LAPORAN 1 Dekomposisi Anyaman Polos [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dekomposisi Kain (Kain Anyaman Polos) 1. Maksud dan Tujuan 1.1. Maksud Untuk mengetahui dekomposisi kain dengan anyaman tertentu dan mengidentifikasi jenis anyaman dasar yang terdiri dari anyaman polos. 1.2. Tujuan Untuk mengetahui jenis-jenis anyaman pada kain, arah benang, tetal kain, mengkeret benang, nomor benang, dan perhitungan berat dari benang lusi dan benang pakan dari hasil uji dibanding berat mutlak kain, pada jenis kain dengan anyaman polos. 2. Teori dasar Anyaman Polos dan Karakteristiknya Anyaman ini paling sederhana, paling tua dan paling banyak dipakai orang. Penyilangan yang terjadi antara benang lusi dan pakan dilakukan secara bergantian (selang-seling ~ Bekerjanya benang-benang lusi dan pakan paling sederhana, yaitu: 1-naik, 1-turun). Anyaman ini juga Mempunyai rapot yang paling kecil dari semua jenis anyaman, selain itu anyaman ini memiliki silangan yang paling banyak bila dibandingkan dengan jenis anyaman-anyaman lainnya, karena itu anyaman ini relative paling kokoh dan tidak mudah berubah tempat. Hanya pada kain ini, kemungkinan jumlah benang setiap inchinya relatif lebih sedikit dari pada anyaman lain, karena apabila benang yang digunakannya terlalu banyak, maka akan menghasilkan kain yang kaku. Namun anyaman polos dapat dipakai untuk kain yang jarang dan tipis dengan hasil yang memuaskan daripada menggunakkan anyaman yang lain. Beberapa hal yang diperlukan dalam pembuatan selembar kain (dekomposisi kain pada anyaman polos) yang digunakan untuk membantu kelancaran percobaan, dapat dilakukan dengan melihat ciri-ciri dan karakteristik dari anyaman polos tersebut, yaitu: -



Ulangan rapot ke arah horisontal (lebar kain) atau kearah pakan, diulangi sesudah 2 helai pakan. Ke arah vertical (panjang kain) atau ke arah lusi, diulangi sesudah 2 helai lusi.



-



Anyaman polos paling sering dikombinasikan dengan faktor-faktor konstruksi kain yang lain dari pada jenis anyaman yang lainnya.



-



Tetal lusi dan tetal pakan pada anyaman polos mempunyai perpencaran (range) yang lebih besar daripada anyaman lain, yaitu berkisar



antara



10-200



helai/inchi.



Demikian



pula



dengan



perpencaran berat kain pada anyaman polos yang lebih besar daripada jenis anyaman lain, yaitu berkisar antara 0,25 oz/yds 2-52 oz/yds2. -



Anyaman polos lebih sesuai/mampu untuk diberi rupa (appearance) yang lain dengan jalan mengadakan ubah-ubah design, baik structural design maupun surface design apabila dibandingkan dengan anyaman lain.



-



Pada umumnya kain dengan anyaman polos, daya penutupan kainnya (fabric cover) berkisar antara 25% - 75%.



-



Banyak gun yang digunakkan pada saat pertenunan minimum 2 gun, tetapi untuk tetal lusi yang tinggi, maka digunakkan 4 gun atau lebih.



-



Anyaman polos banyak dipakai untuk kain dengan kontruksi medium, dengan fabric cover 51%-75%. Penutupan lusi dan pakan berkisar 31%-50%. Jenis kain ini misalnya : kain yang diprint, sheetings, dll.



-



Anyaman polos untuk kain padat (close construction), biasanya menggunakan benang pakan yang lebih kasar daripada benang lusi.



Dari pernyataan diatas, maka dapat dikatakan bahwa anyaman polos adalah anyaman yang memiliki raport terkecil yang terdiri dari satu kali lusi naik dan satu kali lusi turun pada jajaran lusi pertama dan sebaliknya pada jajaran lusi berikutnya. 3. Percobaan 3.1. Alat – Alat 1. Luv (Kaca pembesar) 2. Gunting 3. Jarum 4. Penggaris 5. Timbangan Mikro Balam 6. Timbangan Analitik 3.2. Bahan 1. Kain dengan anyaman polos



3.3. Cara Kerja 1. Menentukan Arah Lusi dan pakan pada kain uji (arah lusi diberi tanda panah), dimana lusi dicari dengan merasakan benang yang kaku dan keras karena telah diberi kanji. Dapat juga dengan melihatnya ke arah



cahaya. Yang terlihat lurus-lurus (dan ada bagian-bagian yang tebal) adalah benang lusi. 2. Menghitung tetal lusi dan tetal pakan pada 3 bagian/tempat yang berbeda dan dicatat tiap bagiannya, serta hitung harga rata-ratanya. 3. Menimbang kain contoh uji dengan ukuran 20 x 20 cm, kemudian catat beratnya. 4. Mengambil benang lusi dari 2 (dua) sisi yang berbeda pada kain contoh uji tersebut sebanyak 10 (sepuluh) helai – 10 (sepuluh) helai, sehingga total benang yang diperolehnya sebanyak 20 helai, Lalu menimbangnya. Demikian pula untuk benang pakannya. 5. Mengukur panjang benang lusi helai demi helai lalu rata-ratakan (diluruskan), lalu mencatat panjang dari masing-masing benang tersebut. Demikian pula untuk benang pakannya, lalu nilai yang telah diperoleh dari 20 (sepuluh) benang tersebut dirata-ratakan. Nilai tersebut digunakan untuk menghitung mengkeret lusi dan pakan. 6. Menghitung nomor benang lusi dan pakan dari masing-masing dari data yang sudah diperoleh. 7. Melalukan perhitungan terhadap berat lusi dan pakan untuk memperoleh selisih berat. 8. Menghitung cove faktor untuk mengetahui daya kerapatan. 9. Menggambar anyaman dari hasil yang diuji (contoh uji). 3.4.



Data Percobaan



1. Nama Anyaman = Anyaman Polos 2. Tetal Lusi



Tetal Pakan



a. 120 helai/inchi b. 118 helai/inchi c. 120 helai/inchi + 358 helai/inchi 3 ÷ 119 helai/inchi 2,54 ÷



a. 79 helai/inchi b. 77 helai/inchi c. 80 helai/inchi + 236 helai/inchi 3 ÷ 79 helai/inchi 2,54 ÷



X = 47 helai/cm



X = 31 helai/cm



3. Berat Kain 20 x 20 cm = 4,3 gram 4. Berat Benang 20 helai Lusi



= 57 mg



= 0,057 g



Pakan



= 60 mg



= 0,06 g



5. Panjang Benang setelah diluruskan Pakan :



Lusi :



1. 21 cm = 0,21 m



1. 20,5 cm = 0,205 m



2. 21 cm = 0,21 m



2. 20,5 cm = 0,205 m



3. 21 cm = 0,21 m



3. 20,5 cm = 0,205 m



4. 21 cm = 0,21 m



4. 20,5 cm = 0,205 m



5. 21 cm = 0,21 m



5. 20,5 cm = 0,205 m



6. 21 cm = 0,21 m



6. 20,5 cm = 0,205 m



7. 21 cm = 0,21 m



7. 20,5 cm = 0,205 m



8. 21 cm = 0,21 m



8. 20,5 cm = 0,205 m



9. 21 cm = 0,21 m



9. 20,5 cm = 0,205 m



10. 21 cm = 0,21 m



10. 20,5 cm = 0,205 m



11. 21 cm = 0,21 m



11. 20,5 cm = 0,205 m



12. 21 cm = 0,21 m



12. 20,5 cm = 0,205 m



13. 21 cm = 0,21 m



13. 20,5 cm = 0,205 m



14. 21 cm = 0,21 m



14. 20,5 cm = 0,205 m



15. 21 cm = 0,21 m



15. 20,5 cm = 0,205 m



16. 21 cm = 0,21 m



16. 20,5 cm = 0,205 m



17. 21 cm = 0,21 m



17. 20,5 cm = 0,205 m



18. 21 cm = 0,21 m



18. 20,5 cm = 0,205 m



19. 21 cm = 0,21 m



19. 20,5 cm = 0,205 m



20. 21 cm = 0,21 m



20. 20,5 cm = 0,205 m



Σ= 420cm = 4,2 m



Σ= 410 cm = 4,1 m



Rata-rata = 0,21 m



Rata-rata = 0,205 m



6. Perhitungan -



Mengkeret Lusi & Pakan ML = Pb – Pk x 100 % = 20,5 – 20 x 100 % = 2,4 %



Pb



20,5



MP = Pb – Pk x 100 % = 21 – 20 x 100 % = 4,76 % Pb -



21



Nomor Benang Lusi & Pakan Pakan



Lusi



Nm = Panjang (m)



Nm = Panjang (m)



Berat (g)



Berat (g)



= 4,2 = 70 0,06



= 4,1 = 73,3 0,057



Ne1 = 0,59 x 70



Ne1 = 0,59 x 73,3



= 41,3



= 43,2



Tex = 1000



Tex = 1000



70



73,3



= 14,3



= 13,64



Td = 9000



Td = 9000



70



73,3



= 128



-



= 122,78



Penimbangan Berat Kain x 100 x 100 : ukuran sempel = 4,3 x 100 x 100 : 20 x 20 = 107,5 gram/m2 (B1) Perhitungan Berat Lusi dan Pakan Lusi (B2) = tetal (helai/cm) x 100 cm x (100 / (100 – ML)) x 100 Nm lusi x 100 = 47 x 100 x (100 / (100 – 2,4)) x 100 70 x 100 = 68,5 gram/m2 (B2) Pakan (B3) = tetal (helai/cm) x 100 cm x (100 / (100 – ML)) x 100 Nm lusi x 100 = 31 x 100 x (100 / (100 – 4,76)) x 100



73,3 x 100 = 44,4 gram/m2 (B3) B2 + B3 = B4  68,5 gram/m2 + 44,4 gram/m2 = 112,9 gram/m2



7. Selisih Berat Selisih Berat = BB–BK x100 %= B4–B1 x100 %= 112,9 – 107,5 x100% BB



B4



112,9



= 4,7 %



8. Gambar Anyaman



9. Contoh Kain



4. Diskusi Persentase selisih berat yang diperoleh dari perhitungan, berada pada rentang 0% - 5 % sehingga masih dapat dikatakan efisien. Selisih berat tersebut



dapat berubah menjadi lebih kecil lagi apabila pengamatan dapat dilakukan dengan lebih teliti lagi dalam mengukur berat kain, dan benang; serta panjang dan tetal kain pada saat percobaan. Pada Praktikum dekomposisi kain ini, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengamatan, seperti : 1.



Adanya keterbatasan daya pengelihatan mata pada saat menentukan tetal kain (jumlah lusi dan pakan).



2.



Kurang



teliti



dalam



melakukan



penimbangan,



menggunting kain, dan melakukan pengukuran jumlah mulur untuk setiap benang lusi dan pakan. 5. Kesimpulan Dari hasil percobaan praktikum dan perhitungan data pengamatan dari kain contoh uji yang merupakan kain polos, maka diperoleh : -



Rata-rata Tetal Lusi adalah 119 helai/inchi dan rata-rata Tetal Pakan adalah 79 helai/inchi.



-



Mengkeret Benang Lusi (ML) adalah 2,4 % dan Mengkeret Benang Pakan (MP) adalah 4,76 %.



-



Nomor Benang Lusi adalah (Nm) 73,3 dan Nomor Benang Pakan adalah (Nm) 70.



-



Berat Lusi setelah Perhitungan (B2) adalah 68,5 gram/m2 dan Berat Pakan setelah Perhitungan (B3) adalah 44,4 gram/m2.



-



Selisih kain contoh uji mula-mula dengan kain contoh uji yang telah dilakukan perhitungan, diperoleh selisih berat sebesar 4,7 %.



6. Daftar Pustaka 6.1.



Jumaeri, Bk.Teks, dkk., Desain Tekstil, Institut Teknologi Tekstil,



Bandung, l974. 6.2.



Moerdoko, S.Teks, W., dkk, Evaluasi Tekstil bagian Fisika, Institut



Teknologi Tekstil, Bandung, 1973. 6.3.



Jurnal Praktikum, 2004