Landasan Religius Bimbingan Dan Konseling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Essai Eksposisi : LANDASAN RELIGIUS BIMBINGAN DAN KONSELING



(Ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Bimbingan dan Konseling yang diampu Oleh Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd)



Oleh Kadarisman Hendra N. NIM 1502380



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015



LANDASAN RELIGIUS BIMBINGAN DAN KONSELING Landasan religius berkenaan dengan nilai-nilai dan pemaknaan manusia sebagai makhluk bermoral dan memiliki etika, baik dalam membangun otonomi individu, berhubungan dengan orang lain dan penghambaan terhadap tuhannya (Suherman, 2015:6). Kata agama berasal dari bahasa Sanskerta dan pada dasarnya terdiri dari dua kata, yaitu a yang berarti tidak dan gam yang berarti pergi. Agama berarti tidak pergi; tetap ditempat; diwarisi turun temurun. Dalam bahasa asing, ada bermacam-macam istilah yang merujuk kepada agama, diantaranya yaitu religion, religio, religie, dan aldin. Oleh kerena itu, pengertian agama dapat terpenuhi oleh pengertian religi. Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya (Bakhtiar, 2010:2) Dalam Yusuf & Nurihsan (2006:134) manusia menurut sifat hakikinya adalah makhluk beragama (homo religius). Manusia adalah makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan sikap dan perilakunya. Berdasarkan fitrahnyalah yang membedakan manusia dengan hewan dan juga mengangat harkat, martabat dan kemuliaannya di sisi Tuhan. Bimbingan dan konseling adalah layanan bantuan yang diberikan kepada individu untuk mencapai potensi maksimal dalam perkembangannya. Bimbingan dan konseling menempatkan manusia sebagai subjeknya. Manusia ditempatkan sebagai subjek karena memiliki kepribadian yang merupakan perpaduan aspek fisik, psikis dan rohaniahnya. Oleh karena



itu, pemberian



layanan



bimbingan



dan konseling



membutuhkan layanan mendasar yang kuat. Pertanyaan yang muncul adalah siapakah manusia, apa esensi tujuan pemberian bantuan tersebut, mengapa individu perlu dibantu dan bagaimana bantuan tersebut diberikan? Dalam landasan religius ini, dibahas secara mendasar, tentang pertanyaan siapakah manusia itu. (Sukmadinata, 2007:44) Pertanyaan mendasar adalah tentang siapakah manusia itu? Jawaban mendasar pertanyaan ini berkenaan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan.



Agama memberikan dasar-dasar, nilai-nilai dan cara-cara bagaimana seharusnya manusia berkehidupan, melakukan hubungan dengan Penciptanya. Manusia adalah makhluk yang berkembang dengan segala potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut terwujud dalam hawa nafsu (naluri dan insting). Keberadaan hawa nafsu ini memberikan manfaat dan juga madarat. Kondisi madarat tercipta saat manusia tidak bisa mengendalikan hawa nafsu yang berakibat pada perbuatan buruk yang dilakukannya.



Manusia



mampu



mengendalikan



hawa



nafsunya



dengan



mengembangkan potensi takwanya. Takwa menurut Nurudin (2010:285) berasal dari kata taqwa yang sudah terserap kedalam bahasa Indonesia. Dalam Tafsir Al-Maraghi dijelaskan bahwa orang yang takwa disebut dengan al-muttaqin. Mereka adalah orang yang menghindar dari sanksi dan ancaman Allah dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Ada dua sanksi atau siksaan Allah yang harus dihindari dalam kehidupan ini. Yang pertama yaitu sanksi dunia dan yang kedua yaitu sanksi akhirat. Masih menurut Nurudin (2010:286), Sanksi dunia terjadi akibat adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap sunnatullah (hukum obyektif Allah) yang berlaku secara pasti dan terejawantahkan dalam hukum alam dan hukum sosial. Contoh wujud ketakwaan dalam hubungannya dengan sunnatullah terbangun dalam komitmen individu dalam menjaga persatuan dan kesatuan, memelihara keseimbangan alam dan lingkungan,



menyingkirkan



segala



bentuk



kebodohan,



menegakkan



keadilan,



meruntuhkan ketidakadilan, dan membangun kejujuran. Sanksi akhirat memang secara langsung tidak dirasakan di dunia, sehingga banyak orang yang tidak peduli ajaran agama. Oleh sebab itu, individu sering menganggap sanksi dunia sebagai persekot dibanding sanksi akhirat. Orang yang mendapat sanksi dunia seperti merasa amanaman saja menjalani hidup, padahal dia tidak akan lepas dari sanksi akhirat. Hal ini dijelaskan melalui diskusi Allah dengan penghuni neraka yang terekam dalam Al-Quran surat Al-Muddatsir (74:42-46), saat ditanyakan “Apakah yang memasukkan kamu kedalam neraka?”. Mereka menjawab “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan sholat, tidak pula memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan



kejelekan,



bersama



dengan



orang-orang



yang



membicarakannya,



dan



kami



mendustakan hari pembalasan hingga datang kepada kami kematian” Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip takwa adalah pandangan dasar tingkah laku individu. Takwa dalam pengertian adanya “kesadaran Ke-Tuhanan” yaitu kesadaran yang melekat pada diri manusia yang berimplikasi pada pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari, yang akan mengantarkannya menjadi orang yang sangat berhati-hati. Pengamalan agama juga memberikan pengaruh pada pengembangan kesehatan mental individu. Proses tersebut tentunya bukanlah proses yang berkembang dengan sendirinya, tapi dengan dukungan dari orang lain dan juga dukungan lingkungannya. Bimbingan dan konseling sejalan dengan perintah agama bahwa dalam kehidupan dan hubungan dengan sesama manusia harus selalu mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan. Dalam penerapannya, BK berusaha mencegah para peserta didik untuk melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri dan lingkungannya. Oleh karena itu pemberian layanan Bimbingan dan Konseling harus berpegang pada nilai-nilai agama yang memiliki sifat mendasar dan mutlak.



Referensi : Bakhtiar, Amsal. 2007. Filsafat Agama : Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. Jakarta : Raja Grafindo Persada Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. 2006. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan & Konseling Dalam Praktek. Bandung: Maestro Nuruddin, Amiur. 2010. Dari Mana Sumber Hartamu?. Jakarta : Penerbit Erlangga