



mengkafani,



menyembahyangkan dan menguburkannya. Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai kelompok masyarakat. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah, Artinya sebahagian melaksanakannya maka lepaslah dosa orang yang tidak ikut melaksanakannya. 45



44



Fadila, E., & Solihah, E. S. (2022). Perawatan, Persiapan dan Praktek Memandikan Jenazah pada Remaja Masjid Al-Ikhlas Griya Caraka Cirebon. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PKM), 5(5), 1374-1381. 1375 45 Pulungan, S., Sahliah, S., & Sarudin, S. (2020). Peningkatan Keterampilan Pengurusan Jenazah di MTs Ulumul Quran Medan. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 12(1), 25-35.



1.2. Rumusan Masalah A. Bagaimana cara memandikan jenazah? B. Bagaimana cara mengkafani jenazah? C. Bagaimana cara menshalati jenazah? D. Bagaimana cara menguburkan jenazah? 1.3. Tujuan Makalah A. Untuk mengetahui bagaimana tata cara memandikan jenazah. B. Untuk mengetahui bagaimana tata cara mengkafani jenazah. C. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menshalati jenazah. D. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menguburkan jenazah.



BAB II



PEMBAHASAN Pengurusan jenazah termasuk Syari’at Islam yang perlu diketahui oleh seluruh umat Islam. Hal itu dimaksudkan agar dalam pengurusan jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Pengurusan jenazah termasuk salah satu kewajiban umat Islam yang termasuk dalam fardhu kifayah, artinya kewajiban yang kalau dikerjakan oleh sebagian umat Islam maka gugurlah kewajiban sebagian umat Islam lainnya. Adapun hal-hal yang harus dilakukan terhadap orang sudah meninggal dunia antara lain 46. 2.1.Memandikan Jenazah Orang yang memandikan mayat sebaiknya adalah keluarga terdekat dari si mayit, kalau dia tahu cara memandikannya. Apabila mayat itu laki-laki seharusnya yang memandikan juga laki-laki. Apabila mayat itu perempuan yang memandikan juga perempuan. Kecuali untuk anak kecil, maka boleh dimandikan oleh orang yang berlainan jenis kelamin. Nabi bersabda: “Apakah yang menyusahkanmu seandainya engkau mati sebelum aku, lalu aku memandikanmu dan mengkafani, kemudian aku menshalatkan dan menguburmu” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi dari ‘Aisyah) 47. Syarat jenazah dimandikan adalah : a. Beragama Islam b. Didapati tubuhnya (walaupun hanya sebagian). Hal ini terjadi pada jenazah yang biasanya mengalami kecelakaan. Jika ada lukanya, bersihkan terlebih dahulu (jika memungkinkan). c. Bukan karena mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Islam) 48. Alat-alat yang perlu disediakan untuk memandikan mayit di antaranya adalah: a. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90 cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit. b. Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember). c. Gayung secukupnya (4-6 buah). d. Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudhukan mayit. e. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.



46



Novriadi, Dedi. Pelatihan Pengurusan Jenazah Sesuai Tuntunan Rasulullah Saw Bagi Masyarakat Di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bumi Raflesia, 2019. Hal. 225 47 Dr. Marzuki, M.Ag. Perawatan jenazah. 2018. 48 Direktorat Pendidikan Agama Islam. Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. 2022. Hal 115.



f.



Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.



g. Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit menular. h. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair. i.



Sampo untuk membersihkan rambut.



j.



Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.



k. Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air. l.



Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan.



m. Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah, seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya 49. Tata cara memandikannya adalah sebagai berikut : 1. Letakan mayat diatas dipan, dan sebaiknya tidak dipangku. 2. Istinjakan mayat dengan tangan kiri, dan sebaiknya menggunakan sarung tangan, kemudian ada yang menyiram sampai ke dubur mayat secara berulang-ulang. 3. Tangan boleh diluruskan pelan-pelan atau disekapkan. 4. Siramkan air (biasa) dari kepala sampai kaki dengan pelan-pelan, dengan cara : mula-mula dari sebelah kanan 3 kali, kemudian sebelah kiri 3 kali, dan terakhir tenga-tengah 1 kali. Jadi jumlah keseluruhan adalah 7 kali (ganjil). 5. Siramkan air sabun sampai seluruh tubuh terkena merata. Satu orang menggosok secara perlahan dan yang lain menyiramnya, termasuk yang disiram adalah belakang kuping, ketiak, paha, sela-sela jari,kepala rambut dll.kemudian tanda sudah bersih adalah badan sudah kesat atau tidak licin lagi. 6. Sesudah bersih badannya bagian depan termasuk rambut dan kepalanya, miringkan jenazah ke kiri dan gosoklah bagian kiri serta punggungnya, kemudian miringkan ke kanan kemudian gosoklah bagian kiri dan punggungnya. 7. Siramkan air jeruk dari kepala sampai ke kaki. Mula-mula sebelah kanan 1 kali, kemudian sebelah kiri 1 kali, dan tengah-tengah 1 kali.Telentangkan jenazah dan siram dengan air biasa. 8. Bersihkan -



49



Telinga kanan, dan bersihkan sampai bersih.



Dr. Marzuki, M.Ag. Perawatan jenazah. 2018.



-



Telinga kiri, dan bersihkan sampai bersih.



-



Mata kanan, dan bersihkan sampai bersih.



-



Mata kiri, dan bersihkan sampai bersih.



-



Lubang hidung kanan, dan bersihkan sampai bersih.



-



Lubang hidung kiri dan bersihkan sampai bersih.



-



Mulut, dan bersihkan sampai bersih.



9. Bersihkan kuku tangan dan kaki dengan lidi sampai bersih. 10. Siram lagi dengan air biasa. 11. Terakhir siram dengan kapur barus dari kepala sampai kaki. yaitu : -



Bagian kanan



-



Bagian kiri



-



Tengah-tengah badan.



12. Setelah ini tidak boleh disiram dengan air. 13. Lap semua tubuhnya dengan handuk sampai kering. 14. Kalau perempuan rambutnya di dikelabang menjadi tiga, satu di kiri, satu di kanan, dan satu di ubun-ubun. 15. Tidak ada perbedaan mendasar antara mayat laki-laki dan perempuan50. 2.2.Mengkafani Jenazah Hukum mengkafani jenazah atau mayat juga fardhu kifayah. Mengkafani mayat berarti membungkus mayat dengan selembar kain atau lebih yang biasanya berwarna putih, setelah mayat selesai dimandikan dan sebelum dishalatkan serta dikubur. Mengkafani mayat sebenarnya sudah cukup dengan satu lembar kain saja yang dapat menutup seluruh tubuh si mayat. Namun kalau memungkinkan, hendaknya mengkafani mayat ini dilakukan dengan sebaik-baiknya 51. Alat-alat perlu disiapkan untuk mengkafani mayat di antaranya adalah seperti berikut: a. Kain kafan kurang lebih 12 meter. b. Kapas secukupnya. c. Kapur barus yang telah dihaluskan. d. Kayu cendana yang telah dihaluskan. e. Sisir untuk menyisir rambut.



50 51



H. Zamakhsyari. Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah. 2019. Ibid.



f. Tempat tidur atau meja untuk membentangkan kain kafan yang sudah dipotong-potong52. Batas minimal mengkafani jenazah, baik laki-laki maupun perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh jenazah, sedangkan batas sempurna bagi jenazah lakilaki adalah 3 lapis kain kafan. Sementara, untuk jenazah perempuan adalah 5 lapis: terdiri 2 lapis kain kafan, ditambah kerudung, baju kurung dan kain 53.Mengkafani jenazah dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis kelaminnya. Rinciannya sebagai berikut. - Jenazah Laki-laki 1) Bentangkan kain kafan sehelai demi helai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus. 2) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian. 3) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, qubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas. 4) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti tersebut selembar demi selembar dengan cara yang lembut. 5) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan 3 (tiga) atau 5 (lima) ikatan. 6) Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tutuplah bagian kepalanya, dan bagian kakinya boleh terbuka, namun tutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika tidak ada kain kafan, kecuali sekadar menutup aurat, tutuplah dengan apa saja yang ada54. Jenazah Perempuan kain kafan untuk jenazah perempuan terdiri dari 5 (lima) lembar kain, urutannya sebagai berikut : 1) Lembar 1 untuk menutupi seluruh badan. 2) Lembar 2 sebagai kerudung kepala. 3) Lembar 3 sebagai baju kurung. 4) Lembar 4 menutup pinggang hingga kaki. 5) Lembar 5 menutup pinggul dan paha.



52



Ibid. Direktorat Pendidikan Agama Islam. Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. 2022. Hal 115. 54 Ibid. 53



Adapun tata cara mengkafani jenazah perempuan adalah sebagai berikut: a) Susun kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Lalu, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus. b) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas. c) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya. d) Pakaikan sarung, juga baju kurungnya. e) Rapikan rambutnya, lalu julurkan ke belakang. f) Pakaikan kerudung. g) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan ke dalam. h) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan55. 2.3. Menyalati Jenazah Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendoakan jenazah (mayat) seorang Muslim. Dalam berbagai haditsnya Nabi Muhammad Saw. memerintahkan kepada kita agar melakukan shalat jenazah ini jika di antara saudara kita yang Muslim meninggal dunia. Dari hadits-hadits itu jelaslah bahwa shalat jenazah itu sangat dianjurkan, meskipun anjuran untuk shalat jenazah ini tidak sampai wajib atau fardhu ‘ain. Hukum menshalatkan jenazah hanyalah fardhu kifayah. Untuk shalat jenazah, perlu diperhatikan syarat-syarat tertentu. Syarat ini berlaku di luar pelaksanaan shalat. Syarat-syaratnya seperti berikut: a. Syarat-syarat yang berlaku untuk shalat berlaku untuk shalat jenazah. b. Mayat terlebih dahulu harus dimandikan dan dikafani. c. Menaruh mayat hadir di muka orang yang menshalatkannya 56. Rukun Shalat Jenazah a. Berniat. b. Berdiri bagi yang mampu (kecuali bila ada udzurnya). c. Melakukan 4 kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud). d. Setelah takbir pertama, membaca Q.S. Al-Fatihah. e. Setelah takbir kedua, membaca shalawat Nabi Saw.



55 56



Ibid. Ibid.



f. Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk jenazah57. g. Salam setelah takbir keempat. Dari rukun shalat jenazah di atas, maka cara melakukan shalat jenazah dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Setelah memenuhi semua persyaratan untuk shalat, maka segeralah berdiri dan berniat untuk shalat jenazah dengan ikhlas semata-mata karena Allah. Jika jenazahnya perempuan, maka kata ‘hadzal mayyiti’ diganti dengan kata ‘hadzihil mayyitati’. Dan jika jenazahnya ghaib, maka ditambahkan setelah ‘hadzal mayyiti’ kata ‘ghaiban’ atau setelah ‘hadzihil mayyitati’ kata ‘ghaibatan’. 2. Setelah itu bertakbir dengan membaca Allahu Akbar. 3. Setelah takbir pertama lalu membaca surat al-Fatihah yang kemudian e. Setelah itu takbir yang ketiga dan membaca doa.disusul dengan takbir kedua. 4. Setelah takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw 5. Setelah itu takbir yang keempat dan membaca doa lagi 6. Setelah itu mengucapkan salam dua kali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pelaksanaan shalat jenazah di antaranya sebagai berikut: 1) Tempat berdirinya imam pada arah kepala mayat jika mayat itu laki-laki dan pada arah pantatnya (di tengah) jika perempuan. 2) Mayat yang jumlahnya lebih dari satu dapat dishalatkan bersama-sama sekaligus dengan meletakkan mayat laki-laki dekat imam dan mayat perempuan dekat arah kiblat. 3) Semakin banyak yang menshalatkan jenazah semakin besar terkabulnya permohonan ampun bagi si mayat. Nabi Saw. bersabda: “Tiada seorang laki-laki Muslim yang mati lalu berdiri menshalatkan jenazahnya empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan Allah kepada sesuatu, melainkan Allah menerima syafaat mereka kepada si mayat” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas). 4) Sebaiknya jamaah shalat disusun paling tidak menjadi tiga baris. 5) Mayat yang dishalatkan adalah mayat Muslim atau Muslimah selain yang mati syahid dan anak-anak.



57



Direktorat Pendidikan Agama Islam. Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. 2022. Hal 118.



6) Bagi yang tidak dapat menshalatkan jenazah dengan hadir, maka dapat menshalatkannya dengan ghaib. 7) Shalat jenazah dilakukan tanpa azan dan iqamah58. 2.4. Menguburkan Jenazah Mengubur jenazah merupakan prosesi terakhir dari perawatan jenazah. Hukumnya juga fardhu kifayah seperti tiga perawatan sebelumnya 59. Sunnah Menguburkan 1) Menyegerakan mengusung/membawa jenazah ke pemakaman, tanpa harus tergesa-gesa. 2) Pengiring tidak dibenarkan duduk, sebelum jenazah diletakkan. 3) Disunnahkan menggali kubur secara mendalam agar jasad jenazah terjaga dari jangkauan binatang buas, atau agar baunya tidak merebak keluar. 4) Lubang kubur yang dilengkapi liang lahat (jenazah muslim), bukan syaq (jenazah non muslim). Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya. 5) Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan, lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Tata Cara Menguburkan: Waktunya Menguburkan jenazah boleh kapan saja, namun ada 3 waktu yang sebaiknya dihindari, yakni: - Matahari baru saja terbit, tunggu sampai meninggi. - Matahari saat berada di tengah-tengah (saat panas terik yang menyengat/saat waktu dzuhur tiba), sampai condong ke barat. - Saat matahari hampir terbenam, hingga ia terbenam sempurna. Urutan dan tahapannya : 1) Jenazah diangkat untuk diletakkan di dalam kubur. Lakukan secara perlahan 2) Jenazah dimasukkan ke dalam kubur, dimulai dari kepala terlebih dahulu dan dilakukan lewat arah kaki. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat. 3) Di dalam liang lahat, jenazah diletakkan dalam posisi miring di atas lambung kanan bagian bawah, dan menghadap kiblat.



58 59



Dr. Marzuki, M.Ag. Perawatan jenazah. 2018. Ibid.



4) Pipi dan kaki jenazah supaya ditempelkan ke tanah dengan membuka kain kafannya. Begitu pula tali-tali pengikat dilepas. 5) Waktu menurunkan jenazah ke liang lahat, hendaknya membaca doa sebagai berikut Artinya: “Dengan (menyebut) nama Allah dan berdasarkan millah (ajaran, tuntunan) Rasulullah”. 6) Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahat, dan tali-temali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahat tersebut ditutup dengan papan kayu/bambu dari atasnya (agak menyamping). 7) Setelah itu, keluarga terdekat memulai menimbun kubur dengan memasukkan 3 genggaman tanah, yang dilanjutkan penimbunan sampai selesai. 8) Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal, sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya. 9) Kemudian ditaburi dengan bunga sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air yang harum dan wangi - Setelah selesai penguburan diakhiri dengan doa yang isinya, antara lain memohon: ampunan, rahmat, keselamatan, dan keteguhan (dalam menjawab beberapa pertanyaan dari malaikat Munkar dan Nakir). 10) Rasulullah Saw. mengingatkan agar tidak membuat bangunan di atas kuburan tersebut, seperti diberi semen, marmer atau batu pualam yang harganya mahal60.



60



Ibid.



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, tidak



ada yang mengetahui kapan dan dimana manusia akan menemui ajal, dalam keadaan baik atau buruk. Bila ajal telah tiba maka tidak ada yang bisa memajukan ataupun mengundurkannya. Kematian merupakan takdir yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi keharibaan Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup. Pengurusan jenazah termasuk Syari’at Islam yang perlu diketahui oleh seluruh umat Islam. Hal itu dimaksudkan agar dalam pengurusan jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Pengurusan jenazah termasuk salah satu kewajiban umat Islam yang termasuk dalam fardhu kifayah, artinya kewajiban yang kalau dikerjakan oleh sebagian umat Islam maka gugurlah kewajiban sebagian umat Islam lainnya. 3.2.



Saran Penulis menyadari bahwa makalah yang telah dibuat ini masih terdapat kekurangan.



Maka dari itu penulis sangat berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya, demi menyempurnakan kebermanfaatan dari makalah.



DAFTAR PUSTAKA Abdullah. (2011). Tata Cara Mengurus Jenazah. Islam House. Albānī, M. N. A. D. (1999). Tuntunan lengkap mengurus jenazah. Gema Insani. Direktorat Pendidikan Agama Islam. (2022). Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=2gXDJGlTn3UC&oi=fnd&pg=PA5&dq=je nazah&ots=hbnGj3SCyr&sig=l1xbcxmbIm2Q9kyiAizu3pZARtc&redir_esc=y#v=on epage&q=jenazah&f=false Marzuki. (2018). Perawatan jenazah. Universitas Negeri Yogyakarta. Sutomo. (2018). Buku Pengantar Fiqih Jenazah. Zamakhsyari. (2019). Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah. Universitas Dharmawangsa Medan. Pulungan, S., Sahliah, S., & Sarudin, S. (2020). Peningkatan Keterampilan Pengurusan Jenazah di MTs Ulumul Quran Medan. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 12(1), 25-35. Fadila, E., & Solihah, E. S. (2022). Perawatan, Persiapan dan Praktek Memandikan Jenazah pada Remaja Masjid Al-Ikhlas Griya Caraka Cirebon. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PKM), 5(5), 1374-1381.



MAKALAH PENGERTIAN, HUKUM, DAN HIKMAH ZAKAT Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Dosen Pengampu : Rosidi M. Pd.



Disusun Oleh:



Rieke Faristantya Azzahrah _216151035 Devi Sukmawati_216151051



TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA TAHUN 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat serta hidayah untuk dapat menyelesaikan makalah PENGERTIAN, HUKUM, DAN HIKMAH ZAKAT Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Pak Rosidi M., Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.



Sukoharjo, 2 November 2022



Penulis



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 1 C. TUJUAN .............................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2 A. PENGERTIAN ZAKAT ...................................................................... 2 B. HUKUM ZAKAT ................................................................................ 3 C. HIKMAH ZAKAT ............................................................................... 4-5 BAB III PENUTUP ......................................................................................... 6 A.



KESIMPULAN .................................................................................... 6



B.



SARAN ................................................................................................ 6



DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 7



iii



BAB I PENDAHULUAN a) LATAR BELAKANG Islam adalah agama yang syumuliah (universal) dimana segala aspek kehidupan di atur dalam Islam tanpa terkecuali aspek ekonomi. Dalam Islam, ekonomi mengandung dasardasar keutamaan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama serta menghilangkan ketimpangan antara si miskin dan si kaya. Kemiskinan memang selalu menjadi masalah yang tak kunjung usai dan Islam punya solusinya. Dalam pandangan Islam dikenal instrumen ekonomi yang memiliki tujuan untuk memberantas kemiskinan yaitu zakat. Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Sehingga zakat secara normatif merupakan suatu kewajiban mutlak yang dimiliki oleh setiap orang muslim. Oleh sebab itu, zakat menjadi salah satu landasan keimanan seorang muslim, dan zakat juga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas keislaman yang merupakan bentuk komitmen solidaritas seorang muslim dengan sesama muslim yang lain. Zakat juga merupakan suatu ibadah yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Selain itu, zakat juga memberi dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Bahwa dengan berzakat golongan kaya (muzakki) dapat menshodaqohkan / memberikan sebagian hartanya kepada golongan fakir miskin (mustahiq), maka terjadilah hubungan yang harmonis antara golongan kaya dan fakir miskin. Sehingga golongan fakir miskin dapat menjalan kegiatan ekonomi di kehidupannya. Zakat juga memiliki peran yang begitu luas. Salah satu peran yang dimiliki oleh zakat adalah peran terhadap pengurangan angka kemiskinan masyarakat. Dan zakat dikumpulkan kepada amil zakat yang selanjutnya dikelola dengan baik dan zakat akhirnya dizakatkan kepada mustahiq (fakir miskin). Dengan demikian, mustahiq diharapkan akan berubah statusnya menjadi muzakki. Sehingga angka kemiskinan di masyarakat dapat berkurang dengan adanya perubahan status mustahiq menjadi muzaki. b) RUMUSAN MASALAH 1. Apa Pengertian Zakat ? 2. Bagaimana Hukum-Hukum Berzakat ? 3. Apa Saja Hikmah-Hikmah Yang Di Dapat Setelah Berzakat?



c) TUJUAN PENULISAN 1. Untuk Mengetahui Pengertian Zakat. 2. Untuk Mengetahui Hukum Zakat. 3. Untuk Mengetahui Hikmah Apa Saja Yang Di Dapat Dari Berzakat.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Zakat Zakat dari segi bahasa mempunyai beberapa arti yaitu, Albarakatu (keberkahan), al nama (pertumbuhan dan perkembangan), aththaharotu (kesucian), dan as-sholahu (keberesan). Menurut Ibnu Mansur dalam kitab lisan al-arab yang dikutip oleh Yusuf qadarwiyarti dasar dari kata zakat dari sudut bahasa adalah suci tumbuh berkah dan terpuji. Sedangkan menurut istilah zakat adalah sebagai harta yang telah diwajibkan oleh Allah swt untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah dinyatakan dalam Alquran atau juga boleh diartikan dengan kadar tertentu atas harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang tertentu dengan lafadz zakat yang juga digunakan terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari orang yang telah dikenai kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Imam Malik dalam mendefinisikan zakat bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nisab atau batas kuantitas yang mewajibkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai haul bukan barang tambang dan barang pertanian. Menurut Mazhab Syafi'i zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tumbuh sesuai dengan cara khusus sedangkan mazhab Hambali mengatakan zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Makna keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat akan memberikan berkah kepada harta yang dimiliki. Zakat berarti pertumbuhan karena dengan memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, akan terjadilah suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu dalam kehidupan perekonomian di masyarakat. Zakat bermakna kesucian ataupun keberesan yang dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yang dengan sengaja atau tidak sengaja, termasuk ke dalam harta benda kita (Nasrullah, 2013, hlm 2). Pengertian zakat menurut ahli fiqih asy syaukani dalam kitab nailul authar zakat adalah memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nisab kepada orang fakir dan sebagainya yang menurut syarat tidak dilarang menerimanya.



Menurut imam zamakasyari dalam kitab Al faik yang dikutip oleh Yusuf qaradawi zakat dari segi istilah fiqih merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas, zakat merupakan mengeluarkan harta dari suatu harta untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. B. Hukum Zakat Sebagaimana telah diketahui sebagian lapisan masyarakat Islam, bahwa Zakat merupakan satu rukun dari rukun Islam yang kelima, satu fardhu dari fardhu-fardhu agama dan zakat wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang sudah memenuhi syarat-syarat wajibnya. Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, walaupun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Zakat sebagai salah satu rukun Islam, mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan hikmah zakat dalam meningkatkan martabat hidup manusia dalam masyarakat, perintah zakat selalu beriringan dengan shalat. Dasar-dasar atau landasan kewajiban mengeluarkan zakat disebutkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ Ulama sebagai berikut: •



Al-Qur’an a) Surat Al Baqarah; 43 ‫ي ََ ن‬ ُ َ‫اوتا َو ال َّز ةوك ََ َاو ْر ك‬ َّ َ‫ول‬ ْ ِ‫ع ْاو َم ََ ع ال ر كِ ع‬ ُ ‫ص ََ ة‬



‫ي او ُم ال‬ ْ ‫قََ َاو‬ ِ



Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” b) Surat At Taubah; 103 َ ‫ي م‬ ‫ي هِ ْم ِا َّن‬ َ ‫ي ع‬ ْ ‫ع ِل‬ ْ ‫س ِم‬ َ ‫ََ تول‬ ْ ‫ص َِ ل ََ ل َع‬ َ ‫َْ م َِب اهَ َو‬ َ ‫س كَ ن َِّ ََ ل هُ َْ م َو َِّ َ َُ ال ِّل‬ َ َ‫ص ك‬ َ ‫ص ََ قدَ ة َُ ت‬ ُ ْ‫ذ‬ ‫ي ِه‬ ‫خ ِم ْن ََ ا ْم َاو ِل َْ ِه م‬ ْ ‫تو زَ َِ ك‬ َ َ َُ ‫ط َِ َُ ه هُر ْم‬



Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.







As Sunnah



Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas r.a:



ْ ‫ع‬ ْ ‫قف ََ ل‬ ‫ش اهَ د َ َِة ََ أ َْ ن َل ََ ِل ََ ه‬ َ ‫ض ََ ي َِّ ََ َُ ال ِّل‬ ِ ‫ا َر‬ َ ‫ىل‬ ِ َ ‫َدا عُ هُ ْم‬: َ َ ‫ن ا‬، ‫هن َُ ىَ ِل ََ يال ََ َِم‬ ‫ي‬ َ ََ َّ ‫لص َاو ت يفِ َُ ك َِ ل ََ أ َِّ ََ ن نَّال َِب‬ ْ ‫كَ ََ أَف‬، ‫او ذَ ِل ِل‬ ‫س‬ ‫تف َر‬ ْ ََ ‫ع ِل ْم ه ُ ْم َِّ ََ ََ أ ن اللِّ َِّ ََ ََ ََ ق ِد ا‬ ْ ‫ََ ض ََ ل َع‬ َ ‫ي ِه َْ م َخ ْم‬ ْ ‫ؤْ َخ َُ ذ ِم َْ ن ََ أ‬ ‫ال ِِّل َِإَف ْن َْهُ م ََ ََ أ َُ عاط‬، ََ َِّ ‫ُال ِّلَِّ ََ َِن ََأو ي سُ َر َُ و ل‬، ‫ئ هِ َْ م ِإ َِّ ََ ل‬ ِ ‫اي‬ َ ‫غ ِن‬ ْ ‫ََ أَف‬ ‫ص ََ قدَ ة يفِ ََ أ ْم َِ َاو ل هِ ْم َُ ت‬ ‫ي َْ ِه م‬ ْ ََ ََ ‫ع َْ ِل م هُ ْم ََ أ َّن َِّ ََ ََ ال ِّل ا‬ َ ْ ‫تف ََ ر ض َل َع‬ َ ‫إف َْ ن هُ َْ م ََ أ ا‬ ‫ك‬، ‫ع َِذَ ِل ََ ل‬ ُ ‫ط او‬ َ َِ ‫ة‬، ‫ََ ي ْو م َل َو َل ْي‬ ‫عب ََ ث ُم ذاَع‬ َ ََ ََ‫ي ِه ََ َو َِّ ََ لس م‬ ْ ‫َّلص الل َُ ََ ل َع‬ َ ‫ى‬



‫ئ هِ َْ م‬ ِ ‫ار‬ َ ‫تو َر د َىل َع ََ قُف‬ َ َُ Artinya: “Sesungguhnya Nabi ‫ ﷺ‬mengutus Mu’adz radhiallahu ‘anhu ke Yaman, maka beliau bersabda, ‘Serulah mereka untuk bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Jika mereka taat kepada perintah itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan bagi mereka shalat lima waktu setiap hari dan malam. Jika mereka taat dengan perintah itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk menunaikan zakat harta mereka, diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada para fakir di antara mereka’.” • Ijma' ulama Ulama baik salaf (tradisional) maupun khalaf (modern) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam. Selain menggunakan kedua sumber utama dalam Islam yaitu al- Qur’an dan al-Hadits, juga menggunakan dalil yang berupa ijma’ yaitu kesepakatansemua (ulama) umat bahwa zakat adalah wajib, bahkan para sahabat nabi sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. C. Hikmah Zakat Dari berbagai hikmah zakat menurut para ulama’, maka dapat dibagi menjadi tiga macam atau aspek, yaitu diniyyah, khuluqiyyah, dan ijtimaiyyah. Yaitu: •



Faidah diniyyah (segi agama) a) Berzakat menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat



b) Sarana bagi hamba untuk taqarrub



(mendekatkan diri) kepada Allah, akan



menambah keimanan karena keberadaanya yang memuat beberapa macam ketaatan. c) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana dalam firman Allah swt: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. d) Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah saw. •



Faidah Khuluqiyyah (segi Akhlak)



Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek khuluqiyyah adalah: a) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran, dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat. b) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya. c) Merupakan realita bahwa menyumbang sesuatu raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya. d) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak. •



Faidah Ijtimaiyyah (segi Sosial Kemasyarakatan)



Adapun hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek ijtimaiyyah ini adalah: a) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar Negara di dunia. b) Memberikan support kekuatan bagi kaum muslmin dan mengangkat eksistensi mereka. Hal ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah. c) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin karena masyarakat bawah akan mudah tersulut rasa benci



dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta.



BAB III PENUTUPAN



A. KESIMPULAN Dari beberapa pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa zakat merupakan mengeluarkan harta dari suatu harta untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, sebagaimana telah diketahui sebagian lapisan masyarakat Islam, bahwa Zakat merupakan satu rukun dari rukun Islam yang kelima, satu fardhu dari fardhu-fardhu agama dan wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang sudah memenuhi syarat-syarat wajibnya. Zakat sebagai salah satu rukun Islam, mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan hikmah zakat dalam meningkatkan martabat hidup manusia dalam masyarakat, perintah zakat selalu beriringan dengan shalat. B. SARAN Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan, kesalahan, kekhilafan, bahkan ketidak tahuan dalam menjadikan maklah ini siap di sajikan, pun penulis pun sadar bawa penulis juga sebatas manusia yang tak luput dari kata salah, lupa, dan dosa. Sehingga penulis sangat memohon kepada pembaca, appabila terdapat suatu kesalahan, baik dalam penyusunan, penulisan, maupun pembahasan di dalam maklah ini penulis dengan seikhlas mungkin menerima teguran, kritik, dan saran dari pembaca. Dan semoga dari maklah ini baik penulis, maupun pembaca mendapatkan pengetahuan baru yang insyaallah bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA



Bastiar , Yandi Dan Syamsul Bahri Efri.,2019. “Model Pengkuran Kinerja Lembaga Zakat di Indonesia” ZISWAF; Jurnal Zakat dan Wakaf ( 2019, Vol. 6 No. 1). Ridlo, Ali .,2014. “ZAKAT DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM “. Jurnal Al-‘Adl Vol. 7 No. 1, Januari 2014 . HR. Bukhari No. 1395 dan Muslim No. 19. Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002),7. Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 34. Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 1001 Masalah dan Solusinya (Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat, 2003), 2. Wahbah Al Zuhayly, Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuh (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995), 83-85 Muhammad Ali bin Muhammad Asy Saukani, Nailul Authar (Semarang: CV. Asy Syifa, 1994), IV: 275. Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 34. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), 38. Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari (Jakarta: Gema Insani, 2006), 24. QS. Al-Baqarah (2): 43 QS. At-Taubah (9): 103 Muhammad, Nailul Authar (Semarang: CV. Asy Syifa, 1994), IV:12. Wahbah Al Zuhayly, Al Fiqh Al Islami Adillatuh (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995), 90.



MAKALAH



HARTA YANG DIZAKATI, MUSTAHIQ, DAN MACAM-MACAMNYA Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Dosen Pengampu: Rosidi, M. Pd.



Disusun Oleh: 1. Nahrin Indriani



(216151029)



2. Anggun Zahrotun R.



(216151052)



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022 KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Harta Yang Dizakati, Mustahiq, dan MacamMacamnya” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan juga bagi penyusun. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, M. Pd. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Kami sebagai penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.



Sukoharjo, 13 November 2022 Hormat kami,



Penyusun



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i



KATA PENGANTAR................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1 C. Tujuan Makalah................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 2 A. Harta yang Dizakati ........................................................................... 2 B. Mustahiq dan Macam-Macamnya ...................................................... 7 BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13 A. Kesimpulan ....................................................................................... 13 B. Saran ................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu bagian dari rukun Islam. Hukum zakat sendiri adalah fardhu ‘ain, yaitu kewajiban yang ditetapkan untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, meskipun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan oleh orang lain. Di dalam pembahasan zakat sendiri terdapat beberapa hal yang perlu diketahui dan dipahami, antara lain yaitu mengenai harta yang dizakati dan macam-macamnya. Selain itu, yang perlu diketahui juga adalah mengenai orang-orang yang berhak menerima zakat atau yang biasa dikenal dengan sebutan mustahiq zakat. Hal ini perlu sekali untuk kita ketahui dan pahami, agar kita menjadi lebih tahu dan paham mengenai hal-hal apa saja yang terdapat di dalam zakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah: 1. Bagaimana maksud harta yang dizakati dan macam-macamnya? 2. Bagaimana maksud mustahiq dan macam-macamnya? C. Tujuan Makalah Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini: 1. Menjelaskan maksud harta yang dizakati dan macam-macamnya. 2. Menjelaskan maksud mustahiq dan macam-macamnya.



BAB II PEMBAHASAN A. Harta yang Dizakati Menurut Al-Jaziri, para ulama mazhab empat mengatakan bahwa terdapat lima macam harta yang wajib dizakatkan, antara lain: 1. Binatang ternak, yaitu meliputi unta, sapi, kerbau, kambing atau domba. 2. Emas dan perak. 3. Perdagangan. 4. Pertambangan dan harta temuan. 5. Pertanian. Ibnu Rusyd, menyebutkan terdapat empat jenis harta yang wajib dizakati, yaitu: 1. Barang tambang, seperti emas dan perak yang tidak menjadi perhiasan. 2. Hewan ternak yang tidak dipekerjakan, seperti unta, lembu, dan kambing. 3. Biji-bijian, seperti gandum. 4. Buah-buahan, seperti kurma.61 Secara garis besar, harta zakat itu dikelompokkan menjadi dua, yaitu hasil pendapatan dan segala sesuatu yang tumbuh dan keluar dari bumi. Hasil ini dapat ditemukan dalam firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 267.



61



Asnain,. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. (Bengkulu: Pustaka Pelajar: 2008), hal. 35.



Disamping itu, terdapat pula beberapa harta yang wajib dizakati, antara lain: D. Emas dan Perak Emas dan perak ini wajib dizakatkan karena adanya ancaman Allah terhadap orang yang tidak mau menzakatkan keduanya. Sebagaimana dalam firman Allah surah At-Taubah ayat 34, yang artinya “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Nishab emas adalah seberat 85 gram, dan akatnya adalah 2,5% Semetara nishab perak adalah seberat 200 dirham atau 672 gram perak murni, zakatnya adalah 5 dirham atau 2,5 % (Hasbiyallah, 2013: 254). E. Hewan Ternak Hewan ternak yang disebutkan dalam hadits Nabi hanyalah 3 macam, yaitu unta, sapi atau kerbau, dan kambing/domba. Ukuran nisabnya memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. 1. Unta Kewajiban zakat unta telah dijelaskan oleh Nabi dalam hadisnya dari Anas r.a. menurut riwayat Al-Bukhari, yaitu:



Meskipun unta sangat jarang ditemukan di Indonesia, akan tetapi kita perlu mengetahui nishab dari unta, jika sewaktu-waktu kita memilikinya. Nishab unta yaitu sebagai berikut:62 a. 5-9 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor kambing umur 1 tahun lebih. b. 10-14 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 2 ekor kambing umur 1 tahun lebih. c. 15-19 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 3 ekor kambing umur 1 tahun lebih. d. 20-24 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 4 ekor kambing umur 1 tahun lebih. e. 25-35 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 1 tahun lebih. f. 36-45 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 2 tahun lebih. g. 46-60 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 3 tahun lebih. h. 61-75 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 4 tahun lebih. i.



76-90 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 2 ekor unta umur 2 tahun lebih.



j.



91-120 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 2 ekor unta umur 3 tahun lebih.



k. 120 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 3 ekor unta umur 2 tahun lebih. 2. Sapi atau Kerbau Kewajiban zakat atas sapi merupakan ketetapan nash dan ijma para ulama. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah bersabda:



62



Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 257.



Selain itu, untuk penjelasan mengenai ketentuan mengeluarkan zakat sapi atau kerbau, juga dijelaskan dalam sebuah sabda Rasulullah SAW: “Menilik hadits Muadz bin Jabl ketika diutus ke negeri Yaman, bahwa ia diperintah untuk memungut dari tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur satu tahun, dan tiap 40 ekor sapi seekor anak sapi yang berumur dua tahun.” (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Tirmidzi). Berdasarkan hadits ini, dijelaskan bahwasanya setiap orang yang memiliki 30 ekor sapi atau kerbau, wajib mengeluarkan zakat seekor sapi atau anak kerbau yang berumur 1 tahun, dan setiap 40 ekor dikenai zakat 1 ekor anak sapi/kerbau yang berumur dua tahun. 63 3. Kambing atau domba Apabila jumlah kambing kambing mencapai empat puluh ekor, baik domba maupun kambing biasa, maka zakatnya adalah satu ekor domba yang berumur enam bulan atau kambing biasa yang berumur satu tahun. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Pada suatu hari, salah seorang kepercayaan Rasulullah datang kepada kami dan ia berkata, kami diperintahkan untuk mengambil satu ekor domba betina yang berumur enam bulan dan kambing biasa yang berumur satu tahun." Selain itu, juga terdapat penjelasan bahwa nishab kambing/domba mulai dari jumlah 40 ekor sampai dengan 120 ekor, dimana zakat yang wajib dikeluarkan yaitu 1 ekor kambing/domba. Wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2 ekor kambing, apabila mulai 121 ekor hingga 200 ekor. Selebihnya, yaitu di atas 300 ekor, maka setiap penambahan 100 ekor dikenai 1 ekor kambing.64 F. Hasil Pertanian Tanaman Pangan 63



Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 255.



64



Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 256.



Maksud dari hasil pertanian disini yaitu hasil pertanian, baik berupa buahbuahan atau umbi-umbian yang menjadi makanan pokok bagi manusia. Dengan kata lain, segala macam hasil tanaman seperti padi, gandum, jagung, kentang, dan sebangsanya yang sifatnya menjadi bahan makanan pokok bagi penduduk suatu negara adalah wajib dizakati. Zakat hasil tanaman ini berbeda dengan zakat harta (maal) lainnya, karena zakat hasil tanaman tidak harus dikeluarkan dengan menunggu haul (satu tahun), melainkan setiap kali panen. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 267.



Untuk hasil pertanian, kewajiban mengeluarkan zakat adalah pada saat waktu panen. Jadi, tidak perlu menunggu sampai satu haul. Mengenai ukuran nisabnya yaitu satu wasaq sama dengan 60 sha’, sedangkan satu sha’ sama dengan 2,5 kg atau 3,1 liter. Maka, nisabnya adalah seukuran dengan 750 kg atau 930 liter. 65 G. Harta Perniagaan Maksud dari harta perniagaan ialah segala sesuatu yang dipersiapkan untuk diperjualbelikan. Tidak termasuk yang dipakai dan alat-alat keperluan perniagaan yang tidak dijadikan bahan dagangan. Harta perniagaan ini adalah harta keuntungan dari perdagangan. Nisab harta perniagaan sama halnya dengan nisab emas, yaitu 85 gram. Zakat yang harus dikeluarkannya adalah 2, 5 %. Tentang zakat harta perniagaan ini tidak dapat kita jumpai satu nash pun, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits. Akan tetapi, jumhur ulama sepakat bahwa harta perniagaan harus dikeluarkan zakatnya. H. Harta Rikaz dan Barang Tambang



65



Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),



hal. 45.



Rikaz adalah harta temuan berupa barang-barang berharga, seperti emas dan perak. Jika kita menemukan harta ini, kita wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 20%. Sedangkan, hasil tambang adalah sesuatu yang dihasilkan dari kekayaan alam ini, seperti emas, perak, dan hasil tambak ikan. Nishabnya sama dengan nishab emas atau perak, dan zakatnya adalah sebesar 20%. 66 B. Mustahiq dan Macam-Macamnya Mustahiq adalah orang yang berhak menerima zakat. Mustahiq ini merupakan bagian dari unsur-unsur pokok pelaksanaan zakat. Antara muzakki dan mustahiq mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena tanpa adanya salah satu dari keduanya, maka zakat tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, keduanya memiliki peran, kewajiban, dan hak yang saling melengkapi untuk menyeimbangkan kehidupan beragama maupun kehidupan sosial. Dalam surat At-Taubah ayat 60, terdapat 8 kelompok orang yang berhak menerima zakat dan sering disebut dengan ashnaf tsamaniyah atau kelompok/golongan delapan. Antara lain yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, dan ibnu sabil.67



66



Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 259.



67



Eka Tri & Chintya Aprina. (2017). Pembagian Zakat Fitrah Kepada Mustahiq: Studi



Komparatif Ketentuan Ashnaf Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syarifah: 8(2). 157-158.



Ayat di atas menggunakan kata “innama” sebagai huruf hasr (pembatasan), makna zahir yang dikehendaki adalah membatasi mustahiq zakat, sehingga orang-orang yang tidak termasuk dalam kategori ini, tidak berhak menerima zakat.68 Di antara macam-macam mustahiq yaitu: 1. Fakir Merupakan orang yang tidak memiliki harta untuk menunjang kehidupan dasarnya. Kefakiran orang tersebut disebabkan ketidakmampuannya untuk mencari nafkah, karena disebabkan oleh fisiknya yang tidak mampu. 69 Adapun menurut jumhur ulama, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok lainnya. Baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. 2. Miskin Merupakan orang yang tidak memiliki harta untuk keberlangsungan hidupnya. Namun, ia mampu berusaha mencari nafkah, hanya saja penghasilannya tidak mencukupi



bagi kehidupan dasarnya untuk kehidupannya sendiri atau



keluarganya. 70 Para amil zakat berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka, dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah yang pantas, walaupun mereka orang fakir. Hal ini dengan penekanan, agar total gaji para amil dan biaya administrasi tidak lebih dari seperdelapan zakat (13, 5%). Termasuk ada yang perlu diperhatikan juga, bahwa tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya, gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran pemerintah. Sehingga, uang zakat dapat disalurkan kepada orang yang menerima zakat (mustahiq) lainnya. 71 3. Amil 68



Andi Suryadi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para



Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 3. 69



Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),



hal. 48. 70



Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),



hal. 49. 71



Andi Suryadi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para



Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 5.



Merupakan orang yang ditunjuk oleh penguasa yang sah untuk mengurus zakat, baik mengumpulkan, memelihara, membagi dan mendayagunakannya serta petugas lain yang ada hubungannya dengan pengurusan zakat. 4. Muallaf Merupakan orang-orang yang masih lemah hatinya seperti yang baru masuk Islam, mereka diberi zakat, agar supaya menjadi kuat hatinya tetap memeluk agama Islam. 72



Muallaf adalah mereka yang diberikan harta zakat dalam rangka



mendorong untuk masuk Islam, mengokohkan keislamannya, atau agar condong dan berpihak kepada Islam untuk menolak keburukan terhadap kaum muslimin. Selain itu, juga mengharapkan manfaat dan bantuan mereka dalam membela kaum muslimin, atau mereka dapat menolong kaum muslimin dari musuh. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Umrotul Khasanah dalam Andi Suryadi (2018: 6), bahwa yang dimaksud muallaf di sini ada 4 macam, yaitu: 73 a. Muallaf muslim adalah orang yang sudah masuk Islam, tetapi niatnya atau imannya masih lemah, maka diperkuat dengan diberikan zakat. b. Orang-orang yang masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia terkemuka di kalangan kaumnya, maka dia diberi zakat dengan harapan kawankawannya akan tertarik untuk masuk Islam. c. Muallaf yang dapat membendung



kejahatan orang kaum kafir



disampingnya. d. Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang membangkang membayar zakat. 5. Riqab Secara arti kata riqab berarti perbudakan. Riqab merupakan hamba (budak) yang akan dimerdekakan oleh tuannya. 6. Gharimin Merupakan orang-orang yang dililit oleh hutang dan tidak mampu melepaskan dirinya dari jeratan hutang tersebut, kecuali dengan bantuan dari luar. Orang 72



Eka Tri & Chintya Aprina. (2017). Pembagian Zakat Fitrah Kepada Mustahiq: Studi



Komparatif Ketentuan Ashnaf Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syarifah: 8(2). 158. 73



Andi Suryadi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para



Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 6.



berhutang yang berhak menerima zakat adalah orang-orang dalam golongan berikut:74 a. Beragama Islam. b. Hutang bukan karena untuk maksiat. c. Tidak memiliki harta benda lagi untuk membayar hutang. d. Tidak mampu mencari penghasilan lagi. e. Bukan keturunan Bani Hasyim (keturunan kerabat Rasulullah SAW). f. Gharim bukan termasuk dalam tanggungan muzakki. 7. Sabilillah Merupakan orang yang sukarela berperang di jalan Allah dengan tidak memandang upah ataupun pangkat dan lainnya, perjuangannya semata-mata hanya karena Allah. Dalam kitab Fighuz Zakah, Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyebutkan bahwa ashnaf fi sabilillah, selain jihad secara fisik, juga termasuk di antaranya adalah: a. Membangun pusat-pusat dakwah yang menunjang program dakwah Islam di wilayah minoritas, dan menyampaikan risalah Islam kepada non muslim di berbagai benua. b. Membangun pusat-pusat dakwah di negeri Islam sendiri yang membimbing para pemuda Islam kepada ajaran Islam yang benar. c. Menerbitkan dan menyebarkan tulisan tentang Islam untuk mengantisipasi tulisan yang menyerang Islam. d. Membantu para da’i Islam yang menghadapi kekuatan yang memusuhi Islam. e. Membantu biaya pendidikan sekolah Islam yang akan melahirkan para pembela Islam dan generasi Islam yang baik atau biaya pendidikan seorang calon kader dakwah/da’i yang hidupnya untuk berjuang di jalan Allah. 8. Ibnu Sabil Merupakan orang-orang yang bepergian jauh (musafir) yang bukan untuk pekerjaan maksiat, kehabisan bekal dalam tengah perjalanan dan tidak mampu



74



Tim Divisi Kepatuhan dan Kajian Dampak LAZ Al-Azhar, Panduan Zakat Lembaga Amil



Zakat Al-Azhar (Jakarta: 2017), hal. 11.



meneruskan perjalanannya kecuali dengan bantuan dari luar. 75 Yusuf Al-Qardawi juga berpendapat bahwa ibnu sabil dalam kaitannya dengan zakat adalah seluruh bentuk perjalanan yang dilakukan untuk kemaslahatan umum yang manfaatnya kembali kepada agama Islam maupun orang-orang beragama Islam. Menurut ulama fiqih, Ibnu sabil yang berhak menerima zakat harus memenuhi syarat, antara lain yaitu: a. Dalam keadaan membutuhkan. b. Bukan perjalanan maksiat.



75



Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),



hal. 59.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas mengenai harta yang dizakati, mustahiq dan macamnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam harta yang dizakati, antara lain yaitu emas dan perak, hewan ternak, hasil pertanian tanaman pangan, harta perniagaan, harta rikaz dan barang temuan. Masing-masing macam harta tersebut memiliki ukuran atau ketentuannya masing-masing. Dalam zakat pun terdapat beberapa orang yang berhak menerima zakat atau biasa disebut sebagai mustahiq zakat. Terdapat delapan macam Mustahiq zakat. Hal ini juga dijelaskan di dalam firman Allah qur’an surah At-Taubah ayat 60. Diantara mustahiq zakat tersebut yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, dan ibnu sabil. B. Saran Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, terutama yang ada kaitannya dengan penulisan dalam ungkapan kalimat-kalimat yang kurang sempurna dalam makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga yang termaktub dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan barakah bagi para pembaca dan juga semoga dapat memberikan tambahan kontribusi khazanah keilmuan pada bidang pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA Asnaini. (2008). Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Bengkulu: Pustaka Pelajar. Hasbiyallah. (2013). Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syarifuddin, Amir. (2010). Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.



Tri, Eka & Aprina Chintya. (2017). Pembagian Zakat Fitrah Kepada Mustahiq: Studi Komparatif Ketentuan Ashnaf Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syarifah: 8(2). 157-158. Suryadi, Andi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 3-6. Tim Divisi Kepatuhan dan Kajian Dampak LAZ Al-Azhar. (2017). Panduan Zakat Lembaga Amil Zakat Al-Azhar. Jakarta.



MAKALAH PENGERTIAN, HUKUM, DAN HIKMAH PUASA Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Dosen Pengampu : Rosidi, S. Pd. I., M. Pd.



Disusun Oleh: Fajar Anggarista Saputra (196151085) Ahmad Sidqon Muafi



(216151041)



KELAS 3B PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022/2023



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga makalah yang berjudul Pengertian, Hukum, dan Hikmah Puasa dapat diselesaikan tepat waktu. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih dengan memberikan gambaran mengenai pengertian, hukum, dan hikmah puasa serta menambah pengetahuan bagi pembacanya. Melalui makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak Rosidi, S. Pd. I., M. Pd. selaku pengampu Mata kuliah Fikih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Akan tetapi, penulis telah bersungguh-sungguh dalam menyusun makalah ini. Keterbatasan ilmu yang penulis miliki menyebabkan makalah ini masih terdapat kesalahan, baik dari substansi, bahasa, dan lainnya. Berhubung dengan hal ini, penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna perbaikan makalah ini. Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, khususnya dalam memahami pengertian, hukum, dan hikmah dari puasa.



Kartasura, 20 September 2022



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i



BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1 1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3 2.1 Pengertian Puasa................................................................................................... 3 2.2 Hukum Puasa ........................................................................................................ 4 2.3 Hikmah Puasa ....................................................................................................... 6 BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 9 3.2 Saran ...................................................................................................................... 9 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, puasa merupakan suatu bukti seseorang bahwa ia cinta kepada Allah SWT. Seseorang yang cinta kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya akan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Begitu juga dengan puasa, seseorang yang menjalankan puasa merupakan seseorang yang benar-benar cinta kepada Allah SWT. dan Rasul-nya. Dengan catatan, puasa tersebut dijalankan untuk mencari ridha-Nya. Ibadah puasa mempunyai kedudukan yang luar biasa dibandingkan ibadah lainnya. Semua ibadah tertuju untuk diri sendiri, kecuali ibadah puasa. Ibadah puasa tertuju hanya untuk Allah SWT., dan Dialah yang memberikan ganjaran. Karena puasa mempunyai kedudukan yang luar biasa, banyak makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Jika kita gali lebih mendalam, terdapat hikmah dan fadhilah luar biasa yang terdapat dalam ibadah puasa, hingga kebanyakan ulama yang mengungkapkan bahwa di dalam puasa dan ibadah yang melingkupinya, terdapat banyak sekali hikmahnya. 76 Bukan hanya memberikan manfaat terhadap rohani, puasa juga memberikan fadhilah yang amat agung terhadap kesehatan badan. Dunia kedokteran mengakui kehebatan yang terdapat dalam ibadah puasa. Puasa digunakan sebagai metode pengobatan. Namun, kebanyakan orang memahami ibadah puasa dapat menyusahkan diri dan fisik serta membuang-buang waktu. Orang awam menganggap ibadah puasa hanya sebagai media untuk melemahkan diri, mengurangi produktivitas, menghambat kemajuan, atau membuat malas. Anggapan seperti itu merupakan anggapan orang yang tidak memahami esensi puasa. Padahal puasa membawa manfaat bagi orang yang melakukannya, baik secara jasmani maupun rohani.



76



Fakhrizal Idris, Panduan Puasa, 2019, hlm. xxi.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa rumusan dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan puasa? 2. Bagaimana hukum puasa? 3. Apa saja hikmah puasa?



1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, bahwa tujuan dari makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian puasa. 2. Untuk mengetahui dan memahami hukum puasa. 3. Untuk mengetahui dan memahami hikmah puasa.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Puasa Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa Arab, yaitu shaum,yang mempunyai arti dasar imsak ‘an al-kalam wa al-kaff ala syaiin yang artinya “menahan sesuatu” atau “meninggalkannya”, dan “tidak melakukannya”. Dengan kata lain, puasa menurut bahasa yaitu “menahan diri dari segala sesuatu atau meninggalkan segala sesuatu”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian puasa menurut bahasa adalah menahan diri dan menjauhi dari segala sesuatu yang bisa membatalkan secara mutlak. Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan bersenang-senang dengan istri, mulai dari waktu fajar hingga waktu maghrib, karena mengharap akan ridha Allah SWT. dan untuk menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya. Dengan kata lain, yang dimaksud puasa menurut istilah adalah menahan diri dari aktivitas makan, minum, dan mendekati perempuan mulai dari terbitnya fajar sampai dengan waktu maghrib dengan penuh keikhlasan kepada Allah,serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat. Lebih lengkapnya, pengertian puasa menurut istilah ini adalah menahan diri dari dari segala sesuatu yang dianggap dapat membatalkan, yaitu sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat puasa, oleh orang muslim yang berakal dan tidak sedang mengalami haid atau nifas. Kemudian para ulama berpendapat mengenai apa itu pengertian puasa, diantaranya sebagai berikut:77 1) Menurut Abu Bakar Jabir el Juzairi, puasa adalah tidak makan, tidak minum, tidak menggauli istri dan menjauhi diri dari segala rupa yang boleh dimakan semenjak fajar sampai terbenamnya matahari. 2) Menurut Abbas Arfan, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum dan hal yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari.



77



Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, 2016.



Dari pendapat ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa puasa adalah menahan diri dari makan, minum, syahwat, dan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.



2.2 Hukum Puasa Puasa dari segi hukumnya terbagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut: 1) Puasa yang diwajibkan Puasa yang diwajibkan adalah puasa yang harus dilaksanakan oleh semua umat Islam. Apabila umat islam melaksanakannya maka akan mendapatkan pahala. Begitu pula sebaliknya, apabila tidak melaksanakannya maka akan mendapat dosa. Berikut macammacam dari puasa yang diwajibkan, yaitu: a. Puasa Ramadhan Puasa ramadhan merupakan diantara salah satu kelima rukun Islam yang diwajibkan oleh Allah SWT. pada tahun kedua hijriah. Dalam sejarahnya ibadah puasa ini bukan lagi ketentuan baru yang ditemukan dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, akan tetapi ibadah ini sudah diwajibkan pula pada zaman nabi-nabi allah swt sebelum Nabi Muhammad saw seperti Nabi Nuh, Dawud, Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Yusuf, Musa dan Isa ‘alaihimus-salam. b. Puasa kifarat atau puasa denda Puasa kifarat atau puasa denda adalah puasa yang dilakukan untuk menggantikan atau denda atas pelanggaran berhukum wajib contohnya tidak melaksanakan puasa. Puasa ini bertujuan untuk menghapus dosa yang telah dilakukan. c. Puasa Nadzar. Puasa nadzar adalah puasa wajib yang difardhukan sendiri oleh seorang muslim atas dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puasa nadzar wajib ditunaikan menurut nadzar yang dinadzarkannya. Barangsiapa bernadzar berpuasa sehari atau beberapa hari baik secara berurutan atau tidak, wajiblah ditunaikan



sebagaimana yang telah dinadzarkannya itu selama nadzar itu tidak jatuh pada hari-hari yang diharamkan puasa. d. Puasa Qadha Ramadhan Puasa qadla adalah puasa yang wajib ditunaikan dengan sebab berbuka dalam bulan Ramadlan karena ada udzur yang diperbolehkan oleh syara’ seperti safar, sakit, atau disebabkan haid dan nifas atau dengan sebab yang lain. 2) Puasa yang disunnahkan Puasa yang disunnahkan adalah puasa yang dianjurkan oleh nabi Muhammad SAW melalui haditsnya baik berupa hadits qauliyah (ucapan), fi’liyah (perbuatan) maupun taqririyah. Adapun contoh puasa sunnah, yaitu; puasa enam hari bulan syawal, puasa senin-kamis, puasa hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah), puasa putih (puasa tanggal 13, 14, dan 15 bulan Qamariyah), puasa bulan Muharram (9 dan 10 Muharram), puasa Sya’ban dan puasa Daud.78 3) Puasa yang diharamkan Puasa yang diharamkan adalah puasa yang tentunya dilarang dilaksanakan. contohnya yaitu: a. Puasa pada dua hari raya Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha, dan tidak sedikit ulama yang mengutip adanya ijma’ tentang keharaman berpuasa pada kedua hari itu. b. Puasa pada hari-hari tasyrik Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya harihari ini (hari Tasyriq) adalah hari makan dan minum, tidak boleh seseorang berpuasa pada hari-hari (ini)” (HR. Ahmad (567); dari sahabat Ali bin Abi Thalib



78



Luluk Khozinatin, Keutamaan Puasa Sunnah dalam Perspektif Hadis (Kajian Tematik), 2017, hlm. 36-40.



Radhiyallahu Anhu, dan dishahihkan oleh Syeikh Syu’aib Arnauth) c. Menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa dua hari atau satu hari (Yaumu Syak) Nabi Muhammad Saw melarang menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali bila hari itu bertepatan dengan kebiasaan puasa seseorang, misalnya ia biasa berpuasa sehari dan berbuka sehari, atau ia biasa berpuasa Senin dan Kamis, atau lainnya. d. Mengkhususkan puasa pada hari Jum’at Menghususkan berpuasa pada hari Jumat adalah terlarang, namun jika dilakukan tanpa mengkhususkan hari itu saja, tapi dilakukan pula sebelum atau setelahnya, atau hari itu bertepatan dengan jadwal puasanya, seperti kebiasaanya berpuasa sehari dan berbuka sehari lalu hari Jumat bertepatan dengan hari puasanya, maka itu tidak mengapa. e. Puasa sunnah yang dilakukan istri sedang suaminya ada di rumah tanpa seizinnya tidak dibolehkan seorang istri berpuasa sunnah sedangkan suaminya berada di rumah kecuali dengan seizinnya. 4) Puasa yang dimakruhkan a. Puasa seumur hidup (puasa Abad)



Para ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa seumur hidup. Mayoritas ulama (Malikiyah, syafi’iyah dan Hanabilah) berpendapat tidak mempermasalahkan hal tersebut asalkan seseorang tidak berpuasa pada hari-hari yang terlarang seperti dua hari raya dan hari-hari tasyriq, tidak dikhawatirkan merugikan suami dan tidak pula mengabaikan haknya. b. Puasa hari Nairuz dan hari-hari sejenisnya dari hari raya kaum musyrik Makruh mengkhususkan hari Nairuz dan hari raya kaum Musyrik lainnya dengan puasa, karena



itu



adalah



hari-hari



yang



diagungkan



oleh



kafir



sehingga



mengkhususkannya dengan puasa tanpa hari-hari yang lain menyerupai mereka



dalam mengagungkannya. Namun jika secara kebetulan hari itu bersamaan dengan kebiasaan puasa seseorang maka tidak dimakruhkan.. 2.3 Hikmah Puasa Dibalik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, tentunya ada hikmah dan manfaat dibaliknya. Hanya saja hikmah tersebut terkadang dapat diketahui dan juga terkadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa yang pasti banyak mengandung hikmah didalamnya. Berikut merupakan hikmah ataupun keutamaan ibadah puasa: 79 a) Mewujudkan pribadi yang bertakwa Hal yang paling penting dari hikmah-hikmah puasa adalah mewujudkan pribadi yang bertakwa kepada Allah SWT. hal ini sangat jelas tertera pada firman Allah SWT. yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar bertakwa” (QS. AlBaqarah: 183) Orang yang berpuasa dengan niat ingin sehat saja, maka dia tidak disebut beribadah kepada Allah SWT. Tetapi jika dia niat puasa dengan niat karena Allah dan sekaligus ingin sehat, maka dia akan meraih dua keuntungan; keuntungan pahala beribadah dan keuntungan mendapat kesehatan. b) Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya Dengan berpuasa seseorang dapat mengetahui betapa besarnya nikmat Allah SWT. yang selama ini telah memberikan rezeki makanan dan minuman serta hubungan nikah yang halal, sehingga saat matahari terbenam ia dapat berbuka puasa, sekaligus timbul



rasa empati terhadap saudaranya yang miskin; terkadang sudah seharian berpuasa, namun tidak memiliki makanan atau minuman untuk berbuka.



79



Musthafa Kamal Pasha, Fikih Sunnah, 2003, hlm. 218-221.



Dengan berpuasa, perintah dan larangan bersifat menyeluruh, sehingga orang-orang kaya dan mampu akan merasakan apa yang diderita oleh orang-orang fakir dan miskin. Ibn Qayyim pernah berkata: “Puasa dapat mengingatkan orang-orang kaya akan penderitaan dan kelaparan yang dilanda orang-orang miskin”. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak (sempurna) iman salah seorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai (kebaikan) atas dirinya sendiri”. (HR. Bukhari (13) dan Muslim (71)) c) Mengajarkan keteraturan kedisiplinan, sabar, dan penuh rasa sayang serta cinta Puasa mendidik umat untuk selalu disiplin terhadap berbagai peraturan. Bagaimanapun kedudukan dan pangkat seseorang, dia harus tunduk dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, umar dididik untuk disiplin berbakti hanya kepada Allah SWT. Walaupun sebenarnya dia dapat saja makan dan minum, tetapi puasa mengajarkan dia kejujuran dan pengabdian sepenuhnya hanya kepada Allah SWT. Puasa juga dapat mendidik seseorang untuk memiliki sifat sabar. Menurut hadist nabi, As-Shaum nisfu as-Shabr. Sabar di sini dalam berbagai bidang, yakni; sabar ketika mendapat musibah, yaitu merasakan rasa lapar dan haus, sabar dalam beribadah, tidak tidak tergoda oleh sifat-sifat buruk dan menjauhi kemaksiatan. “Puasa adalah perisai, dia menjadi salah satu pelindung orang Mukmin” Hadits Riwayat Thabrani. Selain itu, puasa juga menumbuhkan sifat sayang dan cinta sesama manusia. Dengan berpuasa, tentu akan menuntun umat untuk memiliki solidaritas sosial, peka terhadap apa yan terjadi pada saudaranya, sehingga dia mau membantu saudaranya yang kesusahan, menghibur saudaranya yang sedih, serta memberikan harapan kepada saudaranya yang putus asa. d) Menyehatkan badan Puasa dapat memberi ruang terbuka bagi perut dan usus untuk menyaring makanan. Kekosongan keduanya dapat meredakan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan kotoran dan racun. Selain itu, kondisi seperti ini mampu memberi ruang yang tepat



untuk mengobati luka-luka dengan adanya selaput lendir. Kemudian daya serap tersebut terhenti dari usus. Pada akhirnya asam amino tidak sampai pada jantung, glukosa, ataupun zat garam. Penemuan medis telah membuktikan bahwa puasa dapat menyembuhkan penyakit jantung, kencing manis, penyakit kulit, dan mengurangi kadar kolesterol. Penemuan inilah yang diisyaratkan Nabi SAW dalam sabdanya: Berpuasalah kamu, niscaya kalian akan sehat. e) Menekan dan mengendalikan nafsu seks Dengan berpuasa, seseorang akan menurunkan tensi seks secara baik. Oleh karena itu, Nabi saw menganjurkan kepada para pemuda yang belum mampu untuk menikah agar berpuasa sebagai obat dan peredam tensi seksual, yang memegang kendali atas hawa nafsu, dan bukan sebaliknya dikendalikan oleh hawa nafsu.



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Puasa secara bahasa adalah menahan sesuatu, sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan dari aktivitas makan, minum, dan mendekati wanita sejak terbitnya fajar sampai waktu maghrib tiba dengan penuh keikhlasan kepada Allah SWT, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat. Ada lima hukum dalam puasa, yaitu 1) puasa wajib, contohnya puasa ramadhan, puasa kifarat, puasa nadzar; 2) Puasa sunnah, contohnya puasa enam hari bulan syawal, puasa senin-kamis, puasa hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah), puasa putih (puasa tanggal 13, 14, dan 15 bulan Qamariyah), puasa bulan Muharram (9 dan 10 Muharram), puasa Sya’ban dan puasa Daud; 3) Puasa haram, contohnya puasa pada dua hari raya, puasa pada harihari tasyrik, menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa dua hari atau satu hari (Yaumu Syak), mengkhususkan puasa pada hari Jum’at, puasa sunnah yang dilakukan istri sedang suaminya ada di rumah tanpa seizinnya; 4) Puasa makruh, contohnya puasa seumur hidup (puasa Abad) dan puasa hari Nairuz dan hari-hari sejenisnya dari hari raya kaum musyrik. Ibadah puasa memiliki banyak hikmah dan keutamaan yang akan didapat ketika kita melaksanakannya, yaitu; mewujudkan pribadi yang bertakwa, menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya, mengajarkan keteraturan kedisiplinan, sabar, dan penuh rasa sayang serta cinta, menyehatkan badan, dan mengendalikan nafsu seks. 3.2 Saran Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi pedoman untuk kita bersama, terkhusus bagi pembaca makalah ini. Namun, kami selaku penulis menyarankan kepada pembaca agar sebaiknya mencari referensi lain guna menambah keyakinan kita dalam menimba ilmu dan membuat ilmu yang kita pegang menjadi kokoh khususnya dalam memperdalam pengetahuan tentang puasa.



DAFTAR PUSTAKA



Idris, Fakhrizal. (2019). Panduan Puasa. Jakarta: Basaer Asia Publishing. Khozinatin, L. (2017). Keutamaan Puasa Sunnah dalam Perspektif Hadis (Kajian Tematik). Tesis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Pasha, Musthafa Kamal. (2003). Fikih Sunnah. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri. Rasjid, H. S. (2016). Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Syamsuddin, E., Alim, A.S. (2022). Panduan Praktis Ibadah Puasa. Cet. 1. Bengkulu: Elmarkazi.



MAKALAH PUASA: PUASA RAMADHAN, PUASA SUNNAH, DAN TATA CARA MELAKSANAKANYA. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Pengampu: Rosidi, M. Pd



Oleh: Kelompok 13 1.Qoni’atun Ni’mah



(216151046)



2.Ega Fernanda



(216151049)



3.Ahmad Kholik



(216151043)



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Pernyataan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya, makalah yang berjudul “Puasa: Puasa Ramadhan, Puasa Sunnah, Dan Tata Cara Melaksanakanya.” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya walaupun dalam bentuk yang sederhana. Penulis juga sampaikan selawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam berbagai aspek kehidupan setiap insan. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih sekaligus memberikan ilmu baru mengenai puasa: puasa ramadhan, puasa sunnah, dan tata cara melakasanakanya. Melalui makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Rosidi, M.Pd., pengampu mata kuliah Fiqih 3B Prodi Tadris Bahasa Indonesia. Tidak lupa kepada sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah memberi motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang positif khususnya dari pembaca agar kedepannya mampu menyelesaikan makalah dengan hasil yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat.



Surakarta, 25 November 2022



Penulis



DAFTAR ISI



Pengantar ................................................................................................................. ii Daftar Isi ................................................................................................................. iii



BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1 A. Rumusan Masalah.................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 1 BAB II. PEMBAHASAN ....................................................................................... 2 2.1 Pengertian Puasa Ramadhan dan Puasa Sunnah ...................................... 2 2.2 Macam-Macam Puasa Sunnah ................................................................ 3 2.3 Tata Cara Pelaksanaanya......................................................................... 7 BAB III. PENUTUP ............................................................................................... 9 Kesimpulan .............................................................................................................. 9 Saran ........................................................................................................................ 9



Daftar Pustaka .........................................................................................................10



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, puasa ialah salah satu kegiatan yang dinilai sebagai kegiatan sukarela yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari makanan, minuman atau juga bisa keduanya, perilaku buruk, dan semua hal yang memiliki potensi untuk membatalkan puasa tersebut selama masih dalam periode pelaksanaan puasa tersebut. Puasa terbagi wajib&sunnah. Mengetahui Perintah puasa disyariatkan dengan tujuan utama untuk menggapai hakikat takwa. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat ke 183 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Di istilahkan takwa karena dalam penerapan puasa Ramadhan seorang muslim diperintahkan untuk melaksanakan perintah. A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, beberapa rumusan masalah yang akan penulis bahas yaitu. 1.



Apa pengertian Puasa Ramadhan dan Puasa Sunnah?



2.



Apa saja macam-macam Puasa Sunnah ?



3.



Bagaimana Tata Cara Puasa ?



B. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut. 1.



Memahami pengertian Puasa Ramadhan.



2.



Mengetahui macam-macam Puasa Sunnah.



3.



Mengetahui Tata Cara Puasa.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Puasa Ramadhan dan Puasa Sunnah Kata “Shiyam” dan kata “Shaum” kedua-duanya adalah bentuk Masdhar, yang mana menurut bahasa mempunyai arti “menahan diri”. Sedang menurut syara’, ialah “menahan diri dari hal-hal yyang membatalkan puasa, dengan disertai niat tertentu, (dikerjakan) sepanjang hari, oleh orang yang bisa diterima puasanya, yaitu orang yang beragama Islam, berakal sehat, suci dari haidl dan nifas”.80 Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Artinya , puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu yang dilakukan orang tertentu yngmemenuhi syarat yaitu beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas, disertai niat yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada kebimbangan , agar ibadah berbeda dari kebiasaan (Rifai, 2008: 322).Sehingga dapat dapat disimpulkan bahwa puasa ramadhan adalah ibadah menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan yang ibadah ini dilaksanakan khusus pada bulan ramadhan. 81 Puasa Sunnah adalah puasa yang dilaksanakan atau dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW diluar puasa wajib (ramadhan). Puasa sunnah ada beberapa macam, di antaranya: Puasa Senin Kamis, Puasa Syawal, Puasa Arofah, Puasa ‘Asyura’ (10 Muharrom), Puasa Tasu’a’ (9 Muharrom), Puasa Tarwiyah (8 Dzul Hijjah), Puasa Baidh (tengah bulan: tgl 13, 14, 15 tiap bulan qamariyah),



Pelaksanaan puasa sunnah secara berkelanjutan memiliki manfaat bagi



pelakunya seperti: dapat memberikan kesehatan baik jasmani maupun rohani, memperoleh pahala, menghapuskan dosa-dosa, dan sebagainya.



80



Mubarok, A. H. FIQH IDOLA; Terjemah Fathul Qarib, Edisi Revisi: Januari 2019 Jawa Barat, Mukzizat, 2019, 245. 81 Ahmadi, M. A. Ikhtilaf Madzhab Fiqih Dalam Niat Sebulan Penuh Puasa Ramadhan, 4(1), Jurnal Pendidikan, 2019, 105.



Puasa ramadhan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Adapun puasa Ramadhan, para ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya. Pertama, Imam Syafi’i, Malik, Ahmad bin Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah. Sementara kelompok kedua yang terdiri dari imam Malik dan para pengikutnya tidak mensyaratkan pengulangan niat setiap hari. Bagi mereka, niat puasa Ramadhan cukup dilakukan di malam hari pertama bulan Ramadhan. Mereka beralasan, puasa Ramadhan wajib dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah. Dan satu ibadah hanya membutuhkan satu niat.



2.2 Macam-Macam Puasa Sunnah Puasa sunnat disebut juga puasa tathowwu’, adalah puasa yang sangat dianjurkan oleh agama. Jika dilakukan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Puasa-puasa yang disunnahkan meliputi : 1. Puasa Senin Kamis Puasa Senin-Kamis adalah puasa yang dilaksanakan pada hari Senin dan Kamis. Seseorang tidak diperbolehkan makan dan minum pada hari itu. Selain itu, juga menahan hawa nafsu dari hal-hal yang bisa mengakibatkan batalnya puasa (Al-Habsyi, 1999, 125).82 Salah satu hikmah puasa senin kamis adalah menahan nafsu makan. Nafsu adalah sifat manusia karena secara emosional tergugah dari luar. Melalui pengaruh puasa senin kamis, manusia dapat berkembang dan terbimbing. Hal ini karena efek puasa dapat meningkatkan atau mengendalikan emosi. Pengaruh puasa dapat mempengaruhi karakter religius yaitu pengaruh puasa senin kamis mempengaruhi karakter religius. Yakni faktor lingkungan dan dukungan sosial. Dukungan dapat datang dalam bentuk perhatian, penghargaan, pujian, saran atau penerimaan sosial. Faktor yang mempengaruhi karakter seseorang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan keluarga, latar belakang budaya, dan latar belakang keilmuan masingmasing individu. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi



82



Walad, M. Pengaruh Puasa Sunnah Hari Senin Dan Kamis Terhadap Karakter Religius Siswa Di Mts Rahmatullah Al-Hasan Nw Kekait Tahun Pelajaran 2021/2022, 1(1), 47-51.Nahdlatain: Jurnal Kependidikan dan Pemikiran Islam, 2022, 50.



karakter seseorang terutama adalah faktor keluarga, sedangkan faktor pendukung lainnya adalah faktor sekolah dan dukungan sosial. 2. Puasa Syawal Dalam Islam, setiap Muslim dianjurkan untuk melakukan ibadah sunnah untuk mencapai keunggulan dan pahala yang kaya. Salah satu ibadah sunnah yang dicontohkan Nabi adalah puasa Syawal. Puasa Syawal merupakan puasa sunnah yang dilakukan setelah puasa Ramadhan yang jatuh tepat pada bulan Syawal. Puasa Syawal ditunaikan selama 6 hari di bulan Syawal. 3. Puasa Arofah Saat menentukan awal bulan, terutama saat menentukan Sering terjadi perbedaan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di kalangan umat Islam dan menjadi fenomena berulang. Penentuan awal bulan menjadi trending topik bagi para ahli keilmuan falak dan astonomi menjelang awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah. Meminjam istilah Ibrahim Husein yang dikutip oleh Ahmad Izzuddin, persoalan ini dikatakan sebagai “persoalan klasik yang senantiasa aktual” (Izzuddin, 2007: 2). Perbedaan tersebut seringkali menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam, mengganggu kekhusukan ibadah, dan bahkan mengancam kemantapan persatuan umat Islam (Widiana, 2004: ix). Salah satunya menentukan hari pemberian di Arafah (9 Zulhijjah) pelajaran penting dalam Islam, karena pada saat itu umat Islam diajarkan. Lakukan puasa Arafah berdasarkan hadits Nabi yang mengatakan: bahwa puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan tahun depan (Muslim, No. Hadits 2803 dan 2804, t.th: 167). Arafat sendiri memiliki arti ilmu. Dinamakan untuk pengucapan karena merupakan tempat pertemuan nenek moyang manusia muka bumi, yaitu Adam dan Hawa, yang sama-sama menyukainya untuk memahami satu sama lain dan itu adalah tanda pengetahuan yang pertama (Taqiyyuddin dll, t.th: 168).83 4. Puasa ‘Asyura’ (10 Muharrom) Dikutip dari buku Puasa, Astrid Herera (2016: 31), pengertian puasa Asyura adalah puasa sunnah yang dilakukan di hari ke-10 di bulan Muharram. Hari ke-10 di bulan Muharram



83



Afwadzi, B., & Alifah, N. Waktu Puasa Arafah Perspektif Muhammad Bin Shalih Al'Utsaymin: Telaah Kajian Hukum Islam dan Astronomi Islam, 18(2), 47-51.Nahdlatain: Ulul Albab, 2017, 161183.



merupakan hari ketika Nabi Musa berpuasa sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT karena telah menyelamatkan Bani Israil (Umat Nabi Musa kala itu) dari kejaran musuhnya. Sebelum perintah untuk wajib berpuasa di bulan Ramadhan ada, Nabi Muhammad SAW mewajibkan untuk berpuasa Asyura namun setelah perintah wajib berpuasa di bulan Ramadhan turun, maka puasa Asyura menjadi puasa sunnah, bukan puasa wajib. 5. Puasa Tasu’a’ (9 Muharrom) Puasa tasu‘a’ adalah puasa dihari kesembilan pada bulan muharram. Tasu‘a’ adalah nama yang dipanjangkan, dialah yang dikenal oleh para ahli bahasa. Penerapannya dalam masyarakat bahwa disunahkannya berpuasa tasu‘a’ untuk menyelisihi dengan puasanya orang yahudi, sebangai pengiring puasa ‘ashura’, keutamaan dalam menjalankannya bisa jadi tidak berbeda jauh dari keutamaan pada puasa ashura’, mesyukuri nikmat Allah karena pada saat itu Allah memberi keselamatan untuk hamban-hambanya yang beriman. Orang-orang syi‘ah melakukan perbuatan dalam mengenang atas terbunuhnya Husain ibn Ali yang tidak ada anjuran bahkan sangat menyalahi anjuran dari Ali r.a dan para sahabat Rasulullah. Sedangkan mengenai anjuran untuk berpuasa tasu‘a’ sangat jelas dalam hadis beliau. 84 6. Puasa Tarwiyah ( Dzul Hijjah) Puasa Tarwiyah dilakukan pada hari Tarwiyah yaitu tanggal 8 Zulhijjah. Hal ini berdasarkan hadits redaksi yang artinya puasa hari tarwiyah menghapus dosa satu tahun dan puasa hari arafah (dosa-dosa)



85



dua tahun al-a'mal (untuk mendapatkan supremasi) dan



pertanyaan penghapusan den hadits tidak ada artinya. hubungannya dengan iman dan hukum. Disebut “tarwiyah” karena berasal dari kata tarawwa, artinya mempersembahkan air. Karena pada hari itu jamaah membawa air Zamzam yang banyak untuk mempersiapkan Arafah dan Mina. Mereka minum, memberi minum unta mereka dan membawanya dengan bejana.



84



Sholahuddin, M. (2016). Hadis tentang puasa tasu'a dalam Sunan Abi Dawud nomor indeks 2445 Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya. 85 Makruf, A. F. R. Problematika Puasa Arafah dan Tarwiyah. 4(2), 47-51. AL-AFAQ: Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi, 2022, 192-198.



7. Puasa Bidh (tengah bulan: tgl 13, 14, 15 tiap bulan qamariyah); Ada banyak macam puasa yang dikenal dan dilaksanakan khususnya oleh umat Muslim antara lain: puasa Ramadhan; puasa ini merupakan jenis puasa wajib yang dilaksanakan selama satu bulan penuh setiap bulan Ramadhan; puasa syawwal, yaitu jenis puasa sunnah yang biasanya dilaksanakan selama enam hari ada pula jenis puasa yang pelaksanaannya tiga hari dalam setiap pertengahan bulan, puasa ini disebut dengan puasa al-ayyam al-bidh(harihari putih) yaitu pada tanggal 13,14, dan 15 setiap bulan hijriah. 86



2.2 Tata Cara Pelaksanaanya Puasa ramadhan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Adapun puasa Ramadhan, para ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya. Pertama, Imam Syafi’i, Malik, Ahmad bin Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah. 87 Sementara kelompok kedua yang terdiri dari imam Malik dan para pengikutnya tidak mensyaratkan pengulangan niat setiap hari. Bagi mereka, niat puasa Ramadhan cukup dilakukan di malam hari pertama bulan Ramadhan. Mereka beralasan, puasa Ramadhan wajib dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah. Dan satu ibadah hanya membutuhkan satu niat. Dalam pembahasan ini difokuskan pada pentingnya menjalankan puasa sunnat Senin dan Kamis,dan puasa 6 hari di bulan syawwal.



86



Rohmah, U. N.Tradisi Puasa Al-Ayyam Al-Bidh di Pondok Pesantren Wali Songo Situbondo. 6(1). Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya, 2022, 11-12. 87 Ahmadi, M. A. Ikhtilaf Madzhab Fiqih Dalam Niat Sebulan Penuh Puasa Ramadhan.4(1). Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam, 2019, 103-113.



1. Puasa Sunnah Hari Senin dan Kamis Lafal Niat Puasa Senin-Kamis Sebagaimana puasa pada umumnya, waktu niat puasa Senin-Kamis adalah pada malam hari, yakni sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar.88 Berikut adalah lafal niatnya: Nawaitu shauma yaumil itsnaini lillâhi ta‘âlâ. Artinya: "Aku berniat puasa sunah hari Senin karena Allah ta‘âlâ." 2. Tata Cara Puasa Sunnah Syawwal Tata cara puasa sunnah Syawwal sama seperti puasa pada umumnya, yaitu dengan menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.



89



Berikut adalah lafal niatnya yang dibaca pada malam hari. Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta’ala. Karena ini puasa sunnah, maka jika lupa niat pada malam hari boleh niat pada siang harinya. Berikut adalah niat puasa Syawwal jika dibaca di siang hari. Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatisy Syawwâli lillâhi ta‘âlâ Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal hari ini karena Allah ta’ala.”



88



Ustadz Muhamad Abror, J.Tata Cara Puasa Senin-Kamis: Niat, Waktu, dan Keutamaannya,https://islam.nu.or.id/, 20 Desember 2022, 17:05. 89 Ustadz Muhamad Abror, J.Tata Cara Puasa Syawal: Keutamaan dan Niatnya ,https://islam.nu.or.id/, 20 Desember 2022, 17:25.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Puasa Ramadhan menurut syariat Islam adalah ibadah yang dilaksanakam dengan menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, perbuatan buruk maupun dari yang membatalkan puasa mulai dari munculnya fajar hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat karena Allah SWT, dengan syarat dan rukun tertentu selama bulan Ramadhan. Puasa Sunnah adalah puasa yang dilaksanakan atau dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW diluar puasa wajib (ramadhan). Puasa sunnah ada beberapa macam, di antaranya: Puasa Senin Kamis, Puasa Syawal, Puasa Arofah, Puasa ‘Asyura’ (10 Muharrom), Puasa Tasu’a’ (9 Muharrom), Puasa Tarwiyah (8 Dzul Hijjah), Puasa Baidh (tengah bulan: tgl 13, 14, 15 tiap bulan qamariyah), Puasa Dawud (sehari puasa, sehari tidak), Puasa di pertengahan awal bulan Sya’ban, Puasa di bulan Rajab. B. Saran Kembali lagi pada tujuan makalah ini ditulis, yaitu menjelaskan macam-macam strategi pembelajaran menyimak dan berbicara agar keilmuan masyarakat bertambah. Penulis berpesan kepada penulis sendiri sekaligus kepada pembaca agar bersedia terus berinovasi sekaligus mempraktikkan strategi pembelajaran menyimak dan berbicara yang telah dipelajari ini.



\



DAFTAR PUSTAKA



Tilawah, S., Syukur, S., & Puasa, D. Pendidikan Agama Islam Fakult as Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Ut omo, K. B. (2018). St rat egi Dan Met ode Pembela jar an Pendid ikan Agama Islam MI. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI, 5(2), 145-156. Hilda, L. (2014). Puasa dalam kajian islam dan kesehatan. HIKMAH: Jurnal Ilmu Dakwah Dan Komunikasi Islam, 8(1), 53-62. A h ma d i, M. A. ( 2 0 1 9 ) . I KH T I L A F M A D Z H A B FI Q I H D AL A M N I AT SEBULAN PENUH PUASA RAMADHAN. Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam,4(1), 103-113. Rifai. 2008. Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada Ahmad Agis Mubarok, Diaz Gandara Rustam. (2018). Islam Nusantara - oderasi Islam di Indonesia. Universitas Islam negeri Sunan kalijaga, Yogyakarta. Alif Jabal Kurdi, Nur Azka Inayatussahara. (2019). Islam Nusantara : Menyikapi problem Radikalisme Agama. UIN Sunan Kalijaga, Yogykarta. Alifah, B. A. (2017). WAKTU PUASA ARAFAH PERSPEKTIF MUHAMMAD BIN SHALIH AL ‘UTSAYMIN: Telaah Kajian Hukum Islam dan Astronomi Islam. Aminah, H. W., & aminah, H. S. (2022). PENGARUH PUASA SUNNAH HARI SENIN DAN KAMIS TERHADAP KARAKTER RELIGIUS SISWA . Nahdlatain: Jurnal Kependidikan dan Pemikiran Islam,. Faris Hamidi, A. H. (2019). PENGARUH PUASA SUNNAH SENIN KAMIS TERHADAP HITUNG JENIS LEUKOSIT. Jurnal Keperawatan. Rohmah, U. N. (2022). Tradisi Puasa Al-Ayyam Al-Bidhdi Pondok PesantrenWali Songo Situbondo. Al-Mada: Jurnal Agama Sosisal dan Budaya. Rohman, A. F. (2022). Problematika Puasa Arafah dan Tarwiyah. Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi. SHOLAHUDDIN, M. (2016). HADIS TENTANG PUASA TASU‘A (Kajian Tentang Kualitas dan Ma‘a n al-Hadith Dalam Sunan Abi Dawud No. Indeks 2445). .



MAKALAH HAJI Pengampu: Rosidi, S.Pd., I., M.Pd.



Di Susun Oleh



Via Nur Safitri



216151037



Dinda Yuliana



216151054



TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur, terima kasih kami persembahkan kehadirat Allah SWT. Tuhan seluruh Alam, Yang Maha Agung lagi Maha Bijaksana. Alhamdulillah, atas semua rahmat, berka serta kehendak-Mu lah kami bisa menjadi hamba yang shaleh dan shalehah, yang mampu berfikir, berilmu dan bersabar. Semoga atas izin-Mu ya Allah, keberhasilan yang bisa hamba raih bisa memberi banyak manfaat serta menambah keimanan dengan selalu menaati perintah-Mu serta selalu bersyukur atas semua nikmat-Mu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri terkait dengan pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, wajib dan sunah Haji, larangan bagi orang yang sedang ihram Haji, serta hikmahnya. Melalui makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak Rosidi, S.Pd., M.Pd. selaku pengampu Mata Kuliah Fikih. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang berlipat dalam menjaga dan melestarikan ajaran Islam, khususnya dalam bidang studi Fikih, serta menjadi amal jariyah yang pahalanya tidak terputus.



Kartasura, 30 November 2022 Hormat kami,



Penulis



i



DAFTAR ISI



HALAMAN COVER ...................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Makalah ............................................................................... 2 C. Tujuan ................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3 A. Pengertian dan Dasar Hukum Haji ....................................................... 3 B. Syarat Wajib dan Syarat Sah Haji ........................................................ 5 C. Rukun Haji, Wajib Haji dan Sunah Haji ............................................... 6 D. Larangan Bagi Orang yang Sedang Ihram Haji .................................... 8 E. Hikmah Ibadah Haji ............................................................................. 9 BAB III PENUTUP ..................................................................................... 11 A. Kesimpulan ....................................................................................... 11 B. Saran ................................................................................................. 11 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Islam adalah satu-satunya agama yang diridai Allah SWT. di atas muka bumi dan Nabi Muhammad SAW. merupakan manusia terbaik, serta pengikutnya merupakan umat yang baik. Seorang muslim selayaknya kita merasa bangga dan bersyukur atas segala keutamaan tersebut sebagai bentuk terima kasih kita kepada Allah SWT. di antaranya yaitu dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Salah satu ibadah yang diperintahkan Allah kepada umat manusia adalah beribadah ke Baitul Haram untuk melaksanakan kewajiban yang terakhir dari ke lima rukun Islam yaitu ibadah Haji. Haji merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan atas setiap muslim yang baligh, berakal, merdeka, mampu daei segi fisik, harta. Haji termasuk salah satu rukun Islam dan atas nikmat Allah SWT. ibadah Haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup.90 Pelaksanaan ibadah Haji di Indonesia masih banyak menemui kendala di berbagai bidang. Keinginan umat muslim untuk menuntaskan rukum Islam yang ke lima ini terus bertambah dengan seiring waktu. Beberapa kalangan, hal seperti ini dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan keberuntungan bagi mereka. Melaksanakan ibadah Haji tidak hanya sekedar melakukannya saja tetapi terdapat tahapan dan aturan yang terdapat dalam pelaksanaannya. Setiap jama’ah yang ingin berangkat Haji haruslah memahami dan mengerti ilmu pengetahuan mengenai Haji sebagai bekal utamanya. Masih banyak keliru dan ragu dalam pelaksanaannya sehingga menyebabkan mereka mengalami kesulitan dan kesusahan yang sering kali terjadi pada saat mereka sudah berada dan melaksanakan ibadah Haji di Tanah Suci Mekkah.



Makalah ini di buat untuk membantu memperluas dan memperdalam manusia mengenai ibadah Haji dan dasar hukum apa ibadah Haji tersebut harus dilaksanakan oleh umat muslim yang telah memenuhi syarat pelaksanannya. Fenomena mengenai kurangnya ilmu pengetahuan masyarakat mengenai ibadah Haji menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini. Hal ini juga sangat penting dan perlu dipahami oleh generasi muda. Materi



90



Nurannisa Fitrah, “Haji dan Umrah dalam Kajian Fiqih”, (Bengkulu: UINFAS Bengkulu: 2022), hal. 2.



pendidikan ini sangat penting dikaji bersama sebagai bekal kita sebelum melaksanakan maupun saat pelaksanaan ibadah Haji.



B. Rumusan Masalah 1.



Bagaimana definisi dan hukum Haji?



2.



Apa sajakah syarat wajib dan syarat sah Haji?



3.



Apa sajakah rukun Haji, wajib Haji dan sunah Haji?



4.



Apa saja larangan bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah Haji?



5.



Apa saja hikmah yang didapatkan setelah Haji?



C. Tujuan 1.



Memahami definisi dan dasar hukum Haji



2.



Mempelajari syarat wajib dan syarat sah Haji



3.



Mempelajari rukun, wajib dan sunah Haji



4.



Memahami larangan bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah Haji



5.



Mengetahui hikmah melaksanakan ibadah Haji



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Dan Dasar Hukum Haji Secara etimologi, kata Haji bermakna al-qashdu, yang artinya menyengaja atau menyengaja melakukan sesuatu yang agung. Dikatakan hajja ilaina fulan yang artinya fulan mendatangi kita. Dengan makna rajulun mahjuj adalah orang yang dimaksud. Secara istilah, dalam fiqh, Haji adalah perjalanan mengunjungi Ka’bah untuk melakukan ibadah tertentu. Dalam syariah, Haji adalah mendatangi Ka’bah untuk mengadakan ritual tertentu. Adapun yang mengatakan, Haji adalah berziarah ke tempat tertentu, pada waktu tertentu dan amalan-amalan tertentu dengan niat ibadah. 91 Jadi, Haji adalah mengunjungi, ziarah (mengadakan perjalanan) ke Baitullah kota Makkah dalam waktu yang telah ditentukan untuk melakukan amalan-amalan dalam beribadah dengan niat karena Allah SWT. Di kalangan ahli fiqh tidak ada kesepakatan menegenai tahun disyariatkannya Haji tersebut. Ada di anatara mereka yang mengatakan bahwa Haji disyariatkan pada tahun keenam Hijriyah dengan argument bahwa pada saat itu perintah Haji dan Umrah diturunkan Allah melalui ayat 196 surat al-Baqarah: ‫ِّلِل َو ْالعُ ْم َرة َ ْال َح َّج َواَتِ ُّموا‬ …. Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah … (QS. Al-Baqarah: 196).



Perintah menyempurnakan Haji dan Umrah pada ayat tersebut, menurut mereka bahwa ibadah Haji dan Umrah pada saat itu baru disyariatkan. Oleh karena itu, umat Islam belum mengenal ibadah tersebut secara baik. Adapun yang berpendapat bahwa penepatan ibadah Haji yaitu tahun ke sembilan Hijriyah dengan argument bahwa ayat yang mewajibkan haji bagi orang-orang yang mempunyai kemampuan turun pada tahun Nabi Saw mengutus sahabat ke Mekkah untuk berjumpa denagan orang-orang kafir dalam suatu perundingan perundingan perdamaian agar orang-orang Islam dapat memasuki kota Makkah secara aman untuk melaksanakan ibadah Haji. 92



91 92



Ahmat Sarwat, “Haji dan Umrah Seri Fiqih Kehidupan (6)”, (Jakarta Selatan: DU Publishing: 2011), hal. 22. Khoirul Abror, “Fiqih Ibadah”, (Bandar Lampung: Phoenix Publisher: 2019), hal. 212



Haji



merupakan



kewajiban



sekali



seumur



hidup,



barang



siapa



yang



melaksanakannya lebih dari satu kali maka hukumnya sunnah. Haji adalah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada setiap muslim dan muslimah yang mampu melaksanakannya. Apabila dirasa sudah mampu dan memiliki rezeki lebih, maka segerakanlah ibadah tersebut. Orang yang mengingkari kewajibannya adalah fakir berdasarkan nash.93 Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. 1. Al-Qur’an Ibadah Haji telah disepakati hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu dalam kondisi fisik maupun finansial. Hal ini berdasarkan dengan firman Allah, Qur’an surah Al – Imran ayat 97 ْ َ َ ‫س ِبي ًْال اِلَ ْي ِه ا ْست‬ َ ‫ع ِن‬ ِ ‫ع َم ِن ْالبَ ْي‬ ِ‫علَى َو ِّلِل‬ ِ َّ‫ت حِ ُّج الن‬ َ ‫طا‬ َ ‫اس‬ َ َ ‫َّللا فَا َِّن َكفَ َر َو َم ْن‬ َ ‫غنِي‬ َ ‫…العلَ ِميْن‬ Artinya: … Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah Haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanaan ke Baitullah. (QS. Ali-Imran: 97).



Ibadah Haji adalah ibadah yang harus dilaksanakan hanya karna Allah semata bukan karena tujuan lain, seperti ingin mendapat gelar haji, mendapat posisi di masyarakat, dan sebagainya. Hal ini berdasarkan firman Allah, di bawah ini. ‫ّلِل َو ْالعُ ْم َرة َ ْال َح َّج َواَتِ ُّموا‬ ِ ِ Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah. (QS. Al – Baqarah: 196).



2. Hadist Pembahasan mengenai kewajiban Haji hanya dilaksanakan sekali dalam seumur hidup, dan Haji yang dilaksanakan lebih dari satu kali maka hukumnya sunnah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW. Yang artinya: “Haji itu wajibnya hanya satu kali dan selebihnya adalah sunnah”. (HR. Imam Ahmad dan Ad – Daraquthni). Selain itu, adapun hadist yang mewajibkan umat muslim untuk melaksanakan ibadah Haji. Dari hadis Nabi saw.



93



Ibid, Nurannisa Fitrah, hal. 32-33.



Artinya: “Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khaffab ra., dia berkata; Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, Islam didirikan di atas lima pilar, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah dengan benar) selain Allah SWT. dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, mendirikan salat menunaikan zakat, pergi Haji ke Baitullah dan puasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). 94 Haji adalah persembahan spiritual kepada Allah SWT. Imam Al Ghazali mengatakan ada beberapa etika dalam melaksanakan Haji, yaitu: 1. Berhaji dengan menggunakan uang yang didapatkannya dengan cara yang halal 2. Berhemat 3. Menunggalkan semua akhlak tercela 4. Memperbanyak berjalan 5. Berpenampilan sederhana 6. Bersabar.95



B. Syarat Wajib dan Syarat Sah Haji Pelaksanaan ibadah Haji harus memahami persayatan yang harus dipenuhi. Syarat Haji di bagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah Haji. 96 Berikut ini adalah penjelasan dari kedua syarat tersebut. 1. Syarat Wajib Haji Seseorang yang akan melaksanakan ibadah Haji haruslah memenuhi syarat yang telah diwajibkan. Syarat wajib Haji tersebut, yaitu: a. Islam; orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan Haji b. Baligh atau dewasa; anak-anak yang belum dewasa tidak wajib menunaikan ibadah Haji c. Berakal; orang yang terganggu pikirannya/ gila tidak wajib Haji d. Merdeka; tidak dalam kekuasaan orang lain/ budak e. Adanya bekal; orang yang mampu dan punya bekal/ biaya yang dibutuhkan



Nurfitriani, “Hukum Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah dengan Menggunakan Sumber Dana yang Haram”, (Makassar: STIBA Makassar: 2018), hal. 27. 95 Ibid, Nurannisa Fitrah. Hal. 36 96 Husnul Qodim, “Fikih / Ibadah”, (Jakarta: LeKDiS: 2008), hal. 8-9. 94



f. Aman jalannya dan mungkin untuk mengerjakannya; bila kondisi dalam perjalanan memungkinkan untuk pergi Haji maka wajib, maka jika dalam perjalanan kondisinya berbahaya maka gugur kewajibannya. 2. Syarat Sah Haji Setelah memenuhi persyaratan yang diwajibkan orang tersebut dapat dikatakan sah ibadah Hajinya jika memenuhi syarat berikut. a. Islam; orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan Haji b. Baligh atau dewasa; anak-anak yang belum dewasa tidak wajib menunaikan ibadah Haji c. Berakal; orang yang terganggu pikirannya/ gila tidak wajib Haji d. Merdeka; tidak dalam kekuasaan orang lain/ budak. Jika seseorang yang sudah memenuhi persyaratan yang ada di atas, maka hendaklah untuk berkunjung ke rumah Allah SWT. agar disempurnakan agama serta ibadahnya jua.



C. Rukun Haji, Wajib Haji, dan Sunah Haji Rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Jika tidak dikerjakan, maka hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah kegiatan yang harus dilakukan pada saat ibadah haji, yang jika tidak dikerjakan, maka penunai haji harus membayar dam (denda). Denda yang diajukan sesuai dengan perbuatan apa yang dilanggar ketika sedang berihram. Menurut Syarif Hidayatullah, ada lima rukun Haji, yaitu: C. Ihram (berniat mulai mengerjakan haji atau umrah) Berihram adalah niat memasuki aktivitas melaksanakan ibadah haji atau umrah pada waktu dan tempat serta cara tertentu. D. Wukuf di Arafah Wukuf yaitu hadir di Padang Arafah, waktunya mulai dari tergelincir matahari (masuknya waktu dzuhur) tanggal 9 Dzulhijjah hingga terbitnya fajar hari berikutnya. Artinya, orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib berada di Padang Arafah pada waktu tersebut. E. Tawaf (berkeliling Ka’bah). Tawaf rukun ini dinamakan “Tawaf Ifadah”. Thawaf ifadhah adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. F. Sai’i Sa’i adalah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan bukit Marwah



G. Tahallul. Tahallul adalah mencukur rambut atau memotong rambut kepala minimal tiga helai. H. Tertib. Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun haji secara urut mulai dari thawaf sampai tahallul. 97



Adapun lima wajib Haji yang harus dipahami ketika melakukan ibadah Haji. Di antaranya yaitu sebagai berikut. a) Ihram dari Miqaat; memakai pakaian ihram dengan ketentuan waktu dan tempat yang ditentukan (miqaat zamani dan miqaat makani) b) Melempat tiga Jumrah setiap tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah c) Bermalam di Muzdalifah d) Bermalam di Mina; selama beberapa malam pada hari tasriq e) Thawaf Wada’; thawaf untuk perpisahan saat akan meninggalkan Makkah. Sunnah Haji yaitu amalan-amalan yang dianjurkan pada saat pelaksanaan ibadah Haji. 98 Sunnah-sunnah Haji sangat banyak, diantaranya: a) Ifrad; mendahulukan ibadah Haji daripada ibadah Umrah b) Mandi untuk melakukan ihram, wukuf, dan melempar jumrah c) Membaca Talbiyah d) Tahwaf qudum; sebelum wukuf di Arafah e) Bermalam di Mina pada malam wukuf di Arafah f) Salat sunah dua rakaat sesudah thawaf g) Memakain kain dan selendang yang putih. Apabila orang yang sedang berhaji melakukan kesunahan tersebut akan mendapatkan pahala dari kesunahan itu. Meskipun sunah boleh tidak dilaksanakan tetapi jika bisa dilakukan, lebih baik untuk dilakukan agar ibadahnya lebih bermanfaat.



D. Larangan dalam Haji Orang yang sedang melaksanakan ihram tidak boleh melanggar larangan-larangan Haji. Apabila melanggar maka dikenai dam (denda) bagi orang yang melanggarnya.



Syarif Hidayatullah, “Buku Pintar Ibadah Tuntunan Lengkap Semua Rukun Islam”, (Jakarta: Suluk: 2011), Cet. 1, hal. 215 & 233. 98 Ibid, Husnul Qodim, hal. 11-12. 97



Husnul Qodim mengemukakan sepuluh larangan dalam Haji. Berikut sepuluh perkara yang di larang: 1. Memakai pakaian berjahit bagi pria 2. Memakai tutup kepala bagi pria; termasuk memakai sepatu yang menutupi mata kaki 3. Menutup wajah bagi perempuan; termasuk memakai sarung tangan atau kaos tangan 4. Menyisir rambut dan mencukurnya. Berdasarkan ayat Al-Qur’an di bawah ini: ‫سكُ ْم ت َ ْح ِلقُ ْوا َو َال‬ َ ‫ي َي ْبلُ َغ َحتى ُر ُء ْو‬ ُ ْ‫َمحِ لَّه ْال َهد‬ Artinya: “dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihan” (QS. Al-Baqarah: 196). 5. Memotong atau mencabut kuku 6. Memakai harum-haruman, pada bagian badan maupun bagian rambut kepala 7. Berburu atau membunuh binatang dan menebang pohon maupun tumbuhan yang ada di tanah. Berdasarkan ayat Al-Qur’an dibawah ini: ‫علَ ْيكُ ْم َو ُح ِ ِّر َم‬ َ ُ ‫ص ْيد‬ َ ‫ُح ُر ًم د ُْمت ُ ْم َما ْال َب ِ ِّر‬ Artinya: “dan hiharamkan atas kamu sekalian (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu sekalian dalam ihram” (QS. Al-Maidah: 96). 8. Melakukan akad nikah 9. Berhubungan suami istri. Berdasarkan ayat Al-Qur’an berikut: ‫ض فَ َم ْن‬ ُ ُ‫ْال َح ِّج فِى ِجدَا َل َو َال ف‬ َ ‫س ْو َق َو َال َرفَثَ فَ َال ْال َح َّج فِ ْي ِه َّن فَ َر‬ Artinya: “Maka siapa saja yang sedang melakukan ibadah Haji, maka di larang bersenggama, berbuat dosa dan berbantah-bantahan di masa mengerjakan Haji” (QS. Al-Baqarah: 197). 10. Bercumbu rayu, bersentuhan kulit dengan syahwat.99



E. Hikmah Ibadah Haji Setiap melakukan atau melaksanakan sesuatu seseorang akan merasakan dampak positif ketika melakukan hal baik. Pelaksanaan ibadah Haji adalah perilaku yang mulia di mata Allah, maupun di kalangan masyarakat. Orang yang telah melaksanakan mampu melaksanakan ibadah Haji, ia adalah termasuk ke dalam orang yang beruntung dan mendapat hadiah dari Allah SWT. Hikmah haji dari segi keagamaan yang akan didapatkan setelah melaksanakan ibadah Haji, sebagai berikut. 1. Menghapus dosa-dosa kecil dan mensucikan jiwa orang yang melaksanakannya



99



Ibid, Husnul Qodim, hal. 14-16.



2. Mendorong orang untuk menegaskan kembali pengakuannya atas keesaan Allah SWT serta menolak segala macam jenis kemusrikan 3. Mendorong kuat seseorang dalam meyakini adanya neraka keadilan Tuhan dalam kehidupan di dunia 4. Mengantarkan seseorang menjadi hamba yang selalu mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah SWT.



Selain itu, ada pun hikmah ibadah Haji dari segi kemasyarakatan antara lain, yaitu: 1. Ibadah Haji pada tahapan miqaat, pakaian biasa dihilangkan dan mengenakan pakaian seragam ihram. Baju yang tadinya sebagai lambing pembedaan dihilangkan, maka semuanya menjadi kesatuan yang sama 2. Ibadah Haji dapat membawa orang-orang yang berbeda-beda mengenal satu sama lain 3. Mempererat tali ukhwah Islamiyah antar umat Islam dari segala penjuru dunia 4. Mendorong seseorang untuk bersemangat dalam mencari bekal agar dapat mengantarkannya ke Mekkah 5. Ibadah haji dapat memperkuat kesabaran dan rasa kekuatan seseorang. 100 Melaksanakan ibadah Haji memberikan banyak keberuntungan di dunia dan akhirat bagi orang yang menjalankannya. Sehingga, jangan pernah ragu dan menyerah untuk tetap mengusahakannya.



100



Ibid, Khoirul Abror, hal. 218-220.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Ibadah Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi yang mempunyai kemampuan baik rohani, jasmani, serta materi. Pada dasarnya ibadah Haji tidak terlepas dari persoalan fikih. Ibadah Haji adalah bagian dari fikih ibadah dan pastinya ada suatu ketentuan di dalam pengimplementasiannya, seperti adanya syarat Haji, rukun Haji, wajib dan sunah Haji, larangan, serta hikmah yang didapatkan. Masalah pelakasanaan Haji adalah masalah yang penting karena termasuk dalam bagian rukun Islam yang ke lima. Pelaksanaan ibadah Haji haruslah sesuai dengan aturanaturan dalam syari’at Islam dalam hal ini seseorang yang ingin melaksanakan ibadah Haji haruslah mengetahui dasar hukum, rukun, syarat, sesuatu yang diwajibkan dalam ibadah Haji serta kesunahan-kesunahannya.



B. Saran Kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi pedoman untuk kita bersama, terkhusus bagi pembaca makalah ini. Namun, dalam penulisan ini kami selaku penulis menyarankan kepada pembaca agar sebaiknya mencari referensi lain guna menambah keyakinan kita dalam menimba ilmu dan membuat ilmu yang kita pegang menjadi kokoh. Sekian dari kami, kurang lebihnya kami mohon maaf atas segala kesalahan yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja.



DAFTAR PUSTAKA



Abror, Khoirul. 2019. Fiqih Ibadah. Bandar Lampung: Phoenix Publisher.



Nur Annisa Fitrah. 2022. Haji dan Umrah dalam Kajian Fiqih. Bengkulu: Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno (UINFAS) Bengkulu.



Nurfitriani. 2018. Hukum Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah dengan Menggunakan Sumber Dana yang Haram. Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar.



Qodim, Husnul. 2008. Fikih / Ibadah. Jakarta: LeKDiS.



Sarwat, Ahmad. 2011. Haji & Umrah: Seri Fiqih Kehidupan (6). Jakarta Selatan: DU Publishing.



Syarif, Hidayatullah. 2011. Buku Pintar Ibadah Tuntunan Lengkap Semua Rukun Islam. Jakarta: Suluk.



MAKALAH MACAM-MACAM HAJI, CARA PELAKSANAAN DAN PERBEDAAN HAJI DENGAN UMRAH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata kuliah Fiqih Dosen Pengampu: Rosidi, M.Pd



Disusun oleh: 1. Dheanda Ameysiela Ardiyanto (216151032) 2. Ellen Fahira As Syahra



(216151042)



PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS ADAB DAN BAHASA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Macam- Macam Haji, Cara Pelaksanaan, Dan Perbedaan Haji Dengan Umrah” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, M.Pd. Selaku dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.



Sragen, 28 November 2022



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2 1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3 2.1 Macam-Macam Haji ................................................................................................. 3 2.2 Cara Pelaksanaan Haji ............................................................................................. 3 2.3 Perbedaan Haji dengan Umroh .................................................................................. 7 BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 10 3.2 Saran ...................................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Haji dan umrah, adalah kewajiban bagi setiap muslim yang berakal dan memiliki kemampuan, namun dari kalangan umum seperti petani, pedagang, pegawai negeri bahkan para pengusaha sukses pun masih ada yang belum mengerti tentang tata cara melaksanakan Haji dan umrah yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji dan umroh adalah salah satunya. Haji merupakan rukun iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Adapun pembahasan dalam makalah ini berfokuskan pada Rukun Islam yang terakhir yakni naik Haji ke Baitullah. Maksudnya adalah berkunjung ke tanah suci (Baitullah) untuk melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat, rukun, dan waktu yang telah ditentukan. Ibadah haji ditentukan kepada muslim yang mampu. Pengertian mampu atau kuasa yaitu mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkannya. Sama halnya dengan umrah yang dapat dilakukan pada bulan- bulan lain, selain bulan Zulhijah. Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya terdapat pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan hati, melaksanakan perintah Allah, serta mewujudkan pertemuan besar dengan umat Islam lainnya di seluruh dunia. Firman Allah swt. Surah Al-Baqarah Ayat 125. Dalam penyelenggaraannya, ibadah haji tidak saja hanya merupakan kewajiban agama yang merupakan tanggung jawab individu ataupun masyarakat muslim, melainkan merupakan tugas nasional dan menyangkut martabat serta nama baik bangsa oleh karena itu kegiatan penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun prinsip masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem dan menejemen penyelenggaraan ibadah haji. Untuk menunjang pelaksanaan pemberangkatan dari tanah air dan pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi, pemerintah bahkan telah membuat berbagai macam kebijakan dan aturan petunjuk operasional pelaksanaan pengurusan jamaah di daerah-daerah.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, terdaapat 3 rumusan masalah, yaitu: 1. Apa saja macam-macam haji? 2. Bagaimana cara pelaksanaan haji? 3. Apa perbedaan haji dengan umrah?



1.3 Tujuan Pembahasan Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat 3 tujuan pembahasan, yaitu: 1. Untuk mengetahui apa saja macam-macam haji. 2. Untuk mengetahui bagaimana cara melaksanakan ibadah haji. 3. Untuk mengetahui perbedaan haji dengan umrah.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 MACAM-MACAM HAJI Haji adalah rukun islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat, dan puasa. Dalam istilah syara’, haji berarti dengan sengaja berkunjung ke ka’bah untuk melakukan suatu ibadah tertentu, pada waktu tertentu. Haji termasuk salah satu kewajiban setiap muslim yang berakal dan memiliki kemampuan dalam melaksanakannya. Perintah melaksanakan tercantum dalam A-Quran dan As-Sunnah. Adapun macam-macam haji dalam Islam, yaitu: 1. Haji Ifrad Haji berarti mengerjakan haji saja dari miqat dan ketika membaca talbiyyah mengucapkan labbaika bi haj dan orang yang mengerjakannya tetap dalam keadaan ihram hingga selesai seluruh rangkaian ibadah hajinya. 2. Haji Qiran. Haji Qiran adalah haji dengan melaksanakan ihram haji dan umrah secara bersamaan sejak dari miqat atau niat ihram untuk umrah lalu memasuki niat untuk haji. Haji ini dinamakan haji Qiran dikarenakan melakukan ihram dengan niat untuk menunaikan ibadah haji dan umrah secara bersamaan. 3. Haji Tamattu’ Haji Tamattu’ adalah haji yang apabila seseorang melaksanakan ibadah haji dan umrah di bulan haji yang sama, dengan mendahulukan ibadah umrah.



101



2.2 CARA PELAKSANAAN HAJI Sebelum masuk ke tata cara hajinya wajib diketahui bagaimana syarat-syarat haji itu sendiri. Adapun syarat-syarat haji sebagai berikut: a. Islam. Setiap dari kita (orang Islam) berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji jika telah terpenuhi semua persyaratan-persyaratannya. Dan jelas pula bahwa orang non Muslim tidak berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji, sehingga jika ada di antara mereka yang ikut melaksanakan ibadah haji, maka ibadah haji mereka dianggap tidak sah.



101



Nur Annisa Fitrah. Haji Dan Umroh Dalam Kajian Fiqh. hal. 38



b. Berakal. Artinya, setiap orang muslim yang waras, tidak mengalami gangguan mental dan kejiwaan, maka ia berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji. 102 c. Dewasa (baligh), dengan demikian anak kecil (belum baligh) yang diajak bersama oleh orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji, maka kewajiban ibadah haji tersebut belum gugur atas dirinya. Sehingga ia tetap berkewajiban untuk menunaikannya saat ia telah memasuki masa akil baligh nanti. d.



Mampu. yang meliputi: ketersediaan alat transportasi, bekal, keamanan jalur perjalanan, dan kemampuan tempuh perjalanan.



e.



Merdeka. Seorang budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan tuannya. Disamping itu, budak termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.



Jadi syarat haji ada lima, yaitu Islam, berakal, baligh (dewasa), mampu, dan merdeka. Jika syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka Bismillah, mantapkan niat untuk berkunjung ke Baitullah. Lalu selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah rukunnya. Dalam rukun haji sendiri memiliki pengertian sebagai berikut. Rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Jika tidak dikerjakan, maka hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah kegiatan yang harus dilakukan pada saat ibadah haji, yang jika tidak dikerjakan, maka penunai haji harus membayar dam (denda). Rukun haji ada enam, yaitu ihram, wukuf di Arafah, thawaf ifadhah, sa’i, tahallul, dan tertib. Berikut penjelasan masing-masing rukun tersebut: a. Ihram. Berihram adalah niat memasuki aktivitas melaksanakan ibadah haji atau umrah pada waktu dan tempat serta cara tertentu.103 b. Tawaf ifadhah. Thawaf ifadhah adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. 104 c. Sa‟i. Sa’i adalah berlari-lari kecil di antara bukut Shafa dan bukit Marwah.



102



Ibid. hal. 38 M. Abdul Basith & Sabaruddin Ahmad. Fiqih Haji Dan Umrah. hal. 8 104 Muhammad Noor. Haji Dan Umroh. hal. 40. 103



d. Tahallul. Tahallul adalah mencukur rambut atau memotong rambut kepala minimal tiga helai. e. Tertib. Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun haji secara urut mulai dari thawaf sampai tahallul.



Adapun wajib haji ada lima, yaitu berihram di miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah, dan thawaf wada’. Berikut penjelasannya: a. Berihram di miqat. Calon haji harus memulai niatnya dan dari titik awal tempat itu yang berniat melaksanakan haji/umrah sudah harus memakai pakaian ihram. Yalamlam adalah tempat berihram calon jamaah haji yang datang dari arah Indonesia bila ia langsung akan menuju ke Makkah dan Bir Ali adalah tempat berihram calon jamaah haji yang datang dari arah Indonesia menuju ke Madinah terlebih dahulu. b. Mabit di Muzdalifah. Mabit di Muzdalifah adalah menginap semalam di Muzdalifah pada malam tanggal 9 Dzulhijjah. Waktunya dikerjakan setelah wukuf di Arafah. 13 Dzulhijjah bermalam di Mina dilakukan semalam penuh, yang boleh dilakukan mulai sore hari sampai terbitnya fajar, dan juga boleh bermalam paling sedikit 2/3 malam. 105 c. Melontar jumrah. Melontar jumrah adalah melempar batu pada sebuah tempat yang diyakini untuk memperingati saat setan menggoda Nabi Ibrahim agar tidak melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail. Tanggal 10 Dzulhijjah melontar jumrah aqabah dengan tujuh butir kerikil. Dan pada hari-hari Tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah melontar ketiga jumrah. d. Thawaf wada’. Thawaf wada’ adalah suatu penghormatan terakhir kepada Baitullah. Thawaf wada’ merupakan tugas terakhir dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah umrah di Tanah Suci. 106 Dalam pelaksanaan ibadah haji ada tiga macam cara yang dapat dilakukan dengan memilih salah satu cara di antara ketiga cara ini, yaitu: a. Haji Tamattu’



105 106



Nur Annisa Fitrah. Haji Dan Umrah Dalam Kajian Fiqh. hal. 47-49 Muhammad Noor. Haji Dan Umroh. hal. 41



Haji tamattu’ adalah melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu dan setelah itu baru melakukan ibadah haji. Jenis haji ini biasanya dilaksanakan oleh jamaah haji Indonesia karena dianggap lebih mudah dari pada haji ifrad dan haji qiran.Setibanya di Makkah langsung melaksanakan Thawaf Qudum atau thawaf awal kedatangan, lalu diteruskan dengan menegrjakan sa’i, dan diakhiri dengan tahallul. Setelah itu jamaah boleh melepaskan pakaian ihram dan terbebas dari larangan-larangan ihram. Kemudian, pada tanggal 8 Dzulhijjah, harus berihram kembali dari tempat tinggal atau pemondokan dengan niat untuk berhaji. Selanjutnya, berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wuquf yang jatuh setelah tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah. Setelah shalat magrib dan isya’ dengan dijama’, lalu berangkat ke Muzdalifah untuk Mabit di sana. Selama mabit di Muzdalifah, jamaah haji bisa mencari kerikil untuk melontar jamrah Aqobah sebanyak 7-10 butir. Jika melontar jumrah sampai tanggal 13 Dzulhijjah maka jumlah kerikil yang dikumpulkan sebanyak 70 butir kerikil. Lewat tengah malam jamaah haji akan diberangkatkan lagi menuju ke kemah di Mina untuk melaksanakan melontar jamrah. Melempar Jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah dan kemudian memotong rambut sebagai tanda sudah Tahallul Awal dan seluruh larangan haji telah gugur, kecuali bersetubuh, bercumbu rayu, menikah dan menikahkan. Setelah itu menuju Masjidil Haram untuk Thawaf Ifadhah dan sa’i dengan demikian sudah bertahallul Tsani (kedua atau terakhir), sehingga seluruh larangan haji telah gugur. Bagi jamaah yang memilih cara Tamattu’ dalam pelaksanaan ibadah hajinya, dia wajib membayar dam Nusuk, yaitu menyembelih kambing. Kalau tidak mampu karena kehabisan bekal (uang) maka berpuasa 10 hari (3 hari di Tanah Suci dan 7 hari di Tanah Air). 107 b. Haji Ifrad Haji ifrad ini adalah kebalikan dari haji tamattu’, yaitu dengan mengerjakan haji terlebih dahulu lalu mengerjakan umrah. Jamaah yang melaksanakan haji ini tidak diwajibkan membayar dam, pelaksanaan haji dengan cara ifrad ini menjadi pilihan bagi jamaah haji Indonesia gelombang II yang datang ke Makkah sudah mendekati waktu wukuf. Setibanya di Makkah langsung melaksanakan Thawaf Qudum. Setelah Thawaf Qudum selesai, boleh dilanjutkan dengan Sa’i. Bila dilanjut dengan Sa’i, maka sa’inya sudah termasuk sa’i haji, sehingga pada waktu Thawaf Ifadhah



107



Syafitri, H. H. Penggunaan Dana Efisiensi Penyelenggaraan Ibadah Haji.



kelak, tidak perlu sa’i lagi. Setelah Thawaf Qudum usai, baik berlanjut dengan sa’i atau tidak, jangan diakhiri dengan potong rambut, karena bisa terkena dam. Untuk kegiatan selanjutnya, baik berupa amalan perbuatan maupun bacaan pada pelaksanaan haji ifrad ini sejak dari Wuquf sampai selesai, sama dengan pelaksanaan haji tamattu’. Setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji dengan baik dan kembali ke Maktab untuk beristirahat secukupnya, selanjutnya bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah umrah. Niat umrah di Miqat Makani umrah. Masuk Masjidil Haram lalu mengerjakan thawaf umrah dengan sunnah-sunnahnya. Sa’i dan diakhiri dengan Tahallul. Dengan potong rambut tersebut, berarti selesailah seluruh rangkaian ibadah umrah dan sudah bertahallul, sehingga semua larangan sudah tidak berlaku lagi. c. Haji Qiran Pelaksanaan ibadah haji dengan cara qiran adalah pelaksanaan ibadah haji dan ibadah umrah bersama-sama. Bagi yang memilih cara haji qiran ini, dia terkena peraturan untuk membayar dam, berupa menyembelih seekor kambing (dam nusuk). Setibanya di Makkah langsung melakukan Thawaf Qudum, boleh dilanjutkan dengan Sa’i atau tanpa Sa’i. Bila diteruskan dengan Sa’i, maka Sa’i tersebut dihitung sebagai Sa’i untuk haji dan umrah, sehingga pada saat Thawaf Ifadhah nanti tidak perlu Sa’i lagi. Jika tanpa Sa’i, nanti pada saat Thawaf Ifadhah harus diikuti dengan Sa’i. Selesai Thawaf Qudum tidak boleh bertahallul. Untuk kegiatan selanjutnya yang berupa amal perbuatan maupun bacaan, pada pelaksanaan haji qiran ini, sejak dari Wuquf sampai selesai sama dengan pada pelaksanaan haji tamattu’. 108



2.3 PERBEDAAN HAJI DENGAN UMRAH Haji secara bahasa berarti mengunjungi, ziarah atau menuju kesuatu tempat tertentu. Secara syar’i haji adalah mengunjungi ka’bah di Mekkah pada waktu tertentu untuk mengerjakan amalan-amalan ibadah tertentu. Sementara itu Umrah secara bahasa berarti berziarah atau menunjungi tempat tertentu. Sedangkan secara syar’i berarti mengunjungi Baitullah di Mekkah Al Mukarramah untuk mengerjakan thawaf, sa’i, kemudian tahallul. Dari pengertian haji dan umrah diatas dapat diartikan bahwa haji dan umrah ialah sama-



108



Ibid. Hal. 31-34



sama mengunjungi Baitullah dan dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara keduanya sangat tipis. Perbedaannya terletak pada waktu penunaian dan beberapa hukumnya saja. 1. Waktu Pelaksanan. Dari segi waktu perbedaannya, haji mempunyai waktu khusus dan tidak boleh dipindahkan ke waktu lain selain waktu yang telah ditentukan yaitu pada bulan haji tanggal 9 dzulhijjah. Sedangkan waktu pelaksanaan ibadah umrah tidak mempunyai 69 waktu khusus seperti haji serta ibadah umrah boleh dikerjakan kapan saja kecuali hari tasyrik. 2. Teknik Pelaksanaan Teknis pelaksanaannya pun berbeda jika haji mempunyai ritual seperti wukuf, menginap dan melempar jumrah maka dalam umrah ritual-ritual tersebut tidak ada.109 Agar lebih mudah untuk memahami perbedaan tersebut maka, dapat dilihat pada tabel yang ada dibawah ini, berikut tabel perbedaan rukun, syarat serta wajib yang ada didalam ibadah haji dan umrah.



Syarat Haji Umrah



No



Haji



Umrah



1.



Islam



Islam



2.



Baligh



Baligh



3.



Berakal Sehat



Berakat Sehat



4.



Merdeka



Merdeka



5.



Mampu



Mampu



Rukun Haji dan Umrah



109



Dzakir Muzakir. Perbedaan Haji Dan Umroh Ada 8 Kategori. Hal 1-2



No



Rukun Haji



Rukun Umrah



1.



Ihram



2.



Wukuf



-



3.



Thawaf Ifadah



Thawaf



4.



Sa’i



Sa’i



5.



Tahallul



Tahallul



6.



Tertib



Tertib



Ihram



Wajib Haji dan Umrah



No.



Haji



Umrah



1.



Ihram dari miqat



Niat ihram dari miqat



2.



Mabit di Muzdalifah



Meninggalkan larangan ihram



3.



Mabit di Mina



-



4.



Melontar Jumrah



-



5.



Meninggalkan larangan



-



ihram



4. Hukum Pelaksanaan. Para fuqaha sepakat bahwa haji hukumnya wajib sedangkan umrah masih terjadi perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan wajib dan sebagian yang lain mengatakan sunnah, jika disimpulkan dalam berbagai pendapat para fuqaha umrah yang memiliki status hukum wajib adalah umrah dalam haji dan selain umrah haji hukumnya hanya sunnah. 5. Miqat. a. Miqat Zamani. Bagi ibadah haji miqat zamani dimulai pada bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah yaitu, ketika ibadah haji dilaksanakan. Sedangkan umrah



miqat zamaninya dapat dimulai sepanjang tahun pada waktu umrah dapat dilakukan. b. Miqat Makani. Miqat makani ialah batas yang ditentukan berdasarkan tempat. Bagi mereka yang tinggal di Mekkah, untuk ihram haji adalah di Mekkah itu sendiri. Sedangkan untuk umrah ialah keluar dari tanah haram (Mekkah) yaitu, sebaiknya di Ji’rana, Tan’eim atau Hudaibiyah. Bagi mereka yang datang dari Negara Asia atau bagian Timur seperti Indonesia, Malaysia, Singapura maka miqatnya adalah di Yalamlam atau Jeddah. Bagi yang datang dari Barat miqatnya di Juhfah. Bagi yang datang dari sebelah Selatan miqatnya adalah Qarnul Manazil. Bagi yang datang dari Maddinah miqatnya di Dzuhulaifah Bir Ali. Sedangkan yang datang dari Irak miqatnya adalah di Dzatu ‘Irq. 110



110



Ibid. Hal 1-2



BAB III PENUTUP



3.1 KESIMPULAN Haji merupakan rukun iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Haji dan umrah yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya terdapat pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan hati, melaksanakan perintah Allah, serta mewujudkan pertemuan besar dengan umat Islam lainnya di seluruh dunia. Adapun macam-macam haji yang ada dalam syariat islam, yaitu Haji Qiran, Haji Ifrad, dan Haji Tamattu’. Dalam melaksanakan ibadah haji, terdapat syarat-syarat, rukun, dan wajib haji yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang menjalankannya. Selain itu, haji biasa disandingkan dengan ibadah umroh yang hampir sama cara pelaksanaannya, namun tetap harus diperhatikan dalam setiap tata caranya. (Ahmad, 2012)



3.2 SARAN Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari sema pihak, terutama yang ada kaitannya dengan penulisan dalam ungkapan kalimat-kalimat yang kurang sempurna dalam makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga yang termaktub dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan barakah bagi para pembaca dan juga semoga dapat memberikan tambahan kontribusi Khazanah keilmuan pada bidang Pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA



Dzakir. M. (2018, December 30). Perbedaan haji dan umroh ada 8 kategori. Diakses pada https://www.academia.edu/38060516/Perbedaan_haji_dan_umroh_ada_8_kate gori Fitrah, N. A. (2022). HAJI DAN UMRAH DALAM KAJIAN FIQH. Bengkulu: Doctoral dissertation, UIN Fatmawati Sukarno. Noor, M. (2018). Haji dan Umrah. Jurnal Humaniora Teknologi. Jurnal Teknik Informatika Vol. 4(1). Kalimantan Timur: Politeknik Negeri Tanah Laut. Rosadi, A., & Waliah, I. (2018). Denda (Dam) Haji dan Umroh. Makalah Kelas, 1, 1-8. Syafitri, H. H. (2018). Penggunaan Dana Efisiensi Penyelenggaraan Ibadah Haji (Studi di Kementerian Agama Provinsi Banten) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri" SMH" Banten).