Lap. Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



DEWAN KELAUTAN INDONESIA



KEBIJAKAN EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU



KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN SEKRETARIAT JENDERAL SATUAN KERJA DEWAN KELAUTAN INDONESIA TAHUN 2012



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



Tim Penyusun Pengarah



: Sharif C. Sutardjo



Penanggungjawab



: Dr. Ir. Gellwyn Yusuf, M.Sc



Ketua



: Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS



Wakil Ketua



: Dr. Ir. Dedy H. Sutisna, MS



Sekretaris



: Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si



Anggota



: Prof. Firmanzah, Ph.D Dr. Sunoto, M.E.S Dr. Ir. Suseno, MM Syarif Syahrial, SE, ME Dr. Ir. Sri Yanti Wibisana, MPM Ir. R. Anang Noegroho S.M, SCM, MEM Ir. R. Nilanto Perbowo, M.Sc Dr. Ir. Syahrowi R. Nusir, MM Dr. Agus Heri Purnomo Dr. Ir. Arif Satria Dr. Ir. Gabriel Anthonius Wagey, MSc Dr. Rizal E. Halim Nurkholis, M.Si Drs. Tomo HS, M.Si M. Armansyah, ST Jatu Fajarika N, S.Kel



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



KATA PENGANTAR Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melalui Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang HUKUM LAUT 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secara spesifik mengatur laut. Padahal, dua pertiga wilayahnya berupa perairan laut dan karenanya menjadi Negara Kepulauan. Sumberdaya alam laut yang terkandung didalam nya demikian besar, mencakup sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) maupun tidak (non renewable resources). Selain itu juga mengandung sumber energi alternatif dan jasa kelautan. Dengan demikian kebijakan kelautan nasional yang mampu mengintegrasikan pembangunan ekonomi semua sektor secara berkelanjutan mutlak diperlukan agar dapat mengatur pemanfaatan potensi kelautan yang demikian besar untuk mensejahterakan rakyat. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 mencantumkan 8 (delapan) misi pembangunan nasional untuk mencapai Visi “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Salah satu misi tersebut adalah “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”. Strategi pembangunan nasional yang digunakan untuk mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Kebijakan pembangunan kelautan Nasional dibangun dari 5 pilar utama yang terdiri dari Budaya Bahari (Ocean Culture), Tata Kelola di Laut (Ocean Governance), Pertahanan, Keamanan Dan Keselamatan di Laut (Maritime Security), Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) dan Lingkungan Laut (Marine Environment). Kedua pilar ekonomi dan lingkungan inilah yang menjadi komponen inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem. Dalam forum Konferensi Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, Presiden RI dalam pidatonya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan ekonomi hijau dalam pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy), di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Oleh karena itu, model ekonomi biru perlu dijadikan bagian dari grand design pembangunan kelautan nasional. Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkan pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Ekonomi Biru mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity to



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



i



abundance), limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya. Merujuk pada konsep tersebut di atas, maka Indonesia dapat mengembangkan teori tersebut ke dalam pembangunan bidang kelautan dengan model ekonomi biru sebagai penopang Pembangunan Nasional. Kebijakan Kelautan, dengan Model Ekonomi Biru, melalui sektor ekonomi kelautan, memiliki 8 (delapan) strategi pengembangan yaitu pada sektor perhubungan laut, industri kelautan, perikanan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan kelautan, jasa kelautan, lintas sektor bidang kelautan. Di dalam masing-masing strategi pengembangan tersebut, terdapat upaya-upaya yang merupakan ruang bagi masingmasing sektor yang bersangkutan untuk secara kreatif mengembangkan bisnis di sektornya yang menggunakan model ekonomi biru. Keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru membutuhkan komitmen para pemangku kepentingan khususnya terkait dengan berbagai kebijakan baik lokal maupun nasional, SDM, teknologi, akses keuangan, industrialisasi (hulu dan hilir), pendidikan, dan kesadaran kolektif masyarakat akan potensi kelautan dan yang tak kalah pentingnya adalah political will dari pemerintah dan legislatif. Saya menyadari bahwa kebijakan kelautan dengan model ekonomi biru ini merupakan konsep awal bagi Pengembangan Ekonomi Kelautan. Oleh karenanya masih banyak membutuhkan masukan dan perbaikan. Harapan saya semoga konsep Kebijakan ini dapat dijadikan bahan rumusan bagi Bangsa Indonesia dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019 dan dijadikan pedoman bagi stakeholders dalam pengelolaan potensi kelautan untuk kesejahteraan masyarakat. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan kebijakan ini, kami ucapkan terima kasih dengan apresiasi tinggi. Semoga bermanfaat. Jakarta, Desember 2012 Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Harian Dewan Kelautan Indonesia



Sharif C. Sutardjo



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



ii



EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melalui Undang-undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang HUKUM LAUT 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secara spesifik mengatur laut. Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah pesisir, laut dan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri. Dengan demikian kebijakan kelautan nasional yang mampu mengintegrasikan pembangunan ekonomi semua sektor secara berkelanjutan mutlak diperlukan agar dapat mengatur pemanfaatan potensi kelautan yang demikian besar untuk mensejahterakan rakyat. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 mencantumkan 8 (delapan) misi pembangunan nasional untuk mencapai Visi “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Salah satu misi tersebut adalah “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”. Strategi pembangunan nasional yang digunakan untuk mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Kebijakan pembangunan kelautan Nasional dibangun dari 5 pilar utama yang terdiri dari Budaya Bahari (Ocean Culture), Tata Kelola di Laut (Ocean Governance), Pertahanan, Keamanan Dan Keselamatan di Laut (Maritime Security), Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) dan Lingkungan Laut (Marine Environment). Kedua pilar ekonomi dan lingkungan inilah yang menjadi komponen inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem. Kelautan sebagai bidang yang terdiri dari multisektor memerlukan sebuah kebijakan yang sinergis pada sektor ekonomi kelautan mengingat keterkaitan yang erat antar aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun di luar sektor, sangat berperan dalam keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan.Dalam rangka menyusun keterpaduan dan keharmonisan pembangunan ekonomi kelautan sehingga berkelanjutan, maka penyusunan kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan Berbasis Ekonomi Biru dalam pembangunan nasional menjadi suatu keharusan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



iii



Dalam forum Konferensi Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, Presiden RI dalam pidatonya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan ekonomi hijau dalam pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy), di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Oleh karena itu, model ekonomi biru perlu dijadikan bagian dari grand design pembangunan kelautan nasional. Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkan pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Ekonomi Biru mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity to abundance), limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya. Merujuk pada konsep tersebut di atas, maka Indonesia dapat mengembangkan teori tersebut ke dalam pembangunan bidang kelautan dengan model ekonomi biru sebagai penopang Pembangunan Nasional. Kebijakan Kelautan dengan Model Ekonomi Biru melalui bidang ekonomi kelautan, memiliki 8 (delapan) sektor pengembangan yaitu sektor perhubungan laut, industri kelautan, perikanan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan kelautan, jasa kelautan serta lintas sektor bidang kelautan. Dari 8 (delapan) sektor tersebut, maka muncullah 8 (delapan) strategi pengembangan ekonomi. Sebagai tindak lanjutnya maka dalam masing-masing strategi pengembangan ekonomi tersebut terdapat upaya-upaya yang merupakan ruang bagi masing-masing sektor yang bersangkutan untuk secara kreatif mengembangkan bisnis di sektornya yang menggunakan model ekonomi biru. Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dapat diringkas sebagai Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru sebagai Akselerator bagi Terwujudnya Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional. Kebijakan tersebut dilakukan melalui 8 (delapan) strategi antara lain Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut, Sektor Industri Kelautan, Sektor



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



iv



Perikanan, Sektor Pariwisata Bahari, Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan, Sektor Bangunan Kelautan, Sektor Jasa Kelautan dan Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan. Strategi-strategi tersebut dapat diimplementasikan oleh setiap sektor melalui berbagai upaya untuk melakukan kegiatan bisnis dengan menggunakan model ekonomi biru yang dikembangkan dengan inovasi dan kreativitas dari masingmasing sektor tersebut. Keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru membutuhkan suatu perencanaan yang komprehensif dan berpihak terhadap kepentingan masyarakat serta lingkungan. Pembangunan tersebut harus didasarkan pada keterpaduan geografis, keterpaduan ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar sektor, dan keterpaduan antar ilmu pengetahuan. Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru selanjutnya dapat dilaksanakan secara berkelanjutan serta memberikan kontribusi yang signifikan pada pembangunan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat secara adil di segenap wilayah NKRI.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



v



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................... i EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ... iii DAFTAR ISI .................................................................................. vi DAFTAR TABEL ............................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................... viii Bab



1



PENDAHULUAN ............................................................... 1.1 Latar Belakang ......................................................... 1.2 Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional .......



1 1 2



Bab



2



KEBIJAKAN KELAUTAN ......................................................



7



Bab



3



EKONOMI KELAUTAN ........................................................ 17 3.1 Ekonomi Kelautan Sebagai Arus Utama Pembangunan Nasional ................................................................. 17 3.2 Perlunya Integrasi Antar Sektor Dalam Pembangunan Ekonomi Kelautan ...................................................... 28



Bab



4



EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ................. 4.1 Ekonomi Biru ........................................................... 4.2 Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru ...........................................................



31 31 37



Bab



5



KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ........................................... 40 5.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan Nasional ................ 40 5.2 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru ................................................... 41 5.3 Strategi dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru ........................................... 45



Bab



6



PENUTUP ......................................................................



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



64



vi



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Daftar Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan Bidang Kelautan ...............................................................



9



Tabel 3.1 Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara ............ 19 Tabel 3.2 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Bidang Kelautan periode tahun 2001 - 2005 ..................................................



20



Tabel 3.3 Nilai Koefisien ICOR Bidang Kelautan, berdasar Tabel I-O ..............



21



Tabel 3.4 Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja Berkaitan Produksi Ikan Tangkap dari Perairan Indonesia (5% Meningkat Membutuhkan 800 Kapal) ..................................................................... Tabel 3.5 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat pada Budidaya Udang Untuk Menghasilkan 100.000 Ton Udang ................................... Tabel 3.6 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pada Budidaya Ikan Kerapu Untuk Menghasilkan 300 Ton Ikan Kerapu ................................. Tabel 3.7 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut UU No. 33 Tahun 2004 ............................................................



24 24 25 26



Tabel 5.1 Kebijakan, Strategi dan Upaya yang diperlukan untuk Pengembangan Ekonomi Kelautan Nasional Dengan Model



2012



Ekonomi Biru ..................................................................



61



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



vii



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Pilar Strategi Pembangunan Nasional ...................................



13



Gambar 3.1 Sistem Pembangunan Kelautan Nasional ................................



17



Gambar 3.2. Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara Eropa .....



18



Gambar 3.3 Model Pembangunan Ekonomi Kelautan Nasional dengan Pengembangan Integrasi Antar Sektor ................................... 30 Gambar 4.1 Keterkaitan World Ocean Conference (WOC) 2009 dengan Pilar Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Lingkungan Laut serta Ekonomi Biru ......................................................... 32 Gambar 4.2 Daerah Implementasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle Initiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security) .............



33



Gambar 5.1 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perhubungan Laut Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) ............



46



Gambar 5.2 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) ............



48



Gambar 5.3 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model Ekonomi Biru untuk Produk Rumput Laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan) .................................



50



Gambar 5.4 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan dengan Model Ekonomi Biru berupa Silvofishery (Kementerian Kelautan dan Perikanan) .................................



50



Gambar 5.5 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Wisata Bahari Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) .......



52



Gambar 5.6 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral) .......................



54



Gambar 5.7 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautan dengan Model Ekonomi Biru pada untuk Eco Fishing Port (Kementerian Kelautan dan Perikanan) .................................



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



56



viii



Gambar 5.8 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Jasa Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru untuk kerjasama penelitian untuk industri garam (Kementerian Kelautan dan Perikanan) .................................



57



Gambar 5.9 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor Bidang Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model Bisnis Terintegrasi di Lombok Timur ............................. Gambar 5.10



59



Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor Bidang Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Terbatas di Nusa Penida .......



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



59



ix



Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menjadikan wilayah perairan laut Indonesia sebagai perairan berproduktivitas tinggi dengan daya dukung alam (natural carrying capacity) yang kuat. Selain itu, letak Indonesia di wilayah tropis dengan tingkat perubahan suhu lingkungan yang relatif rendah memungkinkan perkembangan berbagai hayati laut sehingga Indonesia dipandang dunia sebagai daerah “megabiodiversity”. Posisi geografis yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang berpotensi besar baik dalam hal ekonomi maupun geo-politik. Sekitar 40% lalu lintas perdagangan barang dan jasa yang diangkut kapal melintasi perairan Indonesia. Dengan 75% wilayah Indonesia berupa laut dan wilayah pesisir (coastal zone) dengan kandungan sumberdaya alam yang kaya dan beragam, maka sektor kelautan merupakan sektor strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Sekitar 70% produksi minyak dan gas nasional berasal dari wilayah pesisir dan lautan (offshore). Sumberdaya hidrokarbon, khususnya minyak dan gas yang tersedia di 60 titik cekungan masih sangat besar sedangkan yang sudah dieksploitasi relatif masih sedikit. Minyak, tersedia 86,9 miliar barel, dan baru dicadangkan untuk dieksploitasi 9,1 miliar barel, sedangkan yang sudah diproduksi baru mencapai 0,387 miliar barel. Gas, tersedia 384,7 Trillion Standard Cubic Feet (TSCF), dan dicadangkan 185,8 TSCF, sedangkan yang sudah diproduksi hanya 2,95 TSCF (Firmanzah, 2012). Posisi geografis Indonesia yang memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan manfaat ekonomi politik yang lebih besar tersebut hanya dapat diraih bila Indonesia memiliki geo-politik, geo-ekonomi dan geo-strategis yang jelas dan terarah. Agar peran ekonomi kelautan dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kemakmuran bangsa dan selanjutnya memanfaatkan posisi geografis yang strategis maka diperlukan sebuah pergeseran paradigma pembangunan yang lebih memahami jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia serta memadukan kekuatan ekonomi berbasis darat dan laut sebagai sinergi kekuatan ekonomi nasional. Perubahan pemikiran tersebut harus segera dilakukan mengingat perubahan lingkungan strategis antar bangsa yang sangat cepat sehingga posisi bangsa Indonesia di percaturan regional maupun global harus didasarkan kepada endowment yang memiliki daya saing dinamik di masa sekarang dan mendatang.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



1



Dalam rangka menuju kemajuan perekonomian Indonesia, maka diperlukan suatu formulasi kebijakan pembangunan kelautan nasional (National Ocean Development Policy) yang integral dan komprehensif yang nantinya menjadi payung politik bagi semua institusi negara, swasta dan masyarakat yang mendukung terwujudnya Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Guna menjadikan kelautan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi, maka pendekatan kebijakan yang dilakukan harus mempertimbangkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun ekonomi berbasis daratan. Karena karakteristik daratan yang berbeda dengan laut, maka perlu dicari konsep yang dapat mengintegrasikan visi pembangunan yang sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan dengan luas laut yang dominan. Pembangunan kelautan nasional juga diarahkan untuk mendukung pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif serta harus sinergi dengan grand strategi pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, yakni: pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (penyerapan tenaga kerja) dan pro-environment (melestarikan lingkungan). Selain itu, sinergi antara eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam memberikan guideline dalam pembangunan kelautan menjadi sangat menentukan. Dukungan legislatif terhadap eksekutif dalam menyusun rencana anggaran pembangunan yang terkait dengan bidang kelautan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas pembangunan kelautan nasional secara berkelanjutan demi kemakmuran rakyat. 1.2 Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional Dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012 yang membahas pembangunan berkelanjutan dengan mengedepankan keseimbangan antara upaya meningkatkan pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan lingkungan atau dikenal dengan pendekatan ekonomi hijau (Green Economy), Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, dalam pidatonya menyatakan “For Indonesia, Blue Economy is Our Next Frontier”, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersamasama melaksanakan ekonomi hijau dalam pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy), di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan tersebut (Sustainable Development Goals). Dengan demikian, secara eksplisit Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, telah mengarahkan konsep ekonomi biru sebagai grand design pembangunan kelautan nasional di masa depan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



2



Dengan terbatasnya sumberdaya daratan maka pengembangan aktivitas ekonomi berbasiskan pesisir dan laut (kelautan) menjadi sangat penting bagi masa depan bangsa Indonesia. Pembangunan ekonomi dalam bidang kelautan belum menjadi mainstream pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun demikian bidang kelautan yang terdiri dari tujuh sektor ekonomi, yakni (i) perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan, (iv) wisata bahari, (v) energi dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan serta (vii) jasa kelautan, memiliki kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2005. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan tersebut diikuti dengan daya serap yang tinggi terhadap lapangan kerja seharusnya mampu mensejahterakan rakyat dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun karena komitmen pembangunan kelautan nasional yang masih terbatas mengakibatkan potensi yang dimiliki oleh bidang kelautan (fungsi dan sumberdaya) masih belum dikembangkan secara optimal. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi kelautan Indonesia didalamnya dapat dipilah menjadi 4 kelompok sumberdaya kelautan yaitu: Pertama adalah sumberdaya alam terbarukan (renewable resources) antara lain adalah: perikanan, hutan bakau (mangrove), rumput laut (seaweed), padang lamun (seagrass) dan terumbu karang (coral reefs). Kedua sumberdaya alam tak terbarukan (non renewable resources) yakni: minyak, gas bumi, timah, bauksit, biji besi, pasir kwarsa, bahan tambang, dan mineral lainnya. Ketiga energi kelautan berupa: energi gelombang, OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion), pasang surut dan arus laut. Keempat berupa laut sebagai environmental service dimana laut merupakan media transportasi, komunikasi, rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim (climate regulator) dan sistem penunjang kehidupan lainnya (life-supporting system). Potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan mampu mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja berpotensi mencapai 40 juta orang. Dengan modal potensi kelautan tersebut, Indonesia memandang laut dapat menjadi tumpuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan (Firmanzah, 2012). Data organisasi PBB untuk program Lingkungan (UNEP, 2009) menyebutkan bahwa terdapat 64 wilayah perairan yang merupakan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas dan pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 wilayah



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



3



LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup besar, yakni LME 34 – Teluk Bengala; LME 36 – Laut China Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut-laut Indonesia; LME 39 – Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga sektor kelautan dan perikanan mampu menjadi penggerak pembangunan ekonomi nasional. Laut sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa harusnya dapat dijadikan sebagai salah satu pilar utama untuk membantu mengakselerasi terwujudnya kemakmuran dan kejayaan bangsa Indonesia. Tambahan pula, laut bagi NKRI juga memiliki makna dan fungsi yang sangat strategis, yaitu laut sebagai: (1) wilayah kedaulatan bangsa, (2) lingkungan dan sumberdaya, (3) media kontak sosial, ekonomi, dan budaya, (4) geostrategi, geopolitik, geokultural, dan geoekonomi negara, dan (5) sumber dan media penyebar bencana alam. Harus diakui bahwa hingga saat ini pembangunan ekonomi kelautan Indonesia belum memberikan kontribusi yang signifikan atau optimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsanya. Hal ini dapat terlihat jelas bila membandingkan ratio luas laut dan panjang pantai terhadap besarnya kontribusi bidang kelautan untuk total Produk Domestik Bruto (PDB) nasionalnya. Sebagai gambaran, ekonomi kelautan Jepang mampu menyumbang hingga 48,4% bagi PDB nasionalnya (setara 17.552 miliar dolar AS), sementara Korea Selatan sanggup menyumbang hingga 37% bagi PDB nasionalnya, dan Vietnam bidang kelautannya memberikan kontribusi hingga 57,6% bagi PDB nasionalnya. Padahal ketiga negara diatas, luas lautan dan panjang pantainya relatif jauh lebih kecil dari Indonesia. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sumberdaya kelautan yang dimiliki bangsa ini belum menjadi penggerak ekonomi nasional. Disamping itu, pada kenyataan di lapangan, pembangunan kelautan Indonesia masih banyak dilakukan secara sektoral, parsial dan fragmented, yang mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih dan konflik kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaannya. Kelautan Indonesia kedepan diharapkan dapat menjadi arus utama mainstream (arus utama) pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan (on a sustainable basis) untuk kesatuan, kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Keinginan tersebut dijabarkan dalam lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) Membangun jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia, (2) Meningkatkan dan menguatkan sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (3) Menetapkan wilayah Negara



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



4



Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara, (4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan, dan (5) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut. Guna mencapai profil kelautan nasional seperti harapan diatas, dengan melihat pencapaian kinerja pembangunan saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar kelautan nasional dapat berperan lebih besar dan signifikan lagi, guna mempercepat terwujudnya bangsa Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur. Atas dasar potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki, sesungguhnya peran dan kontribusi kelautan Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dapat dinyatakan masih belum memadai. Hal ini terjadi, diantaranya disebabkan karena masih kurangnya dukungan politik yang kuat, baik dari lembaga eksekutif (Pemerintah) dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Selain itu, dalam melaksanakan pembangunan kelautan nasional masih terjadi mismanagement (salah urus), dilaksanakan secara parsial dan belum dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan sinergis. Oleh karena itu, perlu meluruskan kembali pandangan dan cara-cara dalam membangun kelautan nasional melalui kebijakan dan strategi yang tepat, sistematik dan efektif, agar mampu menghantarkan bangsa Indonesia seperti yang di cita-citakan dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Secara umum pembangunan kelautan nasional yang diharapkan adalah untuk mewujudkan: a.



Pembangunan kelautan nasional yang berpegang teguh pada prinsip kepentingan nasional, keadilan dan manfaat sebesar-besarnya untuk bangsa dan rakyat Indonesia.



b.



Pemanfaatan sumber daya kelautan yang seimbang, optimal, dan berkelanjutan sesuai potensi yang tersedia, baik secara spasial maupun temporal, serta sesuai dengan kaidah-kaidah berlaku, baik tingkat regional maupun internasional.



c.



Tingkat pendapatan yang layak dan kualitas hidup yang baik bagi sumberdaya manusia kelautan.



d.



Sumberdaya manusia kelautan yang optimal, baik secara kuantitas maupun kualitas, dan bertaraf internasional.



e.



Penyerapan tenaga kerja nasional yang maksimal Perundangan dan peraturan yang kuat dibidang kelautan.



f.



Industri kelautan nasional yang efisien dan berdaya saing.



g.



Pembangunan kelautan yang sesuai dengan tata ruang dan berbasis kelestarian lingkungan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



5



h.



Jumlah prasarana dan sarana kelautan nasional mampu mendukung aktivitas ekonomi secara optimal dan memadai.



i.



Kontribusi yang maksimal dan signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) Nasional.



j.



Koordinasi kerjasama pembangunan kelautan nasional yang efektif, sinergis dan harmonis diantara 7 (tujuh) sektornya (perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan kelautan, dan jasa kelautan) dan juga dengan sektor lainnya. Dengan konsep pembangunan ekonomi kelautan yang tepat dan pertumbuhan



ekonomi Indonesia di atas 6 persen dalam beberapa tahun terakhir, maka proyeksi McKinsey (2012) yang menyatakan Indonesia berpeluang menjadi negara terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030 setelah Cina, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil dan Rusia serta mengambil alih posisi Jerman dan Inggris, dapat segera terwujud. Optimisme tersebut tentu perlu didukung visi ekonomi yang jelas dan implementasi pembangunan dengan tahapan yang benar, terukur dan berkelanjutan. Selain hal tersebut harus ada “grand strategy” yang diadopsi oleh seluruh komponen bangsa serta manfaat pembangunan berupa kesejahteraan dinikmati segenap lapisan masyarakat secara adil untuk generasi sekarang dan yang akan datang.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



6



Bab 2 KEBIJAKAN KELAUTAN



Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan nilai dasar bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 25 UUD 1945 melandasi pemikiran dalam pembangunan bidang kelautan, karena disana dinyatakan secara eksplisit bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan. Demikian pula dengan pasal 33 yang secara implisit mengamanatkan bahwa sumber daya alam (termasuk sumber daya laut) harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pembangunan bidang kelautan harus menjamin bahwa rakyatlah yang akan menikmati hasilnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Perumusan kebijakan kelautan Indonesia dalam pembangunan bidang kelautan harus menggambarkan keberpihakan kepada masyarakat luas. Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan beberapa peraturan hukum yang ditinggalkan Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk landasan hukum bidang kelautan, yakni “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939” (TZMKO). Namun, penggunaan ordonansi ini menyebabkan wilayah Indonesia menjadi tidak utuh, karena perairan diantara kelima pulau besar Indonesia terdapat perairan bebas (high seas). Keadaan ini dinilai dapat mengancam keutuhan NKRI. Atas dorongan semangat tinggi dan kebulatan tekad yang luar biasa di masa kepemimpinan Presiden Soekarno, dengan berani dan secara sepihak mengeluarkan suatu deklarasi keutuhan wilayah Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda. Pada dasarnya konsep deklarasi ini memandang bahwa kepulauan Indonesia merupakan wilayah pulau-pulau, wilayah perairan, dan dasar laut di dalamnya sebagai suatu kesatuan historis, geografis, ekonomis, dan politis. Dengan adanya konsep ini, maka wilayah perairan nusantara yang tadinya merupakan wilayah laut lepas kini menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia yang berada di bawah kedaulatan NKRI. Deklarasi Djoeanda merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu: Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945; dan Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang diumumkan H. Djoeanda, 13 Desember 1957.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



7



Selanjutnya, Deklarasi ini diperkuat secara yuridis melalui Undang-Undang No. 4. Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Dalam UU ini, pokok-pokok dasar dan pertimbangan-pertimbangan mengenai pengaturan wilayah perairan Indonesia pada hakikatnya tetap sama dengan Deklarasi Djoeanda, walaupun segi ekonomi dan pengamanan sumberdaya alam lebih ditonjolkan. Kemudian, dalam perkembangan sejarah selanjutnya, telah memungkinkan Indonesia menyempurnakan luas wilayahnya melalui Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) termasuk didalamnya integrasi Timor Timur, yang disempurnakan lagi dengan Undang-undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang No 61 tahun 1998 tentang penutupan Kantung Natuna dan keluarnya Timor Timur. Pada tahun 1982, 119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menandatangani Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Konvensi tersebut di dalamnya memuat 9 buah pasal mengenai perihal ketentuan tentang prinsip “Negara Kepulauan”. Salah satu pasal dalam prinsip Negara Kepulauan tersebut menyatakan bahwa laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara. Pengakuan dunia internasional ini, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982. Ratifikasi ini merupakan tindaklanjut dari gagasan negara kepulauan yang pada 25 tahun lalu dicetuskannya Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957. Sejak itu, Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, dan UU No.17 tahun 1985 ini, selanjutnya harus dijadikan pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan nasional, utamanya pembangunan di bidang kelautan. Pekerjaan rumah dalam menyusun undang-undang tentang Kelautan yang mengatur secara komprehensif dan integratif terlupakan untuk diselesaikan. Konsekuensinya, maka lahirlah beberapa undang-undang bidang kelautan secara sektoral di masing-masing kementerian dan lembaga, diantaranya seperti tertera pada Tabel 2.1. Pada REPELITA ke 5 (1993 – 1998) konsep pembangunan kelautan, akhirnya masuk ke dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, karena makin seriusnya kasus-kasus di wilayah perbatasan laut Indonesia dan sekaligus guna mengimplementasikan konsep pembangunan kelautan yang tertuang di GBHN, maka Presiden Soeharto mengeluarkan perintah pada tanggal 1 Januari 1996, yakni: “Mengembalikan Jiwa



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



8



Bahari Dengan Melalui Pembangunan Kelautan Indonesia”. Selanjutnya, diteruskan dengan pembentukan Dewan Kelautan Nasional (DKN) melalui Keppres No. 77 Tahun 1996, yang memiliki tugas dan fungsi: a)



Memberikan pertimbangan, pendapat maupun saran kepada Presiden mengenai peraturan, pengelolaan, pemanfaatan, pelestarian, perlindungan dan keamanan kawasan laut, serta penentuan batas wilayah Indonesia.



b)



Melakukan koordinasi dengan departemen dan badan yang terkait, dalam rangka keterpaduan perumusan dan penetapan kebijakan mengenai masalah laut. Tabel 2.1. Daftar Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan Bidang Kelautan



1.



UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia



2.



UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia



3.



UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian



4.



UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya



5.



UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan



6.



UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia



7.



UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara



8.



UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu dan Teknologi



9.



UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional



10. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional 11. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 12. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia 16. UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 17. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 18. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



9



19. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 20. UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara 21. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara 22. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan 23. UU No. 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) 24. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 25. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU No. 9 Tahun 1985 (UU No. 31 Tahun 2004) tentang Perikanan



Paradigma nasional selanjutnya adalah Deklarasi Bunaken yang dicetuskan tanggal 26 September 1998 pada masa pemerintahan Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie. Deklarasi ini pada dasarnya secara tegas menyatakan dua hal pokok yaitu kesadaran bangsa Indonesia akan geografik wilayahnya dan kemauan yang besar dari bangsa Indonesia untuk membangun kelautan. Kesadaran geografik adalah kesadaran bangsa Indonesia untuk memahami dan menyadari akan kondisi obyektif wadah kepulauan Indonesia yang 2/3 (dua per tiga) bagian wilayahnya adalah merupakan laut. Kesadaran bangsa Indonesia akan geografik wilayahnya menjadi sangat penting bagi keberhasilan bangsa dalam melaksanakan pembangunan kelautan yang mempunyai arti strategis dalam mengembalikan kondisi ekonomi nasional yang sedang menyelesaikan berbagai krisis ini. Inti dari Deklarasi Bunaken adalah laut merupakan peluang, tantangan dan harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia. Deklarasi Bunaken merupakan pernyataan politis strategis pemerintah atau sebagai komitmen bangsa yang memberikan peluang seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pembangunan bidang kelautan. Melalui Deklarasi Bunaken, pemerintah juga akan mengorientasikan Pembangunan Nasional ke laut dengan memberikan perhatian dan dukungan optimal terhadap pembangunan kelautan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



10



Deklarasi Bunaken dapat juga dikatakan sebagai kunci pembuka babak baru pembangunan nasional yang berorientasi ke laut karena mengandung komitmen bahwa: Pertama, Visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi ke laut dan kedua, semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, tumbuh kesadaran bahwa potensi dan kekayaan yang ada di laut merupakan sumber ekonomi utama negara. Laut adalah kehidupan masa depan bangsa. Atas pemikiran ini, maka Presiden Abdurrahman Wahid membentuk kementerian baru yakni Departemen Eksplorasi Laut dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Dalam perjalanannya, namanya berubah-ubah dan akhirnya saat ini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia (DMI) yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program pembangunan kelautan di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2001, tepatnya tanggal 27 Desember 2001, bertempat di Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Sukarnoputri telah mencanangkan “Seruan Sunda Kelapa”. Seruan tersebut mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan, dengan berlandaskan pada kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di dunia, dengan alam laut yang kaya akan berbagai sumberdaya alam. Pada Seruan Sunda Kelapa menyatakan meliputi 5 pilar program pembangunan kelautan, yaitu: 1.



Membangun kembali wawasan bahari,



2.



Menegakkan kedaulatan secara nyata di laut,



3.



Mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan lestari bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat,



4.



Mengelola kawasan pesisir, laut dan pulau kecil, dan



5.



Mengembangkan hukum nasional di bidang maritim. Dengan lahirnya Seruan Sunda Kelapa diharapkan menimbulkan kesadaran dan



mengarahkan kembali bangsa Indonesia ke wawasan bahari. Dengan demikian, Seruan Sunda Kelapa merupakan paradigma nasional untuk membangkitkan ekonomi kelautan nasional untuk memberi kontribusi nyata bagi pertumbuhan perekonomian nasional, membangkitkan kembali kekuatan armada niaga nasional, mempercepat penggapaian masa depan bangsa, dan sekaligus memperkuat tali kehidupan bangsa.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



11



Dan kebijakan nasional selanjutnya yang terkait dengan bidang kelautan, yakni pada masa pemerintahan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, adalah mengganti nomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) menjadi Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 21 Tahun 2007, ditetapkan Undang-undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005–2025 yang memuat pembangunan bidang kelautan, dan menyelenggarakan Konferensi Kelautan Dunia atau World Ocean Conference (WOC) di Manado pada bulan Mei 2009. Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa berdasarkan kondisi bangsa Indonesia, tantangan yang akan dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR Kemudian, untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut: 1)



Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.



2)



Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.



3)



Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.



4)



Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.



5)



Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.



6)



Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.



7)



Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.



8)



Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Dari 8 misi yang diemban tersebut, terdapat satu misi yang terkait langsung dengan



pembangunan kelautan nasional, yakni: “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”. Pencapaian sasaran pokok misi ini ditandai oleh hal-hal berikut: 1)



Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.



2)



Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



12



3)



Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara.



4)



Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.



5)



Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut. Kemudian, pilar strategi pembangunan nasional yang digunakan untuk mencapai



visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat yang pro-poor, pro-growth, projob dan pro-environment (Gambar 2.1).



Gambar 2.1 Pilar Strategi Pembangunan Nasional Dengan demikian, pembangunan nasional bidang kelautan pada masa yang akan datang juga diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumberdaya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi. RPJP Nasional 2005 - 2025 juga memberikan arah pembangunan kelautan nasional selama kurun waktu 20 tahun mendatang, yakni sebagai berikut: 1)



Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain, melalui (a) pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



13



wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang kelautan; dan (c) melindungi dan mensosialisasikan peninggalan budaya bawah air melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi. 2)



Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautan yang diwujudkan, antara lain, dengan (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja dan (b) mengembangkan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem informasi kelautan.



3)



Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan halhal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan oleh hukum laut United Nation Convention on the Law Of Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1986 sehingga mempunyai kewajiban, antara lain, (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982; (b) menyelesaikan penataan batas maritim (perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut; (d) menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya kelautan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, Indonesia juga perlu pengembangan dan penerapan tata kelola dan kelembagaan nasional di bidang kelautan, yang meliputi (a) pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan yang mendukung ke arah terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan serta (b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan evaluasi.



4)



Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi (a) peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem monitoring, control, and surveillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber daya, lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan; dan (d) peningkatan koordinasi keamanan dan penanganan pelanggaran di laut.



5)



Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



14



6)



Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut dilakukan melalui (a) pengembangan sistem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system; (c) pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut; (d) pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan organisme laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut.



7)



Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin Selanjutnya, kegiatan World Ocean Conference (WOC) di Manado pada tanggal 11–



15 Mei 2009 dengan tema “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Laut dan Dampak Laut terhadap Perubahan Iklim” merupakan inisiatif Indonesia dalam forum internasional yang ditujukan bagi para pemimpin dunia dan pengambil keputusan untuk mengembangkan kolaborasi internasional dan membuat komitmen bersama dalam menghadapi isu kelautan dunia dan sekaligus masalah perubahan iklim global. Penyelenggaraan WOC 2009 didukung oleh 123 negara yang tergabung dalam The Eighteenth Meeting of States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea dan dalam pelaksanaannya dihadiri oleh 423 delegasi yang berasal dari 87 negara dan organisasi-organisasi antar negara. Agenda utama dalam WOC 2009 adalah (1) Pertemuan antar pemerintah atau Senior Officials Meeting yang dimaksudkan untuk mengerucutkan perumusan Manado Ocean Declaration yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran negara partisipan WOC 2009 terhadap peran penting laut dalam perubahan iklim, dan (2) Kesepakatan Coral Triangle Initiative atau CTI dalam bentuk CTI Regional Plan of Action oleh 6 negara, yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste, untuk meningkatkan perlindungan terhadap sumber daya laut dan pantai yang berada di wilayah coral triangle dalam wilayah laut 6 negara tersebut. Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration) yang menjadi menjadi salah satu output utama dari WOC 2009 ini merupakan tonggak sejarah dan dokumen penting untuk menyelamatkan planet bumi dan kelangsungan hidup generasi penerus di masa akan datang, sehingga dokumen tersebut akan diperjuangkan oleh wakil tetap pemerintah Indonesia di PBB untuk dimasukan dalam agenda resmi dan dibahas dalam Meeting of the States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea. Selain itu, output lainnya, yakni CTI Regional Plan of Action yang dilakukan oleh 6



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



15



negara, juga merupakan hal penting dalam menyelamatkan keanekaragaman sumber daya hayati laut dunia, utamanya ikan dan terumbu karang. Dengan demikian, WOC 2009 dapat dinyatakan sebagai komitmen Bangsa Indonesia dalam upaya mengembangkan, mengelola, dan melestarikan sumber daya laut nasional dan internasional secara berkelanjutan. Terakhir, landasan kebijakan terkini yang terkait dengan kebijakan kelautan adalah Pidato Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono dalam forum KTT Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan Green Economy, tetapi juga mengkampanyekan Blue Economy, di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Dalam forum ini, secara tegas Presiden RI menyatakan bahwa Blue Economy merupakan grand design pembangunan nasional masa depan, khususnya Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Sumberdaya kelautan dan pembangunan berbasis kelautan perlu dioptimalkan dengan baik dan disinergikan serta dipadukan dengan pembangunan daratannya.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



16



Bab 3 EKONOMI KELAUTAN 3.1 Ekonomi Kelautan Sebagai Arus Utama Pembangunan Nasional Pelaksanaan pembangunan nasional sampai tahun 2025, termasuk didalamnya pembangunan bidang kelautan, harus berlandaskan pada Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025. Dalam UU tersebut juga ditetapkan Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai Indonesia pada 2025, yakni: Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Kemudian, guna mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, ditempuh melalui 8 (delapan) misi, dan satu diantaranya merupakan misi yang terkait langsung dengan pembangunan kelautan nasional, yakni: “Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”. Dengan memperhatikan cakupan misi tersebut, Pembangunan Kelautan Nasional selanjutnya diarahkan pada 5 pilar kebijakan utama, yaitu: budaya bahari (ocean culture), tata kelola di laut (ocean governance), ekonomi kelautan (ocean economic), keamanan dan keselamatan di laut (maritime security), dan lingkungan laut (marine environment). Secara diagramatik keterkaitan sistem pembangunan kelautan nasional ini disajikan pada Gambar 3.1



Gambar 3.1 Sistem Pembangunan Kelautan Nasional



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



17



Walaupun Indonesia memiliki potensi kekayaan laut dan pesisir yang besar, namun sayangnya hingga saat ini belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan nasional. Hal ini dapat diindikasikan dari masih belum optimalnya kontribusi yang diberikan oleh bidang kelautan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sebagai perbandingan, ekonomi kelautan Jepang mampu menyumbang hingga 48,4 persen bagi PDB nasionalnya (setara 17.552 miliar dolar AS), sedangkan Thailand, bidang kelautannya sanggup menyumbang devisa 212 miliar dolar AS per tahun, dengan panjang pantai yang hanya 2.800 km. Indonesia yang luas wilayah lautnya hampir 70% dari total seluruh wilayahnya, hingga kini kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasionalnya masih dibawah 30%. Berdasarkan Gambar 3.2, jika dilihat kontribusi bidang kelautan di negara-negara Eropa, kontribusi bidang kelautan mereka sudah cukup besar. Kontribusi PDB Norwegia bahkan ditopang hampir 60 persen dari bidang ekonomi yang berbasis sumberdaya kelautan. Proporsi ini bisa dikatakan besar, jika dilihat luas pantai dan kekayaan laut mereka memang relatif jauh lebih kecil jika dibandingkan Indonesia.



Gambar 3.2. Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara Eropa Dua negara ASEAN yaitu Thailand dan Vietnam juga memiliki proporsi ekonomi kelautan yang besar jauh diatas negara kita. Negara Vietnam bahkan memiliki nilai ekonomi kelautan sebesar VND 659.120 milyar atau 57,63 persen dari total PDBnya.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



18



Perbandingan kontribusi bidang kelautan beberapa Negara dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara



No



Negara



Panjang Luas Pantai Perairan (Km) (Km2)



1



Thailand



2.800



420



2



Korea Selatan



2.713



85.838



3



Kanada



4



Vietnam



6 7



Kontribusi Bidang Kelautan terhadap PDB Nilai



%



US$ 212 milyar (2008) US$ 14,7 trilyun (1992)



37,00



US$ 11,1 milyar (2005)



7,72



3.260



>1 juta



VND 659.120 milyar (2007)



57,63



China



32.000



3 juta



RMB 2.966,2 Milyar (2008)



15,80



Amerika



19.800



US$ 138,25 Milyar (Ocean economy, 2004)



1,20



US$ 11,4 triliyun (Coastal economy, 2007)



83,00



Sementara kontribusi bidang kelautan di Indonesia terhadap PDB nasional pada tahun 2001 adalah sebesar 20,15%, untuk tahun 2002 sebesar 20,71%, tahun 2003 sebesar 20,77%, tahun 2004 sebesar 20,83% dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 22,42%. Walaupun terlihat kecenderungan kontribusi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, namun bila melihat perkembangan bidang kelautan di negara-negara lain, utamanya negara-negara tetangga, Indonesia masih relatif jauh tertinggal. Pada Tabel 3.2, menunjukkan peningkatan persentase kontribusi bidang kelautan tersebut beserta masing-masing ketujuh sektor yang ada.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



19



Tabel 3.2 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Bidang Kelautan periode tahun 2001 - 2005



No.



Bidang Kelautan



Persentase ( %) Produk Domestik Bruto 2001



2002



2003



2004



2005



0,74



1,39



1,67



1,49



1,48



- Pengilangan Minyak Bumi



2,09



2



2,01



2,05



2.10



- LNG



1,2



1,11



1,13



1,12



1,14



- Industri maritim lainnya



0,51



0,7



0,71



0,51



0,53



3.



Perikanan



2,43



2,56



2,59



2,66



2,79



4.



Wisata Bahari



1,47



1,56



1,52



1,51



1,52



5.



Energi dan Sumberdaya Mineral



9,29



9,32



9,36



9,38



9,13



6.



Bangunan Kelautan



0,96



0,96



0,5



0,77



1,01



7.



Jasa Kelautan



1,46



1,2



1,28



1,34



1,32



20,77



20,83



22.42



100



100



100



1.



Perhubungan Laut



2.



Industri Maritim



Jumlah PDB Sektor Kelautan Jumlah PDB Nasional (%)



20,15 20,71 100



100



Sumber : data BPS diolah. Dari tujuh bidang atau lapangan usaha yang terdapat dalam bidang kelautan, pada tahun 2005 sektor energi dan sumber daya mineral mempunyai PDB yang paling besar di bandingkan dengan sektor lainnya dengan kontribusi sebesar 9,13% dari total PDB nasional. Peningkatan yang besar juga terjadi pada sektor industri maritim dan perikanan, yaitu sebesar 3,77% dan 2,79%. Penurunan yang paling besar terjadi pada sektor pertambangan. Hal ini disebabkan berkurangnya kegiatan eksploitasi bahkan tidak adanya usaha eksplorasi selama beberapa tahun terakhir. Efisiensi investasi ekonomi kelautan nasional dapat ditinjau dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana efisiensi dari suatu investasi. Makin rendah angka ICOR, maka investasi yang dilakukan semakin efisien. ICOR dihitung sebagai rasio investasi terhadap PDB yang dibagi oleh tingkat pertumbuhan PDB, semuanya dengan harga konstan (tahun dasar).



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



20



ICOR merupakan salah satu metoda untuk menghubungkan pertumbuhan faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. ICOR juga menghubungkan besarnya pembentukan modal tetap domestik bruto dengan pertambahan PDB, yang dapat digunakan untuk menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal. ICOR dapat juga menunjukkan pola kecenderungan penggunaan metoda produksi (padat karya atau padat modal) dalam suatu perekonomian. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu. Berdasarkan perhitungan tabel Input-Output 2005, untuk kategori 175 bidang maka Nilai Koefisien ICOR dari kegiatan yang masuk dalam bidang kelautan dapat dilihat dalam Tabel 3.3, beserta perbandingan perhitungan Nilai ICOR berdasar Tabel I-O Tahun 1995 dan 2000. Tabel 3.3 Nilai Koefisien ICOR Bidang Kelautan, berdasar Tabel I-O No.



Sektor Kelautan



Nilai ICOR Nilai ICOR berdasarkan berdasarkan Tabel IO 1995 Tabel IO 2000



Nilai ICOR berdasarkan Tabel IO 2005



1.



Perhubungan laut



3,81



3,67



3,65



2.



Industri Maritim



3,56



3,39



3,39



3.



Perikanan



3,42



3,31



3,30



4.



Energi dan Sumberdaya Mineral



3,64



3,71



3,82



5.



Wisata Bahari



3,10



2,92



3,01



6.



Bangunan Kelautan



4,01



4,02



4,03



7.



Jasa Kelautan Lainnya



3,52



3,34



3,34



Dari Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa nilai ICOR terendah pada tahun 2005 terjadi pada sektor wisata bahari dengan nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Hal ini menunjukkan bahwa sektor wisata bahari merupakan bidang yang paling efisien dan mempunyai resiko paling kecil untuk penanaman investasi jika dibandingkan dengan bidang lain. Dilihat dari kontribusi terhadap PDB Nasional maka sektor wisata bahari memberikan kontribusi yang cenderung mengalami peningkatan cukup signifikan. Hingga pada tahun 2005 kontribusi sektor ini mencapai 5,5%.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



21



Namun demikian, tidak berarti sektor pertambangan minyak dan gas yang mempunyai nilai Indeks ICOR lebih besar (3,82) mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dalam hal penanaman investasi. Hal ini mengingat bidang ini mempunyai tahapan eksplorasi yang membutuhkan dana yang sangat besar. Sehingga kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan bidang pertambangan minyak dan gas akan mempunyai implikasi terhadap kegiatan lain yang relatif mempunyai signifikansi lebih tinggi. Bila dilihat dari jumlah produksi minyak dan gas (migas) hingga akhir tahun 2004 yang diperkirakan tidak lebih dari 900.000 ribu barrel per hari dan prediksi serta kajian para ahli yang berkaitan dengan potensi migas di wilayah perairan dan pesisir Indonesia yang cukup besar, di mana cadangannya diperkirakan mencapai 86,96 TSCF untuk gas dan 8.820,4 Million Metric Stock Tank Barrels (MMSTB) untuk minyak bumi dalam kurun waktu 19 tahun, dengan asumsi selama kurun waktu tersebut tidak ada pengembangan teknologi. Bila mengingat selama ini potensi cadangan migas 60-70% tersebar di wilayah pesisir dan lautan maka potensi investasi dan pengembangan untuk sektor pertambangan migas sebagai bagian bidang kelautan sangat menjanjikan. Apalagi pengembangan sektor ini erat kaitannya dengan kebijakan pengembangan energi yang membutuhkan diversifikasi energi dan transformasi dari energi tidak terbarukan menjadi energi terbarukan. Industri maritim relatif mengalami penurunan ICOR yang cukup signifikan. Bila berdasarkan Tabel I-O Tahun 1995 mempunyai nilai sebesar 3,56, maka berdasarkan Tabel I-O Tahun 2000 dan 2005 menjadi 3,39. Penurunan ini sangat beralasan, mengingat potensi pengembangan industri maritim sangat menjanjikan. Termasuk dalam sektor ini adalah pengilangan minyak bumi, LNG, serta industri perikanan. Pengembangan industri maritim sangat dipengaruhi oleh komitmen para pemangku kepentingan. Hingga saat ini ada beberapa industri maritim yang belum berkembang optimum dan sebagian menurun, sehingga memerlukan inovasi dan kebijakan dari pemerintah. Sektor bangunan kelautan mempunyai nilai indeks ICOR yang paling besar bila dibandingkan dengan bidang–bidang lainnya, yaitu 4,03. Apabila dibandingkan dengan kajian Bank Dunia (2003) di mana rataan ICOR Indonesia sebesar 3,6 maka angka yang diperoleh dari bidang bangunan kelautan jauh lebih besar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam memprioritaskan kebijakan investasi bidang bangunan kelautan tidak menjadi menjadi prioritas utama. Namun demikan pengembangan bangunan kelautan tetap menjadi isu penting, mengingat sektor ini erat kaitannya dengan infrastruktur kelautan, seperti pelabuhan, platform, dan dermaga laut.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



22



Sementara itu untuk sektor perikanan yang mempunyai nilai Indeks ICOR 3,3 bila dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan Tabel Input-Output Tahun 1995 sebesar 3,42. Sehingga pengembangan investasi di bidang perikanan, baik finfish, shelfish, maupun jenis tumbuhan seperti rumput laut, relatif berpotensi untuk didorong. Indeks ICOR tersebut juga mempunyai arti bahwa sektor ini mempunyai peluang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan mengingat bidang ini dalam membangkitkan bidang ini banyak berkaitan dengan masyarakat pesisir dan berpenghasilan menengah ke bawah. Berdasarkan kajian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) tahun 2004, pengembangan perikanan bila melihat nilai ICOR di atas, sebenarnya lebih diarahkan kepada perikanan budidaya, mengingat potensi lahan dan komoditas di sektor ini masih besar. Sektor perhubungan laut juga mempunyai penurunan indeks ICOR dari 3,87 pada tahun 1995 dan 3,67 tahun 2000 menjadi 3,65 pada tahun 2005. Artinya investasi di sektor ini cukup efisien. Namun demikian pengembangan sektor perhubungan laut ini erat kaitannya dengan pengembangan sektor bangunan kelautan. Sehingga memerlukan sinergi di antara keduanya. Sektor jasa kelautan, merupakan potensi yang tersembunyi dalam pengembangan bidang kelautan. Indek ICOR sektor ini menunjukkan penurunan dari 3,53 menjadi 3,34. Salah satu komponen sektor ini adalah pendidikan kelautan. Kajian PKSPL tahun 2004 menunjukkan untuk meningkatkan produksi ikan tangkap sebesar 5 % akan dibutuhkan 800 kapal, di mana tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sebuah kapal tipe longline sebanyak 10 orang, sebuah kapal trawl sebesar 20 orang untuk waktu 6 bulan berlayar dan untuk kapal purse seine dibutuhkan 30 orang. Belum lagi ditambah kebutuhan pelaut-pelaut di luar negeri, di mana ada kecenderungan yang terus meningkat, karena anak-anak mudanya enggan bekerja di laut. Contohnya di Belanda membutuhkan pelaut setiap tahun sebanyak 800 orang. Adapun tenaga terampil yang dibutuhkan di bidang kelautan adalah orang yang memenuhi syarat tertentu dan profesional dibidangnya. Apabila hal ini dikombinasikan dengan data hasil ikan tangkapan perkiraan kebutuhan tenaga kerja adalah sebagai berikut seperti tersaji pada Tabel 3.4.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



23



Tabel 3.4 Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja Berkaitan Produksi Ikan Tangkap dari Perairan Indonesia (5% Meningkat Membutuhkan 800 Kapal) Produksi Ikan tangkap Tahun 2002 4.069.420 ton/tahun



Peningkatan 5 % 203.471 ton/tahun



Kebutuhan Tenaga Kerja Rata-rata 30 orang/kapal 24.000 orang



Kebutuhan tenaga kerja pelaut penangkap ikan tersebut di atas sinergis dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang teknik perkapalan khususnya serta bidang terkait lainnya. Dalam usaha budidaya perikanan laut seperti udang dengan metode budidaya udang secara intensif akan diperlukan tenaga pelaksana yang mempunyai kualifikasi kompetensi tertentu pula. Tabel 3.5 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat pada Budidaya Udang Untuk Menghasilkan 100.000 Ton Udang No. 1



Jenis kegiatan Hatchery



Kriteria tenaga Tenaga ahli Teknisi hatchery (SMK)



2



Tambak



Tenaga ahli



Jumlah (orang) 234 5.272 715



Operator dan teknisi (SMK)



15.606



Tenaga harian



42.683



Budidaya perikanan laut yang sekarang sedang dikembangkan salah satunya adalah ikan kerapu. Adapun jenis ikan kerapu yang dikembangkan adalah kerapu bebek, kerapu lumpur dan kerapu sunu. Untuk memenuhi kebutuhan ikan kerapu sebagai salah satu sumber devisa dan protein masyarakat, maka dibutuhkan beberapa tenaga kerja yang mempunyai kualifikasi kompetensi tertentu pula. Adapun perkiraan tenaga kerja yang dibutuhkan tersaji pada Tabel 3.6.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



24



Tabel 3.6 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pada Budidaya Ikan Kerapu Untuk Menghasilkan 300 Ton Ikan Kerapu No 1



2



Jenis Kegiatan Hatchery



Keramba Jaring Apung



Kriteria Tenaga



Jumlah (Orang)



Tenaga Ahli



10



Teknisi Hatchery (SMK)



30



Tenaga Ahli



12



Teknisi Lapang (SMK)



112



Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Lampung, 2002. Studi Pengembangan Potensi Wilayah Budidaya Terpadu Propinsi Lampung.



Oleh karena itu untuk mempersiapkan sumberdaya manusia di bidang kelautan yang mampu bersaing di pasar bebas sekarang ini, tentu saja diperlukan suatu lembaga pendidikan yang bertaraf nasional dan internasional. Sehingga produk tamatan nantinya terjual dan diserap pasar dalam dan luar negeri. Dan untuk menyediakan lembaga pendidikan semacam ini tentu saja diperlukan suatu kerja keras dengan program-program kerja yang konsisten dan kontinyu oleh pihak penyelenggara pendidikan. Dan untuk memenuhi proses pendidikan semacam ini tentu saja perlu dukungan finansial yang memadai dan tak lupa didukung oleh tenaga pendidik yang berkualifikasi nasional maupun internasional pula. Berdasarkan uraian diatas maka investasi dalam sektor ini menjadi sangat mendesak. Dalam Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kewenangan pemerintah daerah di wilayah laut adalah 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Kewenangan daerah untuk mengelola wilayah laut meliputi : 1.



Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;



2.



Pengaturan administratif;



3.



Pengaturan tata ruang;



4.



Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;



5.



Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan



6.



Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



25



Namun demikian harus dipahami bahwa kewenangan tersebut harus tetap dilandasi falsafah bahwa laut adalah sebagai pemersatu wilayah, ekonomi, politik maupun budaya sehingga laut tidak dikelola secara terpisah-pisah namun justru harus dilakukan kerjasama erat antar daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Karakteristik laut tersebut mengamanatkan keterpaduan pengelolaan laut oleh pemerintah pusat dan daerah agar dicapai efektivitas dan efisiensi dalam membangun skala ekonomi kelautan sesuai dengan kondisi sumberdaya kelautan yang dimiliki Indonesia. Sementara dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 otonomi dimaknai sebagai kewenangan hanya berada di tangan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Makna otonomi belum mencakup “kewenangan” rakyat di daerah terutama yang berkaitan nilai dasar (virtue) yang terkandung dalam otonomi daerah itu sendiri yang mencakup kesetaraan, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Hal tersebut menjadi penting dalam rangka meningkatkan peran masyarakat di daerah dalam membangun bidang kelautan karena aktivitas ekonomi kelautan banyak didasarkan pada potensi daerah sebagai konsekuensi logis sebuah negara kepulauan. Selain Undang-undang No. 32 Tahun 2004, perundangan lain yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah Undang-undang No. 33 Tahun 2004 yang mengatur perimbangan keuangan pusat dan daerah. Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 dana perimbangan keuangan pusat dan daerah disajikan seperti Tabel 3-7. Tabel 3-7. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Sumber Penerimaan



Pertambangan Minyak Bumi



2012



Pemerintah Pusat



84,5 %



Daerah



15,5 % terdiri dari : • Provinsi (3%) • Kabupaten/Kota penghasil (6 %) • Kabupaten/Kota lainnya (6 %) 0,5 % untuk pendidikan dasar • Provinsi (0,1%) • Kabupaten/Kota penghasil (0,2%) • Kabupaten/Kota lainnya (0,2%)



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



Keterangan



Sudah dikurangi pajak



26



Sumber Penerimaan



Pemerintah Pusat



Daerah



Pertambangan Gas Bumi



69,5 %



Pertambangan Umum



20 %



Pertambangan Panas Bumi



20 %



Kehutanan



20 %



80 % terdiri dari : IHPH • Provinsi (16%) • Kabupaten/Kota penghasil (64%) Provisi SDH • Provinsi (16%) • Kabupaten/Kota penghasil (32 %) • Kabupaten/Kota lainnya (32 %)



Dana Reboisasi



60 %



40 % digunakan utk rehabilitasi hutan



Perikanan



20 %



80 %Terdiri dari : • Pungutan Pengusaha Perikanan • Pungutan Hasil Perikanan (dibagi sama ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia)



Keterangan



30,5 % terdiri dari : • Provinsi (6%) • Kabupaten/Kota penghasil (12 %) • Kabupaten/Kota lainnya (12 %) 0,5 % untuk pendidikan dasar • Provinsi (0,1%) • Kabupaten/Kota penghasil (0,2%) • Kabupaten/Kota lainnya (0,2%)



Setelah dikurangi pajak



80 % terdiri dari : Land rent (iuran tetap) • Provinsi (16%) • Kabupaten/Kota penghasil (64 %) Royalti • Provinsi (16 %) • Kabupaten/Kota penghasil (32 %) • Kabupaten/Kota lainnya (32 %)



Setelah dikurangi pajak



80 % terdiri dari : • Provinsi (16%) • Kabupaten/Kota penghasil (12 %) • Kabupaten/Kota lainnya (12 %) Royalti • Provinsi (16%) • Kabupaten/Kota penghasil (32 %) • Kabupaten/Kota lainnya (32 %)



Sumber : UU No. 33 Tahun 2004 (Pasal 11 sampai dengan Pasal 24).



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



27



Data implementasi dana alokasi daerah menunjukkan bahwa secara total hasil alam daerah untuk non-minyak dan gas relatif kecil nilainya dibandingkan hasil dari minyak dan gas. Dengan demikian, besarnya penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari hasil alam non-minyak dan gas perlu didorong melalui peningkatan investasi dan pengembangan aktivitas secara efisien sehingga diharapkan dapat menopang perekonomian daerah apabila pendapatan dari sumberdaya minyak dan gas suatu saat habis. Kondisi tersebut membawa implikasi bagi daerah yang memiliki potensi ekonomi kelautan yang baik mulai diarahkan untuk melakukan investasi dari pendapatan yang diperoleh baik dari APBN, APBD maupun investasi dari pihak swasta dan masyarakat. Investasi tersebut diarahkan pada sektor-sektor kelautan prioritas yang memiliki kemampuan pengembalian (rate of return) yang tinggi sehingga dapat dibangkitkan aktivitas ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja serta dikelola secara berkelanjutan. Dari gambaran tersebut, maka sektor-sektor usaha di bidang kelautan belum secara signifikan menjadi pengarusutama dalam pembangunan nasional. Hal tersebut memberikan kesempatan bagi potensi ekonomi kelautan untuk menjadi sektor strategis. 3.2 Perlunya Integrasi Antar Sektor Dalam Pembangunan Ekonomi Kelautan Aktivitas ekonomi dalam bidang kelautan mencakup tujuh sektor, yakni: (i) perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan, (iv) wisata bahari, (v) energi dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan, dan (vii) jasa kelautan. Pada tahun 2005, tujuh sektor ini telah menyumbangkan kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan ini, tentu juga akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan daya serap tenaga kerja, sehingga pada akhirnya seharusnya mampu pula untuk mensejahterakan rakyat dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun demikian, kontribusi yang cukup signifikan ini sebenarnya belum merupakan kontribusi yang optimal. Karena faktanya, hingga kini pembangunan atau pengembangan ketujuh sektor bidang kelautan tersebut belum dilaksanakan secara terintegrasi. Hal ini, dapat dilihat dengan masih ditemukannya konflik kepentingan di antara ketujuh sektor tersebut, seperti: pembangunan sektor wisata bahari yang menggeser sektor perikanan, biaya logistik di dalam negeri yang mahal akibat tidak sinerginya pembangunan sektor perhubungan laut dengan sektor industri maritim, perikanan, bangunan kelautan, dan terjadinya kelangkaan energi akibat



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



28



belum sinkronnya pembangunan sektor perhubungan laut dan industri maritim dengan energi dan sumberdaya mineral distribusi energi yang tidak efisien. Bila ketujuh sektor bidang kelautan tersebut di atas diintegrasikan dengan baik, maka tidak mustahil akan memberikan kontribusi yang jauh lebih besar terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sehingga juga akan mempercepat terwujudnya harapan bangsa Indonesia menikmati manfaat penuh dari pembangunan ekonomi kelautannya yang diperkirakan nilai potensi ekonominya mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 40 juta orang. Penerapan integrasi antar sektor memiliki pemahaman komprehensif terhadap aspek konektivitas antar sektor untuk bersama-sama memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir. Sebagai ilustrasi, pengembangan perikanan udang (sektor perikanan) dengan integrasi antar sektor. Untuk produksi udang yang efisien dan berdaya saing dari aktivitas penangkapan udang memerlukan dukungan pengembangan armada kapal yang efisien (integrasi dengan sektor industri maritim), pengembangan pelabuhan sebagai prasarananya (integrasi dengan sektor bangunan kelautan), cold storage untuk menyimpan udang (integrasi dengan sektor industri maritim), industri pengolahan udang yang efisien dan bersih/tanpa limbah (integrasi dengan sektor industri maritim), penyediaan energi (integrasi dengan sektor energi dan sumberdaya mineral), jasa pelayanan pelabuhan dan keselamatan pelayaran yang efektif (integrasi dengan sektor jasa kelautan), jasa pendidikan dan penelitian yang profesional dan mutakhir (integrasi dengan sektor jasa kelautan), dan sistem distribusi atau transportasi yang efisien (integrasi dengan sektor perhubungan laut). Selanjutnya, pengembangan perikanan udang dengan integrasi antar sektor ini juga akan menciptakan atau menumbuhkan turunan sektor industri maritim baru lainnya, seperti usaha pemanfaatan limbah dari industri pengolahan udang, yakni industri tepung ikan dan pupuk (yang akan memanfaatkan limbah kepala dan insang udang) dan industri chitin dan chitosan (yang akan memanfaatkan limbah cangkang udang). Selain itu, pengembangan perikanan udang dengan integrasi antar sektor dapat mendukung pula tumbuh dan berkembangnya sektor wisata bahari, karena aktivitas dari sektor-sektor bidang kelautan lainnya diarahkan untuk menggunakan pendekatan yang terintegrasi dan efisien, sehingga aktivitas yang dilakukan pasti memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungannya demi keberlanjutan aktivitas itu sendiri. Tumbuh dan berkembangnya sektor wisata bahari, tentu juga akan berimbas balik pada berkembangnya



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



29



industri perikanan udang itu sendiri, dengan adanya peningkatan permintaan akan komoditi udang untuk memenuhi kebutuhan seafood bagi wisatawan. Gambar 3.3 di bawah menunjukkan model pembangunan ekonomi kelautan nasional dengan pengembangan integrasi antar sektor yang diharapkan mampu mengakselerasi pembangunan nasional.



Gambar 3.3 Model Pembangunan Ekonomi Kelautan Nasional dengan Pengembangan Integrasi Antar Sektor Dari gambaran diatas, maka seharusnya pembangunan ekonomi kelautan nasional dilaksanakan secara terintegrasi antar/lintas sektor yang diyakini akan jauh lebih efisien dan memberikan nilai manfaat yang juga jauh lebih besar dan maksimal dibandingkan bila dilaksanakan secara parsial atau sektoral.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



30



Bab 4 EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU 4.1 Ekonomi Biru Kesadaran akan pentingnya fungsi laut serta kebutuhan untuk melindungi sumber daya yang terkandung di dalamnya semakin meningkat dan mendapat momentum dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah negara yang menerapkan kebijakan kelautan (ocean policy) dalam tatanan hukum nasional, semakin meningkat pula. Seiring dengan hal tersebut, kondisi ekosistem laut di beberapa bagian dunia mengalami penurunan akibat ulah manusia dan perubahan alam seperti dampak perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia turut menaruh perhatian di bidang ini. Hal lain yang menunjang argumen ini adalah kenyataan bahwa Indonesia telah menjadi negara maju dalam hal ocean governance setelah berhasil melaksanakan World Ocean Conference dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada bulan Mei 2009 lalu. Keberhasilan ini menempatkan Indonesia pada posisi penting dalam tatanan global untuk memajukan prinsip keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya laut dan perikanan (Earle, 2010). Pertemuan World Ocean Conference (WOC) yang dibuka secara resmi oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Manado, dihadiri lebih dari 5000 peserta dari 76 negara dan 12 organisasi kelautan internasional dan perwakilan PBB seperti UNEP, UNESCO, dan FAO. Pertemuan WOC mendapat sorotan dunia karena baru kali pertama isu kelautan dan perubahan iklim dibicarakan pada tataran dunia. Hasil pertemuan WOC berupa deklarasi yang dinamakan Manado Ocean Declaration (MOD) yang berisi kesepakatan para negara peserta untuk menciptakan ekosistem laut yang sehat dan berkelanjutan. Luaran dari WOC berupa dokumen MOD dan makalah yang dipresentasikan pada berbagai forum ilmiah selama pertemuan ini telah menjadi referensi dunia untuk mengembangkan kolaborasi internasional dan membuat komitmen bersama dalam menghadapi isu kelautan dunia, utamanya untuk menerapkan pentingnya mengimplementasikan pembangunan kelautan yang berkelanjutan. Dengan berhasilnya Indonesia menyelenggarakan pertemuan WOC, telah menaikkan posisi tawar Indonesia di forum kelautan dan perikanan internasional di samping tentunya memberikan kebanggaan tersendiri akan keberhasilan bangsa kita menempatkan diri pada jajaran elit dunia dalam bidang tata-kelola kelautan (ocean governance).



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



31



MOD rumusan hasil WOC tersebut sangat terkait dengan 2 (dua) pilar utama kebijakan kelautan nasional, yakni pilar kebijakan ekonomi kelautan dan pilar kebijakan lingkungan laut. Kedua pilar inilah yang sebenarnya menjadi komponen inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem. Secara diagramatik keterkaitan WOC dengan pilar kebijakan ekonomi kelautan dan lingkungan laut, serta Ekonomi Biru disajikan pada Gambar 4.1.



Gambar 4.1 Keterkaitan World Ocean Conference (WOC) 2009 dengan Pilar Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Lingkungan Laut serta Ekonomi Biru Dengan melihat keterkaitan ini, dapat dinyatakan bahwa WOC serta berbagai hasil yang dicapai pasca pertemuan di Manado, merupakan efek ganda (multiplier effect) tercapainya pembangunan kelautan nasional berlandasakan prinsip-prinsip Ekonomi Biru. Keberhasilan Indonesia dalam pentas kelautan dunia dibuktikan dengan keberhasilan menyelenggarakan pertemuan antar kepala negara dari Inisiatif Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle Initiative). Inisiatif ini bermula dari gagasan Presiden Republik Indonesia Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono mengundang kepala negara Coral Triangle Initiative (CTI) untuk meresmikan gagasan CTI dalam menjaga dan sumberdaya terumbu karang di daerah segitiga ini yang meliputi: Malaysia, Filipina, Indonesia, Papua New



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



32



Guinea, Kepulauan Solomon dan Timor Leste (Gambar 4.2). Seluruh dunia mengakui bahwa daerah segitiga terumbu karang adalah satu-satunya peninggalan dunia dengan keragaman hayati laut yang tertinggi di dunia, yang hanya terbandingkan dengan keragaman hayati Hutan Amazon di Brasil. Oleh sebab itu daerah ini dinamakan juga “Amazon of the Ocean”.



Gambar 4.2 Daerah Implementasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle Initiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security) Dalam kesepakatan Regional Plan of Action (RPoA) CTI, disebutkan ada lima tujuan utama dari gagasan CTI yakni: 1.



Menetapkan daerah prioritas bentang laut (seascape) yang dikelola secara efektif



2.



Penerapan prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan dan sumberdaya kelautan kelautan lainnya bernasis ekosistem



3.



Penetapan “Marine Protected Area” yang dikelola secara efektif



4.



Menerapkan langkah-langkah adaptasi perubahan iklim



5.



Meningkatkan status species di laut yang terancam Keseluruhan tujuan CTI ini diarahkan pada aspek konservasi terumbu karang,



perikanan dan ketahanan pangan. Dengan dukungan mitra kerja CTI yakni Amerika Serikat, Australia, Bank Pembangunan Asia (ADB), The Nature Conservancy (TNC),



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



33



Conservancy International (CI) dan World Wild Fund for Nature (WWF), kelima tujuan utama CTI dapat terlaksana dan sedah memasuki tahap implementasi. Dalam “guiding principles” CTI, disebutkan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan harus mengikuti kaidah kehati-hatian yang disebabkan tingginya nilai keragaman hayati dan potensi sumberdaya perikanan terutama ikan pelagis besar dan jenis ikan karang di daerah CTI. Dengan menggabungkan prinsip-prinsip Ekonomi Biru dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan di wilayah CTI Indonesia, diharapkan dapat diperoleh nilai tambah yang nyata terhadap pencapaian pembangunan ekonomi kelautan nasional secara berkesinambungan. Pada tahun 2010, Gunter Pauli memperkenalkan suatu pendekatan baru yakni Blue Economy melalui bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 years, 100 innovations, and 100 million jobs. Konsep Blue Economy dimaksudkan untuk menantang para enterpreneur bahwa Blue Economy business model memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan, menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan tidak merusak lingkungan, sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghasilkan produk dan nilai ekonomi lebih besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan memberikan kesempatan untuk memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil. Konsep Ekonomi Biru dikembangkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya limbah industri, akan tetapi kerusakan alam dan lingkungannya juga disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang melebihi kapasitas atau daya dukung alam. Selama ini prinsip-prinsip resource efficiency, low carbon, social inclusiveness telah berkembang, namun masih belum mampu mengatasi keserakahan manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya alam lebih banyak. Implementasi pembangunan berkelanjutan dengan konsep green products and services, yaitu produk-produk dan jasa ramah lingkungan tidak dengan sendirinya sesuai harapan. Hal ini disebabkan green products and services yang dihasilkan harus dibeli dengan harga yang lebih mahal dan makin tidak dapat dijangkau oleh masyarakat miskin karena diperlukan nilai investasi yang lebih besar. Investor harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk menghasilkan green products and services, dan tambahan biaya ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disarikan bahwa esensi Konsep Ekonomi Biru adalah:



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



34



a.



Learning from nature Blue Economy mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam.



b.



The logic of ecosystems Cara kerja ekosistem dijadikan model Blue Economy, yaitu seperti air mengalir dari gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan seluruh makhluk hidup dan tanaman, limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang. Hanya dengan gravitasi energi didistribusikan secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal. Untuk mendukung sistem kehidupan, sinar matahari menjadi energi fotosintesa seluruh kontributor yang membutuhkannya.



c.



Inspired by 100 innovations Secara empiris 100 inovasi ekonomi praktis telah dikembangkan dan membuktikan bahwa ekosistem selalu bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya. Ekonomi Biru pada akhirnya akan menjamin bahwa suatu pembangunan yang



dijalankan tidak hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin terjadinya keberlanjutan secara ekologi dan sosial. Secara umum, Ekonomi Biru dapat dipahami sebagai sebuah model ekonomi untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Hal ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang ada pada konsep Ekonomi Biru, yaitu : 1)



Natural resources efficiency



2)



Zero waste: leave nothing to waste – waste for one is a food for another - waste from one process is resource of energy for the other:



3)



Social inclusiveness: self-sufficiency for all – social equity-more job, more opportunities for the poor



4)



Cyclic systems of production: endless generation to regeneration, balancing production and consumption



5)



Open-ended innovation and adaptation: the principles of the law of physics and continuous natural adaptation



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



35



Sekalipun implementasi dan contoh yang diberikan dalam teori Ekonomi Biru tersebut tidak menyebutkan tentang penerapan di laut, namun istilah ini sesuai dengan latar belakang filosofis Pauli, yang membayangkan bahwa planet bumi ini akan tetap berwarna biru apabila dikelola dengan baik. Dengan menggunakan idealisme tersebut pembangunan kelautan (yang dicirikan dengan laut biru) seyogyanya dapat berkembang selaras dengan prinsip pembangunan yang inovatif dan berkelanjutan. Industri kelautan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh daratan dan samudra raya karena karakteristik utamanya yaitu sifat air yang terhubungkan satu sama lain. Hal ini tergambar jelas dari siklus air (H2O) yang menjadi dasar kehidupan bagi makhluk hidup di planet bumi ini. Mulai dari skala molekuler hingga ukuran samudra, benda cair akan terhubungkan (connected) pada setiap sisi dan bidang. Penerapan Ekonomi Biru harus memiliki pemahaman komprehensif terhadap aspek konektivitas antar sektor yang bersama-sama memanfaatkan ekosistem laut dan pesisir. Misalnya pembangunan areal perkotaan yang terletak di daerah pesisir, akan sangat bergantung pada akses terhadap sumberdaya lainnya seperti air dan energi. Demikian halnya dalam aspek perdagangan maritim yang tergantung pada supply barang maritim dan jasa pelabuhan. Hal ini memerlukan pengaturan yang harus dilaksanakan se-efisien mungkin. Berkaitan dengan penerapan konsepsi Ekonomi Biru di ekosistem laut, sekurangkurangnya ada 3 hal utama yang menjadi dasar pendekatannya, yakni: kondisi kesehatan ekosistem (Healthy ocean), aktifitas ekonomi yang berpusat pada kesejahteraan masyarakat (People-centered activities), dan adanya tata-kelola sumberdaya yang baik (Ocean governance). Penurunan kualitas kondisi perairan laut dan pesisir akan berdampak pada penurunan produktifitas ekonomi. Pencapaian kondisi laut yang sehat memerlukan pemikiran revolusioner dan terkadang tidak lazim (thinking out of the box). Seringkali pemikiran sederhana untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tangkapan ikan yang lebih tidak selamanya harus dengan jumlah (kuantitatif) yang menyolok sehingga mengakibatkan laut tidak sehat (overfishing). Namun dengan sentuhan teknologi, kita akan mendapatkan hasil yang berlipat ganda dan laut tetap sehat. Hal ini tentunya berlaku mulai dari kegiatan bisnis kelautan lainnya, seperti: budidaya rumput laut sampai kepada pemanfaatan laut dan wilayah pesisir untuk tujuan pariwisata. Sesuai ketentuan undang-undang, manfaat dari hasil bumi dan isinya harus di orientasikan untuk mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat banyak. Tujuan yang sangat mulia ini sekarang menjadi perdebatan karena seberapa banyak sisa sumberdaya yang ada untuk generasi mendatang? Pendekatan Ekonomi Biru di Indonesia seharusnya



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



36



menempatkan prasyarat bahwa mekanisme pasar dan terobosan inovatif dalam bidang kelautan dan perikanan harus dirancang untuk menyediakan insentif keuangan yang memadai bagi masyarakat (UNEP, 2011). 4.2 Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia perlu mencari terobosan dalam pembangunannya yang dapat menjamin kemakmuran bangsa secara terus menerus dari generasi ke generasi. Dengan demikian segenap potensi yang dimiliki bangsa Indonesia harus disiapkan sebagai landasan yang kuat bagi bangsa dan negara. Potensi darat dan laut harus disinergikan sehingga menjadi kekuatan. Hal utama yang perlu di gunakan sebagai landasan dalam mengembangkan pemikiran tersebut adalah bagaimana kekuatan laut yang luasnya hampir dua pertiga wilayah Indonesia serta berbagai peluang ekonomi secara internasional perlu dikembangkan bagi kemakmuran Indonesia secara berkelanjutan. Ekonomi Biru mengintegrasikan pembangunan darat dan laut serta memperhitungkan daya dukung sumberdaya dan lingkungan sehingga aktivitas ekonomi menggunakan perhitungan complete assessment, terintegrasi dan inward maupun outward looking guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Ekonomi Biru merupakan model pembangunan ekonomi yang menyatukan pembangunan laut dan daratan, menekankan pengoptimalan pemanfaatan teknologi, industri, tanah dan perairan laut, dalam rangka meningkatkan secara menyeluruh taraf pemanfaatan sumberdaya laut. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Ekonomi Biru dapat memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi demi mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Ekonomi Biru merupakan gagasan universal yang dapat diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan nasional. Konsep Ekonomi Biru juga mampu mengakomodasi Ekonomi Hijau (Green Economy) yang selama ini diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia, . Ekonomi Biru dapat dilihat sebagai kebijakan yang bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara keseluruhan. Pendekatan pembangunan dengan model Ekonomi Biru akan bersinergi dengan pelaksanaan program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (penyerapan tenaga kerja) dan pro-environment (melestarikan lingkungan). Terminologi Ekonomi Biru telah diangkat dalam berbagai forum kerjasama internasional, seperti pada pertemuan tingkat Senior Officials Meeting (SOM) for the Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Moskow pada bulan February 2012.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



37



Penggunaan pendekatan Ekonomi Biru sebagai model pembangunan kelautan nasional diharapkan mampu menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global. Keberhasilan dari Ekonomi Biru seperti pencapaian industrialisasi sektor kelautan selain dihadapkan pada kebutuhan tenaga kerja dan teknologi yang memadai, juga memerlukan terobosan-terobosan, seperti perbaikan rantai hulu hingga hilir guna meningkatkan daya saingnya. Industrialisasi kelautan dalam konsep Ekonomi Biru didorong untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku industri, berbasis komoditas utama, wilayah dan sistem manajemen, pembangunan berkelanjutan serta transformasi sosial. Proses industrialisasi kelautan merupakan proses perubahan sistem produksi hulu hingga hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan skala produksi sumberdaya kelautan melalui modernisasi yang didukung oleh kebijakan terintegrasi, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi serta IPTEK dan SDM. Dengan model pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru diharapkan dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya, keseimbangan ekosistem dan kesehatan lingkungan, serta mendorong pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang efektif. Paradigma pembangunan kelautan dengan mengadopsi konsep Ekonomi Biru diharapkan dapat membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan iklim dan pengasaman laut. Hal ini sejalan dengan pengendalian ancaman pemanasan global, seperti: energi gas buang dan karbon sehingga dapat terwujud pembangunan berkelanjutan secara terpadu dan upaya pengentasan kemiskinan. Ancaman perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan suhu permukaan laut, aktivitas badai meningkat, yang disertai efek berbahaya dari pengasaman laut yang dapat menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan dan ekosistem laut. Paradigma Ekonomi Biru dalam pembangunan kelautan nasional merupakan refleksi sinergitas pertumbuhan, pembangunan dan lingkungan dengan berpedoman pada triple helix model. Dengan pendekatan konsep Ekonomi Biru, pembangunan ekonomi kelautan di harapkan mampu menjadi motor pembangunan nasional dan sumber pertumbuhan baru. Ekonomi Biru tidak hanya diharapkan dapat memacu pembangunan berkelanjutan, tetapi juga dapat menjaga kesehatan lingkungan melalui perekonomian rendah karbon (low carbon economy). Ekonomi Kelautan dengan model Ekonomi Biru dibangun berdasarkan



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



38



4 pilar, yaitu 1) Integrasi pembangunan daratan dan kelautan, 2) Pembangunan yang bersih, inklusif, dan berkelanjutan, 3) Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk melalui inovasi, dan 4) Peningkatan pendapatan masyarakat yang adil, merata, dan pantas. Keberhasilan model Ekonomi Biru membutuhkan komitmen para pemangku kepentingan khususnya terkait dengan berbagai kebijakan baik lokal maupun nasional, SDM, teknologi, akses keuangan, industrialisasi (hulu dan hilir), pendidikan, dan kesadaran kolektif masyarakat akan potensi kelautan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



39



Bab 5 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU 5.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan Nasional Pembangunan bidang kelautan nasional saat ini masih belum berjalan dengan terpadu dan harmonis. Dengan kata lain, masing-masing sektor pembangunan yang tercakup dalam bidang kelautan masih berjalan dengan konsepnya masing-masing. Padahal pembangunan kelautan yang berkelanjutan sangat tergantung terhadap keterpaduan pembangunan masing-masing sektor tersebut. Dengan demikian kebijakan komprehensif di bidang kelautan yang meletakkan prinsip efisien, keadilan (equity), demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak. Garis kebijakan makro kelautan nasional telah jelas dijabarkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang dituangkan pada misi ketujuh, yaitu mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Misi ini ditujukan untuk menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. Selanjutnya, terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional setidaknya harus ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: 1.



Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan batas-batasnya, menghitung aset-aset kelautan yang dimiliki negara, serta hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan keamanan aset ekonomi nasional.



2.



Perencanaan pembangunan terpadu berbasis spasial dalam rangka mendayagunakan laut serta sumberdaya kelautan terpadu dengan daratan yang lestari, efisien dan efektif serta menghasil kemakmuran bagi seluruh rakyat, diantaranya meliputi:



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



40



a.



Perencanaan jaringan transportasi terpadu yang berdampak pada rendahnya biaya angkut orang dan barang sehingga menjamin distribusi barang dan harga produk yang ditawarkan menjadi relatif rendah dan menguntungkan.



b.



Perencanaan wilayah terpadu sehingga melindungi sumberdaya renewable di sekitar lokasi eksploitasi sumberdaya non renewable.



c.



Perencanaan spasial terpadu berbagai sektor dan berbagai jenis sumberdaya alam serta manusia untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.



3.



Mewujudkan kebijakan ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kelautan.



4.



Membangun jaringan prasarana dan sarana ekonomi sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia melalui aktivitas ekonomi kepulauan yang mensejahterakan rakyat.



5.



Meningkat dan menguatnya sumberdaya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



6.



Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan dan fungsi laut secara berkelanjutan.



7.



Mengembangkan aktivitas ekonomi kelautan, antara lain: (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumberdaya mineral kelautan; (f) bangunan kelautan; dan (g) jasa kelautan.



8.



Mengembangkan investasi dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.



9.



Mengembangkan kerjasama ekonomi regional dan internasional di bidang kelautan.



10. Mendorong dan memfasilitasi sektor bisnis untuk mengembangkan usaha di bidang kelautan sehingga memiliki daya saing global. 11. Menjamin kebijakan fiskal dan moneter yang dapat mengakselerasi pembangunan ekonomi kelautan. 5.2 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru Dalam rangka mencermati pembangunan ekonomi kelautan Indonesia, maka sepatutnya mengkaji kembali bagaimana posisi bidang kelautan yang terdiri 7 sektor utama, yakni: sektor perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya mineral kelautan, bangunan kelautan, dan jasa kelautan, berperan di masa lalu dan bagaimana seharusnya bangsa Indonesia meletakkan dasar yang kuat bagi pembangunan negara kepulauan yang dapat memakmurkan rakyat nusantara (UU No.17 tahun 2007). Diketahui bersama bahwa bidang ekonomi kelautan



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



41



masih merupakan sektor-sektor yang relatif tertinggal bila dilihat dari rendahnya produktivitas tingkat pemanfaatan sumberdaya, tingkat teknologi yang digunakan, tingkat kemiskinan, tingkat ramah lingkungannya, dan minat investasi skala menengah dan besar relatif kurang, serta besarnya kapital yang dibutuhkan walaupun “rate of return” nya juga tinggi. Ketertinggalan ini merupakan akibat dari adanya persoalan-persoalan yang bersifat struktural. Terutama adanya kebijakan pembangunan yang masih cenderung berorientasi hanya pada pertumbuhan ekonomi berbasis terestrial atau daratan saja, dilakukan secara parsial, dan dilakukan dengan pendekatan yang kurang tepat. Bidang ekonomi kelautan tentu mempunyai logika pembangunan yang berbeda dengan sektor terestrial, sehingga bila pendekatan pembangunan yang dilakukannya tidak tepat, maka hasil dan manfaat yang diperolehnya menjadi tidak optimal, bahkan dapat menjadi gagal. Masalah yang sampai saat ini menjadi pertanyaan besar adalah mampukah Pemerintah Indonesia mengelola potensi sumberdaya kelautan yang begitu besar untuk kepentingan pertumbuhan perekonomian nasionalnya? Pertanyaan ini menjadi penting, karena sejarah mencatat bahwa kontribusi bidang ekonomi kelautan untuk penerimaan negara belum signifikan, indikator ini selalu menjadi alasan klasik sehingga sektor ini kurang diminati para pengambil keputusan pada masa lalu. Padahal indikatornya tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomi saja, seperti penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau devisa, akan tetapi juga dari sisi ekologi (lingkungan), penyerapan lapangan kerja, gizi masyarakat, social capital di berbagai tempat terpencil dan lain-lain. Pertanyaan ini menjadi signifikan untuk dijawab sekarang ini, ketika orang sering melihat bidang kelautan hanya sebatas dalam aktivitas ekonomi semata yang sifatnya parsial, dan belum memandang bidang kelautan secara integral dan komprehensif sebagai suatu kekuatan yang mampu mensejahterakan rakyat dan mampu membawa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang makmur dan sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Pembangunan ekonomi kelautan nasional hingga saat ini masih cenderung berpihak dan menguntungkan para pemburu rente (rent seeker). Hal ini dapat diindikasikan dengan masih terjadinya eksploitasi sumberdaya kelautan secara berlebihan dengan cara-cara yang tidak tepat atau bahkan merusak guna mendapat semata hanya keuntungan yang sebesar-besarnya. Jika hal ini tidak dapat dituntaskan, maka potensi sumberdaya kelautan nasional yang besar tersebut tidak menjadi berkah bagi kemajuan bangsa ini, malahan sebaliknya dapat menjadi bencana dan sumber pertikaian bagi masyarakatnya.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



42



Oleh karena itu, terkait dengan karakteristik laut yang rentan terhadap segala aktifitas yang cenderung merusak, komponen laut yang merupakan wilayah terluas dari NKRI, dan potensi ekonomi kelautan yang masih belum tergali dan dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber perekonomian nasional, menyebabkan perlunya konsep tentang pembangunan ekonomi kelautan yang tepat dalam pembangunan ekonomi nasional yang tidak terlepas dalam kesatuan darat dan laut serta tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga perlu “payung kebijakan” yang tepat pada level pemerintahan pusat dan daerah guna mengembangkan ekonomi kelautan secara optimal dan berkelanjutan dan menjadi arus utama pembangunan ekonomi nasional. Seperti telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa dalam forum KTT Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012 Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, telah menyatakan tentang Ekonomi Biru, dimana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan diharapkan menjadi grand design konsep pembangunan ekonomi kelautan nasional masa depan. Dengan demikian, bagi Indonesia Ekonomi Biru merupakan gagasan model pembangunan ekonomi kelautan nasional yang diintegrasikan dengan aktivitas ekonomi daratan untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal dengan memanfaatkan modal sosial, keberlanjutan, dan pembukaan lapangan pekerjaan baru. Model Ekonomi Biru ini perlu diwujudkan sebagai paradigma baru dalam pembangunan ekonomi kelautan nasional, karena pendekatan ini sangat selaras dengan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa perairan laut dengan potensi sumberdaya yang sangat besar. Selain itu, model Ekonomi Biru ini perlu segera diterapkan dan diinisiasi oleh Indonesia, karena Indonesia sangat berkepentingan dengan pengamanan lingkungan laut sebagai penyangga sistem kehidupan dunia. Mengingat kerusakan di laut akan sangat berpengaruh terhadap keutuhan NKRI, baik dari sisi ekonomi, ekologi, sosial, politik dan pertahanan keamanan. Dengan berdasarkan hal tersebut diatas dan mengacu kepada tujuan kebijakan makro pembangunan kelautan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 pada misi ketujuh, yaitu mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional melalui pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan yang ramah lingkungan, maka diperlukan suatu kebijakan bersifat integrasi dan komprehensif dengan meletakkan prinsip efisien (pro growth), keadilan (pro job), peningkatan kesejahteraan masyarakat (pro poor), dan ramah lingkungan (pro environment). Berdasarkan pemikiran tersebut, kemudian dirumuskan kebijakan pengembangan ekonomi kelautan nasional sebagai berikut:



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



43



“Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru sebagai Akselerator bagi Terwujudnya Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional” Selanjutnya, guna mengimplementasikan kebijakan ini lebih lanjut, strategi yang harus diambil adalah sebagai berikut: 1.



Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut



2.



Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Kelautan



3.



Pengembangan Ekonomi Sektor Perikanan



4.



Pengembangan Ekonomi Sektor Pariwisata Bahari



5.



Pengembangan Ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan



6.



Pengembangan Ekonomi Sektor Bangunan Kelautan



7.



Pengembangan Ekonomi Sektor Jasa Kelautan



8.



Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan Pembangunan ekonomi kelautan nasional dengan konsep Ekonomi Biru di Indonesia



adalah pembangunan yang menerapkan prinsip terintegrasi (darat dan laut, hulu dan hilir), berbasis kawasan (efisiensi), sistem produksi bersih, investasi kreatif dan inovatif, dan berkelanjutan. Dengan model Ekonomi Biru, pembangunan kelautan akan ditekankan pada aktivitas yang mengolah seluruh limbah hasil produksi menjadi input bagi kegiatan ekonomi turunan lainnya, dengan kata lain limbah yang dihasilkan menjadi input bagi produksi aktivitas ekonomi yang lain. Sehingga kegiatan ekonomi kelautan harus diarahkan menjadi suatu sistem siklus produksi yang dapat berlangsung secara berkelanjutan. Guna mendukung dan mengimplementasikan nir-limbah dan sistem siklus produksi yang berkelanjutan, tentu prinsip inovasi dan kreativitas menjadi sangat penting dan dibutuhkan. Inovasi tentu memerlukan dukungan pengembangan rekayasa teknologi yang baik, sementara kreativitas membutuhkan peran kapasitas sumberdaya manusia yang mumpuni dan profesional. Kombinasi antara rekayasa teknologi dan kapasitas sumberdaya manusia, menjadi sangat penting dalam mendorong pengembangan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru. Kemudian pembangunan ekonomi kelautan dengan konsep Ekonomi Biru juga akan bertumpu pada integrasi kegiatan integrasi hulu-hilir untuk mengefisienkan penggunaan sumberdaya kelautan yang sekaligus memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saing produknya, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya secara inklusif.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



44



5.3 Strategi dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru 1)



Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut Secara umum, arah strategi Pengembangan Ekonomi Sektor perhubungan laut adalah menyediakan pelayaran bagi masyarakat kepulauan yang aman, lancar, nyaman, dan berwawasan lingkungan, serta membangun kekuatan armada transportasi nasional menguasai pangsa pasar perhubungan laut nasional maupun internasional. Dengan langkah-langkah utamanya, antara lain: a)



Optimalisasi kekuatan armada pelayaran nasional yang aman, nyaman, dan berwawasan lingkungan.



b)



Mengembangkan Sistem Monitoring, Controling, and Surveillance (MCS) keselamatan pelayaran yang efisien, efektif, dan hemat energi



c)



Mengembangkan sistem manajemen transportasi laut nasional yang efisien dan terpadu dengan sistem transportasi darat dan udara



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor perhubungan laut yang dengan model Ekonomi Biru. Sektor perhubungan laut merupakan suatu aktifitas ekonomi yang sangat penting bagi negara kepulauan (Archipelagic State) seperti Indonesia. Jasa transportasi laut berkembang untuk melayani perpindahan muatan barang dan penumpang dari satu pulau ke pulau lain sebagai fungsi distribusi sekaligus sebagai penggerak perekonomian masyarakat. Penerapan konsep Ekonomi Biru pada transportasi laut dapat diarahkan pada penetapan hub/titik-titik strategis sebagai pelabuhan utama maupun pelabuhan feeder, sehingga mampu membangun sistem transportasi laut yang integratif dengan menggunakan sumber daya yang efisien dan efektif. Pemilihan dan penggunaan energi yang bersifat low carbon, seperti kombinasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas, serta peluang untuk menggunakan energi terbarukan seperti angin, sinar matahari dan lain-lain dapat dikembangkan sebagai terobosan teknologi. Contoh implementasi pengembangan bisnis sektor perhubungan laut dengan model Ekonomi Biru sebagaimana tertera pada Gambar 5.1, antara lain: rancang bangun alat transportasi laut dengan sistem instalasi yang mampu mengolah keluaran gas buang CO2 menjadi nutrisi, bio-fuel dan bio-plastic, mengolah aliran arus air melalui terowongan di dalam kapal untuk generator listrik mini dan desalinasi air laut, penggunaan baling-baling yang mampu meningkatkan efisiensi propulsi kapal dan lain-lain.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



45



Gambar 5.1 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perhubungan Laut Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) 2)



Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Maritim Strategi Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Maritim diarahkan untuk membangun industri maritim yang bersih limbah, efisien, kokoh, dan mandiri, serta mampu memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi kelautan nasional. Dengan demikian, langkah-langkah utamanya meliputi: a)



Menciptakan industri maritim nasional yang hemat energi dan bersih (nir-limbah)



b)



Mengembangkan kawasan industri maritim terpadu berbasis ecoregion



c)



Mengembangkan dan memperkuat industri bioteknologi kelautan yang ramah lingkungan dan berbasis inovasi.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



46



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor industri maritim yang dengan model Ekonomi Biru. Industri maritim pada hakekatnya memiliki cakupan yang luas dan bersifat integral dengan industri lain di daratan, seperti industri galangan kapal, mesin kapal, pengolahan minyak dan gas. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan industri maritim harus dipandang dalam perspektif holistik dan terpadu, artinya antara satu sektor dengan sektor lain yang memiliki keterkaitan, baik secara vertikal maupun horizontal dan antar daerah. Dengan adanya pengembangan industri maritim, diharapkan akan terjadi proses transformasi sosial-ekonomi dalam masyarakat pesisir, sehingga mereposisikan industri maritim sebagai bagian dari mainstream pembangunan ekonomi sangat menentukan bagi tumbuhnya bidang kelautan nasional. Problem dalam pengembangan industri maritim saat ini adalah bagaimana mensinkronkan dan mensinergikan kebijakan pemerintah, kepentingan kalangan pengusaha industri maritim dengan kebutuhan masyarakat yang bergerak dalam bidang kelautan maupun masyarakat luas. Dengan demikian ruang masyarakat (civil sphere) dan ruang pemerintah (government sphere) dapat harmonis sehingga kebijakan yang ditetapkan dapat mendorong terciptanya kesesuaian antara barang yang diproduksi oleh dunia usaha dan masyarakat dalam maupun luar negeri yang mampu membangkitkan aktivitas industri maritim yang efisien dan kompetitif. Contoh implementasi (Gambar 5.2) bisnis sektor industri maritim dengan model Ekonomi Biru adalah: penggunaan berbagai bahan baku/material dan komponen kapal yang ramah lingkungan, pemanfaatan berbagai produk sampah (waste material) untuk penciptaan produk lainnya yang bermanfaat, penggunaan plat baja dan berbagai komponen berbahan baku logam dari material daur ulang logam, pemanfaatan sinar matahari (solar cell) sebagai sumber energi listrik, penggunaan alat pengolah limbah cair/oli, minyak dan lain-lain untuk menghasilkan oli daur ulang, penggunaan cat dan anti fouling yang tidak menghasilkan pencemaran pada lingkungan laut dan lain-lain.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



47



Gambar 5.2 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) 3)



Pengembangan Ekonomi Sektor Perikanan Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Perikanan adalah membangun sektor perikanan yang optimal, lestari, bernilai tambah, dan berdaya saing. Lebih lanjut, pembangunan bidang perikanan sebagai bagian dari program revitalisasi ekonomi nasional diarahkan pada empat langkah utama yaitu (1) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia perikanan dan penguatan lembaga pendukungnya, (2) pengamanan ketahanan pangan (food security) khususnya dalam konteks suplai protein yang berasal dari sumberdaya ikan, (3) peningkatan produktivitas, produksi dan daya saing produk perikanan, dan (4) peningkatan upaya diversifikasi produk perikanan dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya. Dengan langkah-langkah utamanya, sebagai berikut: a)



Mengoptimalkan dan memperkuat usaha dan industri perikanan tangkap yang efisien, produktif, ramah lingkungan, dan sesuai dengan kaidah/standar internasional.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



48



b)



Mengoptimalkan dan memperkuat usaha dan industri perikanan budidaya yang efisien, produktif, ramah lingkungan, inovatif, dan sesuai dengan kaidah/ standar internasional.



c)



Mengembangkan dan memperkuat usaha dan industri pengolahan hasil perikanan yang efisien, nir-limbah dan terpadu dengan perikanan tangkap dan budidaya.



d)



Mengembangkan sistem pemasaran dan manajemen usaha perikanan yang transparan, adil, dan menguntungkan semua pihak.



e)



Mengembangkan dan memperkuat usaha dan industri pengolahan hasil laut non-ikan yang efisien, nir-limbah, inovatif, kreatif, dan terpadu dengan sentrasentra produksi



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor perikanan yang dengan model Ekonomi Biru. Contoh-contoh implementasi bisnis pengembangan ekonomi Sektor perikanan yang dengan model Ekonomi Biru seperti pada Gambar 5.3 dan 5.4 adalah: teknologi alat tangkap ikan yang efisien, efektif, ramah lingkungan, dan mampu menjamin kualitas ikan hasil tangkapan, pengembangan instalasi pendingin yang menggunakan tekanan air laut sebagai penggerak, instalasi produksi es balok/ice cube dengan bahan baku air laut, penggunaan fish finder yang dihubungkan dengan jaringan satelit yang dapat menghemat route pelayaran kapal ikan, penggunaan teknologi inovatif penyediaan benih unggul yang mengembangkan spesies baru, penggunaan teknologi budidaya yang berbasis trophic level, sirkulasi limbah keluaran yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri lainnya, pengolahan rumput laut terpadu, mulai sebagai bahan baku (turunan awal) hingga untuk untuk berbagai produk turunan lainnya seperti: untuk produk farmasetika, bahan makanan, dan lain-lain.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



49



Gambar 5.3 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model Ekonomi Biru untuk Produk Rumput Laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan)



Gambar 5.4 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan dengan Model Ekonomi Biru berupa Silvofishery (Kementerian Kelautan dan Perikanan)



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



50



4)



Pengembangan Ekonomi Sektor Wisata Bahari Wisata bahari merupakan salah satu bidang dalam pembangunan kelautan Indonesia yang memiliki potensi besar, karena ditunjang dengan banyaknya pulau-pulau yang dimiliki Indonesia dan belum dimanfaatkan secara optimal. Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Wisata Bahari adalah mengembangkan wisata bahari Indonesia yang terpadu dan berwawasan lingkungan sehingga menjadi kelompok 10 besar tujuan wisata dunia dan meningkatkan pengembangan wisata nusantara yang mampu menjaga integritas budaya nasional, memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal serta dikelola secara berkelanjutan. Strategi pengembangan ekonomi Sektor wisata bahari Dengan Model Ekonomi Biru di Indonesia dapat dicapai dengan langkah-langkah utama sebagai berikut: a)



Mengembangkan industri pariwisata bahari berbasis ekosistem yang berkelas dunia



b)



Membangun sistem wisata bahari yang terpadu dengan sistem kepelabuhanan dan transportasi nasional



c)



Mengembangkan sistem pelayanan wisata bahari satu pintu (single window).



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor pariwisata bahari yang dengan Model Ekonomi Biru. Keindahan alam laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata potensial di Indonesia, seperti: Raja Ampat di Papua Barat, Bunaken di Sulawesi Utara, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Pulau Derawan di Kalimantan Timur dan lain-lain, dengan kekuatan utama pada keanekaragaman hayati, berbagai jenis ikan dan terumbu karang, keindahan alam bawah laut, ombak yang mengalun, pantai indah berpasir putih dan keramah-tamahan penduduk lokal yang mendiami kawasan tersebut. Wisata bahari merupakan rangkaian aktifitas terkait dengan leisure activities, seperti: olahraga selam/diving dan snorkeling, olahraga berselancar, olahraga pantai, serta wisata yang berbasis konservasi lingkungan laut, seperti: penanaman mangrove, transplantasi terumbu karang, dan lain-lain. Contoh implementasi pengembangan bisnis sektor wisata bahari Dengan Model Ekonomi Biru (Gambar 5.5) adalah: pengembangan kawasan pemukiman pesisir yang ramah lingkungan, sistem pengelolaan limbah yang mampu menghasilkan keluaran sebagai sumber energi baru bagi kawasan (biogas), sistem desalinasi air laut, penanaman mangrove yang sekaligus sebagai media hidup hayati laut dan pesisir dan lain-lain.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



51



Gambar 5.5 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Wisata Bahari Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) 5)



Pengembangan Ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan Strategi pengembangan ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan diarahkan pada peningkatan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan energi dan sumberdaya mineral kelautan melalui peningkatan produktivitas, daya saing sektor energi dan sumberdaya mineral kelautan dengan teknologi dan metode



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



52



yang berwawasan lingkungan, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa secara berkelanjutan. Kebijakan sektor energi yang tepat dan berpihak pada kepentingan nasional akan sangat mendukung kegiatan sektorsektor ekonomi lainnya serta mampu menekan biaya di sektor-sektor lainnya yang berakibat pada tercapainya efisiensi dan efektivitas antar sektor. Langkah-langkah utama yang diperlukan untuk pengembangan ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru adalah: a)



Mengembangkan kapasitas nasional dalam pengelolaan energi dan sumberdaya mineral kelautan yang berwawasan lingkungan



b)



Mengembangkan nilai tambah dan diversifikasi produk energi dan sumberdaya mineral kelautan



c)



Mengembangkan sumber energi terbarukan non-migas yang efisien dan ramah lingkungan.



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor energi dan sumber daya mineral kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru. Energi minyak dan gas bumi hingga kini masih menjadi energi utama penggerak industri dan perekonomian bangsa, namun, untuk cadangan minyak yang berasal bawah laut belum sepenuhnya dieksplorasi dan dieksploitasi. Kemudian, beberapa sumber energi yang terbarukan dan potensial untuk di kembangkan di Indonesia antara lain adalah: micro hydro, geothermal/panas bumi, energi gelombang, arus, perbedaan panas air laut (OTEC), energi matahari, angin, dan lain-lain. Contoh implementasi bisnis sektor energi dan sumberdaya mineral kelautan dengan Model Ekonomi Biru (Gambar 5.6) adalah: penggunaan energi angin dan sinar matahari sebagai generator listrik hybrid untuk sumber energi di pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir yang terpencil, penggunaan energi matahari untuk pengembangan instalasi desalinasi air laut sekaligus penghasil garam konsumsi, penggunaan rumput laut sebagai bahan bakar alternatif (bioetanol) dan lain-lain.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



53



Gambar 5.6 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral) 6)



Pengembangan Ekonomi Sektor Bangunan Kelautan Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Bangunan Kelautan adalah untuk mengembangkan sektor bangunan kelautan dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah sesuai dengan karakteristik fisik, ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Pembangunan konstruksi di pesisir dan laut memerlukan kemampuan rekayasa yang sesuai dengan kondisi alam (design with nature) pesisir dan laut yang memiliki kondisi ekosistem dan fisik berbeda dengan daratan. Dengan demikian, sektor bangunan kelautan (konstruksi pelabuhan umum dan perikanan, anjungan minyak dan gas, resor wisata, pipa gas, kabel listrik, kabel serat optik dari mulai kegiatan penyiapan lahan sampai konstruksi maupun perawatan) harus dikaji dengan seksama agar tidak menimbulkan bencana yang berdampak pada manusia maupun lingkungan serta sumberdaya alam. Sektor bangunan kelautan adalah kelompok infrakstruktur penting dalam pengembangan wilayah Indonesia dengan karakteristik kepulauan. Ketersediaan



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



54



bangunan kelautan yang baik dapat mempercepat arus barang dan jasa serta manusia, komunikasi serta berbagai aktivitas lainnya yang dapat membangkitkan aktivitas ekonomi. Pembangunan dalam sektor bangunan kelautan sangat dibutuhkan dalam rangka menunjang peningkatan prasarana yang menunjang pembangunan bidang kelautan secara menyeluruh. Sehingga diperlukan langkah-langkah utama sebagai berikut: a)



Mengembangkan Eco-port yang efisien dan sesuai dengan standar internasional.



b)



Mengharmonikan perencanaan dan implementasi serta pengelolaan pembangunan sektor bangunan kelautan antara pusat dan daerah sehingga dicapai efisiensi dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional



c)



Mengembangkan standar bangunan kelautan yang sesuai dengan kebutuhan nasional dan memenuhi kriteria internasional serta mempertimbangkan aspek lingkungan



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor bangunan kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru. Contoh implementasi pengembangan ekonomi Sektor bangunan kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru adalah: penggunaan pelabuhan eco-port yang merupakan pelabuhan terpadu, hemat energi, bersih, dan berbasis lingkungan.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



55



Gambar 5.7 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautan dengan Model Ekonomi Biru pada untuk Eco Fishing Port (Kementerian Kelautan dan Perikanan) 7)



Pengembangan Ekonomi Sektor Jasa Kelautan Strategi pengembangan Jasa Kelautan secara umum diarahkan untuk membangkitkan kekuatan ekonomi nasional melalui peningkatan aktivitas ekonomi jasa kelautan yang mampu mendorong aktivitas ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (riset, pendidikan dan pelatihan kelautan), serta jasa kelautan lainnya dalam mendukung daya saing bidang kelautan nasional. Berkembangnya bidang kelautan sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi nasional memberi peluang bagi pengembangan ekonomi Sektor jasa kelautan seperti dukungan sumberdaya manusia, jasa pemasaran dan promosi, jasa penelitian kelautan, dan jasa pendidikan dan pelatihan (diklat). Dengan demikian, peran sektor jasa kelautan menjadi signifikan dalam rangka mendukung pengembangan bidang kelautan secara menyeluruh dan terintegrasi. Implikasinya adalah sektor ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya pengelola pembangunan kelautan serta menyerap tenaga kerja terampil yang lebih banyak.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



56



Langkah-langkah utama untuk mendukung strategi ini, diantaranya adalah: a)



Mendayagunakan potensi sektor jasa kelautan secara efektif dan efisien melalui pengelolaan berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan.



b)



Mengembangkan industri jasa kelautan melalui kebijakan yang komprehensif dan kondusif sehingga peran sektor jasa kelautan nasional meningkat.



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis sektor jasa kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru. Contoh implementasi pengembangan ekonomi sektor jasa kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru adalah: penciptaan industri garam melalui kerjasama antara dunia usaha dengan perguruan tinggi atau lembaga riset untuk melakukan kerjasama dalam pengembangan riset dan inovasi guna menghasilkan produk garam dengan sistem produksi bersih (nir-limbah) dan bernilai tambah.



Gambar 5.8 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Jasa Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru untuk kerjasama penelitian untuk industri garam (Kementerian Kelautan dan Perikanan)



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



57



8)



Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan Secara umum, arah strategi pengembangan Lintas Sektor Bidang Kelautan adalah membangkitkan kekuatan ekonomi nasional melalui penguatan aktivitas yang menjadi landasan utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi bidang kelautan secara umum. Berkembangnya aktivitas ekonomi bidang kelautan (7 sektor) sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi nasional tentu memerlukan dukungan lingkungan usaha yang kondusif sebagai landasan utamanya, seperti: aspek keamanan, iklim investasi usaha, sistem fiskal dan moneter, dan infrastruktur dasar atau primer. Langkah-langkah utama yang perlu diambil untuk mendukung strategi ini adalah: a)



Menciptakan iklim investasi usaha di bidang kelautan yang kondusif dan efisien



b)



Menciptakan sistem fiskal dan moneter yang mendukung pengembangan usaha bidang kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru



c)



Mengoptimalkan penyediaan fasilitas infrastruktur yang dibutuhkan usaha bidang kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru



Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya berupa implementasi bisnis lintas sektor bidang kelautan dengan Model Ekonomi Biru. Contoh implementasi pengembangan bisnis lintas sektor bidang kelautan dengan Model Ekonomi Biru adalah : pemberian insentif (pajak atau permodalan) bagi suatu pengembangan kawasan kelautan terpadu dengan Model Ekonomi Biru dalam aktivitas usahanya.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



58



Gambar 5.9 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor Bidang Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model Bisnis Terintegrasi di Lombok Timur



Gambar 5.10 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor Bidang Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Terbatas di Nusa Penida



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



59



Selanjutnya, kebijakan dan strategi, serta tanggung jawab implementasi dalam bentuk perumusan upaya yang diperlukan untuk pengembangan Blue Economy guna mewujudkan pembangunan ekonomi kelautan nasional yang optimal dan berkelanjutan serta menjadi arus utama pembangunan nasional, dapat dilihat pada matrik Tabel 5.1.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



60



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



61



Pengembangan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru sebagai Akselerator bagi Terwujudnya Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”



KEBIJAKAN



Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Pertahanan, Swasta, dan Perguruan Tinggi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, dan TNI AL, Swasta, dan Perguruan Tinggi.



Strategi Pengembangan Ekonomi Segala upaya yang mendukung Sektor Industri Maritim implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim Dengan Model Ekonomi Biru



Strategi Pengembangan Ekonomi Segala upaya yang mendukung Sektor Perikanan implementasi setiap Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model Ekonomi Biru



STAKEHOLDER YANG BERPERAN Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri, POLRI, dan TNI AL), Swasta, dan Perguruan Tinggi



UPAYA



Strategi Pengembangan Ekonomi Segala upaya yang mendukung Sektor Perhubungan implementasi Bisnis Sektor Perhubungan dengan Model Ekonomi Biru



STRATEGI



Tabel 5.1 Kebijakan, Strategi dan Upaya yang diperlukan untuk Pengembangan Ekonomi Kelautan Nasional Dengan Model Ekonomi Biru



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



62



KEBIJAKAN



Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Laut, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, dan TNI AL, Swasta, dan Perguruan Tinggi Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Swasta, dan Perguruan Tinggi



Strategi Pengembangan Ekonomi implementasi Bisnis Sektor Sektor Energi dan Sumberdaya Energi dan Sumberdaya Mineral Mineral Kelautan Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



Strategi Pengembangan Ekonomi Segala upaya yang mendukung Sektor Bangunan Kelautan implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



STAKEHOLDER YANG BERPERAN Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, dan TNI AL, Swasta, dan Perguruan Tinggi



UPAYA



Strategi Pengembangan Ekonomi Segala upaya yang mendukung Sektor Pariwisata Bahari Dengan implementasi setiap Bisnis Model Ekonomi Biru Sektor Pariwisata Bahari yang Dengan Model Ekonomi Biru



STRATEGI



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



63



KEBIJAKAN



Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, dan TNI AL, Swasta, dan Perguruan Tinggi



Segala upaya yang mendukung implementasi Bisnis Terpadu Bidang Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



Strategi Pengembangan Lintas Sektor Bidang Kelautan



STAKEHOLDER YANG BERPERAN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Swasta, dan Perguruan Tinggi



UPAYA



Strategi Pengembangan Ekonomi Segala upaya yang mendukung Sektor Jasa Kelautan Dengan implementasi Bisnis Sektor Jasa Model Ekonomi Biru Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



STRATEGI



Bab 6 PENUTUP



Keberhasilan pembangunan kelautan memerlukan suatu perencanaan yang komprehensif dan berpihak terhadap kepentingan masyarakat serta lingkungan. Pembangunan tersebut harus didasarkan pada keterpaduan geografis, keterpaduan ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar sektor, dan keterpaduan antar ilmu pengetahuan. Kelautan sebagai bidang yang terdiri dari multisektor memerlukan sebuah kebijakan yang sinergis pada sektor ekonomi kelautan mengingat keterkaitan yang erat antar aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun di luar sektor, sangat berperan dalam keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan Dalam rangka menyusun keterpaduan dan keharmonisan pembangunan ekonomi kelautan sehingga berkelanjutan, maka penyusunan kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam pembangunan nasional menjadi suatu keharusan. Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah pesisir, laut dan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri. Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru selanjutnya dapat dilaksanakan secara berkelanjutan serta memberikan kontribusi yang signifikan pada pembangunan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat secara adil di segenap wilayah NKRI.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



64



DAFTAR PUSTAKA Acker, H and S Hodgson. 2008. Legal Aspects Of Maritime Spatial Planning. Final Report To DG Maritime Affairs & Fisheries. European Commission. Framework Service Contract, No. FISH/2006/09 – LOT2. Adrianto, L. 2008. Akselerasi Ekonomi Kelautan dan Perikanan menuju Negara Kepulauan yang Maju, Mandiri, Kuat dan Berbasiskan Kepentingan Nasional. Paper Pengantar pada FGD Strategi Pengembangan Ekonomi Negara Kepulauan, diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Hotel Kenari-Makassar, 23 Juli 2008. Agoes, E R. 1991. Konvensi Hukum Laut 1982: Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal. Abardin. Bandung. Agoes, E R. 2004a. Praktik Negara-negara atas Konsepsi Negara Kepulauan. Jurnal Hukum Internasional. Lembaga Pengkajian Hukum Internasional-Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta. Agoes, E R. 2004b. Sepuluh Tahun Berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982: Kewajiban Negara Peserta dan Implementasinya oleh Indonesia, Orasi ilmiah yang disampaikan pada pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 18 September 2004. Brown, E D. 1994. The International Law of the Sea: Volume I Introductionary Manual. Dartmouth. England. Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Ringkasan Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral [DESDM]. 2007. Publikasi Media. http:/ /dtwh2.esdm.go.id/dw2007/. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata [Depbudpar]. 2008. Buku Saku Statistik Kebudayaan dan Pariwisata 2007. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Jakarta. Departemen Perhubungan [Dephub]. 2008. Buku Informasi Transportasi Departemen Perhubungan. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jakarta. Djalal, H. 1979. Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut. Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Binacipta. Jakarta.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



65



Djalal, H. 1988. Perkembangan Hukum Nasional dalam Hubungannya dengan Hukum Laut Internasional. Paper. Jakarta. Djamin, A. 2001. Ir. H. Djuanda: Negarawan, Administrator, dan Teknokrat Utama. Kompas. Jakarta. Earle, S.A. 2010. The World is Blue: How our fate and the ocean’s are one. National Geographic Society, USA. 319 Hal Firmanzah. 2012. Ekonomi Biru Paradigma Baru Pembangunan. Universitas Indonesia. Jakarta Firmanzah. 2012. Sektor Kelautan Sebagai Mainstream Pembangunan Nasional. Paparan disampaikan dalam Workshop “Pandangan Politis Terhadap Bidang Kelautan sebagai Mainstream Pembangunan Nasional” di Hotel Bidakara pada tanggal 8 Juni 2012. Jakarta. GUOXING, J, ‘SLOC Security in the Asia Pacific’’, Asia pacific Centre for Seculrity Studies, Honolulu, USA, 2000. Harahap, R M. 2008. Penegakan Kedaulatan NKRI di Laut. Makalah pada Focus Group Discussion “Kedaulatan dan Pertahanan Laut” di Hotel Tunjungan Surabaya pada Tanggal 7 Agustus 2008. Penyelanggara Badan Perencanaan dan Pembanguan Nasional (BAPPENAS). Kent, G and M. Valencia. 1985. Marine Policy in Southeast Asia. University of California Press. Kildow, J T, C S. Colgan, and J Scorse. 2009. State Of The U.S. Ocean And Coastal Economies. National Ocean Economics Program (NOEP), USA. Kimbal, L A. 2003. International Ocean Governance: Using International Law and Organizations to Manage Marine Resources Sustainably. IUCN. Cambridge-UK. Kusumaatmadja, M. 1978. Bunga Rampai Hukum Laut. Binacipta. Jakarta. Kusumaatmadja, M. 2003. Konsepsi Hukum Negara Nusantara pada Konferensi Hukum Laut III. Alumni. Bandung. Kusumastanto, T. 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), Bogor. Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kusumastanto, T. 2005. Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –Institut Pertanian Bogor, Bogor.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



66



Kusumastanto, T. 2006. Ekonomi Kelautan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kusumastanto, T. 2009. Arah Pembangunan Kelautan Nasional. Paper dipresentasikan dalam Workshop Geomarine, Bakosurtanal, Bogor. Mauna, B. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Alumni. Bandung. Muhjidin, A M. 1993. Status Hukum Perairan Kepulauan Indoesia dan hak Lintas Kapal Asing. Alumni. Bandung. Oberman et. al. 2012. The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia’s Potential. McKinsey Global Institute (MGI). Parthiana, I W. 2005. Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional. Mandar Maju. Bandung. Pauli, G. 2010. Blue Economy-10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs. ParadigmPubs. New Mexico. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan [PKSPL-IPB]. 2004. Kajian Kontribusi Sektor Kelautan dan Perikanan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Republik Indonesia. 2007. Undang-undang no. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700. Sekretariat Negara. Jakarta. Subroto S, Sunardi, dan Wahyono. Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Surya Indah. Jakarta. Sunoto dkk. 2012. Term of Reference Blue Economy: Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. UNEP. 2009. Large Marine Ecosystems Report A Perspective On Changing Conditions In LMEs Of The World’s Regional Seas. United Nations Environment Programme. USA. US National Academic of Sciences. 2007. A Review of the Ocean Research Priorities Plan and Implementation Strategy. National Research Council. Washington, DC. USA.



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru



67



2012



Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru