Lap Prak Pencapan 2 Kain T.C ZW Dispersi-Bejana Var Baking [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PENCAPAN 2 KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-BEJANA VARIASI BAKING



Disusun Oleh : 1. Lawrence Johananto



(18020049)



2. Leni Rohqimah



(18020050)



3. Linda Mustika



(18020051)



4. M. Rizal Nashirudin W P (18020052) Grup



: 3K3



Dosen



: Sukirman, S.,ST.,ML



Asisten



: BrilyanM.R.R.,SST Drs. Solehudin KIMIA TEKSTIL



POLITEKNIK STTT BANDUNG 2020



I.



MAKSUD DAN TUJUAN I.1. Maksud Mempelajari prinsip-prinsip dasar proses pencapan kain polyester/kapas dengan zat warna disperse-bejana dengan variasi baking dengan evaluasi ketuaan warna, kerataan warna, ketajaman motif, dan pegangan kain. I.2. Tujuan Mengetahui pengaruh variasi baking terhadap ketuaan, kerataan warna, ketajaman motif dan pegangan kain pada pencapan kain polyester/kapas dengan zat warna dispersi-bejana.



II.



TEORI DASAR 2.1 Serat Poliester Serat poliester adalah serat sintetik yang terbentuk dari molekul polimer poliester linier dengan susunan paling sedikit 85 % berat senyawa dari hidroksi alkohol dan asam tereftalat.



Penampang melintang poliester



Penampang membujur poliester



Serat poliester pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953. Poliester merupakan polimer yang diperoleh dari reaksi senyawa asam dan alkohol. Calico Printers Association dari Inggris menyempurnakan penelitian Dr. Carothers dari Du Port dan memperoleh hak paten untuk seluruh bagian dunia kecuali Amerika Serikat yang khusus ditangani oleh Du Pont.Serat poliester cepat sekali memperoleh perhatian konsumen oleh karena sifat mudah penangananya (easy of care), bersifat cuci pakai (wash and wear), tahan kusut dan awet. 2.1.1 Pembuatan Serat Poliester Serat poliester dibuat secara pemintalan leleh dari dua jenis asam tereftalat. Molekul – molekulnya besar dan kaku, sukar di bengkokkan dan mudah kembali



ke bentuk semula setelah berubah bentuknya.Perbedaan utama antara kedua jenis polimer tersebut adalah sifat tahan panas dari Dacron yang lebih dari serat kodel, tetapi penyerapan terhadap uap air kecil. Gugus – gugus kimia dalam serat dapat bersatu atau bergabung dengan zat warna yang sangat kecil. Pencelupannya dapat dilakukan pada suhu dibawah 100 0C dengan dibantu zat penggelembung serat. Zat tersebut akan memudahkan zat warna masuk kedalam serat. 2.1.2 Sifat – sifat Poliester Serat poliester apabila dilihat dengan mikroskop kenampakannya hampir serupa dengan serat nilon, yakni memanjang seperti silindar bulat dan bulat seperti pada umumnya serat sintetik yang dipintal dengan cara pelelehan.Serat poliester memilki kekuatan dan tahan gosok yang tinggi. Tetapi sifat kembali dari mulur (tensile recovery) pada peregangan tinggi tidak sebaik nilon. Sifat ini dapat terlihat pada percobaan berikut : Persentase kembali dari mulur Serat



1



%



3%



5%



15 %



91



76



63



40



81



88



86



77



mulur Dacro n



56



(biasa) Nilon 200 (biasa) Serat poliester memiliki daya ke bentuk asli yang sangat baik. Sifat ini sangat penting untuk bahan – bahan pakaian. Kekusutan pada bahan celana dari serat poliester akan lekas menjadi rapih kembali dibandingkan serat nilon. Sifat tersebut serupa dengan serat wol. Daya serap serat poliester terhadap air lebih sedikit dibandingkan dengan nilon. Oleh karena serat poliester sedikit menyerap air dan mudah kembali kebentuk semula pada tarikan yang kecil, maka serat tersebut sangat baik untuk bahan tekstil yang dilipat permanen dan bersifat cuci dan pakai. Daya serap terhadap air sangat rendah antara 0,4 – 0,8 % pada kondisi standar (suhu 21 0C dan kelembaban relatif 65 %).



Tetapi keuntungan serat



poliester sukar dikotori oleh kotoran yang larut dalam air dan juga lekas kering.



Kekurangannya poliester tidak enak dipakai, sukar dicelup dan menimbulkan listrik statis. Serta peka terhadap panas. Kekuatan poliester dalam keadaan basah hampir sama dengan dalam keadaan kering. Kekuatan poliester dapat tinggi disebabkan karena proses peregangan dingin pada waktu pemintalannya akan menyebabkan terjadinya pengkristalan molekul dengan baik, demikian pula berat molekulnya dapat tinggi. Kekuatan poliester berkisar 4,0 – 7,5 gram / denier dengan mulur 40 % - 25 %. Kelentingannya yang baik, cepat kering dan peka terhadap panas menyebabkan serat poliester banyak digunakan untuk tekstil rumah tangga, alas duduk mobil atau tutup tempat tidur. Serat poliester pada umumnya tahan terhadap asam maupun basa yang lemah tetapi kurang tahan terhadap basa kuat dan dapat dikelantang dengan zat pengelantang kapas. Demikian pula tahan terhadap serangga, jamur dan bakteri, sedangkan terhadap sinar matahari ketahanannya cukup baik. 2.2 Serat Kapas Sejak abad ke-15 sebelum masehi hingga abad ke-15 sesudah masehi, India merupakan pusat dari industri kapas. Pada saat yang bersamaan industri kapas mesirjuga sedang berkambang. Beberapa jenis kapas stapel panjang yang terbaiak tumbuh dilembah sungai Nil. Di Negara Amerika serikat orang-orang India pima telah menanamkapas sewaktu bangsa spanyol dating ke-negri tersebut.pada tahun 1796 Inggris menjadi pusat industri kapas setelah Arkwirght dan Hargreaves menemukan alat pintal khusus (spinning frame). 2.2.1 Jenis Kapas Berdasarkan panjang dan kehalusan serat, kapas yang diperdagangkan digolongkan dalam tiga kelompok yaitu: a.



Kapas serat panjang Termasuk dalam kelompok ini adalah serat kapas yang panjang, halus, kuat,



berkilau, dengan panjang stapel 1-1,5 inci, misalny kapas mesir dan kapas sea island. Kapas kelompok ini biasanya dipakai untuk benang dan kain yang sangat halus. b.



Kapas serat medium



Termasuk dalam kelompok ini adalah kapas medium yang lebih kasar dan lebih pendek dengan panjang stapel 1,5-1 3/8 inci, misalnya kapas up land. c.



Kapas serat pendek Terrmasuk dalam type ini adlah kapas-kapas yang pendek, kasar dan tidak



berkilau dengan panjang stapel 1 3/8 – 1 inci, misalanya kapas India, cina dan sebagian kecil kapas timur tengah, eropa tenggara dan afrika selatan. 2.2.2 Produksi Kapas Kapas merupakan satu serat yang paling banyak digunakan sebagai serat tekstil. Hal-hal yang mendorong banyak dipakainya serat kapas adalah:  Penemuan mesin yang dapat menghasilkan produksi serat secara masal.  Proses merserisasi yang menghasilkan serat kapas seperti sutera.  Proses pengkeretan secara kompresi sehingga dimensi kain / pakaian dapat stabil.  Proses penggunaan cuci dan pakai atau proses penyetrikaan awet yang akan memperbaiki sifat kelenyingannya. Kapas diperoleh dari tanaman semak dengan tinggi sekitar 30-120 cm. kapas dapat dipungut



dengan



tangan



atau



mesin.



Setelah



dipungut



serat



kapas



dibersihkan(ginning), untuk memisahkan serta dari bijinya. Serat-serat kapas yang telah dipisahkan disewbut lint, dimanpatkan menjadi bal kapas dengan berat 400 pound. Biji-biji kapas setelah proses pembersihan masih ditutupi oleh serat kapas yang pendek dengan panjang kira-kira 3 mm, yang disebut linters. Linter dapat dipisahkan lagi dan dipakai sebagai bahan dasar untuk pembuatan serat rayon atau serat selulosa asetat, sedangkan biji kapasnya dapat diremuk untuk diambil minyaknya dan ampasnya untuk makanan ternak. 2.2.3 Stuktur Fisika Kapas mentah berwarna putih kecoklatan, tiap serat merupakan sebuah sel yang sewaktu tumbuh dari bijinya berupa pipa silinder yang berongga pada porosnya. Panjang seratnya kira-kira 1000 kali tebalnya. Potongan melintangnya beraneka



menurut



kedewasaan



seratnya.



Serat



yang



tidak



dewasa



berkecenderungan berbentuk u dengan dinding serat yang sangat tipis, sedangkan serat dewasa lebih berbentuk bulat dengan rongga poros yang sempit.Serat kapas terdiri dari kutikula, dinding primer, dinding sekunder dan lubang lumen.Kwalitas



kapas bergantung pada panjang stapel, jumlah konvolusi dan kecerahan. Kapas berstapel tingi kira-kira memiliki 300 konvolusi setiap incinya, sedangkan serat pendek hanya memiliki kurang dari 200 puntiran. Diameter serat kapas bervariasi dari 16-20 mikron.



Penampang membujur kapas



Penampang melintang kapas



2.2.4 Struktur Kimia Analisa serat kapas menunjukan bahwa serat kapas terutama tersusun dari selulosa. Selusosa merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul glukosa.



Derajat polimerisasi selulosa pada kapas 2.000- 10.000 dengan berat molekul 1.580.000. Hasil analisa pada serat kapas menunjukanbahwa serat kapas terdiri dari:  Selulosa



:94,0%



 Protein



:1,3%



 Pektat



:1,2%



 Lilin



:0,6%



 Abu



:1,2%



 Pigmen dan zat lain



:1,7



2.2.5 Sifat Fisika Warna kapas tidak betul-batul putih, niasanya sedikit krem. Warna kapas akan lebih tua setelah penyimpanan selama2-5 tahun. Kekuatan serat kapas terutama dipengaruhi oleh kadar sellulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekuatan serat kapas salamkeadan basah lebih tinggi dibandingkan dalam keadan kering. Mulur serat kapas termasuk tinggi diantara serat selulosa alam, yaitu kirakira dua kali mulur rami. Mulur serat kapas berkisar antara 4-17 % dengan rata-rata 7% yang tergantung dari jenisnya. MR kapas pada kondisi standar 7-8,5 %. Sedangkan berat jenis serat kapas yaitu 1.5-1,56. 2.2.6 Sifat Kimia Beberapa zat pengoksidasi dan penghidrolisa akan merusak kapas sehingga kekuatanya menjadi turun. Kerusakan karena oksidasi dengan terbentuknya oksi selulosa, biasanya terjadi pada pengelantanganyang erlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama pada suhu diatas 140 oC. Asam akan merusak kapas dan membentuk hidroselulosa. Alkali yang pekat akan menyababkan penggelembungan yang besar pada serat seperti pada proses merserisasi, yang menyebabkan serat menjadi lebih mengkilap dan kekuatannya menjadi lebih tinngi. Pelarut yang biasa digunakan adalah kuproamonium hidroksida dan kuproatelina diamina. Kapas mudah diserang oleh jamur dan bakteri, terutama pada keadan lembab dan suhu hangat.Kapas memiliki beberapa sifat istimewa misalmya mudah dicuci, enak dipakai dan murah, sehingga kapas lebih unggul disbanding serat lainnya. 2.3 Kain Campuran Poliester-kapas Kain campuran poliester dan kapas dibuat untuk keperluan bahan tekstil baik sandang, kemeja, pakaian seragam, maupun untuk kebutuhan interior dan eksterior, dan lain-lain tergantung tujuan peruntukannya. Sifat poliester yang hidrofob, tahan kusut, kapas bersifat hidrofil, lebih mudah kusut, sehingga serat dicampur dengan tujuan sifat dari kedua serat kelebihan dan kekurangan akan saling menutupi. 2.4 Zat Warna Dispersi



Zat warna dispersi pertama dibuat pada tahun 1923 oleh Baddley dan Shepherdson dari British Dyestuffe sebagai zat warna Dispersol. Dan Ellis dari British Cabanase menemukan zat warna S.R.A (Sulpho Ricinolei Acid). Zat warna ini mulai ditemukan untuk mencelup serat selulosa asetat yang bersifat hidrofob dan mampu menyerap zat organik yang tidak larut dalam air, dengan membuatnya dalam bentuk suspensi. Penemuan zat dispersi ini menjadi sangat penting dengan ditemukannya serat sintetik lainnya yang sifatnya lebih hidrofob daripada serat selulosa asetat, seperti serat Poliamida, Poliester dan Poliakrilat. Terutama untuk serat poliester yang kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zar warna dispersi. 2.4.1 Definisi Zat Warna Dispersi Zat warna dispersiadalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi. Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat pengemban atau dengan temperatur tekanan tinggi. Zat warna dispersi mula-mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk bubuk. Contoh struktur zat warna disperse: NC O2N



N N



N



C2H5 C2H5



CI. DIsperse Red 71 2.4.2 Sifat-sifat umum zat warna dispersi a. Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur molekul



b. Pada



umumnya



zat



warna



dispersi



berasal



dari



turunan



azo,



antrakwinon/nitro akril amina dengan berat molekul rendah c. Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2 mikron d. Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH e. Selama proses pencapan dengan zat dispersi tidak mengalami perubahan kimia 2.4.3 Sifat – sifat kimia Zat Warna Dispersi Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionik sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik). Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionik (zat warna.dispersi) yang praktis tidak larut dalam air. Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di gunakan dalam bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi 0,5 mikron di sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat polyester yang juga bersifat hidrofobik. Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat di buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda. Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut: 



Azo (N=N) : 55%







Diazo (N=N-N=N) : 10%







Antrakwinon : 20%







Lain – lain : 15% Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna jenis ini umumnya



mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Daya pewarnaan yang tinggi b. Pemakaian ekonomis c. Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon d. Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon



e. Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan antrakwinon. Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna tua. Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan sifat yang baik. NH2



O



OH



OH



O



NH2



Zw disperse jenis antrakuinon Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat – sifat sebagai berikut: a. Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah. b. Relatif lebih mahal. c. Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo. d. Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo. e. Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik. f. Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik. g.



Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi



2.4.4 Sifat – sifat fisika zat warna dispersi Kelarutan Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi dapat mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) Hidrogen. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol (dwikutub) dan juga membentik ikatan hidrogen dengan gugus karbonol atau gugus asentil dari serat



polyester. Adanya gugus aromatik OH dan alifatik NH2dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air. Zat warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah akan tetapi dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat meningkat dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengarungi oleh : a.



Kecepatan penyerapan zat warna



b.



Banyak / sedikitnya penyerapan



c.



Migrasi



d.



Penodaan pada serat campuran.



Sensitifitas Zat warna dispersi yang berupa partikel – partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di pengaruhui oleh: a)



Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu



lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik. b)



Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna



c)



Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah



dibersihkan dan ada yang relatip sulit . d)



Distribusi partikel ukuran zat warna



2.4.5 Klasifikasi zat warna dispersi Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya secara umum di bagi menjadi 4 kelompok yaitu : a.



Golongan satu (A) Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai



sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida, serat di/tri asetat, dapat juga di gunakan untuk serat poliester yang di bantu dengan zat pengemban pada temperatur 1000C.



b. Golongan Kedua (B) Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga sangat baik untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada temperatur tinggi. Pada proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai warna – warna muda, dengan temperatur yang lebih rendah. c.



Golongan Ketiga (C) Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat



sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa di gunakan untuk pencelupan zat pengemban. Temperatur tinggi atau proses termosol dengan hasil yang baik. d.



Golongan Keempat (D) Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat



sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat sublimasinya yang paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk pencelupan dengan zat pengemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol/ temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna dispersi memegang peranan penting, terhadap sifat pencelupan. 2.5 Zat Warna Bejana Zat warna bejana adalah zat warna yang tidak larut dalam air dan harus dirubah dulu struktur molekulnya kedalam benuk garam leuko yang larut dengan reduktor dalam suasana alkali yang dikenal dengan proses pembejanaan. Bentuk leuko zat warna mempunyai substantifitas terhadap serat kapas. Zat warna bejana larut menurut struktur kimia dikenal dua golongan yaitu jenis indigoida yang dapat direduksi dengan reduktor lemah dalam suasana alkali lemah dan antrakuinon yang dapat direduksi dengan reduktor kuat dalam suasana alkali kuat. Bentuk garam leuko yang telah terserap kedalam serat dikembalikan kedalam bentuk zat warna bejana semula melalui proses oksidasi. Dibanding zat warna lain, zat warna bejana relative lebih tahan terhadap zat kimia seperti oksidator dan reduktor. Zat warna ini juga tidak larut dalam air sehingga ketahanan luntur terhadap pencuciannya tinggi. Namun karena harganya relative mahal maka zat warna bejana hanya digunakan untuk pencelupan dan pencapan serat selulosa kualitas baik.



Berdasarkan strukturnya zat warna bejana dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu jenis antrakuinon dan indigo, contoh: O



H N O



O



N H



O



CI Vat Blue 4



O



H N



N H



O



CI Vat Blue 1 Jenis Zat Warna bejana jenis antrakuinon dan indigo Berdasarkan cara dan sifat pemakaiannya, zat warna bejana dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu jenis IK, IW, IN dan IN sp, perbedaan keempat jenis zat warna tersebut adalah sebagai berikut: Zat warna bejana mempunyai sifat : 



Zat warna yang tidak larut dalam air sehingga tidak dapat mewarnai langsung serat selulosa, tapi jika diubah dulu menjadi garam leuko dengan bantuan zat reduktro dan alkali akan mempunyai substantifitas terhadap serat. Untuk mengembalikan ke bentuk semula diperlukan pengoksidasian..







Senyawa leuko zat warna golongan antrakuinon hanya larut dalam larutan alkali kuat sedang golongan indigo larut dalam larutan alkali lemah.







Tahan luntur warna baik.







Mempunyai ketahanan yang baik terhadap sinar dan tahan terhadap larutan NaOH mendidih.







Zat warna bejana yang berbentuk leuko sangat peka terhadap suhu pengeringan setelah pencapan. Jika suhu pengeringan rendah maka kain hasil cap yang masih agak basah dapat bertambah panas terutama yang bertumpuk di bagian tengah, sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi penguraian yang tidak merata. Akibatnya hasil pencapan akan belang. Kalau suhu pengeringan terlalu tinggi, maka tidak ada kesempatan zat warna bejana masuk ke dalam serat dan sukar untuk mengambil air sehingga tidak akan terjadi reaksi oksidasi kembali dan akibatnya warna sebenarnya tidak timbul. Dalam prakteknya dikenal dua cara pencapan zat warna bejana yakni cara satu



tahap (alkali karbonat) dan dua tahap (pad steam). Pada cara satu tahap, zat warna bejana, zat pembantu alakali dan reduktor sudah dalam pasta cap. Reduktor yang digunakan adalah natrium sulfoksilat formaldehid dan tidak digunakan alkali NaOH untuk mencegah terjadinya oksidasi premature. Untuk cara dua tahap, pasta cap netral artinya tidak mengandung alkali dan reduktor, tetapi alakali dan reduktor diaplikasikan pada tahap berikutnya dengan cara padding atau pencapan. Cara dua tahap ini, dapat digunakan reduktor natrium hidrosulfit dan alaklainya NaOH dengan segera dilakukan pengukusan setelah padding untuk menghindari oksidasi premature. 



Pada cara satu tahap, proses pengukusan harus



segera dilakukan setelah



pengeringan. Demikian pule proses oksidasi dan penyabunan harus segara dikerjakan setalah pengukusan agar diperoleh warna yang rata dan tua. 



Hasil pencapan kain kapas dengan zat warna bejana mempunayi tahan luntur warna yang sanagnat baik terhadap hamper semua jenis daya tahan luntur warna. Hal ini disebabkan zat warna bejana mempunyai sifat larut dalam air dan molebulnya besar.



Dasar pewarnaan zat warna bejana terdiri dari 4 tahap sebagai berikut : 1) Pembejanaan, yaitu membuat larutan bejana yang mengandung senyawa leuko. Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan alkali kuat natrium hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :



O



O Na +



OH



Reduksi Na2S2O4



NaOH



Hn R



R



R



OH



O



Zw Bejana



ONa



Garam Leuko



Asam Leuko Proses Pembentukan garam leuco



2) Pewarnaan serat tekstil dengan senyawa leuko. Bentuk senyawa ini mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga dapat berikatan dengan selulosa. 3) Oksidasi senyawa leuko berubah menjadi senyawa asal. Leuko yang telah terserap diubah kembali ke bentuk semula, sehingga tidak larut dan tidak dapat keluar karena ukuran molekulnya lebih besar daripada pori serat. 4) Penyabunan, pencucian, pengeringan. O Na +



O Hn H2O2 R



R



ONa



O



Garam Leuko



Zw Bejana



Proses Pembangkitan Warna



Pencapan dengan zat warna bejana pada umumnya mengahasilkan produk pencapan dengan ketahan luntur warna yang tinggi terhadap hampir semua jenis daya tahan luntur warna. Hal ini disebabkan karena molekul zat warnanya yang cukup besar dan tidak larut dalam air. Pengental yang digunakan dipilih yang tahan terhadap alkali konsentrasi tinggi yang terkandung didalam pasta cap. Pengental yang umum digunakan adalah campuran jenis strarch-eter dengan gum-tragancanth, british gumatau yang sejenis. Campuran pengental tersebut memiliki kelehihan-kelebihan antara lain hasil pewarnaan yang tinggi, tahan terhadap alkali konsentrasi tinggi, mudah dihilangkan pada pencucian dll. Zat higroskopis sekaligus sebagai zat pembantu pelarutan zat warna, diperlukan untuk membantu penetrasi zat warna ke dalam serat dan fiksasi zat warna. Zat



pendispersi seperti Solution Salt B atau Solution Salt SV, diperlukan untuk mambanti migrasi, penetrasi, perataan dan fiksasi zat warna kedalam serat. Alkali yang biasa digunakan pada pencapan zat warna bejana adalah kalium karbonat, soda abu, soda kostik dan kalium hidroksida Sedangkan zat pereduksi zat warna bejana yang banyak digunakan adalah natrium sulfoksilat formaldehida. Jenis ini banyak dijumpai dalam perdagangan dengan merk dagang seperti Ronggalit C, Formosul G, dll. Natrium hidrosulfit, glukosa dan dekstrin digunakan dalam skala terbatas. 2.6 Tahap pencapan zat warna disperse-bejana Tahap pembuatan pasta cap Pengental induk : Pengental yang digunakan dipilih yang tahan alkali alginat atau merupakan campuran dari pengental tersebut dengan perbandingan tertentu dengan memanfaatkan sifat kelebihannya dan untuk mendapatkan daya pewarnaan yang tingggi..  Pembuatan pengentalinduk dilakukan dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit kedalam air dingin atau panas di ember palstik sambil dilakukan pengadukan dengan stirrer sampai kental dan homogen. Agar diperoleh hasil pengental yang jernih bebas gelembung udara dan kekentalan optimum, diamkan 12-24 jam sebelum dipakai pencapan.  Pastakan zat warna bejana dengan sedikit air, campurkan dengan gliserin, pereduksi, alkali dan zat pembantu lain yang telah dilarutkan sempurna, kemudian dicampur dengan pengental induk Semua zat pembantu yang tidak dalam bentuk laurtan harus dilarutkan lebih dahulu dengan air dingin atau panas, agar tidak mengganggu homogenitas pasta cap. Pengaturan viskositas pasta cap dapat dilakuakn dengan mengatur kebutuhan air dengan pengental induknya.



III. ALAT DAN BAHAN III.1. Alat -



Screen bermotif dan rakel



-



Neraca analitik



-



Batang pengaduk



-



Ember kecil



-



Nampan



-



Gelas



-



Mesin stenter



-



Meja printing



-



Pengering



-



Panci



-



Kompor



III.2. Bahan



IV.



-



Kain T/C



-



Zat warna dispersi



-



Zat warna bejana



-



Zat pendispersi



-



Zat anti reduksi



-



Urea



-



Pengental



-



Na2CO3



-



NaOH



-



Na2S2O4



-



Teepol



-



H2O2



-



Air



DIAGRAM ALIR Persiapan Pencapan



Pencapan dengan zw dispersi-bejana



Drying 100oC, 3 menit



Thermofiksasi 180oC, 3 menit



Blok Alkali Reduktor



Drying o



Steaming 110oC, 10 menit



Oksidasi (15 menit)



Cuci Dingin



Cuci Sabun Panas



Cuci Dingin



Drying 100oC, 2 menit



V.



Evaluasi Ketuaan, kerataan, ketajaman motif dan handling



CARA KERJA 5.1 Pembuatan Pengental Induk  Timbang pengental sesuai kebutuhan, sementara air hangat untuk pembuat pengental disiapkan sesuai kebutuhan. ( dibuat secara terpisah )  Ke dalam air hangat, bubuk pengental dimasukkan sedikit demi sedikit sambil dikocok dengan mixer sampai terbentuk larutan yang kental. 5.2 Pembuatan Pasta Cap dan Pencapan  Pengental sesuai kebutuhan ditakar, kemudian zat warna yang didiseprsikan dimasukkan ke dalam pengental sedikit demi sedikit sampai merata. Bila perlu dilakukan pengadukan dengan mixer. 5.3 Proses Pencapan  Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurnadan konstan pada meja cap.  Screen diletakkan tepat berada pada bahan yang akan dicap



 Dengan bantuan rakel, pasta cap ditaburkan pada screen pada bagian pinggir kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.  Frame



ditahan



agar



mengepres



pada



bahan,



kemudian



dilakukan



prosespencapan dengan cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.  Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar dapat mendorong zat warna masuk ke motif. screen dilepaskan ke atas.  Setelah dicap dengan pasta cap, bahan dikeringkan pada mesin stenter  Bahan ditermofiksasi pada suhu 180 ºC selama 3 menit .  Setelah di termofikasi kemudian dilakukan proses reduksi dengan Ronggalit dan Na2S2O4  Kemudian dilakukan pengeringan, dan dilakukan proses steaming dengan suhu100°C selama 15 menit.  Setelah selesai proses steaming kemudian diangin-anginkan  Bahan dicuci dingin, kemudian cuci panas.  Bahan dikeringkan  Melakukan evaluasi (ketuaan, kerataan)



VI.



RESEP 6.1



6.2



Resep Pengental Alginat 8% 



Pengental induk Alginat 8% : 300 g







Air



: 700 g



Resep Pencapan 



Zat warna Dispersi



: 40 g







Zat Warna Bejana



: 40 g







Higroskopis (urea)



: 100 g







Zat anti Reduksi



: 40 g







Zat Pendispersi



: 20 g







Pengental



: 700 g







Air



:



xg



1000 g 6.3



Resep Reduksi







NaOH



: 100 g







Na2CO3



:







Na2S2O4



: 200 g







Pengental



: 700 g







Air



:



50 g



xg



1000 g 6.4



6.5



VII.



Resep Oksidasi 



H2O2



:



6 g







Air



:



x g



 Teepol



:



1g



 Na2CO3



:



2g



Resep Cuci Panas



PERHITUNGAN RESEP 7.1 Pengental Induk Alginat



:



300 x 100 x 2=60 g 1000



Air



:



700 x 100 x 2=140 ml 1000



Zat warna dispersi



:



40 x 100=4 g 1000



Zat warna bejana



:



40 x 100=4 g 1000



Zat pendispersi



:



20 x 100=2 g 1000



Zat anti reduksi



:



40 x 100=4 g 1000



Ureaa



:



100 x 100=10 g 1000



Pengental



:



700 x 100=70 g 1000



7.2 Pasta Pencapan



Balance



:=



60 x 100=60 g 1000



7.3 Blok Alkali Reduktor NaOH



:



100 x 100=10 g 1000



Na2CO3



:



50 x 100=5 g 1000



Na2S2O4



:



200 x 100=20 g 1000



Pengental



:



700 x 100=70 g 1000



Air



: 100 - 10 - 5 - 20 - 70 = 5 ml



7.4 Oksidasi 6 x 100=0,6 g 1000



H2O2



:



Air



: 100 - 0,6 = 99,4 ml



7.5 Cuci Panas Teepol



:



1 x 500=0,5 g 1000



Na2CO3



:



2 x 500=1 g 1000



Air



: 500 - 0,5 - 1 = 498,5 ml



VIII. FUNGSI ZAT Zat warna dispersi : Untuk mewarnai kain poliester sesuai dengan motif tertentu. Zat warna bejana : Untuk mewarnai kain kapas sesuai dengan motif tertentu. Zat pendispersi



: Untuk mendispersikan zat warna dispersi sehingga kain hasil cap memperoleh warna yang lebih rata.



Zat anti reduksi : Untuk mencegah pereduksian zat warna oleh zat-zat pembantu lain. Pengental



: Untuk meningkatkan kekentalan pasta cap, melekatkan zat warna pada bahan tekstil, dan sebagai pengatur viskositas.



Na2S2O4



: Sebagai reduktor untuk mereduksi pigmen zat warna bejana menjadi garam leuko.



NaOH



: Alkali yang membantu proses peleukoan pigmen zat warna bejana.



H2O2



: Sebagai oksidator untuk mengubah leuko menjadi pigmen zat warna bejana.



Na2CO3



: Berfungsi untuk mengatur suasana alkali, menetralkan asam hasil reaksi dan membentuk ion selulosa.



Teepol



: Untuk pencucian setelah pencapan guna menghilangkan zat warna dispersi yang menempel di permukaan serat.



IX.



EVALUASI DAN HASIL 9.1 Hasil Praktikum Variasi waktu baking 5 menit



3 menit



9.2



7 menit



Evaluasi Ketuaan Warna



Variasi waktu baking



Nilai Pengamat Pengamat Pengama 1



2



t3



Jumlah / Ranking Pengamat 4



Nilai Ranking



3 (menit) 5 (menit) 7 (menit)



9.3



waktu baking 3 (menit) 5 (menit) 7 (menit)



waktu baking 3 (menit) 5 (menit) 7 (menit)



8 9 10



28 32 38



3 2 1



Nilai Pengamat Pengamat Pengama 1 7 8 9



2 6 5 8



t3 6 7 9



Jumlah / Pengamat



Nilai



Ranking



4 7 8 10



Ranking 26 28 36



3 2 1



Nilai Pengamat Pengamat Pengama 1 7 8 10



2 6 7 9



t3 7 7 8



Jumlah / Pengamat



Nilai



Ranking



4 7 8 10



Ranking 27 30 37



3 2 1



Evaluasi Handling



Variasi waktu baking 3 (menit) 5 (menit) 7 (menit)



X.



7 8 9



Evaluasi Ketajaman Motif



Variasi



9.5



6 7 9



Evaluasi Kerataan Warna



Variasi



9.4



7 8 10



Nilai Pengamat Pengamat Pengama 1 7 7 8



2 6 6 7



t3 7 8 9



Jumlah / Pengamat



Nilai



Ranking



4 7 8 9



Ranking 27 29 33



3 2 1



PEMBAHASAN



Pencapan kain T/C pada praktikum kali ini dilakukan dengan menggunakan zat warna dispersi dan bejana. Kain T/C (Poliester-Kapas) masing - masing memiliki sifat yang berbeda diantara yaitu hidrofob dan hidrofil. Oleh karena itu digunakan dua jenis



zat warna yaitu zat warna dispersi untuk pencapan serat poliester dan zat warna bejana untuk pencapan serat kapas. Kain poliester memiliki sifat hidrofob. Hal ini mengakibatkan serat memiliki moisture regain atau penyerapan air yang relatif kecil. Jika dilihat dari sifatnya, serat poliester memiliki MR 0,1 - 0,3 %. Maka dari itu, untuk memudahkan penyerapan zat warna pada kain poliester dikerjakan penambahan urea sebagai zat higroskopis untuk melembabkan pasta cap supaya difusi berjalan lancar. Sedangkan pada serat kapas/ selulosa perlu adanya proses fiksasi yang cukup panjang menggunakan zat warna bejana perlu membuat zat warna bejana yang tidak larut menjadi larut dengan proses membuat senyawa leuko. Zat warna dispersi yang digunakan adalah oralon orange dan toralon nevi-blue, sedangkan zat warna bejana yang digunakan adalah enavat blue dan enavat yellow. Zat warna ini memiliki ukuran molekul yang cukup besar dan tahan terhadap suhu tinggi. Dalam pencapan kali ini, dilakukan fiksasi dengan proses baking dengan uap kering untuk zat warna disperse dan proses lanjutan blok alkali reduktor untuk zat warna bejana yang bertujuan membuat senyawa leuko yang larut dan selanjutnya proses steaming. Ikatan yang akan terjadi antara serat dengan zat warna adalah ikatan hidrogen dan hidrofobik. Untuk variasi yang digunakan pada praktikum ini adalah variasi pada proses baking dengan waktu proses yang berbeda mulai 3 menit,5 menit dan 7 menit, sedangkan untuk proses yang lainnya dilakukan sama. Pada



hasil evaluasi kali ini berfokus pada ketuaan



warna,kerataan warna, ketajaman motif, dan hendling pada setiap hasil pencapan.







Ketuaan warna. Pada hasil ketuan warna kain hasil pencapan kain poliester- kapas (TC) menggunakan zat warna dispers- bejana dengan vasiasi waktu proses baking menghasilkan hasil kain yang berbeda-beda. Pada kain pertama dengan waktu 3 menit warna yang dihasilkan tampak pudar dibandingkan kain kedua dengan waktu baking 5 menit dan kain ketiga dengan waktu 7 menit yang lebih tua dan kain dengan waktu baking 7 menit(kain ketiga) tampak memiliki warna paling tua. Hal itu bisa terjadi karena pada proses baking dengan menggunakan uap kering terjadi proses fiksasi dimana lama waktu fiksasi mempengaruhi banyaknya zat warna yang terfiksasi sehingga zat warna dan serat dapat berikatan dan pada proses pembangkitan warna /oksidasi warna dapat terlihat dengan sempurna.







Karataan warna Pada hasil kerataan warna kain ke-3 dengan waktu baking 7 menit mendapat kerataan warna paling baik dan kain ke -1 dengan waktu baking 3 menit mendapat kerataan



kain paling rendah pada variasi waktu baking ini. Menurut kami hal tersebut bisa terjadi karena pada saat baking zat warna tidak berikatan dengan sempurna dengan serat sehingga pada proses pencucian banyak zat warna yang luntur dan menghasilkan kertaan pada kain menurun 



Ketajaman motif. Pada proses pencapan ketajaman suatu motif adalah hal yang perlu diperhatikan karena dengan motif terlihat tajam maka hasil pencapan terbilang berhasil. Pada hasil pencapan ini ketajaman motif paling bagus pada variasi baking yang ke-3 dengan waktu 7 menit dan yang paling rendah dengan variasi baking 3 menit kain ke1,proses baking yang lama membuat suatu zat warna mampu timbul dan mengahsilka motif yang bagus dan tajam tapi tentunya harus disertai dengan suhu uap kering.







Heandling Pada hasil heandling dengan variasi waktu baking kain yang mendapat heandling paling baik adalah kain ke 3 dengan variasi waktu 7 menit kemudian kain ke 2 dengan waktu 5 menit dan terakhir kain ke 1 dengan waktu 3 menit. Heandling atau pegangan kain hasil proses pencapan haruslah baik tidak terlalu kaku dan kasar dan diharapkan halus dan lemas. Kain ke 1 mendapat heandling paling rendah karena pada kain campuran poliester kapas (TC) serat poliester mungkin belum sepenuhnya terfiksasi pada waktu baking 3 menit sehingga gugus amorf dan kristalin pada serat poliester tidak stabil dan tidak rapat. Terbukti pada variasi ke 2 dan ke 3 dengan waktu yang semakin lama kain mendapat heandling lebih bagus.



XI.



KESIMPULAN Pada hasil praktikum pencapan kain campuran poliester-kapas (TC) menggunakan zat warna dispersi bejana dengan variasi wakat baking 3 menit, 5 menit dan 7 menit menghasilkan hasil pencapan paling baik pada variasi waktu baking 7 menit, mulai dari evaluasi ketuaan warna, kerataan warna, ketajaman motif dan heandling.



XII.







DAFTAR PUSTAKA



Djufri, Rayid M.SC. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. 1975. Sekolah Tinggi Teknologi Teksril. Bandung.







Soeprijono, S.Teks. Serat-Serat Tekstil. 1976. Institute Teknologi Tekstil. Bandung.







Suprapto, Agus S.Teks. Teknologi Pencapan. 2004. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung.