Lampiran I RTRW Provinsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

- 38 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR …….. TAHUN 2021 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, KOTA, DAN RENCANA DETAIL TATA RUANG, SERTA TATA CARA PENERBITAN PERSETUJUAN SUBSTANSI



TATA CARA PENYUSUNAN DAN MUATAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI A. Tata Cara Penyusunan RTRW Provinsi 1.



Persiapan Kegiatan persiapan meliputi: a. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja, meliputi: 1) pembentukan tim penyusun RTRW Provinsi beranggotakan: a) organisasi perangkat daerah Provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang, kelautan, dan lingkungan hidup, serta organisasi perangkat daerah terkait lainnya; b) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi setempat; c) tim ahli yang diketuai oleh profesional perencana wilayah dan kota yang bersertifikat dan memiliki pengalaman di bidang perencanaan tata ruang wilayah minimal 10 tahun, dengan anggota profesional pada bidang keahlian yang paling sedikit terdiri atas: (1) sistem informasi geografis; (2) ekonomi wilayah; (3) infrastruktur dan/atau transportasi; (4) geologi/geofisika; (5) lingkungan; (6) kebencanaan; (7) kependudukan; (8) sosial dan budaya; (9) ilmu tanah; (10) hukum; (11) kelautan; (12) kehutanan; dan (13) bidang keahlian lainnya sesuai karakteristik wilayah provinsi antara lain: (a) pengelolaan pesisir dan DAS; (b) oseanografi; (c) geologi pantai; (d) perikanan; (e) pariwisata; (f) anthropologi budaya;



- 39 -



2)



b.



(g) konservasi lingkungan; dan (h) pertanian dan/atau perkebunan; Tim penyusun RTRW Provinsi bertanggung jawab terhadap proses penyusunan dan kualitas substansi RTRW Provinsi. Tim Pokja KLHS dan Tim Penyusun RTRW Provinsi dapat ditetapkan dalam satu Surat Keputusan (SK). Penyusunan Rencana Kerja Penyusunan rencana kerja menjelaskan keseluruhan tahapan yang akan dilakukan mulai dari tahapan persiapan sampai dengan penyusunan rancangan peraturan daerah, serta penyusunan KLHS yang terintegrasi antara wilayah darat dan laut/perairan pesisir, yang akan dilaksanakan paling lama selama 12 (dua belas) bulan. Dalam tahapan selama 12 (dua belas) bulan ini sudah termasuk pengintegrasian hasil KLHS ke dalam RTRW Provinsi.



Penetapan Metodologi yang Digunakan 1) kajian awal data sekunder, mencakup hasil pelaksanaan peninjauan kembali dan/atau kajian kebijakan terkait lainnya; 2) persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi: a) penyimpulan data awal; b) penyiapan rencana kerja rinci; dan c) penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan wawancara, kuesioner, panduan observasi, dokumentasi dan lain-lain) serta mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan; dan 3) pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukannya penyusunan RTRW Provinsi, tim ahli yang terlibat, tahapan penyusunan dan penjelasan lain yang diperlukan. Hasil dari pelaksanaan kegiatan persiapan, meliputi: 1) SK tim penyusun RTRW Provinsi (dapat disatukan dengan Tim Pokja KLHS); 2) gambaran umum wilayah provinsi; 3) hasil kajian awal berupa kebijakan, isu strategis, potensi dan permasalahan awal, gagasan awal pengembangan wilayah provinsi, serta isu hasil peninjauan kembali; 4) metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan; 5) rencana kerja penyusunan RTRW Provinsi; dan/atau 6) perangkat survei data primer dan data sekunder yang akan digunakan pada saat proses pengumpulan data dan informasi (survei). Kegiatan persiapan melibatkan masyarakat secara pasif dengan pemberitaan mengenai informasi penyusunan RTRW Provinsi melalui: 1) media massa (televisi, radio, surat kabar, majalah); 2) media digital (internet, video conference, website, social media); 3) ruang pamer atau pusat informasi; dan/atau 4) pertemuan terbuka dengan masyarakat/kelompok masyarakat.



2.



Pengumpulan Data dan Informasi a. Kegiatan pengumpulan data dan informasi penyusunan RTRW Provinsi dapat berupa data primer dan maupun data sekunder. 1) data primer, terdiri atas:



- 40 a)



2)



aspirasi masyarakat, termasuk pelaku usaha dan komunitas adat yang didapat melalui metode: penyebaran angket, forum diskusi publik, wawancara orang per orang, kotak aduan, dan lainnya; serta b) kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah provinsi yang didapatkan melalui metode survei lapangan. data sekunder, terdiri atas data dan informasi tentang: a) data wilayah administrasi; b) data dan informasi tentang kependudukan antara lain jumlah dan kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, tingkat migrasi permanen dan temporer, mata pencaharian penduduk, pendapatan penduduk dan kualitas penduduk (kesehatan, IPM, pendidikan); c) data dan informasi bidang pertanahan, yang meliputi: (1) data dan informasi bidang pertanahan, antara lain data dan informasi penguasaan tanah, pemilikan tanah, penggunaan tanah, dan pemanfaatan tanah eksisting, dan neraca penatagunaan tanah, serta permasalahan pertanahan yang mempengaruhi perwujudan rencana tata ruang wilayah kabupaten provinsi; (2) data dan informasi penggunaan lahan eksisting dengan kelas penggunaan lahan sesuai standar yang berlaku; dan (3) data dan informasi izin pemanfaatan ruang eksisting, baik dari sektor kehutanan, kelautan, pertanahan, pertambangan dan lain lain, terutama yang berskala besar (dengan asumsi di peta skala 1:250.000 tergambar sebesar 0,5 cm x 0,5 cm atau seluas minimal 156,25 hektar di lapangan); d) data dan informasi kebencanaan mencakup sebaran kawasan rawan bencana, historis/kejadian bencana beserta dampak dsb; e) data dan informasi kelautan termasuk data dan informasi terkait pengaturan perairan pesisir, yang dapat diperoleh dari materi teknis muatan perairan pesisir; dan f) peta dasar dan peta tematik, meliputi: (1) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang terdiri dari 8 (delapan) tema dengan skala minimal 1:250.000 sebagai peta dasar, yang meliputi tema penutup lahan, hidrografi, hipsografi, bangunan, transportasi dan utilitas, batas administrasi dan toponimi, serta garis pantai; (2) peta geomorfologi, peta topografi serta peta kemampuan tanah; (3) data citra satelit¹ untuk memperbaharui peta dasar dan peta tutupan lahan terkini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kelas tutupan lahan; (4) peta kelautan sebagai informasi dasar terkait kedalaman laut (batimetri), jenis pantai, informasi dasar lainnya terkait navigasi dan administrasi di wilayah laut; (5) peta batas wilayah administrasi provinsi (tata batas); (6) peta kawasan hutan yang berinformasikan tentang status dan fungsi kawasan hutan; (7) peta kawasan konservasi alam, suaka margasatwa dan biodiversitas di luar kawasan hutan;



- 41 (8)



(9)



(10) (11)



(12) (13) (14) (15) (16) (17)



(18) (19) (20) (21) (22)



(23) (24) (25)



peta kawasan lahan pertanian, dapat menyertakan data luasan dan sebaran potensi indikatif lahan pertanian pangan berkelanjutan dari instansi terkait termasuk peta Lahan Baku Sawah (LBS)/Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD); peta kawasan pertambangan mineral dan batubara, panas bumi, serta minyak dan gas bumi termasuk peta potensi pertambangan; peta kawasan pariwisata; peta bahaya dan risiko bencana, antara lain peta kawasan rawan bencana gempa bumi, peta kawasan rawan bencana sesar aktif, peta kawasan rawan bencana tsunami, peta kawasan rawan bencana letusan gunung api, dan peta kawasan rawan banjir, serta peta kerentanan likuefaksi dan peta kerentanan gerakan tanah termasuk longsor; peta kawasan perikanan; peta pengaturan perairan pesisir; peta kawasan objek vital nasional dan kepentingan hankam; peta wilayah sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS); peta klimatologi (curah hujan, angin dan temperatur); peta jaringan infrastruktur (jalan, listrik, telekomunikasi, energi, sistem penyediaan air minum (SPAM), sistem pengelolaan air limbah (SPAL), sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sistem jaringan persampahan wilayah lintas kabupaten/kota); peta sumber air dan prasarana sumber daya air (bendungan, sungai, danau, jaringan irigasi); peta potensi pengembangan sumber daya air; peta kawasan industri; peta sebaran lahan gambut; peta pertanahan yang berisikan gambaran umum penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah eksisting (skala besar) serta neraca penatagunaan tanah; Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik (PITTI); Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB); dan peta kawasan terpapar dampak perubahan iklim dari BMKG atau instansi terkait.



Untuk melengkapi proses analisis yang lebih komprehensif, data dan informasi untuk penyusunan RTR Provinsi dapat ditambahkan data dan informasi tentang: (1) data dan informasi tentang ekonomi wilayah, yang meliputi: (a) PDRB, investasi, matrik I-O/IRIO; (b) data dan informasi tentang potensi lestari dan hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, yang meliputi kehutanan, pertambangan, pertanian, perkebunan dan sumber daya laut; (c) data dan informasi tentang kemampuan keuangan pembangunan daerah; (2) data dan informasi tentang kondisi fisik lingkungan, yang meliputi:



- 42 -



(3)



(a) bentang alam (lansekap) beserta ruang bawah tanah, air permukaan, bawah laut, dan kualitas udara; (b) data dan informasi tentang klimatologis, antara lain curah hujan, angin dan temperatur untuk mengetahui trend perubahan iklim; (c) data dan informasi tentang sarana dan prasarana wilayah, yang antara lain meliputi transportasi, komunikasi dan informasi; data dan informasi tentang kebijakan pengelolaan provinsi, yang meliputi: (a) data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan daerah; (b) data dan informasi tentang kebijakan bidang penataan ruang terkait (RTRW Provinsi yang sebelumnya, serta RTRW Nasional dan rencana rincinya); (c) data dan informasi tentang RPJP Provinsi dan RPJM Provinsi; (d) data dan informasi tentang kebijakan pembangunan sektoral (antara lain rencana induk pariwisata, rencana induk perwilayahan industri, rencana kehutanan dan sebagainya); (e) peta dasar dan peta tematik lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan isu dan permasalahan di wilayah provinsi; dan (f) peraturan perundang-undangan terkait.



Ketentuan mengenai peta dasar dan tematik adalah sebagai berikut: (1) peta dasar yang digunakan dalam penyusunan RTRW Provinsi harus bersumber dari instansi yang berwenang dan mengikuti ketentuan perundang-undangan. Jika peta yang dibutuhkan tidak tersedia oleh instansi yang berwenang, peta dapat diperoleh dari pihak lain yang berkompeten; (2) jika peta dasar yang akan digunakan dalam penyusunan RTRW Provinsi diperoleh selain dari instansi yang berwenang, maka penyusunan peta dasar tersebut dilakukan dengan menggunakan sumber peta lain sesuai dengan standar kartografis dengan mempergunakan kesamaan sistem referensi geospasial dan harus dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang di bidang pemetaan dan data geospasial yang dibuktikan dengan berita acara persetujuan atas peta dasar; (3) skala peta tematik minimal setara atau lebih rinci dari skala peta RTRW Provinsi dengan tetap mengacu kepada peta tematik yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang mengeluarkan peta tersebut; (4) dalam hal peta dasar dan/atau peta tematik tidak tersedia, maka perlu dilakukan pemetaan sendiri dengan tingkat ketelitian peta skala 1: 250.000 atau lebih rinci. Apabila data yang digunakan untuk membuat peta tersebut lebih dari 5 tahun sebelum tahun penyusunan (>(t-5)) dan/atau terjadi perubahan kondisi wilayah akibat fenomena alam maupun pengkotaan wilayah maka perlu dilakukan pemutakhiran peta; dan/atau (5) apabila tingkat ketelitian tidak mencapai skala minimum yang dimaksudkan maka perlu ditambahkan catatan kaki mengenai keterbatasan data tersebut. Tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel ketidakpastian serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series)



- 43 sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kabupaten/kota. Dengan data berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi pada wilayah provinsi. Data dan informasi yang digunakan bersumber dari instansi teknis yang berwenang dan dapat dilengkapi dengan data lain dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.



3.



b.



Kegiatan pengumpulan data dan informasi melibatkan masyarakat secara aktif dalam bentuk: 1) permintaan data dan informasi perorangan dan/atau kewilayahan yang diketahui/dimiliki oleh masyarakat; 2) permintaan masukan, aspirasi dan opini awal usulan rencana penataan ruang; dan 3) penjaringan informasi terkait potensi dan masalah penataan ruang.



c.



Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi Buku Fakta dan Analisis.



Pengolahan dan Analisis Data a. Kegiatan pengolahan dan analisis data meliputi: 1) analisis potensi dan permasalahan regional dan global. 2) analisis kebijakan spasial dan sektoral serta analisis kebijakan pembangunan nasional yang bersifat strategis 3) analisis kedudukan dan peran provinsi dalam wilayah yang lebih luas, meliputi: a) kedudukan dan peran provinsi dalam sistem perkotaan dan perekonomian nasional; b) kedudukan dan peran provinsi dalam Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan; dan c) kedudukan dan peran provinsi dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan (bila masuk ke dalam kawasan metropolitan). 4) Analisis fisik wilayah, meliputi: a) karakteristik umum fisik wilayah (letak geografis, morfologi wilayah dan sebagainya); b) potensi rawan bencana alam (longsor, banjir, tsunami, bencana alam geologi dan bencana alam lainnya); c) potensi sumber daya alam, meliputi: (1) tidak terbarukan : mineral, batubara, minyak dan gas bumi, emas, dll; (2) terbarukan : angin, biomasa, panas bumi, air permukaan dan air tanah, dll. d) kemampuan dan kesesuaian lahan; 5) analisis sosial kependudukan, meliputi: a) proyeksi jumlah, distribusi dan kepadatan penduduk pada jangka waktu perencanaan; b) proyeksi penduduk perkotaan dan perdesaan pada jangka waktu perencanaan; c) kualitas sumber daya manusia, antara lain ketenagakerjaan, tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan; dan d) kondisi sosial dan budaya, antara lain kebiasaan/adat istiadat, kearifan lokal dan keagamaan. Untuk menghitung proyeksi penduduk dapat menggunakan metode analisis antara lain linier aritmatik, pertumbuhan geometrik,



- 44 pertumbuhan eksponensial, penduduk berlipat ganda, cohort dan/atau metode proyeksi lainnya. 6) analisis ekonomi wilayah, meliputi: a) potensi dan keunggulan ekonomi wilayah serta interaksi ekonomi antar wilayah; Untuk menentukan basis ekonomi wilayah atau keunggulan lainnya dapat menggunakan metode analisis antara lain indeks kontribusi sektoral, Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), gabungan LQ dan DLQ, multiplier effect, Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis daya saing wilayah, I-O/IRIO dan/atau metode analisis lainnya. b) pertumbuhan ekonomi wilayah pada jangka waktu perencanaan; Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi wilayah dapat menggunakan teknik perhitungan antara lain cara tahunan, ratarata tiap tahun, compounding factor dan/atau metode analisis lainnya. c) struktur ekonomi dan pergeserannya; dan Untuk menganalisis pergeseran struktur ekonomi wilayah dapat menggunakan metode analisis shift-share dan/atau metode analisis lainnya. d) pengembangan sektor penggerak ekonomi dan peluang investasi ekonomi, antara lain sektor wisata, industri, kelautan/pesisir dan pertanian. 7) analisis sebaran ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana wilayah provinsi; 8) analisis pertanahan yang mencakup analisis terhadap neraca penatagunaan tanah (analisis terhadap perubahan penggunaan tanah dari waktu ke waktu, kesesuaian penggunaan tanah dengan RTRW sebelumnya dan ketersediaan tanah untuk kebutuhan pembangunan dengan memperhatikan status penguasaan tanah); 9) analisis sistem pusat-pusat permukiman yang didasarkan pada hasil identifikasi sebaran daerah fungsional perkotaan1 (functional urban area) yang ada di wilayah provinsi. Analisis ini juga dilengkapi dengan analisis interaksi antar pusat-pusat permukiman atau jangkauan pelayanan yang ada di wilayah provinsi. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis antara lain skala gutman, skalogram, indeks sentralitas, sociogram, christaller, rank size rule, zipf’s rank-size distribution (tata jenjang kota-kota), indeks keutamaan, dan/atau metode analisis lainnya; 10) analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta analisis mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. 11) analisis pengurangan resiko bencana; dan 12) analisis sinkronisasi pemanfaatan dan peruntukan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil 13) analisis perizinan pemanfaatan ruang (termasuk di dalamnya analisis data PITTI dan PIPPIB)



1



Daerah fungsional perkotaan atau FUA adalah kumpulan atau aglomerasi desa-desa yang secarafungsional telah memiliki ciri kehidupan perkotaan. Daftar dan peta sebaran desa-desa yang telah memiliki ciri kehidupan perkotaan beserta data lengkapnya dapat diperoleh pada Biro Pusat Statistik (BPS) atau Kantor Statistik di masing-masing provinsi.



- 45 Pengolahan dan analisis data akan menjadi dasar bagi perumusan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi serta rencana struktur ruang, rencana pola ruang, kawasan strategis provinsi, arahan pemanfaatan ruang dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. Analisis dalam penyusunan RTRW Provinsi harus terintegrasi dengan KLHS. b.



4.



Hasil pengolahan dan analisis data, meliputi: 1) isu strategis pengembangan wilayah provinsi; 2) potensi dan masalah penataan ruang wilayah provinsi, termasuk kaitannya dengan wilayah sekitarnya; 3) peluang dan tantangan penataan ruang wilayah provinsi, termasuk kaitannya dengan wilayah sekitarnya; 4) kecenderungan pengembangan dan kesesuaian kebijakan pengembangan provinsi; 5) perkiraan kebutuhan pengembangan wilayah provinsi, termasuk ruang laut, pesisir dan kepulauan, yang meliputi pengembangan struktur ruang seperti sistem perkotaan dan sistem prasarana serta pengembangan pola ruang yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggunakan potensi yang dimiliki, mengelola peluang yang ada serta dapat mengantisipasi tantangan pembangunan ke depan; 6) daya dukung dan daya tampung ruang; 7) konektifitas antar kota, antar kota-desa dan antar pusat pertumbuhan; 8) distribusi penduduk perkotaan dan perdesaan; dan 9) disparitas antar wilayah, kluster ekonomi, dan pusat pertumbuhan ekonomi. Hasil kegiatan pengolahan dan analisis data ini akan menjadi bahan untuk menyusun alternatif konsep rencana dan akan didokumentasikan dalam Buku Fakta dan Analisis. Perumusan Konsepsi RTRW Provinsi a. Kegiatan penyusunan konsep RTRW Provinsi, terdiri atas: 1) penyusunan alternatif konsep rencana, yang berisi: a) rumusan tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan wilayah provinsi; dan b) konsep pengembangan wilayah provinsi (berupa sketsa spasial yang mempertimbangkan skenario dan asumsi). Penyusunan alternatif konsep rencana ini berdasarkan prinsip optimasi pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang sudah terintegrasi antara ruang darat, ruang laut, ruang udara termasuk ruang dalam bumi, sesuai dengan analisis KLHS dan/atau mempertimbangkan rekomendasi perbaikan hasil KLHS. Muatan pengaturan perairan pesisir diintegrasikan setelah mendapatkan persetujuan teknis dari menteri yang menangani bidang kelautan dan perikanan 2) pemilihan konsep rencana; dan 3) perumusan rencana terpilih menjadi muatan RTRW Provinsi, disertai pembahasan antar sektor terkait yang dituangkan dalam berita acara. b. Hasil kegiatan tersebut di atas merupakan materi teknis RTRW Provinsi, yang berisi:



- 46 1) 2)



3)



c.



alternatif konsep rencana; rencana yang disajikan dalam format A4, terdiri atas: a) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b) rencana struktur ruang wilayah provinsi; c) rencana pola ruang wilayah provinsi; d) kawasan strategis wilayah provinsi; e) arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan f) arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. album peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala 1:250.000 yang dicetak dalam kertas ukuran A1 dan dilengkapi dengan peta digital yang mengikuti standar basis data. Album peta minimum terdiri atas: a) peta wilayah perencanaan, yang berisi informasi rupa bumi, dan batas administrasi provinsi serta kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi; b) peta penggunaan lahan saat ini; c) peta rencana struktur ruang wilayah provinsi, yang meliputi rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan dan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana; d) peta rencana pola ruang wilayah provinsi, yang meliputi pola ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya; dan e) peta kawasan strategis provinsi. f) peta pengaturan wilayah perairan pesisir pada kawasan yang memiliki intensitas kegiatan tinggi dan/atau kegiatan strategis, dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000. Peta rencana (struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis provinsi) harus mentaati kaidah pemetaan dan dilakukan di atas peta dasar yang telah dikonsultasikan dan mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang.



Kegiatan perumusan konsepsi RTRW Provinsi melibatkan masyarakat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar dan bentuk komunikasi dua arah lainnya. Konsultasi publik minimal dilakukan 2 (dua) kali yang masing-masing dituangkan dalam berita acara dengan melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Pemerintah Daerah (perangkat daerah anggota TKPRD), akademisi, asosiasi profesi, swasta, dan masyarakat. Pembahasan konsepsi RTRW Provinsi dengan perangkat daerah anggota TKPRD/Forum penataan ruang menghasilkan Berita Acara Pembahasan TKPRD/Forum penataan ruang. Pembahasan konsepsi RTRW Provinsi melibatkan pula provinsi yang berbatasan dan dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Rencana Struktur dan Pola Ruang dengan Daerah yang Berbatasan.



Perumusan konsepsi rencana harus mengintegrasikan hasil rekomendasi KLHS. 5.



Penyusunan Ranperda Tentang RTRW Provinsi a. Kegiatan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi, terdiri atas: 1) penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi;



- 47 2)



b.



penyusunan rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi yang merupakan proses penuangan materi teknis RTRW Provinsi ke dalam pasal-pasal dengan mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan. Hasil pelaksanaan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi, terdiri atas: 1) naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi; 2) naskah rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi; dan



Bagan tata cara penyusunan RTRW Provinsi tercantum dalam Gambar I.1.



- 48 GAMBAR I.1 TATA CARA PENYUSUNAN RTRW PROVINSI



- 49 B. Muatan RTRW Provinsi RTRW Provinsi memuat tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola ruang; kawasan strategis provinsi, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah provinsi. Dalam merumuskan muatan RTRW Provinsi harus mengacu muatan RTRW Nasional dan rencana rincinya (RTR pulau/kepulauan, RTR KSN, RZ KAW, dan RZ KSNT), dan memperhatikan RTRW Provinsi yang berbatasan, termasuk mempertimbangkan aspirasi serta memaduserasikan RTRW Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan. 1.



Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi merupakan terjemahan dari visi dan misi pengembangan wilayah provinsi dalam pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang wilayah provinsi yang diharapkan. a. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi, yang dirumuskan dengan kriteria: 1) mendukung tujuan penataan ruang yang tercantum pada RTR di atasnya (RTRW Nasional dan rencana rincinya) melalui keterpaduan antar sektor, wilayah dan Masyarakat; 2) mewujudkan aspek keruangan yang harmonis dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi; 3) mengakomodasi fungsi dan peran provinsi yang telah ditetapkan dalam RTRW Nasional; 4) memperhatikan isu strategis, potensi unggulan dan karakteristik wilayah provinsi (ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang dalam bumi); 5) jelas, spesifik, terukur dan dapat dicapai dalam jangka waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun; dan 6) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. b. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Provinsi, yang dirumuskan dengan kriteria: 1) mampu menjabarkan tujuan penataan ruang wilayah provinsi; 2) mampu menjawab isu strategis di wilayah provinsi; 3) mempertimbangkan kapasitas sumber daya yang dimiliki; 4) memuat kebijakan pengembangan kawasan strategis provinsi; 5) memuat kebijakan pengembangan wilayah kabupaten/kota; 6) memuat kebijakan peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk dan mata air; dan 7) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. c. Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi, yang dirumuskan dengan kriteria: 1) menjabarkan kebijakan penataan ruang wilayah provinsi ke dalam langkah-langkah yang dirinci; 2) harus dapat dijabarkan secara spasial dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi; 3) berfungsi sebagai arahan bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW Provinsi; 4) berfungsi sebagai dasar penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; 5) jelas, realistis dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan; dan 6) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.



- 50 2.



Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Rencana struktur wilayah provinsi adalah rencana sistem susunan pusatpusat permukiman (sistem perkotaan wilayah provinsi yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya) dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi yang dikembangkan untuk melayani kegiatan skala provinsi dan mengintegrasikan wilayah provinsi. Sistem perkotaan wilayah tersebut di atas dapat berupa pusat perekonomian, rencana kota baru, simpul ekonomi baru dan/atau koridor ekonomi baru yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan ruang, keberlanjutan pembangunan dan ketahanan masyarakat. Kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Rencana struktur ruang wilayah provinsi dirumuskan dengan kriteria: a. Berdasarkan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. Mempertimbangkan kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah provinsi dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan; c. Mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi; d. Mengacu rencana struktur ruang wilayah nasional (RTRW Nasional dan rencana rincinya) dan memperhatikan rencana struktur ruang wilayah provinsi yang berbatasan; e. Mencakup sistem jaringan prasarana dan sarana laut. f. Pusat kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi, yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) mengadopsi pusat-pusat kegiatan yang kewenangan penetapannya berada pada pemerintah pusat yang berada di wilayah provinsi bersangkutan; 2) memuat penetapan pusat kegiatan lokal (PKL); 3) harus berhirarki2 dan/atau berjejaring3 di dalam ruang wilayah provinsi serta saling terkait menjadi satu kesatuan sistem perkotaan; dan 4) mempertimbangkan cakupan pelayanan bagi kabupaten/kota yang berada dalam wilayah provinsi, yang meliputi pusat layanan dan peletakan jaringan prasarana wilayah provinsi yang menunjang keterkaitan fungsional antar pusat pelayanan. 5) mempertimbangkan pusat pertumbuhan kelautan dan perikanan serta pusat industri kelautan dan perikanan yang ada dalam materi teknis muatan perairan pesisir. g. Dapat ditransformasikan ke dalam penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan h. Mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana struktur ruang wilayah provinsi, terdiri atas: a. Sistem pusat permukinan meliputi: 1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang berada di wilayah provinsi;



2



Hierarki: hubungan antara pusat kegiatan dengan pusat kegiatan lain yang lebih tinggi atau lebih rendah. 3 Berjejaring: hubungan antar pusat kegiatan yang setingkat .



- 51 -



2)



3)



4)



PKN merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang berada di wilayah provinsi; PKW merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang berada di wilayah provinsi; PKSN merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi. PKL merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. PKL ditetapkan dengan kriteria: a) kawasan perkotaan yang berfungsi/berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; b) kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani kabupaten atau beberapa kecamatan;



b.



Sistem jaringan transportasi yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah provinsi, terdiri atas: 1) sistem jaringan jalan meliputi: a) jalan umum meliputi: (1) jalan arteri, meliputi jalan arteri primer; (2) jalan kolektor, meliputi jalan kolektor primer; (3) jalan lokal, meliputi jalan lokal primer yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. b) jalan khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh orang atau instansi untuk melayani kepentingan sendiri; c) jalan tol; d) terminal penumpang terdiri atas terminal penumpang tipe A dan tipe B; e) terminal barang; f) jembatan timbang; dan/atau g) jembatan 2) sistem jaringan kereta api, terdiri atas: a) jaringan jalur kereta api (KA) termasuk kereta rel listrik, kereta bawah tanah, monorail dan lain-lain; dan/atau b) stasiun kereta api (KA). 3) sistem jaringan sungai, danau dan penyeberangan, terdiri atas: a) alur-pelayaran sungai dan alur-pelayaran danau yang terdapat pada wilayah provinsi; b) lintas penyeberangan antarnegara; c) lintas penyeberangan antarprovinsi; d) lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam provinsi e) pelabuhan sungai dan danau; dan/atau f) pelabuhan penyeberangan. 4) sistem jaringan transportasi laut terdiri atas: a) pelabuhan laut yang terdapat pada wilayah provinsi, meliputi: (1) pelabuhan utama yaitu pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan



- 52 -



(2)



(3)



(4)



(5)



(6)



internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. pelabuhan pengumpul yaitu pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asai tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. pelabuhan pengumpan yaitu pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. terminal umum yaitu bagian dari pelabuhan yang terletak di dalam atau di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan umum yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Pelabuhan atau Badan Usaha Pelabuhan yang telah atau akan diberikan hak untuk meyelenggarakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu yang diatur dalam perjanjian konsesi atau bentuk kerjasama lainnya. Terminal umum yang digambarkan dalam rencana struktur ruang wilayah provinsi adalah terminal umum yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. terminal khusus yaitu terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. pelabuhan perikanan yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan pelabuhan perikanan terdiri atas: (a) pelabuhan perikanan samudera yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas -batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan



- 53 -



c.



yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan kelas A; (b) pelabuhan perikanan nusantara yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas -batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan kelas B; (c) pelabuhan perikanan pantai yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan kelas C; dan (d) pangkalan pendaratan ikan yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan kelas D. b) alur-pelayaran di laut yang terdapat pada wilayah provinsi baik internasional maupun nasional, terdiri atas: (1) alur-pelayaran umum dan perlintasan; (2) alur-pelayaran masuk pelabuhan; dan/atau (3) alur pelayaran khusus; Alur-pelayaran di laut sebagaimana dimaksud pada huruf (a) di atas juga dapat berupa Alur Laut Kepulauan Indonesia. 5) bandar udara umum dan bandar udara khusus yang terdapat pada wilayah provinsi, terdiri atas: a) bandar udara pengumpul; b) bandar udara pengumpan; dan/atau c) bandar udara khusus dikembangkan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya. 6) jalur pendaratan dan penerbangan di laut yaitu jalur yang bertujuan untuk mengatur arus lalu lintas pendaratan dan penerbangan di laut. sistem jaringan energi yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah provinsi, terdiri atas: 1) jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdiri atas: a) infrastruktur minyak dan gas bumi; dan/atau b) jaringan minyak dan gas bumi termasuk jaringan pipa/kabel bawah laut. 2) jaringan infrastruktur ketenagalistrikan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdiri atas: a) infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukungnya; dan/atau



- 54 b)



d.



e.



f.



jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya, terdiri atas: (1) jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem; (2) jaringan distribusi tenaga listrik; (3) jaringan pipa/kabel bawah laut penyaluran tenaga listrik; dan/atau (4) gardu listrik. sistem jaringan telekomunikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah provinsi terdiri atas: 1) jaringan tetap termasuk pipa/kabel bawah laut untuk telekomunikasi dan mitigasi bencana; dan/atau 2) jaringan bergerak. sistem jaringan sumber daya air, berupa prasarana sumber daya air yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah provinsi meliputi: 1) sistem jaringan irigasi; 2) sistem jaringan air bersih termasuk jaringan pipa untuk kebutuhan water treatment yang ada di laut; 3) sistem pengendalian banjir, terdiri atas; a) jaringan pengendalian banjir; b) bangunan pengendalian banjir; dan/atau 4) bangunan sumber daya air termasuk bangunan pengambil air di darat dan di laut. sistem jaringan prasarana lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah provinsi terdiri atas: 1) sistem penyediaan air minum (SPAM) termasuk pipa/kabel bawah laut air minum; 2) sistem pengelolaan air limbah (SPAL) termasuk pipa/kabel bawah laut air limbah; 3) sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3); dan/atau 4) sistem jaringan persampahan wilayah. Sistem jaringan prasarana lainnya dapat diselenggarakan infrastrukturnya secara bersama terintegrasi dengan sistem jaringan jalan, baik di atas tanah maupun di dalam bumi dan dapat dikelola oleh pemerintah provinsi.



Rencana struktur ruang wilayah provinsi digambarkan dalam peta sebagai lampiran peraturan daerah dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Rencana struktur ruang wilayah nasional yang ada di wilayah provinsi harus tergambarkan dalam peta rencana struktur ruang wilayah provinsi; b. Digambarkan dalam beberapa lembar peta dengan ketelitian peta skala 1:250.000 yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti ketentuan instansi yang berwenang di bidang pemetaan dan data geospasial; c. Dilengkapi dengan peta yang menunjukkan satu cakupan wilayah secara utuh dengan menggunakan format landscape atau portrait sesuai bentuk wilayah dan mencantumkan nomor indeks peta yang berada di dalam wilayah tersebut; d. Apabila diperlukan dapat digambarkan setiap muatan peta rencana struktur ruang wilayah provinsi pada peta tersendiri (peta per sistem); e. Apabila muatan rencana struktur ruang wilayah provinsi tidak tergambarkan pada skala 1:250.000, maka dapat dipetakan dalam peta tersendiri (peta per sistem);



- 55 f.



g.



h.



Sistem jaringan prasarana wilayah provinsi yang berada di dalam bumi dan di atas permukaan tanah harus tergambar pada peta rencana struktur ruang wilayah provinsi dan dapat digambarkan pada peta tiga dimensi tersendiri; Simbolisasi dan penyajian peta rencana struktur ruang wilayah provinsi mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota; dan Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



- 56 3.



Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Rencana pola ruang wilayah provinsi adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah provinsi yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budi daya provinsi, dirumuskan dengan kriteria: a. Berdasarkan pada strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. Mempertimbangkan alokasi ruang wilayah provinsi dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan; c. Mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi; d. Mengacu rencana pola ruang nasional (RTRWN dan rencana rincinya) dan memperhatikan rencana pola ruang wilayah provinsi yang berbatasan; e. Mencakup kawasan konservasi di laut dan kawasan pemanfaatan umum f. Dapat ditransformasikan ke dalam penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan g. Mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana pola ruang wilayah provinsi terdiri atas: a. Kawasan peruntukan lindung provinsi adalah kawasan peruntukan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu wilayah kabupaten/kota atau kawasan peruntukan lindung dalam wilayah suatu kabupaten/kota yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kabupaten/kota lain, atau kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi, dapat terdiri atas: 1) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; 2) kawasan perlindungan setempat; Kawasan perlindungan setempat dapat berupa kawasan kearifan lokal dan sempadan yang berfungsi sebagai kawasan lindung antara lain sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, dan waduk, serta kawasan lainnya yang memiliki fungsi perlindungan setempat. Dalam kawasan perlindungan setempat, RTRW Provinsi perlu mengatur arahan batas sempadan sebagai dasar bagi penetapan oleh pemerintah kabupaten/kota. 3) kawasan konservasi; 4) kawasan pencadangan konservasi di laut; 5) kawasan hutan adat; 6) kawasan lindung geologi; Kawasan lindung geologi berupa keunikan bentang alam karst digambarkan sebagai: a) kawasan lindung dalam rencana pola ruang apabila kawasan tersebut akan dipertahankan sebagai kawasan berfungsi lindung, di mana kegiatan lain yang diizinkan adalah kegiatan yang tidak menganggu fungsi utama kawasan; b) kawasan pertampalan (overlay), apabila kawasan tersebut berada di dalam kawasan hutan, memiliki fungsi utama selain sebagai kawasan bentang alam karst, atau direncanakan sebagai kawasan budi daya tertentu dengan tetap mempertahankan fungsi lindung dari kawasan bentang alam karst. Ketentuan terkait kegiatan di kawasan yang bertampalan dengan kawasan bentang alam karst, diatur lebih lanjut dalam ketentuan khusus.



- 57 7)



8) b.



kawasan cagar budaya Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Kawasan cagar budaya digambarkan sebagai: a) kawasan lindung dalam rencana pola ruang, apabila kawasan tersebut akan dipertahankan sebagai kawasan berfungsi lindung, dimana kegiatan lain yang diizinkan adalah kegiatan yang tidak menganggu fungsi utama kawasan; b) kawasan pertampalan (overlay), apabila kawasan tersebut memiliki fungsi utama selain sebagai kawasan cagar budaya, atau direncanakan sebagai kawasan budi daya tertentu dengan tetap mempertahankan fungsi lindung dari kawasan cagar budaya. Ketentuan terkait kegiatan di kawasan yang bertampalan dengan kawasan cagar budaya, diatur lebih lanjut dalam ketentuan khusus. kawasan ekosistem mangrove.



Kawasan peruntukan budi daya Kawasan peruntukan budi daya adalah kawasan peruntukan budi daya yang dipandang sangat penting/strategis menurut peraturan perundangundangan perizinan, bersifat strategis dan berdampak luas bagi upaya pencapaian pembangunan provinsi, secara administrasi bersifat lintas kabupaten/kota dan/atau pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi, dapat terdiri atas: 1) kawasan hutan produksi; 2) kawasan perkebunan rakyat; kawasan perkebunan rakyat adalah hutan rakyat yaitu hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 hektar, penutupan tajuk tanaman berkayu atau jenis lainnya lebih dari 50% atau jumlah tanaman pada tahun pertama minimal 500 tanaman tiap hektar; 3) kawasan pertanian; Di dalam kawasan pertanian ini dapat ditetapkan luasan dan sebaran Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan kriteria sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pertanian. Dalam hal persebaran KP2B dimuat dalam RTRW Provinsi, penunjukan kawasannya dapat digambarkan dalam peta tersendiri dan akan ditampalkan (overlay) dengan peta rencana pola ruang. Peta hasil penampalan (overlay) sebagaimana dimaksud akan memiliki pengaturan tersendiri yang menambahkan aturan dasar masingmasing kawasan. Aturan ini diatur lebih lanjut dalam ketentuan khusus. 4) kawasan perikanan, termasuk kawasan pengelolaan ekosistem pesisir; 5) kawasan pergaraman; 6) kawasan pertambangan dan energi; Kawasan pertambangan dan energi digambarkan sebagai: a) kawasan budi daya dalam rencana pola ruang, apabila kawasan tersebut merupakan atau direncanakan menjadi kegiatan hilir dari pertambangan minyak dan gas bumi, atau pada kawasan tersebut telah dilakukan kegiatan operasi produksi pertambangan mineral dan batubara, serta kawasan panas bumi dan kawasan pembangkitan tenaga listrik di mana kegiatan lain



- 58 -



7)



8) 9) 10) 11)



12) 13)



yang diizinkan adalah kegiatan pendukung yang tidak mengganggu fungsi utama kawasan. b) kawasan pertampalan (overlay), apabila pada kawasan tersebut terdapat potensi pertambangan mineral dan batubara, dapat berupa Wilayah Pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan. Ketentuan terkait pelaksanaan kegiatan pertambangan dan kegiatan lain di kawasan yang bertampalan dengan kawasan potensi pertambangan mineral dan batubara, diatur lebih lanjut dalam ketentuan khusus. kawasan pemanfaatan air laut selain energi; Kawasan pemanfaatan air laut menjadi suatu produk tertentu selain untuk keperluan energi. kawasan peruntukan industri; kawasan pariwisata; kawasan permukiman; kawasan pembuangan hasil pengerukan di laut (dumping area); Kawasan yang merupakan dumping area yang digunakan untuk tempat penimbunan hasil kegiatan kerja keruk, dapat berupa kawasan pembuangan material dari kegiatan pertambangan, pelabuhan, dan lain-lain. kawasan transportasi; kawasan pertahanan dan keamanan Kawasan pertahanan dan keamanan digambarkan sebagai: a) kawasan budi daya dalam rencana pola ruang, apabila memiliki fungsi utama sebagai kawasan pertahanan dan keamanan yang bersifat permanen (seperti kantor/basis pangkalan militer, tempat penyimpanan senjata dan peralatan militer lainnya, dll), dimana kegiatan lain yang diizinkan adalah kegiatan pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang pertahanan dan keamanan; b) kawasan pertampalan (overlay), apabila fungsi Kawasan dan pertahanan dan keamanan bersifat sementara/temporer pada kawasan lindung atau kawasan budi daya selain kawasan pertahanan dan keamanan, dimana ketentuan kegiatan terkait fungsi pertahanan dan keamanan ditambahkan dalam ketentuan khusus kawasan yang bertampalan;



Rencana pola ruang wilayah provinsi digambarkan dalam peta sebagai lampiran peraturan daerah dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Digambarkan dalam beberapa lembar peta dengan ketelitian peta 1:250.000 yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau mengikuti ketentuan instansi yang berwenang di bidang pemetaan dan data geospasial; b. Dilengkapi dengan peta yang menunjukkan satu cakupan wilayah secara utuh dengan menggunakan format landscape atau portrait sesuai bentuk wilayah dan mencantumkan nomor indeks peta yang berada di dalam wilayah tersebut; c. Dalam peta rencana pola ruang wilayah provinsi perlu ditampilkan juga unsur dasar peta (batas administrasi, danau, sungai, dan garis pantai) dan rencana jaringan jalan baik dalam bentuk garis atau poligon sesuai dengan ketentuan penyajian peta;



- 59 d.



e.



f.



g.



Kawasan lindung dan kawasan budi daya yang berukuran minimal 156,25 ha harus tergambar dalam bentuk poligon di rencana pola ruang RTRW provinsi. Dalam hal kawasan lindung dan kawasan budi daya berukuran kurang dari 156,25 ha, dapat digambarkan dalam bentuk poligon jika memiliki nilai strategis dan/atau memiliki penetapan dalam bentuk peraturan perundang-undangan; Pada peta rencana pola ruang terdapat ketentuan tambahan sebagai berikut: 1) Pada kawasan hutan yang diusulkan perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan hutannya, dan pada saat proses penetapan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi belum disepakati, penggambaran di dalam peta rencana pola ruang menggunakan ketentuan holding zone, yaitu “kode kawasan hutan/kode kawasan yang diusulkan”. 2) Pada kawasan pertanian (tanaman pangan) yang diusulkan untuk dialihfungsi menjadi kawasan peruntukan lain, dan pada saat proses penetapan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi belum disepakati, penggambaran di dalam peta rencana pola ruang menggunakan ketentuan holding zone, yaitu “kode kawasan pertanian/kode kawasan yang diusulkan”. Holding zone pada kawasan ini tidak berlaku untuk kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 3) Pada kawasan perairan pesisir atau badan air berupa sungai yang diusulkan untuk direklamasi menjadi kawasan peruntukan lain, dan pada saat proses penetapan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi belum disepakati, penggambaran di dalam peta rencana pola ruang menggunakan ketentuan holding zone, yaitu “kode kawasan semula/kode kawasan yang diusulkan”. 4) Pada kawasan hutan yang di dalamnya terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)/Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) penggambaran di dalam peta rencana pola ruang menggunakan ketentuan “kode kawasan hutan/kode kawasan yang telah diberikan izinnya”. Simbolisasi dan penyajian peta rencana pola ruang wilayah provinsi mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota; dan Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



- 60 4.



Kawasan Strategis Provinsi Kawasan strategis provinsi merupakan bagian wilayah provinsi yang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup wilayah provinsi di bidang ekonomi, sosial budaya, sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi dan/atau lingkungan hidup. Deliniasi kawasan strategis provinsi berbentuk poligon dan bersifat indikatif. Kawasan strategis provinsi ditetapkan berdasarkan kriteria: a. Mendukung tujuan penataan ruang wilayah provinsi; b. Tidak bertentangan dengan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; c. Berdasarkan nilai strategis dari aspek eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi penanganan kawasan; d. Kesepakatan Masyarakat berdasarkan kebijakan terhadap tingkat kestrategisan kawasan yang ditetapkan di wilayah provinsi; e. Berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi; f. Memperhatikan faktor-faktor di dalam tatanan ruang wilayah provinsi yang memiliki kekhususan; g. Menyebutkan dan memperhatikan kawasan strategis nasional yang berada di wilayah provinsi; h. Dapat berhimpitan dengan kawasan strategis nasional, namun harus memiliki kepentingan/kekhususan yang berbeda serta harus ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi yang jelas; i. Mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah dan kemampuan pemerintah daerah provinsi untuk bekerja sama dengan badan usaha dan/atau masyarakat; j. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis lainnya yang sesuai dengan kepentingan pembangunan wilayah provinsi; k. Dapat berupa kawasan yang berada pada satu kabupaten/kota atau lintas kabupaten/kota; dan l. Mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Kawasan strategis provinsi dapat terdiri atas: a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan kriteria sebagai berikut: 1) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; 2) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi provinsi; 3) memiliki potensi ekspor; 4) memiliki pusat kegiatan yang mempunyai pengaruh terhadap sektor dan pengembangan wilayah; 5) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; 6) ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal; 7) ditetapkan untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi; 8) memiliki pusat kegiatan pengelolaan, pengolahan dan distribusi bahan baku menjadi bahan jadi; 9) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; 10) memiliki fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. Kawasan strategis ini dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B);



- 61 11) memiliki pusat pengembangan produk unggulan; dan/atau 12) memiliki pusat kegiatan perdagangan dan jasa. b.



Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya dengan kriteria sebagai berikut: 1) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau cagar budaya baik yang terletak di daratan dan/atau di perairan; 2) memiliki pusat kegiatan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur dan situs cagar budaya; 3) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya; 4) merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan; 5) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya; dan/atau 6) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya.



c.



Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi dengan kriteria sebagai berikut: 1) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi dan posisi geografis sumber daya alam strategis, pengembangan teknologi kedirgantaraan serta tenaga atom dan nuklir; 2) memiliki sumber daya alam strategis; 3) memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; 4) memiliki fungsi sebagai pusat pemanfaatan dan pengembangan teknologi kedirgantaraan; dan/atau 5) memiliki fungsi sebagai lokasi dan posisi geografis penggunaan teknologi tinggi strategis lainnya.



d.



Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dengan kriteria sebagai berikut: 1) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; 2) merupakan kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; 3) memberikan perlindungan keseimbangan neraca air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian; 4) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; 5) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; 6) memiliki pusat kegiatan pada kawasan rawan bencana dan mempunyai risiko bencana alam; dan/atau 7) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.



Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Provinsi meliputi: a. nilai strategis kawasan pengembangan; b. delineasi kawasan; c. tujuan pengembangan kawasan; dan d. arah pengembangan kawasan yang menjadi acuan kabupaten/kota dalam menyusun RDTR.



pemerintah



Kebijakan pengembangan KSP menjadi acuan dalam penyusunan indikasi arahan zonasi.



- 62 Kawasan Strategis Provinsi digambarkan dalam peta sebagai lampiran peraturan daerah dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Delineasi Kawasan Strategis Provinsi harus digambarkan pada satu lembar peta yang menggambarkan wilayah provinsi secara keseluruhan; b. Pada bagian legenda peta harus dijelaskan sudut kepentingan pada setiap delineasi kawasan strategis provinsi; c. Simbolisasi dan penyajian peta kawasan strategis provinsi mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota; dan d. Mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5.



Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi adalah arahan pembangunan/pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi sesuai dengan RTRW Provinsi melalui: a. Ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Arahan ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dilaksanakan dengan mempertimbangkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang terdiri atas: 1) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha; 2) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha; dan 3) Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional. Untuk mendukung pelaksanaan pelayanan perizinan kegiatan pemanfaatan ruang di daerah, dapat dilakukan pendelegasian Penerbitan KKPR berupa Konfirmasi KKPR dan Persetujuan KKPR dari Menteri kepada Gubernur tanpa mengurangi kewenangan Menteri, yang dilaksanakan dengan mengacu kepada RTRW Provinsi serta dilaksanakan berdasarkan azas berjenang dan komplementer yang selaras dengan tujuan penyelenggaraan penataan ruang. Dalam rangka pemberian KKPR laut untuk kawasan peruntukan lindung dan budi daya di laut yang memiliki intensitas kegiatan tinggi dan/atau kegiatan strategis, dapat disusun peta pengaturan wilayah perairan pesisir dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000 yang dilengkapi dengan rincian lokasi, luasan, dan aturan pemanfaatan ruang pada masing-masing kegiatan. Contoh peta pengaturan wilayah perairan pesisir skala 1:50.000 terlampir pada Gambar I.2 beserta tabel rinciannya terlampir pada Tabel I.1.



- 63 GAMBAR I.2 CONTOH PENGATURAN PERAIRAN PESISIR UNTUK KKPR LAUT



Peta Rencana Pola Ruang RTRW Provinsi XX (Skala 1:250.000)



KKPR Laut RTRW Provinsi XX Lampiran... Peta KKPR Laut (Skala 1:50.000)



Keterangan:



Keterangan: Ruang laut yang memiliki intensitas kegiatan tinggi dan/atau kegiatan strategis



Lampiran peta KKPR Laut berisi penjabaran rencana pola ruang kedalam kegiatan.



- 64 -



TABEL I.1 CONTOH TABEL RINCIAN LOKASI, LUASAN DAN ATURAN PEMANFAATAN RUANG UNTUK KKPR LAUT KKPR Laut RTRW Provinsi XX Lampiran ... Rincian lokasi, luasan, dan aturan pemanfaatan ruang pada masing-masing kegiatan



- 65 b. Penyusunan indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan. Penyusunan indikasi program utama pembangunan wilayah provinsi disusun dengan kriteria: 1) Berdasarkan rencana struktur ruang, rencana pola ruang dan kebijakan pengembangan kawasan strategis provinsi; 2) Mendukung program utama penataan ruang nasional; 3) Dapat diacu dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi; 4) Realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan; 5) Mempertimbangkan keterpaduan antar program pengembangan wilayah provinsi dan rencana induk sektor di daerah; 6) Konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan; 7) Mempertimbangkan kemampuan pembiayaan, dan kapasitas daerah serta pertumbuhan investasi; 8) Mempertimbangkan aspirasi masyarakat; dan 9) Mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyusunan indikasi program utama pembangunan wilayah provinsi sekurang-kurangnya mencakup: 1) Perwujudan rencana struktur ruang wilayah provinsi, terdiri atas: a) perwujudan sistem pusat permukiman; b) perwujudan sistem jaringan transportasi; c) perwujudan sistem jaringan energi; d) perwujudan sistem jaringan telekomunikasi; e) perwujudan sistem jaringan sumber daya air; dan f) perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya. 2) Perwujudan rencana pola ruang wilayah provinsi, mencakup: a) perwujudan kawasan peruntukan lindung; dan b) perwujudan kawasan peruntukan budi daya. 3) Perwujudan kawasan strategis provinsi. Cakupan arahan pemanfaatan ruang provinsi di atas merupakan susunan dasar minimum bagi indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan selama jangka waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Pemerintah provinsi dapat menjabarkan lebih rinci sesuai dengan kebutuhan pemanfaatan ruang atau pengembangan wilayahnya. Indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan selama 20 (dua puluh) tahun disusun dengan ketentuan: 1) Indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahun pertama disusun dalam bentuk tabel meliputi: a) Program Utama Berisikan usulan program-program pengembangan wilayah provinsi untuk mewujudkan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis wilayah provinsi. b) Lokasi Tempat dimana usulan program-program utama akan dilaksanakan. c) Sumber Pendanaan Dapat berasal dari APBD Provinsi, APBN, swasta, masyarakat dan/atau sumber lain yang sah.



- 66 d) Instansi Pelaksana Pelaksana program utama meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan) dan dapat melibatkan pihak swasta serta masyarakat. e) Waktu Pelaksanaan Usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 5 (lima) tahun yang dirinci kedalam program utama tahunan rencana pembangunan daerah provinsi. Contoh tabel indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahun pertama dalam penyusunan RTRW Provinsi ditunjukkan pada Tabel I.2. 2) Indikasi program jangka menengah 5 (lima) tahun kedua sampai dengan 5 (lima) tahun keempat, diuraikan dalam bentuk narasi yang menjelaskan program-program utama untuk perwujudan struktur ruang dan pola ruang dalam wilayah provinsi. c. Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang Sinkronisasi program pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan indikasi progam utama yang termuat dalam RTRW Provinsi melalui penyelarasan indikasi program dengan program sektoral dan kewilayahan dalam dokumen rencana pembangunan secara terpadu. Dokumen sinkronisasi program pemanfaatan ruang akan menjadi masukan untuk penyusunan rencana pembangunan dan pelaksanaan peninjauan kembali dalam rangka revisi RTRW Provinsi. Sinkronisasi program pemanfaatan ruang menghasilkan dokumen: 1) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka menengah 5 (lima) tahunan; dan 2) Sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka pendek 1 (satu) tahunan.



- 67 TABEL I.2 CONTOH TABEL INDIKASI PROGRAM UTAMA JANGKA MENENGAH LIMA TAHUNAN RTRW PROVINSI Program Utama A. 1.



Lokasi



Sumber Pendanaan



Instansi Pelaksana



Perwujudan Struktur Ruang Perwujudan Sistem Pusat Permukiman 1.1................



*.............. 1.2................



*.............. 2.



Perwujudan Sistem Jaringan Transportasi *Contoh: Kabupaten A APBD Peningkatan kualitas terminal penumpang



Dinas Perhubungan



*............ 3.



Perwujudan Sistem Jaringan Energi 3.1................



*.............. 3.2................



*.............. B. 1.



Perwujudan Pola Ruang Perwujudan Kawasan Peruntukan Lindung 1.1 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya * Contoh: Hutan Lindung XX di APBN, Pengembalian Kabupaten B dan APBD fungsi Kabupaten C lindung hutan lindung dengan



Dinas Kehutanan



Waktu Pelaksanaan Tahun ke-1



Tahun ke-2



Tahun ke-3



Tahun ke-4



Tahun ke-5



- 68 -



Program Utama



Lokasi



Sumber Pendanaan



rehabilitasi dan reboisasi 1.2................



*.............. 2.



Perwujudan Kawasan Peruntukan Budi Daya 2.1................



*.............. 2.2................



*.............. C.



Perwujudan Kawasan Strategis Provinsi 1.1................



*.............. 1.2................



*.............. 1.3................



*..............



Instansi Pelaksana



Waktu Pelaksanaan Tahun ke-1



Tahun ke-2



Tahun ke-3



Tahun ke-4



Tahun ke-5



- 69 -



6.



Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi meliputi: a. indikasi arahan zonasi sistem provinsi; b. penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang; c. arahan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi disusun dengan kriteria: a. Berdasarkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang; b. Mempertimbangkan penetapan kawasan strategis provinsi; c. Mempertimbangkan permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki wilayah provinsi; d. Terukur, realistis dan dapat diterapkan; e. Mempertimbangkan aspirasi masyarakat dalam penetapannya; f. Melindungi kepentingan umum; dan g. Mengacu pada peraturan perundang-undangan. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi memuat: a. Indikasi arahan zonasi 1) Indikasi arahan zonasi sistem provinsi adalah arahan dalam penyusunan ketentuan umum zonasi yang lebih detail dan sebagai acuan bagi pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi terutama pada kawasan strategis provinsi dan kawasan sekitar jaringan prasarana wilayah provinsi. 2) Indikasi arahan zonasi sistem provinsi berfungsi: a) sebagai dasar pertimbangan dalam pengawasan penataan ruang; dan b) menyeragamkan arahan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk peruntukan ruang yang sama; dan c) sebagai dasar pemberian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut. 3) Indikasi arahan zonasi sistem provinsi disusun berdasarkan: a) sistem pusat permukiman provinsi dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi. Indikasi arahan zonasi pada kategori ini memberi arahan bagi peraturan zonasi di sekitar sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten/kota; b) kawasan lindung dan kawasan budi daya wilayah provinsi yang ditampalkan (overlay) dengan: (1) Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP); (2) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B); (3) kawasan rawan bencana termasuk penetapan jalur dan ruang evakuasi bencana; (4) kawasan cagar budaya termasuk wilayah kelola masyarakat hukum adat yang ada di laut; (5) kawasan resapan air; (6) kawasan sempadan termasuk sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan situ/danau/embung/waduk, mata air, dan sempadan pipa/kabel bawah laut; (7) kawasan pertahanan dan keamanan; (8) kawasan karst; (9) kawasan pertambangan mineral dan batubara; (10) kawasan migrasi satwa termasuk alur migrasi biota laut;



- 70 -



4)



(11) ruang dalam bumi; (12) Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp); (13) Bagan Pemisah Alur (TSS/Traffic Separation Scheme); (14) Kawasan Perlindungan Ekosistem Laut; (15) Area Perjanjian Kerjasama Internasional. Arahan ini merupakan acuan bagi kabupaten/kota dalam penetapan peraturan zonasi dan terkait dengan kepentingan pemberian KKPR. c) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. indikasi arahan zonasi sistem provinsi berisikan: a) kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat dan kegiatan yang tidak diperbolehkan pada setiap kawasan yang mencakup ruang darat, laut, udara dan dalam bumi; b) intensitas pemanfaatan ruang pada setiap kawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a antara lain meliputi arahan bagi koefisien dasar hijau, arahan bagi koefisien dasar bangunan, arahan bagi koefisien lantai bangunan dan arahan bagi garis sempadan bangunan; c) sarana dan prasarana minimum sebagai dasar fisik lingkungan guna mendukung pengembangan kawasan agar dapat berfungsi secara optimal; d) arahan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dilewati oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah provinsi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan e) ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan wilayah provinsi dalam mengendalikan pemanfaatan ruang, seperti: (1) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yaitu wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan; (2) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) yaitu wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional; (3) kawasan rawan bencana yaitu kawasan dengan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu; (4) kawasan cagar budaya yaitu satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Pada ketentuan khusus cagar budaya dapat



- 71 -



(5)



(6)



(7)



(8) (9)



(10)



(11)



(12)



(13)



(14)



(15)



diakomodir pula wilayah kelola masyarakat hukum adat yang ada di laut; kawasan resapan air yaitu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. kawasan sempadan yaitu kawasan dengan jarak tertentu dari pantai, sungai, situ/danau/embung/waduk, mata air, dan pipa/kabel bawah laut yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi kawasan pertahanan dan keamanan yaitu kawasan yang ditetapkan untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara kesatuan republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara; kawasan karst yaitu bentang alam yang terbentuk karena pelarutan air pada batuan gamping dan/atau dolomit; kawasan pertambangan mineral dan batubara, yaitu kawasan yang memiliki potensi berupa komoditas pertambangan mineral dan batubara, dapat berupa wilayah pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), dll sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan; kawasan migrasi satwa yaitu suatu area yang dimanfaatkan untuk migrasi atau berpindahnya jenis dan spesies satwa tertentu secara berkelanjutan. Kawasan migrasi satwa termasuk alur migrasi biota laut; ruang dalam bumi yaitu ruang yang berada dibawah permukaan tanah yang digunakan untuk berbagai kegiatan manusia; Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp) adalah perairan disekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin untuk keselamatan pelayaran. Bagan Pemisah Alur (TSS/Traffic Separation Scheme), merupakan sebuah sistem manajemen lalu lintas maritim yang diatur oleh International Maritime Organization (IMO) yang memuat lajur lalu lintas yang harus digunakan oleh tiap kapal yang melintasi kawasan tertentu. Kawasan Perlindungan Ekosistem Laut, dapat berupa EBSA/Kawasan yang Signifikan secara Ekologi dan Biologi, PSSA/Area Sensitif dan Daerah Larangan Penangkapan Ikan. EBSA (Ecologically or Biologically Significant Marine Areas)/Kawasan yang Signifikan Secara Ekologi dan Biologi, merupakan kawasan tertentu di laut yang memiliki fungsi penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi laut. Sedangkan PSSA (Particularly Sensitive Sea Areas)/Area Sensitif merupakan kawasan tertentu di laut yang memerlukan perlindungan khusus dikarenakan memiliki fungsi penting secara ekologi, sosio ekonomi maupun ilmu pengetahuan, yang sensitif terhadap kegiatan maritim internasional. Area Perjanjian Kerjasama Internasional;



- 72 5)



b.



indikasi arahan zonasi sistem provinsi digunakan sebagai dasar dalam penyusunan ketentuan umum zonasi kabupaten/kota yang berada dalam wilayah provinsi bersangkutan.



Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang terdiri atas: 1) Penilaian pelaksanaan KKPR dilaksanakan untuk memastikan: a) Kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan KKPR dilakukan pada periode, yaitu: (1) selama pembangunan, dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam memenuhi ketentuan KKPR. Dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya KKPR. Apabila ditemukan ketidakpatuhan, maka pelaku kegiatan diharuskan melakukan penyesuaian ruang. (2) pasca pembangunan, dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan dengan ketentuan dokumen KKPR. Apabila ditemukan inkonsistensi, dilakukan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan dalam KKPR dilakukan oleh pemerintah pusat dan dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah. Hasil penilaian kepatuhan pelaksanaan ketentuan dalam KKPR dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial. b) Pemenuhan prosedur perolehan KKPR. Pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan KKPR, dengan ketentuan: (1) apabila KKPR diterbitkan tidak melalui prosedur yang benar, maka KKPR batal demi hukum. (2) apabila KKPR tidak sesuai akibat perubahan RTR, maka KKPR dibatalkan dan dapat dimintakan ganti kerugian yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang termasuk juga penilaian pernyataan mandiri pelaku UMK. Penilaian pernyataan mandiri pelaku UMK dilaksanakan untuk memastikan kebenaran pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK. Apabila ditemukan ketidaksesuaian maka akan dilakukan pembinaan. 2)



Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang Penilaian perwujudan rencana struktur dan rencana pola ruang dilakukan terhadap: a) kesesuaian program b) kesesuaian lokasi c) kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang Penilaian perwujudan rencana struktur ruang dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan pembangunan pusat-pusat permukiman dan sistem jariangan prasarana terhadap rencana struktur ruang. Sedangkan penilaian perwujudan rencana pola ruang dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program



- 73 pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarkan perizinan berusaha, dan hak atas tanah terhadap rencana pola ruang. Hasil penilaian perwujudan rencana tata ruang berupa: a) muatan rencana struktur ruang/pola ruang terwujud b) muatan rencana struktur ruang/pola ruang belum terwujud c) pelaksanaan program pembangunan tidak sesuai dengan muatan rencana struktur ruang/pola ruang. Penilaian Perwujudan rencana Tata Ruang dilakuakan secara periodik dan terus menerus yaitu 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum Peninjauan Kembali RTR. Tata cara penilaian perwujutan RTR dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c.



Arahan insentif dan disinsentif 1) arahan insentif dan disinsentif adalah arahan yang diterapkan oleh pemerintah daerah provinsi untuk mendorong pelaksanaan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang dan untuk mencegah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang. 2) arahan insentif dan disinsentif berfungsi untuk: a) meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; b) memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan c) meningkatkan kemitraan semua masyarakat dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang; 3) arahan insentif a) arahan insentif adalah perangkat untuk memotivasi, mendorong, memberikan daya tarik, dan/atau memberikan percepatan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki nilai tambah pada zona yang perlu didorong pengembangannya. b) arahan insentif disusun berdasarkan: (1) rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi; (2) indikasi arahan zonasi sistem provinsi; dan (3) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. b) arahan insentif berupa: (1) fiskal berupa pemberian keringanan pajak, retribusi dan/atau penerimaan negara bukan pajak; dan/atau (2) non fiskal berupa pemberian kompensasi, subsidi, imbalan, sewa ruang, urun saham, fasilitasi persetujuan KKPR, penyediaan prasarana dan sarana, penghargaan, dan/atau publikasi atau promosi. c) arahan insentif meliputi: (1) dari pemerintah provinsi kepada pemerintah daerah lainnya dapat berupa: (a) pemberian kompensasi; (b) pemberian penyediaan prasarana dan sarana; (c) penghargaan; dan/atau (d) publikasi atau promosi daerah. (2) dari pemerintah provinsi kepada masyarakat dapat berupa: (a) pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi;



- 74 -



4)



d.



(b) subsidi; (c) pemberian kompensasi; (d) imbalan; (e) sewa ruang; (f) urun saham; (g) fasilitasi persetujuan KKPR (h) penyediaan prasarana dan sarana; (i) penghargaan; dan/atau (j) publikasi/promosi. arahan disinsentif a) arahan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah dan/atau memberikan batasan terhadap kegiatan pamanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang dalam hal berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. b) arahan disinsentif disusun berdasarkan: (1) rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi (2) indikasi arahan zonasi wilayah provinsi; dan (3) peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. c) arahan disinsentif berupa: (1) fiskal berupa pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi dan/atau (2) non fiskal berupa: (a) kewajiban memberi kompensasi/imbalan; (b) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau (c) Pemberian status tertentu d) arahan disinsentif meliputi: (1) dari pemerintah provinsi kepada pemerintah daerah lainnya dapat berupa pembatasan penyediaan sarana dan prasarana. (2) dari pemerintah provinsi kepada masyarakat dapat berupa: (a) pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi; (b) kewajiban memberi kompensasi/imbalan; dan/atau (c) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.



Arahan sanksi 1) arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran ketentuan kewajiban pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 2) arahan sanksi merupakan perangkat atau upaya pengenaan sanksi administratif yang diberikan kepada pelanggar pemanfaatan ruang. 3) arahan sanksi administratif berfungsi: a) untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang; dan b) sebagai acuan dalam pengenaan sanksi administratif terhadap: (1) pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Provinsi; (2) pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat yang berwenang;



- 75 (3)



4)



5)



pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau (4) pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundangundangan sebagai milik umum. arahan sanksi administratif disusun berdasarkan: a) besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran pemanfaatan ruang; b) nilai manfaat pengenaan sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang; dan/atau c) kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran pemanfaatan ruang. arahan sanksi administratif dapat berupa: a) peringatan tertulis dilakukan melalui tahapan: (1) penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang, memuat: (a) rincian pelanggaran dalam penataan ruang; (b) kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan (c) tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf b. (2) memberikan surat peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali; dan (3) apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa pengenaan sanksi sesuai dengan kewenangannya. b) penghentian sementara kegiatan dilakukan melalui tahapan: (1) pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; (2) apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang; (3) berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan (4) setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. c) penghentian sementara pelayanan umum dilakukan melalui tahapan: (1) pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; (2) apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara;



- 76 (3)



d)



e)



f)



g)



h)



berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan (4) setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran sampai dengan terpenuhinya kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. penutupan lokasi dilakukan melalui tahapan: (1) pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; (2) apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi; (3) berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban untuk melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan (4) setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan dalam hal pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilakukan dalam hal kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang tidak diperoleh dengan prosedur yang benar. pembongkaran bangunan dilakukan melalui tahapan: (1) pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; (2) apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan (3) berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pemulihan fungsi ruang dilakukan melalui tahapan: (1) pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; (2) apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang; (3) berdasarkan surat perintah yang diterbitkan, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;



- 77 (4)



i)



pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan (5) apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa; dan (6) apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif lainnya. Denda adminsitratif dapat berupa denda progresif yang disyaratkan sampai pelanggar memenuhi ketentuan dalam sanksi administratif lainnya. Bentuk dan cara perhitungan denda administratif diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah



C. Format Penyajian Konsep RTRW Provinsi disajikan dalam dokumen sebagai berikut: 1. Materi Teknis RTRW Provinsi terdiri atas: a. Buku Fakta dan Analisis yang dilengkapi dengan peta-peta dan alternatif konsep rencana; b. Buku Rencana yang disajikan dalam format A4, sekurang-kurangnya memuat pendahuluan (dasar hukum, profil wilayah, isu strategis, peta terkait profil wilayah); tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah; rencana struktur ruang; rencana pola ruang; kawasan strategis provinsi; arahan pemanfaatan ruang; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang; dan c. Album Peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala 1:250.000 yang dicetak dalam kertas ukuran A1 dan dilengkapi dengan peta digital yang mengikuti ketentuan standar basis data. Sistematika penyajian album peta tercantum pada Tabel I.3. 2.



Naskah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang RTRW Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang sekurang kurangnya terdiri atas: a. Ranperda, merupakan rumusan pasal per pasal dari buku rencana sebagaimana dimaksud pada angka 1.b; dan b. Lampiran yang terdiri atas peta rencana struktur ruang, peta rencana pola ruang, dan peta kawasan strategis provinsi, serta tabel indikasi program utama jangka menengah lima tahunan.



- 78 TABEL I.3 SISTEMATIKA PENYAJIAN ALBUM PETA RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI No



Nama Peta



Muatan Peta



A. Peta Profil Tata Ruang Wilayah Provinsi 1



Peta Orientasi



Peta skala kecil (mengikuti ukuran kertas) yang menunjukkan kedudukan geografis provinsi dalam wilayah lebih luas



2



Peta Batas Administrasi



Deliniasi wilayah kabupaten dan kota yang ada di dalam wilayah provinsi: a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; b. Setiap kabupaten dan kota diberi warna berbeda; c. Setiap deliniasi kabupaten/kota diberi nama kabupaten/kota bersangkutan; dan d. Setiap deliniasi kabupaten diberi titik pusat kabupaten.



3



Peta Tutupan Lahan



Delineasi jenis tutupan lahan yang ada di seluruh wilayah provinsi: a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; dan b. Klasifikasi pemanfaatan ruangnya sesuai dengan standar basis data.



4



Peta Rawan Bencana



Delineasi kawasan rawan bencana menurut tingkatan bahayanya: a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; dan b. Tingkatan bahaya bencana alam dinyatakan dalam gradasi warna.



5



Peta Sebaran Penduduk



Pola kepadatan penduduk per kabupaten/kota di seluruh provinsi untuk menggambarkan dimana terdapat konsentrasi penduduk: a. Skala peta mengikuti ukuran kertas; dan b. Gradasi kepadatan penduduk digambarkan dalam gradasi warna yang simultan.



6



Peta Profil Tata Ruang Lainnya yang Dirasa Perlu Untuk Ditampilkan Dalam Album Peta.



B. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi 1



Peta Rencana Struktur Ruang



a. Skala peta mengikuti ukuran kertas b. Muatan peta: 1. Sistem permukiman (PKN, PKW, dan PKL); 2. Sistem jaringan jalan; 3. Sistem jaringan kereta api; 4. Bandar udara & pelabuhan sesuai dengan kelasnya; dan 5. Nama-nama PKN, PKW, PKL, bandara & pelabuhan.



- 79 No



Nama Peta



Muatan Peta



2



Peta Rencana Sistem Prasarana Wilayah



a. Skala peta mengikuti ukuran kertas b. Muatan peta: 1. Rencana sistem jaringan telekomunikasi; 2. Rencana sistem jaringan energi; 3. Rencana sistem jaringan sumber daya air; 4. Rencana sistem jaringan prasarana lainnya; dan 5. Nama-nama tempat (kabupaten/kota).



3



Peta Rencana Pola Ruang



a.



4



Peta Kawasan Strategis Provinsi



a. Skala peta mengikuti ukuran kertas b. Muatan peta: 1. Delineasi kawasan strategis provinsi; 2. Sungai, jaringan jalan primer, kolektor primer dan rel kereta api; serta 3. Nama-nama tempat (kabupaten/kota).



Skala peta 1:250.000, bila tidak dapat disajikan secara utuh dalam 1 lembar kertas, peta disajikan dalam beberapa lembar. Pembagian lembar penyajian peta harus mengikuti angka bujur dan lintang geografis yang beraturan, seperti halnya pada peta rupa bumi, yaitu panjang 1°30’ dan lebar 1°. b. Pada setiap lembar peta harus dicantumkan peta indeks dan nomor lembar peta yang menunjukkan posisi lembar peta yang disajikan di dalam wilayah provinsi secara keseluruhan. c. Muatan peta: 1. Delineasi rencana peruntukan pemanfaatan ruang sesuai dengan klasifikasi pola ruang wilayah provinsi; 2. Sungai, jaringan jalan arteri primer, kolektor primer dan rel kereta api; serta 3. Nama-nama tempat (kabupaten/kota).



MENTERI



AGRARIA



DAN



TATA



RUANG/



KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,



SOFYAN A. DJALIL