Laporan Apus Darah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK PEMBUATAN PREPARAT APUS DARAH Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Mikroteknik Dosen pengampu Dra. Ely Rudyatmi,M.Si



Disusun oleh Raharja Kuncara



4411414006



Rombel 1



JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PEMBUATAN PREPARAT APUS DARAH



A. Tujuan 1. Membuat preparat apus darah manusia dengan metode apus dan metode pewarnaan Romanowski. 2. Menganalisis hasil pembuatan preparat apus darah manusia dengan metode apus dan metode pewarnaan Romanowski. B. Landasan Teori Darah adalah suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya darah terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah manusia bisa dijadikan suatu preparat untuk diamati, prosedur yang paling sering dilakukan dalam pembuatan preparat atau jaringan sediaan histology atau irisan jaringan yang dapat dipelajari dengan bantuan mikroskop cahaya. Di bawah mikroskop cahaya, jaringan diamati melalui berkas cahaya yang menembus jaringan. Karena jaringan dan organ biasanya terlalu tebal untuk ditembus cahaya, jaringan tersebut harus diiris menjadi lembaran-lembaran tipis yang translusendan kemudian diletakkan diatas kaca objek sebelum jaringan tersebut diperiksa (Mescher, 2012). Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan trombosit. Plasma darah mengandung sekitar 90% air dan berbagai zat terlarut / tersuspensi di dalamnya (Isnaeni, 2006). Jenis sel darah: 1. Eritrosit, berbentuk sebagai cakram bulat bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 µm tanpa memiliki inti. 2. Leukosit, mempunyai fungsi utama dalam sistem pertahanan. Berdasarkan ada tidaknya a. 1) 2) 3) b. 1) 2) 3.



butir-butir dalam sitoplasma dibedakan: Granulosit yaitu adanya butir-butir spesifik yang mengikat zat warna dalam sitoplasma. Neutrofil, berlobus berjumlah 2-5 lobi atau lebih, berwarna biru atau ungu. Eosinofil, inti terdiri atas 2 lobi, berwarna merah atau orange. Basofil, separuh sel dipenuhi inti, berwarna biru tua dan kasar memenuhi sitoplasma. Agranulosit, tidak mempunyai butir-butir spesifik Limfosit, inti gelap berwarna ungu Monosit, inti berbentuk oval seperti tapal kuda. Trombosit, berbentuk seperti kepingan-kepingan sitoplasma berukuran 2-5µm (Subowo, 2002). Preparat apus/oles/smear adalah prearat yang proses pembuatannya dengan metode



apus/oles/smear, yaitu dengan cara mengapuskan atau membuat lapisan tipis/film suatu bahan yang berupa cairan/bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas lemak, selanjutnya difiksasi,



diwarnai, dan ditutup dengan gelas penutup untuk diamati di bawah mikroskop. Tujuan pembuatan preparat ini selain untuk melihat struktur sel penyusun cairan juga untuk mengetahui berbagai parasit yang biasanya berhubungan dengan diagnosis suatu penyakit (Rudyatmi, 2016).



Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup (Handari, 2003). Untuk melihat struktur sel darah dengan menggunakan mikroskop cahaya pada umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini tidak saja untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi juga dapat digunakan untuk menghitung perbandingan antara masing-masing jenis sel darah (Subowo, 2002). Pada masa kini sering digunakan pewarnaan metoda Giemsa dan Wright yang merupakan modifikasi metoda Romanowsky. Pada dasarnya bahan pewarna selalu terdiri atas zat warna basa dan zat warna asam (Subowo, 2002). Pewarna giemsa sebagai pewarna yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan apus, agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, selsel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Giemsa ini memberikan warna biru (Mescher, 2012). C. Cara Kerja Gelas benda dan jarum franke disterilkan dengan alkohol 70%. Ujung jari kiri bagian



tengah/manis disiapkan dengan dikibas-kibaskan ke arah kaki dan diurut dengan tangan kanan kearah ujung jari. Ujung jari disterilkan dengan alcohol 70% lalu ujung jari ditusuk dengan bantuan jarum franke pen dan darah dikeluarkan. Tetesan darah pertama diusap dengan kapas beralkohol dan tetesan berikutnya diteteskan pada gelas benda A yang bebas lemak pada posisi 0,5 cm dari tepi kanan gelas benda A. Gelas benda B yang sisi pendeknya rata diambil dan ditegakkan di sebelah kiri tetesan darah dengan kemiringan gelas benda B sebesar 45º, dengan hati-hati gelas benda B ditarik dengan hati-hati kearah tetesan darah (ke kanan) sehingga terjadi kapilaritas dan tetesan darah merata di ujung sisi pendek gelas benda B. Dorong gelas benda B kearah kiri gelas benda A dengan kuat dan kecepatan yang konstan, sehingga terbentuk film darah yang baik (tipis dan rata). Film darah yang terbentuk dikering anginkan pada rak pewarnaan yang datar dan bersih. Film darah yang telah kering, semua permukaannya difiksasi dengan fiksatif metil alcohol, lalu dikeringanginkan sampai kering



dan semua permukaan film darah diwarnai dengan ditetesi zat warna giemsa 3% dan dikeringanginkan sampai kering. Film darah dicuci dengan aquades dingin yang sebelumnya telah dididihkan. Label dilekatkan pada ujung kanan gelas benda dengan posisi memanjang. Preparat diamati dengan perbesaran kuat, difoto dan dianalisis hasilnya (30 menit). D. Hasil Pengamatan



Eritrosit



Leukosit



Trombosit Perbesaran 40 x 10 = 400



Berdasarkan pengamatan terlihat bentuk eritrosit cakram bikonkaf, ditemukan neutrophil dan monosit. Sel darah masih terlihat bergerombol dan saling bertumbuk, hasil apus darah cukup jelas untuk diamati. E. Pembahasan Praktikum pembuatan apusan darah manusia ini menggunakan metode apus/ smear/oles dan darah yang digunakan adalah darah manusia. Berdasarkan foto dari hasil pengamatan preparat apus darah manusia dengan pewarnaan Giemsa, diketahui bahwa preparat secara fisik cukup baik, bersih, dan terwarna. Dapat terlihat adanya eritrosit dalam jumlah banyak selain itu juga terlihat neutrofil dan monocyt. Eritrosit teramati terwarna dengan baik. Eritrosit berbentuk bulat, dengan bentuk seperti cekungan (cakram) pada sisi dalam (tengah) dan tak berinti. Leukosit juga terwarna dengan baik, dengan menunjukkan sel yang memiliki inti dan berwarna ungu. Warna ungu



disebabkan oleh inti leukosit yang basa sehingga mudah menyerap zat warna giemsa. Leukosit yang paling banyak dijumpai ialah neutrofil dengan persentase mencapai 50-70% dan monosit berkisar antara 10-15%, serta sedikit eosinofil dengan presentase kurang dari 5%.



neutrofil memang. Preparat tampak rapat namun sel-selnya kurang dapat teramati



dengan baik karena bertumpuk, hal tersebut menunjukkan bahwa apusan masih terlalu tebal. Tahapan-tahapan dalam pembuatan preparat antara lain pengambilan sampel darah, pembuatan film darah, pengeringan, fiksasi, pengeringan, pewarnaan, pencucian, dan pelabelan. Setiap tahapan mempunyai fungsi dan maksud yang berbeda-beda. Pengambilan sampel darah yaitu mengambil darah probandus dengan bantuan jarum franke pen, kemudian pembuatan film darah untuk membuat hasil apusan darah. Apusan darah harus setipis mungkin agar dapat diamati dan sel darah tidak saling menumpuk. Pengeringan dilakukan dengan bantuan kipas angin, hal ini dimaksudkan agar darah hasil apusan cepat kering sehingga ketika dilakukan fiksasi tidak luntur. Fiksasi bertujuan agar elemen-elemen sel mati tetapi tetap mempertahankan bentuk, struktur, maupun ukurannya. Fungsi utama fiksasi yaitu untuk mempertahankan struktur sel darah yang dijadikan obyek, mengubah indeks bias sel darah agar mudah diamati, dan mengubah sel agar mudah menyerap zat warna. Pengeringan dilakukan agar sel terfiksasi dengan sempurna, fiksatif yang tersisa menguap dan hasil apusan tetap kering dan tidak luntur ketika diwarnai. Pewarnaan menggunakan Giemsa yang terdiri atas methylen blue dan eosin yang memberi warna biru pada inti sel. Kemudian dilakukan pengeringan agar warna menempel sempurna dan pencucian dilakukan agar zat warna yang tidak mewarnai sel larut terbawa aliran air. Digunakan akuades steril agar tidak ada mikroorganisme lain yang menempel pada apus darah, karena ketika dilakukan pengamatan dapat terjadi kesalahan analisis. Preparat apus darah sebaiknya setipis mungkin agar leukosit dan eritrosit dapat diamati dengan jelas dan sel tidak menumpuk. Hal-hal yang mempengaruhi hasil dari preparat apus darah antara lain: 1. Kondisi gelas benda 2. Kemiringan gelas benda penggeser darah dan kecepatan menggeser mempengaruhi ketebalan sediaan. 3. Ada tidaknya lemak dalam gelas benda. Ciri-ciri apusan yang baik antara lain: 1. Sediaan tidak melebar sampai tepi gelas benda



2. Pada sediaan harus ada bagian yang cukup tipis untuk diamati. Pada bagian itu eritrosit tidak menumpuk dan tidak menyusun gumpalan roleaux 3. Ujung preparat tidak boleh seperti bendera sobek 4. Preparat apus harus rata, tidak boleh ada garis-garis atau berlubang F. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Preparat apus darah manusia dapat dibuat dengan metode apus dan metode pewarnaan Romanowski. 2. Hasil preparat membedakan eritrosit yang terwarnai giemsa dengan jelas pada bagian tepi dan tidak terwarnai pada bagian cekung, leukosit yang ditemukan adalah neutrofil dan monocyt. G. Saran 1. Untuk mengapus agar dilakukan setipis mungkin sehingga preparat tidak terlalu tebal dan sel tidak menumpukt. 2. Untuk pewarnaan giemsa pastikan giemsa yang dipakai masih bagus (belum rusak atau terkontaminasi) sehingga mewarnai dengan baik.



Daftar Pustaka Mescher, Anthony L, 2012. Histologi Dasar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Handari, S. Suntoro. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhatara Karya Aksara Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius Rudyatmi, Ely. 2016. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA Unnes. Subowo. 2002. Histologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara