Lapkas Malaria Vivax [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



MALARIA VIVAX UNCOMPLICATED Oleh : Boni Simanjuntak Riscky B. Lauw NRI 13014101222 NRI 13014101275



Residen Pembimbing dr. Silvister Nancy



Pembimbing



dr. Veny Mandang, Sp.PD



BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRAT MANADO 2015 1



PENDAHULUAN



Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles dan menyerang eritrosit serta ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.(1,2,3). Menurut WHO, sekitar 40% populasi dunia hidup di negara miskin, populasi tersebut memiliki resiko tinggi terkena malaria. Sekitar 2,5 milyar manusia beresiko dan diperkirakan 350 – 500 juta manusia terkena malaria setiap tahun. Kebanyakan disebabkan oleh P.falciparum dan P.vivax. Lebih dari 1 juta manusia meninggal karena malaria tahunnya



(5)



. Tingkat mortalitas malaria pada anak sekitar 1 – 2 juta setiap



(1,4)



.



Malaria masih merupakan masalah kesehatan utama negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia. Dari empat spesies parasit malaria yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae dan plasmodium oval, dua spesies yang pertama merupakan penyebab lebih dari 95% kasus malaria di dunia. Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 % saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga



2



(SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Prevalensi kasus malaria di Indonesia atau daerah-daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung pada perilaku spesies nyamuk yang menjadi vektor. Di Kalimantan Selatan sendiri merupakan daerah endemis malaria. Vektor malaria yang terdapat di Kalimantan adalah Anopheles letifer dan Anopheles balabacensis (6,7). Secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acutetubular necrosis, dan malaria cerebral (1,2,3). Secara global WHO telah menetapkan pengobatan malaria tanpa komplikasi dengan memakai obat ACT (Artemisin base Combinatiom Therapy ). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. Falciparum, P. Vivax maupun yang lainnya. Kegagalan dini terhadap ART belum dilaporkan saat ini. Dan pada kasus penderita malaria tanpa komplikasi ini, jika dapat dideteksi dini dan diberi pengobatan yang tepat, prognosis pada umumnya baik (dubia ad bonam) (17). Berikut ini dilaporkan sebuah kasus malaria di ruang Irina C Penyakit Dalam RSUP Prof R D. Kandou Malalayang.



3



LAPORAN KASUS



Seorang wanita, Ny. L, umur 57 tahun, agama Kristen Protestan, suku Minahasa, status kawin, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Desa Kopya Jaga II. Datang ke Rumah Sakit Umum Prof. R. D. Kandou Malalayang pada tanggal 11 Mei 2015 dengan keluhan utama demam. Penderita merasakan demam sejak ± 7 hari SMRS. Demam turun bila diberikan obat penurun panas namun naik kembali. Dalam 1 minggu demam, penderita mengaku pernah merasakan bebas demam tanpa minum obat penurun panas namun dalam setengah hari demam naik kembali. Penderita sesekali merasakan menggigil dan berkeringat. Nyeri kepala juga dirasakan penderita sejak ± 8 hari SMRS, nyeri terasa seperti ditusuk – tusuk dan bersifat hilang timbul. Pasien juga merasakan nyeri otot atau pegal-pegal. Ada mual dan muntah yang berisi makanan dan minuman semenjak sakit disertai dengan nyeri epigastrium, nafsu makan menurun. Tidak ditemukan sesak nafas. Penderita ada riwayat bepergian ke daerah Parigi, Sulawesi Tengah pada bulan maret, dan menetap selama 1 bulan. BAK dan BAB biasa. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asam urat, kolesterol, ginjal, liver, dan jantung disangkal. Penderita menyangkal adanya penyakit yang sama pada keluarga. Merokok dan alkohol disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis E4V5M6. Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 88 kali per menit, frekuensi pernapasan 24 kali per menit dan suhu tubuh 38,5 0C. Tinggi badan 160 cm, berat badan 50 kg, dan IMT 19,5 kg/m 2. Pada pemeriksaan



4



kepala didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm dan refleks cahaya kedua mata positif. Pada pemeriksaan leher didapatkan trakea letak tengah tanpa pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan dada tampak pergerakan dinding dada simetris, tidak ada retraksi. Stem fremitus kanan dan kiri sama. Perkusi paru kanan dan kiri sonor. Suara pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing. Iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba. Batas jantung kiri di linea midklavikularis sinistra ICS V dan batas kanan di linea parasternalis dekstra ICS IV. Denyut jantung regular, frekuensi 88 kali permenit, suara jantung I dan II terdengar normal dan tidak ada bising. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan adanya nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, dan tidak ada ditemukan nyeri pekak berpindah. Pada pemeriksaan ekstremitas, akral hangat dan tidak ditemukan



udema. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi



didapatkan leukosit 4.507/µL, eritrosit 4,79 x 106/µL, hemoglobin 14,9 g/dL, hematokrit 42,8% dan trombosit 59.000/µL, MCH 31 pg, MCHC 35 g/dl, MCV fL 89. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 29 U/L, SGPT 22 U/L glukosa darah sesaat 111 mg/dL, natrium darah 129 mEq/L, kalium darah 3,10 mEq/L, klorida 102,0 mEq/L ureum 19 mg/dL, dan creatinin darah 0,8 mg/dL. Pada pemeriksaan parasitologi didapatkan malaria plasmodium vivax positif ring +.Pasien didiagnosis dengan malaria vivax. Tatalaksana awal yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemasangan infus dan pemberian cairan NaCl 0,9% dengan 20 tetesan makrodrips per menit, Arsuamon tablet 8 tablet sehari selama tiga hari, primakuin 1 tablet sehari selama 14 hari, paracetamol 500 mg tablet 3 kali sehari, injeksi ranitidin 1 gram



5



intravena dua kali sehari, pemberian metoclopramid injeksi 1 gram, intravena tiga kali sehari. Pada kasus ini direncanakan akan dilakukan pemeriksaan EKG. Pada follow up hari ke 2, tidak ada keluhan demam, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah. Penderita hanya merasa otot badan lemah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis E4V5M6. Tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi 72 kali per menit, irama regular dengan isi cukup, frekuensi pernapasan 20 kali per menit dan suhu badan 36,4 0C. Pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm dan refleks cahaya kedua mata positif. Pada pemeriksaan leher didapatkan trakea letak tengah tanpa pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan jantung tidak didapatkan kelainan, sedangkan pada pemeriksaan paru didapatkan ronkhi dan wheezing pada kedua lapangan paru, sedangkan yang lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil sinus rhythm. pasien direncanakan untuk rawat jalan dan kontrol di poliklinik penyakit dalam.



6



PEMBAHASAN



Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk betina Anopheles. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu plasmodium vivax, plasmodium falcifarum, plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Daur hidup keempat spesies malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan horpes. Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu skizogoni eritrosit dan skizogoni eksoeritrosit. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax (malaria tertiana). Pada infeksi plasmodium falciparum dan plasmodium malariae hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Pada infeksi plasmodium vivax dan plasmodium ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps..(7). Pada pasien ini malaria yang didapat mengarah kepada malaria vivax. Masa tunas intrinsik malaria vivax biasanya berlangsung 12 – 17 hari, tetapi beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama. Menurut Kevin S et al, masa inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari.(10) Menurut Center for Disease Control (CDC) 2007, gejala malaria tidak spesifik, dimulai dengan sindrom prodormal berupa demam, malaise, lemah, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gangguan neurologi, dan



7



sakit kepala. Demam adalah gejala yang paling sering muncul sekitar 78% - 100% tapi demam yang periodik tidak selalu muncul



(10)



. Kurva demam pada permulaan



penyakit tidak teratur tetapi kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat. Demam dan menggigil disebabkan oleh eritrosit lisis dan keluarnya merozoit ke sirkulasi. Perlu juga ditanyakan yaitu riwayat bepergian ke daerah endemis malaria karena sangat membantu dalam memperkirakan adanya infeksi malaria. Pada kasus ini penderita merasakan demam sejak ± 7 hari SMRS. Demam turun bila diberikan obat penurun panas namun naik kembali. Dalam 1 minggu demam, penderita mengaku pernah merasakan bebas demam tanpa minum obat penurun panas namun dalam setengah hari demam naik kembali. Penderita sesekali merasakan menggigil dan berkeringat. Nyeri kepala juga dirasakan penderita sejak ± 8 hari SMRS, nyeri terasa seperti ditusuk – tusuk dan bersifat hilang timbul. Pasien juga merasakan nyeri otot atau pegal-pegal. Ada mual dan muntah yang berisi makanan dan minuman semenjak sakit disertai dengan nyeri epigastrium, nafsu makan menurun. Tidak ditemukan sesak nafas. Penderita ada riwayat bepergian ke daerah Parigi, Sulawesi Tengah pada bulan maret, dan menetap selama 1 bulan. Menurut Kathryn N.S et al, demam pada penderita malaria sering dengan suhu badan lebih dari 38oC



(12)



. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas



atau tidak berat, pada malaria menahun yang biasanya lebih jelas. Malaria menyebabkan anemia hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi oleh parasit Plasmodium. Mekanisme terjadinya kerusakan eritrosit pada infeksi malaria sangat kompleks. Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit 8



normal tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang, pada pasien yang terkena anemia, dari fisik bias dilihat apakah konjungtiva anemis atau tidak.(13) Menurut Geoffrey Pasvol, indikasi transfusi pada penderita malaria apabila Hb kurang dari 7 g/dl pada orang dewasa. Menurut B.A Biggs, transfusi diberikan apabila hematokrit kurang dari 20%. (14,15). Pemeriksaan fisik lainnya yaitu lien, pada serangan pertama mulai membesar. Sekitar 24% - 40% splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik



(10)



. Lien



mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah produksi berlebih dari IgM sebagai respon terhadap Plasmodium. Sedangkan hepatomegali, ikterik dan nyeri perut jarang ditemukan (12). Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,5oC, namun konjungtiva tidak anemis, dan tidak ditemukan hepatosplenomegali. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis malaria yaitu pemeriksaan darah tepi serta apusan darah tebal dan tipis. Menurut Kathryn N.S et al, pada malaria didapatkan trombositopenia pada 70% kasus, anemia pada 25% kasus. Leukosit dapat normal atau rendah, lekositosis ditemukan kurang dari 5% kasus. Fungsi hati dapat abnormal, peningkatan transaminase ditemukan pada 25% kasus. Peningkatan bilirubin dengan adanya peningkatan laktat dehidrogenase yang menunjukkan adanya proses hemolisis. Pada malaria juga bisa didapatkan hiponatremia dan peningkatan kreatinin(12). Albumin yang rendah pada penderita malaria menunjukkan infeksi akut (14)



. Penelitian Myoung-Don Oh et al disimpulkan bahwa trombositopenia sering



terjadi pada penderita malaria sekitar 85,1%. Walaupun kadar trombosit sangat 9



rendah tapi jarang terjadi perdarahan. Mekanisme terjadinya trombositopenia masih belum dapat dimengerti, kemungkinan terjadi peningkatan platelet yang berkaitan dengan stimulasi Ig G dan makrofag



(16)



. Hasil pemeriksaan morfologi darah tepi



menunjukkan berbagai stadium dari spesies P.vivax, yaitu stadium tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, tropozoit dewasa, schizoit dan gamet. Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pada morfologi darah tepi menunjukkan adanya fase aseksual dan seksual parasit dalam darah. Pada fase aseksual, merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit. Merozoit dalam eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin, dengan pulasan giemsa sitoplasmanya berwarna biru, inti merah mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit yang dihinggapi parasit mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titiktitik halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama disebut titik schuffner. Trofozoit muda kemudian menjadi trofozoit dewasa yang sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk amoeboid. Setelah daur eritrosit berlangsung beberapa kali terjadi fase seksual, merozoit yang tumbuh menjadi trofozoit dapat membentuk gametosit (7). Pasien ini setelah dilakukan pemeriksaan apusan darah tepi ditemukan parasit P.vivax maka diagnosa pasien ini adalah malaria vivax. Pada pemeriksaan hematologi didapatkan leukosit 4.507/µL, eritrosit 4,79 x 106/µL, hemoglobin



14,9



g/dL,



hematokrit



42,8%



dan



trombosit



59.000/µL



(trombositopenia), MCH 31 pg, MCHC 35 g/dl, MCV fL 89. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 29 U/L, SGPT 22 U/L glukosa darah sesaat 111 mg/dL, 10



natrium darah 129 mEq/L (hiponatremia), kalium darah 3,10 mEq/L, klorida 102,0 mEq/L ureum 19 mg/dL, dan creatinin darah 0,8 mg/dL. Pada pemeriksaan parasitologi didapatkan malaria plasmodium vivax positif ring +.Pasien didiagnosis dengan malaria vivax. Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui apusan darah tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pemeriksaan ini merupakan Gold Standart untuk mendiagnosis malaria. Pada kasus ini didiagnosis sebagai malaria vivax uncomplicated karena tidak ditemukan komplikasi pada malaria ini, dimana malaria dengan komplikasi bila ditemukan satu atau lebih dari kriteria klinis berikut (gangguan kesadaran / koma, anemia berat normositik [hemoglobin