Laporan-2019-Loka Litbang P2B2 Baturaja-RISET IMPLEMENTASI M PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

`KEMENTERIAN KESEHATAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 29 JAKARTA 10560 KOTAK POS 1226 JAKARTA, TELP. 62-21-4261088 PROTOKOL PENELITIAN KESEHATAN (Dibuat rangkap tiga, diketik satu spasi pada halaman yang tersedia)



1. Identitas Pengusul a. Nama b. No Keanggotaan APKESI c. Jabatan d. Instansi/Kantor/Lembaga e. Alamat kantor, telepon f. Hp dan e-mail g. Alamat rumah



: Jusniar Ariati, SSi, MSi : : Peneliti Madya : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat : Jln. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat : 08111155507/[email protected] : Komplek Palem Raja no. 24 Bubulak, Bogor



a. Judul Penelitian (Pilih judul yang singkat tapi cukup menjelaskan gagasan penelitian ini) Riset implementasi Model Juru Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD (multicenter 2019)



1



2. Identitas Pengusul 3. Daftar isi Halaman 1. Judul ............................................................................................................ 2. Identitas Pengusul ………………………………………………….….……… 3. Daftar Isi ………………………………………………….…………….……… 4. Ringkasan Penelitian ……………………………………………….………… 5. Latar Belakang ............................................................................................ 5.1. Topik………….. .................................................................................... 5.2. Fokus penelitian ……………………..……………………………….…… 5.3. Kajian Pustaka ……………………………………………………….…… 5.4. Perumusan Masalah………………………………………………………. 5.5. Pertanyaan Penelitian…………………………………………………….. 5.6. Hipotesis…………………………………………………………………… 6. Tujuan Penelitian ………………….…………………………………………… Tujuan umum …………………………….…………………………… Tujuan khusus …………………………………….…………………… 7. Manfaat penelitian ………………..………………………..……………..…… 8. Hipotesis ……………………………………………………………………..… 9.. Metoda Penelitian ………………………………………………………..…… 9.1. Kerangka teori dan kerangka konsep …………………………..…..… 9.2. Tempat dan waktu …………………………………………………….… 9.3. Hipotesis ……….………………..……………..………………………… 9.4. Definisi Operasional …………………………..…………………..….… 9.5. Disain Penelitian………………. …......………………………………… 9.6. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….…… 9.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi …………………………………………… 9.8. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………….…… 9.9. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Data ……………………….……. 9.10. Pengolahan dan Analisis Data …………………..……………….…… 9.11. Rencana / Alur Kegiatan….. ………………….………………………… 10 Pertimbangan Izin Penelitian....................................................................... 11. Daftar Kepustakaan .................................................................................... 12. Susunan Tim Peneliti .................................................................................. 13. Jadual Kegiatan Penelitian ......................................................................... 14. Rincian Anggaran Belanja . ........................................................................ 15. Rekapitulasi Biaya Pengeluaran ................................................................. 16. Biodata Ketua Pelaksana Penelitian............................................................ 17. Persetujuan Atasan Yang Berwenang ........................................................ Lampiran ..................................................................................................... Naskah Penjelasan Persetujuan Setelan Penjelasan (PSP) Formulir Pendataan Rumah Tangga Formulir Pendataan Tempat Umum dan Institusi Kuesioner Rumah Tangga Formulir Pemeriksaan Jentik 2



1 1 2 3 5 7 11 12 19 19 19 19 19 20 20 20 21 21 23 23 23 24 24 25 25 28 31 33 35 35 36 38 38 39 40 41 42



Daftar Lampiran No



Judul Lampiran



Hal



Lampiran 1



Naskah Penjelasan



34



Lampiran 2



Persetujuan Setelah Penjelasan



35



Lampiran 3



form 01 ris.dbd.19 format pendataan rumah tangga



36



Lampiran 4



form 02 ris.dbd.cmh-tsk.18. format pendataan tempat-tempat 40 umum dan tempat-tempat institusi



4. Ringkasan Penelitian Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun kejadian kasus masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penguatan sistem surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk mencegah timbulnya penyakit. Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J) dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus dengue dalam semangat Gerakan Masyarakat secara luas dengan pendekatan keluarga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016b; Subuh & Kementerian Kesehatan RI 2016; Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI 2016; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016a). Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh puskesmas, lintas sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan agar keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk vektor serta kasus DBD. Hingga saat ini, sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan Gerakan 1R1J, namun masih terbatas pada beberapa kelurahan ataupun kecamatan dalam kabupaten tersebut. Untuk mengoptimalkan peran jumantik maka



diperlukan peningkatan peran



sebagai juru pembasmi jentik dengan istilah Juru Pembasmi Jentik (JURBASTIK).



3



Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program gerakan 1R1J. Hasil yang diharapkan adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan program 1R1J dengan partisipasi masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi transfer of ownershipdari program menjadi milik masyarakat. Penelitian ini direncanakan selama 2 tahun anggaran, kegiatan tahun pertama dibagi atas dua tahap, tahap pertama mengidentifikasi permasalahan program gerakan 1R1J yang sudah berjalan, tahap kedua pengembangan model implementasi 1R1J sesuai temuan di daerah/wilayah ( local specifik),



transfer of ownership dari program ke masyarakat,



sementara di tahun kedua adalah evaluasi model implementasi 1R1J. Metode penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control. Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental digunakan untuk mengetahui apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi anggota rumah tangga dalam program 1R1J. Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu data kasus DBD dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan),



dilanjutkan dengan



pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang meliputi : partisipasi anggota



rumah



tangga



dalam



pelaksanaan



program



1R1J,



dilanjutkan



denganpengukuran indeks entomologi (House Index, Container Index, Breuteu Index dan Angka Bebas Jentik). Hasil analisis data tersebut akan digunakan untuk merumuskan dan mengembangkan intervensi 1R1J secara local spesifik dan uji coba wilayah. Gambaran intervensi yang direncanakan dilakukan dengan metode PAR (Participatory Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan pertemuan/indept terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J



4



Tahun kedua direncanakan melakukan evaluasi hasil dari implementasi model intervensi pada setiap level program, tujuannya untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari intervensi yang telah dilakukan. Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa pengembangan model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam rangka mendukung upaya pengendalian vektor DBD. Sehingga dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien, efektif, dapat diterima oleh program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of ownership) Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan Loka Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-masing Balai/Loka. Balai Litbangkes Baturaja dengan wilayah penelitian Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan, Loka Litbangkes Ciamis yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Banten, Balai Litbangkes Banjarnegara, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Balai Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, Balai Litbangkes Donggala yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, Loka Litbangkes Waikabubak yaitu Provinsi Bali dan Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Timur danRiau



5. Latar Belakang 5.1.



Topik



Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue,ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Ae. albopictus(1). Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat(2) dan banyak menimbulkan kematian pada anak(3). Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %), DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD sudah menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah kabupaten/kota terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia (84,82%).Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi 5



lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut



(4)



.Pada saat ini, menurut data



Badan Kesehatan Dunia (WHO), Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis(5). Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-sepuluh tahunankarena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya(6). Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas. Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara keseluruhan tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata incidence rate (IR) adalah 49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun setiap tahunnya mengalami naik turun dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di Papua dan Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008 adalah 137.469 penderita (IR = 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912 penderita (IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010 menjadi 156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada tahun 2011 menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk). Jumlah kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per 100.000 penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000 penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000 penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per 100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per 100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000 penduduk)(7). Tabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam BerdarahDengue per Provinsi di Indonesia Tahun 2008 - 2017 No



Provinsi



Tahun 2008-2012



Tahun 2013-2017 6



Jumlah Tahun 2008-2017



Kasus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35



Jawa Barat Jawa Timur DKI Jakarta Jawa Tengah Bali Sumatera Utara Kalimantan Timur Banten Sulawesi Selatan Lampung DI Yogyakarta Sumatera Barat Kalimantan Barat Sumatera Selatan Aceh Riau Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Kepulauan Riau NTB Sulawesi Utara Kalimantan Tengah Sulawesi Tenggara Jambi Bengkulu NTT Kapulauan Babel Papua Sulawesi Barat Kalimantan Utara Gorontalo Maluku Utara Papua Barat Maluku Indonesia



120.470 75.539 88.988 68.549 29.407 28.774 21.299 19.846 14.885 15.086 11.272 11.875 13.733 10.633 11.680 7.451 8.743 4.770 7.171 4.900 6.778 5.341 3.271 3.550 2.856 3.992 1.983 1.144 1.122 965 1.210 1.030 124 608.437



Ratarata IR 55,98 40,20 199,14 41,32 167,60 44,08 133,64 41,58 37,61 41,93 65,43 50,33 64,21 29,03 52,43 27,49 67,39 26,01 90,50 23,12 58,29 49,28 30,02 22,62 32,82 16,72 32,72 13,21 20,36 19,40 23,95 34,93 1,63 51,54



Kasus 102.640 76.040 47.330 64.393 52.313 27.820 26.433 17.426 20.548 16.459 16.583 14.795 10.122 11.632 9.489 13.099 7.799 10.223 7.205 7.695 5.708 5.955 7.667 5.231 4.245 2.347 2.438 2.629 2.281 2.750 1.754 843 459 536 604.887



Ratarata IR 43,97 39,23 93,41 37,48 250,46 40,21 149,66 29,70 48,23 42,05 90,98 57,54 43,45 28,91 38,01 40,82 54,92 51,76 71,75 33,01 47,81 47,88 59,58 30,68 45,04 9,20 36,09 16,97 36,18 106,77 31,09 14,63 10,88 63,14 47,56



Ratarata IR 223.110 49,97 151.579 39,72 136.318 146,27 132.942 39,40 81.720 209,03 56.594 42,14 47.732 141,65 37.272 35,64 35.433 42,92 31.545 41,99 27.855 78,21 26.670 53,94 23.855 53,83 22.265 28,97 21.169 45,22 20.550 34,15 16.542 61,16 14.993 38,89 14.376 81,13 12.595 28,07 12.486 53,05 11.296 48,58 10.938 44,80 8.781 26,65 7.101 38,93 6.339 12,96 4.421 34,41 3.773 15,09 3.403 28,27 2.750 106,77 2.719 25,24 2.053 19,29 1.489 22,91 660 32,39 1.213.324 49,55 Kasus



Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017 Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus), Jawa Timur (151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942 kaus), Bali (81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur (47.732 kasus), Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung (31.545 kasus), DI Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus), Kalimantan Barat (23.855 kasus),



7



Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh (21.169 kasus). Sedangkan berdasarkan incidence rate, lima belas provinsi tertinggi berturutpturut adalah Bali (IR = 209,03 per 100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR = 146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan Timur (IR = 141,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun terakhir (IR = 106,77 per 100.000 penduduk), Kepulauan Riau



(IR = 81,13 per 100.000



penduduk), DI Yogyakarta (IR = 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR = 61,16 per 100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR = 53,94 per 100.000 penduduk), Kalimantan Barat (IR = 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR = 53,05 per 100.000 penduduk), Jawa Barat (IR = 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan Tengah (IR = 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR = 45,22 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tenggara (IR = 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Selatan (IR = 42,92 per 100.000 penduduk). Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi risiko tinggi apabila IR > 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang dan rendah yaitu, risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000 penduduk, dan risiko rendah apabila IR95% dengan mengajak seluruh masyarakat berperan aktif dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan perkembangan jentik 10



nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus cegah gigitan nyamuk(19). Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala keluarga / anggota keluarga /penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik Lingkungan adalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola TTU atau TTI untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, rumah sakit, sedangkan contoh TTU adalah pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata. Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik lingkungan (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. Sebagai pemantau dan pelaksana PSN, maka dibentuk juru pemantau dan pembasmi jentik yang disingkat Jumbastik yang merupakan penerapan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga, tempat-tempat umum (TTU) dan di tempat-tempat institusi (TTI) dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jumbastik terdiri dari Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik Lingkungan yaitu di TTU dan di TTI yang bertugas memantau dan memberantas nyamuk di TTU atau TTI masing-masing(20). Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan masyarakat dan terlibat



langsung



dalam



kegiatan



kemasyarakatan.Kader



kesehatan



seharusnya



mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar mereka mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik.Beberapa studi menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan perencanaan dan problem solving (kemampuan manajerial).Prinsip pemberdayaan kesehatan pada dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian dalam bertindak dan menentukan 11



keputusan yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga(21).Tugas Jumantik selain untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun tempat-tempat umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam PSN 3M plus yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI(22). 5.2.



Fokus penelitian



Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu factor risiko kesakitan DBD.Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, diharapkan adanya peningkatan peran jumantik menjadi jurbastik (Juru Pembasmi Jentik) sebagai upaya survailans dan pemberantasan vektorsecara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.



5.3.



Kajian pustaka



Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam berdarah dengue atau yang biasa disingkat DBD disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, melalui perantara nyamuk vektor Aedes sp. Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak selama 2 sampai 7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi virus dengue mengalami gejala mirip flu. Gambaran klinis demam berdarah bervariasi sesuai dengan usia pasien. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO. Pasien yang sudah terinfeksi virus dengue dapat menularkan kepada orang lain melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala pertama muncul (selama 4-5 hari; maksimal 12) (WHO, 2017b).



Epidemiologi DBD Dalam perjalanan penyakitnya, kasus DBD melibatkan 3 organisme utama yaitu virus dengue, nyamuk Aedes sp. dan manusia sebagai host. Secara alamiah, keberlangsungan ketiga kelompok organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik lingkungan fisik maupun biologi. Pola perilaku yang terjadi dan status ekologi dari 12



ketiga kelompok organisme tersebut dalam ruang dan waktu saling berkaitan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu lokasi dengan lokasi lainnya dan dari waktu ke waktu. Virus Dengue Virus dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, family Flaviviridae, terdiri dari 4 jenis serotype, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virionnya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Seseorang yang telah terinfeksi oleh serotipe tertentu maka pada masa pemulihan akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Namun, kekebalan silang terhadap serotipe lainnya setelah pemulihan hanya bersifat parsial dan sementara. Infeksi selanjutnya oleh serotipe lain dapat meningkatkan risiko demam berdarah yang lebih parah (WHO, 2017a). Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh lebih dari 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Den-3 merupakan serotipe virus yang dominan dan diketahui banyak menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes, 2004) dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul Den-2, Den-1, dan Den-4 (Ditjen-P2PL, 2013c). Vektor Demam Berdarah Dengue Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama yang menularkan virus dengue dari manusia penderita ke manusia lainnya melalui gigitan nyamuk Aedes betina infektif. Ae. aegypti berkembang biak di dalam rumah dan mampu menggigit siapapun sepanjang hari. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan hal ini dapat meningkatkan umur nyamuk (WHO, 2017b). Nyamuk betina bertelur di wadah air buatan seperti ban, kaleng, toples dan lain sebagainya. Media air diperlukan untuk tempat berkembang biak, sehingga puncak kepadatan nyamuk terjadi pada musim hujan. Pada musim hujan lebih banyak ditemukan wadah-wadah yang berubah fungsi menjadi tempat penampungan air, dan menjadi konsekuensi langsung meningkatnya jumlah kasus DBD. Nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan perkotaan dan merupakan vektor yang sangat kompetitif karena sifat antropofiliknya. Nyamuk Ae. aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan hampir di semua perkotaan dan pedesaan. Di wilayah Asia Tenggara, selain Ae aegypti juga dikenal Ae.



13



albopictus sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan virus dengue. Morfologi Nyamuk Ae. aegypti Nyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badannya, terutama pada kaki dan dikenaldari bentuk morfologi yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (Lyre form) ang putih pada punggungnya. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam besisik putih perak. Oksiput brsisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik putih pada permukaan posterior dan setengan basal, anterior dan tengah bersisik putih memanjang. Tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen basal kesatu sampai keempat dan kelima berwarna puih. Sayap brukuran 2,5 – 3,0 mm bersisik hitam. Nyamuk Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Ae. aegypti, yaitu mempuyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian dadanya, tetapi pada thra\oax yaitu bagian mesotonumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan tebal) yang dibentuk oleh sisk sisik putih berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara Timur, walaupun mempunyai kebiasaan bertelur ditempat-empat yang alami di rimba dan hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur dalam jumlah banyak disekitar tempat pemukiman penduduk di daerah perkotaan.vii Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti Nyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1 – 2 hari setelah terendam dengan air. Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5 – 15 hari, dalam keadaan normal berlangsung 9 – 10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2 hari, kemudian selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus berikutnya. Dalam suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu sedikitnya 9 hari. Nyamuk



Aedes albopictus



dalam



berkembang



biaknya juga mengalami



metamorfosis sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga dewasa adalah 7 -14 hari denngan tiap-tiap fase : telur – jentik : 1 – 2 hari, jentik – kepompong 7 – 9 hari dan kepompong – dewasa 2 – 3 hari. Antara nyamuk Ae aegypti dan Aedes albopictus lama siklushidupnya tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup nyamuk Ae. aegyptiadalah sebagai berikut : 14



Nyamuk dewasa betina



Pupa 2 - 4 hari



Telur 1 – 2 hari



Jentik/larva 7 – 9 hari



Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti



Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : a. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA) Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir seperti bak mandi, bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain. b. Bukan tempat penampungan air (non TPA) Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban, kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain. c. Tempat perindukan alami. Bukan tempat penampungan air teapi secara alami dapat menjadi tempat penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang berisi air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air. Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk didapatkan bahwa :9 1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non alami 2) Jenir kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan kontainer semen, kaca/gelas, alumunium dan plastik 3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih disukai sebagai tempat berkembang biak. 15



4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin banyak didapatkan larva. Habitat nyamuk Vektor Habitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor, terdapat 2 macam lingkungan yaitu lingkungan fisik dan biologi. a. Lingkungan fisik Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer, ketinggian tempat dan iklm. 1) Jarak antara rumah Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut tidak disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi peruamahan yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit. 2) Macam kontainer Termasuk macam kontainer dsini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan temat bertelur. 3) Ketinggian tempat Pengaruhvariasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae aegypti dan Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut 4) Iklim Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari: suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin a) Suhu udara Nyamuk



dapat



bertahan



hidup



pada



suhu



rendah,



tetapi



metabolismenyamenurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 350c juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250 c – 270 c. pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100 C atau lebih dari 400 C. 16



b) Kelembaban nisbi Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang memungkinkan berkembangbiaknya uman atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40% - 70%. Untuk mengukur kelembaban udara digunakan hidrometer, yang dilengkapi dengan jarum penunjuk angka relatif kelembaban.9 c) Curah hujan Hujanberpengaruh terhadap kelembaban nisbi udara dan tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak. d) Kecepatan angin Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk. Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor penyakit, mengingat keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan dilakukan pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembaban udara. b. Lingkungan Biologi Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembangannya mengalami metamorfosis lengkap yaitu mulai dari telur-larva-pupa-dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran lebih kurang 50 mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila terdapat dalam air dengan suhu 20-40 oC akan menetas menjadi larva instar 1 akan berkembang terus menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk



dewasa memerlukan waku antara 2-3 hari.



Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berturut-turut pada bejana yang terbuat dari metal, tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biolog yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi



kelembaban



dan



pencahayaan



didalam



rumah.



Adanya



kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.



c. Lingkungan Sosial Kebiasaan



masyarakat



yang



merugikan



kesehatan



dan



kurang



memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, 17



kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga pastisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di dalam masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam tandon bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti. Faktor Risiko Transmisi Demam Berdarah Dengue Transmisi DBD disebabkan adanya interaksi antara virus, nyamuk vektor, manusia, dan faktor lingkungan (Guzman & Harris, 2015). Berbagai tindakan pencegahan dan pengendalian vektor DBD sudah banyak dilakukan, namun belum menunjukkan hasil yang optimal. Upaya mengidentifikasi faktor risiko lokal sangat penting dalam memastikan tindakan pencegahan ditargetkan secara efisien. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain :



a. Virus Dengue Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa virus Dengue terdiri dari empat jenis serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Seseorang yang terinfeksi satu jenis serotipe Dengue akan memberikan kekebalan terhadap serotipe tersebut, namun tidak untuk serotipe lainnya. Sebagian besar kasus DBD/Dengue Syock Syndrom (DSS) terjadi pada penderita yang mengalami infeksi sekunder Dengue. Faktor virulensi virus Dengue berperan penting dalam patogenitas DBD/DSS (McBridea & Ohmann, 2000).



b. Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan oleh virus Dengue melalui perantara nyamuk Aedes. Kemampuan nyamuk menjadi vektor penyakit berkaitan dengan kepadatan populasi dan aktivitas nyamuk menghisap darah inang (host) (Syahribulan et al., 2012). Sesudah melakukan kegiatan mencari darah host, nyamuk memerlukan tempat beristirahat. Nyamuk beristirahat pada tempat-tempat yang sepi, gelap, dingin, dan basah (Sumantri, 2015). Beberapa penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan restingplace di dalam dan diluar rumah dengan kejadian DBD (Rianasari et al., 2016; Salawati, Astuti, & Nurdiana, 2010). Aktivitas menghisap darah oleh nyamuk betina diperlukan untuk proses pematangan telur demi kelanjutan generasi nyamuk selanjutnya. Nyamuk Aedes memiliki kemampuan terbang dengan jarak 40-100 m (Ditjen-P2MPL, 1999). Oleh karena itu pemeriksaan 18



lingkungan dengan radius tersebut penting diketahui dengan tujuan menentukan luas wilayah pengendalian vektor untuk melindungi penduduk dari transmisi penyakit (Sumantri, 2015). Kepadatan populasi nyamuk Aedes yang diukur melalui kepadatan larva dan jumlah kontainer sangat nyata pengaruhnya terhadap kasus penularan DBD (Suwarja, 2007). Dalam program pengendalian DBD, survey larva yang biasanya dilakukan adalah dengan cara visual. Cara tersebut bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya larva pada setiap TPA yang diperiksa. Indeks entomologi yang umum digunakan untuk pemantauan tingkat kepadatan larva nyamuk Aedes, yaitu House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau Index (BI) (WHO, 2011).



5.4. Perumusan masalah Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu factor risiko kesakitan DBD.Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, diharapkan adanya upaya survailans dan pemberantasan vektor serta pelaporan kasus DBD secara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.



5.5.Pertanyaan penelitian 1. Apakah Definisi Operasional (DO) Program Gerakan 1R1J disemua tingkatan sudah sama dan tepat ? 2. Bagaimana pelaksanaan 1R1J di tingkat Provinsi, Kabupaten, Puskesmas dan di masyarakat ? 3. Apakah



sinkronisasi



kegiatan



antar



program



sudahberjalan/terkoordinasi(Surveilans, pemberantasan vektor dan Program Pengendalian Penyakit)? 4. Apakah surveilans vektor disemua tingkatan sudah dilakukan dengan sesuai SOP? 5. Apakah pelaksanaan Program Gerakan 1R1J sudah berjalan dimasyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan? 19



6. Apakah sudah ada sistem pelaporan secara cepat? 7. Bagaimana analisis hasil pelaksanaan 1R1J? 7.6. Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol” 6. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan jurbastik agar derajat kesehatan masyarakat meningkat. Tujuan khusus : 1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah 2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat di masyarakat (Rumah tangga) 3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat – petugas kesehatan dan tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya 4. Memperkuat sumber daya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran komunikasi setempat dalam rangka menanggulangi DBD melalui kegiatan 1R1J dengan peran sebagai jurbastik 5. Pengembangan aplikasi daring dalam sistem pelaporan program Jurbastik



6.



Manfaat Penelitian



Sebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model



penerapan program



Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai jurbastikdalam upaya pemberantasan DBD



7. Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada yang tidak diberi perlakuan”



20



8. Metode Penelitian 8.1.



Kerangka teori dan Kerangka Konsep



Iklim -



Lingkungan



Curah hujan Suhu Kelembaban



-



Virus Dengue Serotipe virus dengue



Intensitas cahaya Keberadaan, rimbunan dan tinggi tanaman Tempat Penampungan Air (TPA) Kepadatan penduduk



Nyamuk Aedes sp -



Kepadatan nyamuk Kepadatan jentik Tempat perkembangbiakan Kesenangan menggigit(feeding habits) Keberadaan resting places Jarak terbang (flight range)



Penduduk -



-



Umur Jenis kelamin Status gizi Imunitas Pendidikan Perilaku PSN (menguras, menutup, memanfaatkan barang bekas, menabur larvasida, menggunakan anti nyamuk, memelihara predator larva, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur ventilasi rumah, menghindari menggantung pakaian)



Transmisi DBD



Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : Guzman & Haris, 2015, McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al., 2012; Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016; Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al 2013.



21



Kerangka konsep penelitian



Pre intervensi



Post Intervensi



Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian



Berdasarkan kerangka konsep penelitian, bahwa output yang diharapkan adalah ABJ lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini adalah angka capaian yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan indikator capaian 1R1J. Disain Dalam penelitian ini adalah quasi experimental with control, dengan mengukur variabel-vriabel sebelum dan setelah intervensi. Pengumpulan data Dilakukan dengan mix methode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Untuk mendapatkan angka tersebut diperlukan beberapa indicator yang harus diukur. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan kepada petugas kesehatandan masyarakat untuk mengetahui Pengetahuan, Sikap dan perilaku terhadap program gerakan 1R1J. Pengukuran indeks entomologi (HI, CI, BI) dan ABJ. Sedangkan pengumpulan data kualittif dilakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah, 22



pemegang program, Petugas Puskesmas, Kader dll, diantaranya penggalian informasi terkait adanya SK 1R1J, Norma Standart Pedoman dan Kriteria (NSPK), Pelaksanaan PSN, Petunjuk teknis IRIJ, SOP dan sistem penganggaran.Pada penelitian ini model intervensi yang dilakukan adalah peningkatan fungsi Jumantik menjadi JURBASTIK (juru pembasmi jentik) pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Metode yang digunakan dengan pendekatan metode PAR (Participating Active Research) yaitu berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat itu sendiri dimana dilakukan pelatihan dan pendampingan sehingga dapat mengatasi masalah di wilayahnya.



Variabel terikat : Nilai ABJ > 95% Variabel bebas : 



Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J







Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp



8.2.



Tempat dan Waktu Penelitian



Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019 di 11 Provinsi yang merupakan wilayah dengan kasus DBD tertinggi dan telah dilakukan sosialisasi oleh program mengenai 1R1J. Penelitian ini merupakan penelitian Multi center yaitu antara Pusat Penelitian Upaya Kesehatan Masyarakat dengan 7 Balai/Loka ampuan,



penentuan wilayah penelitian



berdasarkan pada wilayah kerja Satker dan memiliki angka Incidence Rate (IR) yang tinggi tahun 2017, serta telah melakukan program 1R1J. Wilayah penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Balai Litbangkes Baturaja Loka Litbang Pangandaran Balai Litbangkes Banjarnegara Balai Litbangkes Tanah Bumbu Balai Litbangkes Donggala Loka Litbang Waikabubak Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat



: Jambi dan Sumatera Selatan : Banten dan Subang : Kalimantan Barat : Kalimantan Timur : Sulawesi Tengah : Bali : Jawa Timur dan Riau



23



8.3.



Hipotesis



Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J (Jurbastik) pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada non perlakuanl”



8.4.



Definisi Operasional variabel



Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah lingkungan desa/kelurahan 1R1J adalah : Suatu program gerakan satu rumah satu jumantik dimasyarakat, dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia



8.5.



Disain penelitian



Desain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk mengetahui apakah model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh terhadap partisipasi anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba dengan perlakuan dan kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama



8.6.



Populasi dan sampel



Populasi Populasi



dalam



penelitian



ini



adalah



anggota



masyarakat



yang



menempati



rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian yang berada di Kabupaten/kota terpilih saat pelaksanaan penelitian



Sampel Sampel



dalam



penelitian



ini



adalah



penghuni



rumah/bangunan



yang



ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan, sampel berasal dari semua rumah/bangunandi lingkungan RW lokasi penelitian.



Besar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi (Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :



24



Keterangan : n



: Besar sampel minimal



Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96 Z 1-ᵦ



: Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28



α



: Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05







: Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05



P1



:Proporsi keberadaan larva Aedesdi daerah kasus DBD di Lombok sebagai



daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015) P2 0,27 P



: Proporsi keberadaan larva Aedesdi daerah kontrol diperoleh dari 0,47 – 0,2 =



: Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggap perbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)



Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 134 responden ditambahkan 10% didapatkan 147 responden dan dibulatkan menjadi 150 untuk kelompok intervensi dan 150 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah total sampel adalah 300 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling), dengan tahapan sebagai berikut : Di masing-masing provinsi akan ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten/kota akan ditentukan 1 kecamatan dengan kasus DBD tertinggi tahun 2017 dan telah dilakukan sosialisasi gerakan 1R1J sebagai lokasi penelitian. Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi menjadi dua kategori yaitu kecamatan sebagai lokasi intervensi dan 1 kecamatan sebagai kontrol, dan



di



masing-masing kecamatan terpilih, ditentukan 1 unit lokasi penelitian yaitu adalah RW atau kampung yang mencukupi sampel minimal. Penentuan rumah yang disurvei dilakukan secara random sampling



8.7.



Kriteria Inklusi dan Eksklusi



Kriteria inklusi a. Kabupaten telah melakukan gerakan 1R1J (SK) thn 2015-2017 b. Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga c. Bersedia ikut serta dalam penelitian. d. Terdapat anggota keluarga dewasa yang ada di rumah tangga. e. Semua tempat-tempat umum yang terdapat dilingkungan RT setempat 25



Kriteria eksklusi a. Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos). b. Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.



8.8.



Instrumen Pengumpulan Data



8.8.1. Data pre (sebelum intervensi) Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi sebagai baseline data pada seluruh wilayah yang terpilih sebagai daerah penelitian baik daerah



intervensi



maupun



kontrol.



Pada



daerah



kontrol



dilakukan



sosialisasisesuai dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit Arbovirosis) namun tidak dilakukan pendampingan seperti yang dilakukan pada daerah intervensi. Data yang dikumpulkan meliputi : a. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat  



 b.



Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat    



c.



Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur. Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan atau kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan kasus DBD serta pelaksanaan pengendalian vektor. Hasil wawancara ditulis pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.



Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah. Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat catatannya. Bagaimana tindakan selanjutnya? Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.



Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp   



Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada pre dan post. Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi air di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dicatat pada format pengumpulan data. Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format isian dan kuesioner.



26



8.8.2. Intervensi Pada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik



Rumah



dan



Jumantik



Lingkungan



oleh



kader/Koordinator



Jumantik,Metode intervensi yang dilakukan adalah dengan pendekatan metode Participatory Active Research(PAR ), cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan pada keinginan dan kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada „proses‟ mengetahui pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan masyarakat setempat di semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996),yaitu menerapkan model intervensi berdasarkan lokal spesifik ke daerahan. Adapun tahapan penelitian sebagai berikut : a.



Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor. Akan dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader yang akan direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi intervensi penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk membina maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang direkrut berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya.Selanjutnya



di



masing-masing



RW



akan



direkrut



seorang



Supervisor Jumantik yang merupakan anggota Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus DBD serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti. c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J. Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator,



27



supervisor, Puskesmas, sampai ke pemegang program di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/kota d. Sosialisasi RW Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan DBD di wilayah RW lokasi intervensi dan wilayah kontrol penelitian serta penyebabnya berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan perwakilan masyarakat di daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD untuk mencari solusi bersama. Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dariwarga berkaitan dengan surveilans vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor secara bersama-sama. Selain itu juga akan dilakukan pembentukan Jumantik di setiap rumah yang bertugas mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-masing serta bertanggungjawab pada pemberantasannya. e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim peneliti Setiap bulan, selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh kader terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor DBD, active case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan oleh lintas sector kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap bulan.Selama periode pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja kader keadaan lingkungan oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan kecamatan.



f. Pembuatan buku saku. Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor, maka akan dibuat buku saku yang berisi : Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara melakukan pengendalian jentik, dengan PSN Buku saku tersebut akan dibagikan kepada lintas sektoral tingkat kota dan kecamatan, kader kesehatan serta warga masyarakat binaan. 8.8.3. Kontrol Pada wilayah kontrol dilakukan sosialisasi 1R1J yang selama ini dilakukan oleh program DBD yaitu sebelum dan setelah sosialisasi, dilakukan juga pengukuran untuk mengetahui PSP dan survei vektor 28



8.9. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Data 8.9.1. Bahan Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif :



Alat tulis, pedoman



panduan wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner, recorder, alat tulis, map plastik, flash disk Pengumpulan data vektor : Senter, pipet plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan, selang, formulir, alat tulis



8.9.2. Cara Pengumpulan Data 



Penentuan lokasi penelitian Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P. Untuk



selanjutnya



tim



peneliti



Provinsi/kabupaten/kota dan



bekerjasama



puskesmas



dengan



Dinas



setempat untuk



Kesehatan



menentukan 2



RT/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah perlakuan dan kontrol.



Setelah lokasi penelitian diperoleh,ditentukan pemilihan



secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol. Selain itu juga akan dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah kabupaten/kota setempat 



Pengumpulan data sekunder Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain, mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai ABJ, sumber dana 1R1J. Selain itu dilakukan juga rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan petugas survei : a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala Desa/Lurah/Ketua RW. b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan pada 2 kecamatan di setiap kabupaten/kota, masing-masing sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Setiap kecamatan dipilih 1 RW sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Di masing-



29



masing RW akan direkrut 40 orang Koordinator Jumantik yang merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari masing-masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota akan direkrut 80 orang per provinsi. c. Petugas survai atau enumerator adalah peneliti dan jika jumlah peneliti tidak memadai maka direkrut beberapa orang yang di rekrut dan dilatih. Di setiap kabupaten/kota dibutuhkan petugas survai masing-masing 4 orang per provinsi.  Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei Setelah dilakukan rekrutmen, selanjutnya akan dilakukan pelatihan bagi petugas survai, Koordinator Jumantik serta Supervisor Jumantik. Pelatihan akan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta latih 40 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5 orang petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan lintas sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.  Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi (TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi akan dilakukan oleh kader yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding akan dilakukan oleh petugas Puskesmas setempat. 



Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi) Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, kabupaten, puskesmas, tokoh masyarakat dan kader.Beberapa pertanyaan diantaranya adalah : -







Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, puskesmas maupun masyarakat Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, puskesmas maupun masyarakat, Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J, Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat Berapa nilai ABJ di wilayahnya dsb...



Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi) Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J 30



Wawancara



dilakukan



kepada



penghuni



yang



ditunjuk/bertanggungjawab



melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum pelaksanaan wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan wawancara. Responden diminta untuk membaca dan menandatangani formulir PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran). Beberapa pertanyaan diantaranya: 



Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik? Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh jumantik keluarga? Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga Dsb



Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi) Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik . Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik. Survei jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi maupun kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun tempat yang berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti. Di setiap rumah sampel akan dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.







Pengamatan dan Pembinaan Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi tingkat RW, akan dilakukan pengamatan dan pembinaan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam sosialisasi tingkat RW. Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh Koordinator Jumantik, Supervisor



Jumantik,



lintas



sektoral



tingkat



kecamatan



dan



tingkat



kabupaten/kota, serta tim peneliti. Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek keberadaan larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta yang sakit DBD [ada masa pengamatan. Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan individu sesuai dengan



31



keadaan hasil pengawasan. Pembinaan dilakukan selama 5 bulan bulan berturutturut. 



Post (sesudah intervensi). Setelah selesai 5 bulan pembinaan di 4 daerah perlakuan, pada bulan ke tujuh dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang sama dengan pengumpulan data sebelum intervensi. Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti kegiatan sebelum intervensi



8.10. Pengolahan dan Analisis Data 8.10.1. Manajemen Data Data hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik dientri pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.



8.10.2. Analisis Data Data terkumpul pada kegiatan pre dan post, akan dianalisis sesuai dengan kebutuhan masing-masing jenis survai yang dilakukan. Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan data, yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah penelitian. a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. i. Pembobotan Setiap jawaban benar dari setiap responden pada item pertanyaan pengetahuan, sikap dan perilaku masing-masing diberi nilai 1, apabila salah diberi nilai 0. Selanjutnya, angka jawaban dikali dengan pembobotan, yaitu jawaban pada item pengetahuan diberi pembobotan 1, item sikap diberi pembobotan 2, dan item perilaku diberi pembobotan 3. ii. Status PSP Nilai hasil pembobotan pada pertanyaan item pengetahuan, item sikap dan item perilaku selanjutnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimal yaitu nilai apabila jawaban betul semua. Dari hasil perbandingan ini dapat ditentukan status PSP setiap responden, yaitu status BAIK apabila nilainya >80% dibandingkan nilai maksimal, dan status BURUK apabila nilainya 20 kali, statusnya dilaksanakan terus menerus, dan apabila jumlahnya =10% luas lantai; 2=Ada, luasnya