Laporan Bahan Pangan Nabati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan ragam kuliner nusantara. Setiap daerah memiliki makanan khas tersendiri. Banyak sekali berbagai macam olahan kuliner lokal yang ada di indonesia. Bahkan makanan tradisional di indonesia sampai dikenal di luar negeri. Makanan tradisional atau sering disebut sebagai jajanan pasar yang dulu menjadi primadona dimata masyarakat namun sekarang sulit ditemukan lagi karena adanya perkembangan jaman yang menyediakan makanan siap saji. Salah satu makanan tradisional asli indonesia yang saat ini masih banyak di jumpai adalah cireng. Cireng merupakan makanan ringan yang berasal dari sunda yang dibuat dengan cara menggoreng adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung tapioka. Makanan ini sangat popular pada tahun 90-an. Saat ini banyak sekali inovasi cireng yang dijual mulai dari variasi bentuk, warna dan rasa sehingga menambah nilai tersendiri pada cireng yang dapat menarik para peminat makanan ini. Cireng termasuk salah satu jenis kue gorengan, dimana adonan dibentuk dan digoreng dengan teknik pemasakan panas minyak dan umumnya pada saat proses penggorengan menggunakan minyak yang banyak serta membutukan api yang besar dan setelah cireng setengah kering api perlu dikurangi agar cireng tetap kering dengan warna yang tidak tua atau kegosongan (Realita dan Kristiastuti, 2014). Cireng terbuat dari bahan dasar tepung tapioka dengan tambahan bumbu lain seperti merica, garam, bawang putih, daun bawang dan air. Cireng umumnya memiliki tekstur yang kenyal dan gurih serta rasa yang enak. Dalam proses pembuatan cireng, komposisi bahan yang digunakan dapat mempengaruhi tekstur dan rasa cireng yang dihasilkan. Perbedaan bahan yang digunakan dapat mempengaruhi aroma, tekstur, warna dan rasa dari cireng yang dihasilkan (Soesilo, 2012). Pada dasarnya, proses pembuatan cireng tidak terlalu sulit, dan tidak memerlukan teknologi yang cukup rumit. Hanya saja memerlukan keahlian membentuk adonan cireng. Jika terjadi kesalahan dalam membentuk adonan,



tekstur yang dihasilkan akan semakin keras, dan cita rasa cireng yang dihasilkan juga jauh berbeda dengan cireng pada umunya. Oleh karena itu, dilakukan praktikum pembuatan cireng dengan komposisi bahan yang berbeda sehingga dapat diketahui karakteristik dari cireng yang dihasilkan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini, yaitu : 1. Mengetahui proses pengolahan cireng. 2. Mengetahui pengaruh pemberian santan dan susu terhadap karakteristik fisik dan sensoris cireng.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Cireng Cireng merupakan makanan ringan yang berasal dari sunda yang dibuat dengan cara menggoreng adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung tapioka. Makanan ini sangat popular pada tahun 90-an. Saat ini banyak sekali inovasi cireng yang dijual mulai dari variasi bentuk, warna dan rasa sehingga menambah nilai tersendiri pada cireng yang dapat menarik para peminat makanan ini. Cireng termasuk salah satu jenis kue gorengan, dimana adonan dibentuk dan digoreng dengan teknik pemasakan panas minyak dan umumnya pada saat proses penggorengan menggunakan minyak yang banyak serta membutukan api yang besar dan setelah cireng setengah kering api perlu dikurangi agar cireng tetap kering dengan warna yang tidak tua atau kegosongan (Realita dan Kristiastuti, 2014). Cireng terbuat dari bahan dasar tepung tapioka dengan tambahan bumbu lain seperti merica, garam, bawang putih, daun bawang dan air. Cireng umumnya memiliki tekstur yang kenyal dan gurih serta rasa yang enak. Dalam proses pembuatan cireng, komposisi bahan yang digunakan dapat mempengaruhi tekstur dan rasa cireng yang dihasilkan. Perbedaan bahan yang digunakan dapat mempengaruhi aroma, tekstur, warna dan rasa dari cireng yang dihasilkan (Soesilo, 2012). 2.2 Bahan Yang Digunakan Cireng terbuat dari bahan dasar tepung tapioka dengan campuran bahanbahan lainnya diantaranya adalah bawang putih, merica, garam, daun bawang, air, santan dan susu. 1. Tepung tapioka Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang melaui proses pengeringan dan penghalusan (Lies Suprapti, 2005). Tepung tapioka akan bersifat sebagai pengikat jika dicampur dengan air. Warna tepung tapioka berwarna putih, daya rekat tapioka tinggi. Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.



Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan pada produk pangan (Winarno, 2004). Tepung tapioka juga merupakan salah satu jenis pengikat yang termasuk dalam golongan dextrin. Dextrin merupakan salah satu jenis dari golongan karbohidrat yang memiliki formulasi yang mirip dengan tepung kanji (tapioka) namun memiliki susunan molekul yang lebih kecil dan lebih komplek tepung tapioka juga termasuk jenis selulosa (karbohidrat rantai panjang), dimana unsur yang dominan dalam karbohidrat adalah unsur karbon, hidrogen dan oksigen (Robet asnawi, 2003). Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan tapioca juga banyak dipakai sebagai campuran pakan atau makanan ternak (Lies Suprapti, 2005). 2. Bawang putih Bawang putih merupakan jenis bawang-bawangan yang berwarna putih atau kuning. Bawang putih dilapisi dengan kulit yang keras. Bawang putih berbentuk umbi yang utuh. Bawang putih mempunyai karakteristik khas yakni beraroma tajam dan memiliki sedikit rasa pedas. Bawang putih sangat mudah ditemui diberbagai daerah diindonesia. Hal ini dikarenakan bawang putih telah menjadi bahan bumbu utama untuk masakan. Bawang putih mempunyai banyak manfaat, bahkan daunnya juga menjadi bahan utama dalam bumbu masakan (Anantyo, 2009). Bawang putih bagus dikonsumsi mentah atau dalam bentuk masakan. Sebagai bumbu utama masakan, bawang putih berperan untuk memberi rasa gurih dan sedikit pedas pada masakan. Bawang putih juga berfungsi sebagai penambah aroma dalam masakan. Bawang putih merupakan penguat rasa alami yang bebas dari bahan-bahan kimia. Oleh karena itu, sebagian besar masakan Indonesia menggunakan bawang putih sebagai bumbu utama. Bawang putih memang cukup fleksibel dalam penggunaan untuk masakan ataupun kudapan (Anantyo, 2009).



3. Merica Merica termasuk sejenis tanaman obat yang diambil buahnya. Di kalangan masyarakat, Merica juga dikenal dengan nama lada. Kegunaan dari Merica atau lada adalah memberikan rasa sedikit panas atau pedas pada masakan. Lada putih sangat umum digunakan sebagai campuran masakan dan dilarutkan bersamaan dengan masakan itu sendiri. Umumnya Merica akan digunakan pada setiap santapan sup (Rismunandar, 2003). 4. Garam Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik, sangat peka terhadap kadar garam (Fachruddin, 1997 dalam Juniar, 2013). 5. Daun bawang Daun bawang termasuk dari bagian tanaman bawang putih. Daun bawang biasa ditambahkan di berbagai hidangan untuk semakin mempercantik dan memperlezat rasa dan aroma dari makanan. Daun bawang kaya akan kandungan vitamin A, C dan K serta beberapa mineral lain. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa daun bawang dapat menurunkan tingkat gula darah dan membantu pencernaan tubuh. Daun bawang juga memperlancar sirkulasi darah (Anisyah, 2014). 6. Air Air digunakan dalam proses pengolahan cireng. Kandungan air pada cireng banyak ditentukan saat pengolahan dimulai yaitu saat menguleni sampai pemasakan atau penggorengan. Air sangat menentukan pada pengolahan makanan, tanpa air pengolahan tidak dapat berlangsung. Air pada pengolahan juga dapat berfungsi sebagai penghantar panas dan pelarut. Air berfungsi sebagai pelarut dan mengikat protein membentuk gluten saat proses pengulenan adonan cireng (I’tishom, 2010).



7. Santan Santan termasuk jenis emulsi air dalam minyak. Seperti susu, santan berwarna putih, tapi santan diperoleh dari perasan daging kelapa yang diparut atau diblender. Santan sebagai bahan makanan kini sangat mudah didapatkan. Tanpa harus repot memarut kelapa atau memblender kelapa, kita bisa menggunakan santan instan siap pakai yang dijumpai di toko-toko bahan makanan. Santan siap pakai ini ada yang berupa bubuk dan ada yang cair. Pemakaiannya mudah, dan hasilnya tidak kalah dengan santan segar (Ahmad, 2013). santan memiliki kandungan senyawa nonylmethylketon. Tak heran bila masakan bersantan memiliki aroma dan rasa yang enak. Namun, konsumsi santan pun tak baik bila berlebih. Santan mengandung banyak kalori dan lemak. Dalam satu sendok makan santan, terkandung sedikitnya 120 kalori. Itulah mengapa tidak baik jika kita banyak-banyak makanan bersantan. Selain kalori dan lemak, santan juga mengandung gula, kalsium, protein, kalium, dan zat besi. Kandungan protein dalam santan, baik untuk kesehatan rambut dan kuku. Berikut nilai gizi santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Gizi Santan Kelapa Komponen Gizi Santan Murni (g) Protein 4,20 Lemak 34,30 Karbohidrat 5,60 Air 54,90 pH Sumber: Satuhu dan Sunarmani, 2004.



+Air (1:1) (g) 2,00 10,00 7,60 80,00 6,25



8. Susu Susu merupakan suatu elmusi dari bagian-bagian lemak yang sangat kecil dalam larutan protein cair, gula dan mineral-mineral. Elmusi dapat diartikan sebagai suatu larutan yang stabil dari lemak, air dan bahan-bahan lainnya yang tidak akan berpisah dari himpunannya setelah didiamkan. Susu merupakan bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizinya. Selain bermanaat sebagai penambah zat gizi, susu juga bermanfaat sebagai pembangkit selera aroma.



Dalam pembuatan cireng fungsi dari penambahan susu adalah menambah penyerapan (absorpsi) air dan memperkuat adonan yang berfungsi sebagai bahan penyegar protein tepung sehingga volume cireng bertambah. Selain itu, pemakaian susu dalam pembuatan produk cireng untuk memperbaiki gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan kalsium sehingga memberikan kelembutan dan aroma yang disukai (Susilorini dan Manik, 2006). 2.3 Proses Pembuatan Cireng Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki mutu bahan pangan, baik dari nilai gizi maupun daya cerna, memperbaiki cita rasa dan aroma, keanekaragaman produk dan memperpanjang masa simpan. Proses pengolahan cireng meliputi persiapan bahan, pencampuran, pengulenan adonan, dan pemasakan atau penggorengan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). 2.3.1



Persiapan bahan Penyiapan bahan dilakukan sebelum proses pembuatan cireng. Bahan yang



dibutuhkan untuk pembuatan cireng diantaranya tepung tapioka, dan bumbu dapur seperti merica, bawang putih, air daun bawang dan garam. Dimana bumbu dapur berfungsi sebagai penambah flavor pada cireng. 2.3.2



Pencampuran bahan Pencampuran bahan dilakukan dengan menuangkan bahan ke dalam



wadah yang sebelumnya telah dilakukan penimbangan. Bahan – bahan dicapur sesuai prosedur pembuatan cireng. 2.3.3



Pengulenan Adonan Pengulenan adonan yaitu bahan-bahan yang telah dicampur kemudian



diaduk-aduk menjadi satu menggunakan tangan. Pengulenan adonan sangat berpengaruh terhadap hasil dari adonan yang dibuat. Pengulenan dapat meningkatkan kekentalan adonan dan dapat menghasilkan adonan yang seragam atau homogen. 2.3.4 Penggorengan Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul



disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein (Fellow, 2000). Penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. 2.4 Reaksi Yang Terjadi 1. Gelatinisasi Gelatinisasi merupakan fenomena pembuatan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan mulai bengkak namun terbatas, sekitar 30% dari berat tepung. Proses pemanasan adonan tepung menyebabkan granula semakin membengkak karena penyerapan air semakin banyak. Suhu dimana pembengkakan maksimal disebut dengan suhu gelatinisasi. uhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah. Suhu gelatinisasi berbeda–beda bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskometer suhu gelatinisasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62–700C, beras 68-780C gandum 54,5–640C, kentang 58–660C, dan tapioka 52– 640C (Winarno, 2002). Dengan adanya gelatinisasi, terjadi juga perubahan viskositas pati. Viskositas adalah resistansi suatu cairan terhadap alirannya. Pemanasan yang semakin lama akan mengakibatkan viskositasnya semakin tinggi. Pada saat larutan pati mencapai suhu gelatinisasi maka granula-granula pati akan pecah dan molekul-molekul pati keluar dan terlepas dari granula serta masuk dalam sistem larutan. Hal ini menyebabkan viskositas. Amilosa dan amilopektin besar pengaruhnya terhadap viskositas sistem dispersi pati dan air. Gugus hidroksil yang terletak pada salah satu ujung rantai amilosa dan pada ujung rantai pokok amilopektin berperan dalam penarikan air oleh pati karena gugus hidroksil dari pati akan tarik menarik dengan gugus hidrogen dari air. Semakin rendah kadar amilosa dan amilopektin pada pati maka gugus hidroksilnya akan turun sehingga akan menyebabkan gaya tarik-menarik antara pati dengan air menjadi kecil



sehingga viskositas yang dihasilkan juga kecil. (Whistler dan Be Miller, 1994 dalam Rakhmawati, 2008). 2. Denaturasi Denaturasi Protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner struktural. Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga dimensi bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam amino. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi didalam senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi kandungan struktur utama protein yaitu C, H, O, dan N. Meskipun beberapa protein mengalami kemungkinan untuk kehilangan kandungan senyawa mereka karakteristik struktural saat Denaturasi. Namun, kebanyakan protein tidak akan mengalami hal tersebut, hanya saja tidak menutup kemungkinan juga protein akan berubah struktur kecil didalamnya saat proses denaturasi terjadi. Bagaimanapun, untuk perubahan denaturasi secara umum, prosesnya sama dan tidak dapat diubah. ( Stoker, 2010). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut. Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit. Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari berbagai hal. Salah satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya, protein yang terdenaturasi biasanya mengalami



pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu. Selain itu, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal ini akan membuat perubahan kelarutan. Pada protein yang mengalami denaturasi, proteinnya akan mengendap karena gugus-gugus yang bermuatan positif dan negatif dalam jumlah yang sama atau dalam keadaan titik isoelektrik (netral). Pada denaturasi terjadi pemutusan ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan garam hingga molekul protein tidak punya lipatan lagi. Garam-garam seperti misalnya natrium klorida dalam konsentrasi tertentu dapat menyebabkan denaturasi atau koagulasi. 3. Reaksi Mailard Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Reaksi ini banyak terjadi pada produk pangan yang biasa dikonsumsi sehari -hari. Reaksi Maillard dalam makanan dapat berfungsi untuk menghasilkan jlavor dun aroma, dapat menyebabkan kehilangan ketersediaan asam amino, kehilangan nilai gizi, pembentukan antinutrisi, pembentukan komponen toksik dun komponen mutagenik Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi (gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino pada protein ini membentuk glukosilamin. Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino, faktor yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula. Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC namun tidak terjadi pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik untuk reaksi Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih banyak sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul gula yang lebih kecil bereaksi



lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih besar. Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain. Reaksi Maillard telah memberikan perubahan besar pada industri makanan, sebab reaksi ini berpengaruh pada aroma, rasa dan warna, diantaranya: industri pemanggangan kopi dan biji. kokoa, proses pengembangan roti dan kue dan pembakaran sereal dan pemasakan daging. Lebih jauh lagi, produk dari reaksi Maillard ini dapat menyebabkan penurunan nilai gizi secara signifikan. Penurunan kandungan gizi yang penting ini terjadi akibat pembentukan senyawa baru dan mutagenik. Polimer akhir yang dihasilkan telah diketahui sifat-sifat fisik dan kimianya, antara lain: berwarna coklat, memiliki berat molekul besar, mengandung cincin furan dan polimer nitrogen (karbonil, karboksil amina, amida, pirol, indol, azometih, ester, anhidrida, eter, metil dan atau grup hidroksil). Reaksi ini dapat terjadi misalnya saat memanaskan makanan seperti produk roti yang biasanya mengandung 10% total lisin yang akan berubah menjadi pyralin. Susu bubuk dapat mengandung 50% lisin dapat membentuk produk amidori yaitu laktulosalysin. Wiley-Blackwell (2012).



BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM



3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan pada proses pembuatan cireng antara lain: 1. Baskom besar 2. Kompor 3. Neraca 4. Gelas ukur 100 ml 5. Piring 6. Sendok 7. Wajan 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada proses pembuatan cireng antara lain: 1. Tapioka 250 gram 2. Merica 1 gram 3. Bawang putih 10 gram 4. Daun bawang 1 batang 5. Garam 3 gram 6. Santan 200 ml 7. Susu 200 ml 8. Air 50 – 75 ml 9. Minyak goreng



3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan Tepung Tapioka



Bawang putih, merica, garam



Penambahan bumbu Penghalusan Pengadukan adonan Penumisan Penambahan santan/susu dan air



Penambahan daun bawang



Pembentukan adonan Pemasakan Penggorengan adonan Pengujian Gambar 1. Proses pembuatan cireng Pada praktikum pembuatan Cireng terdapat beberapa tahapan proses yang harus dilakukan, sebelum itu dilakukan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan Cireng. Tahapan proses yang pertama yaitu melakukan penimbangan bahan sesuai dengan yang telah ditentukan. Selanjutnya menuangkan tepung tapioka sebanyak 250 gram kedalam wadah baskom besar. Selanjutnya menyiapkan bumbu – bumbu yang akan dicampurkan pada adonan tepung tapioka. Bawang putih , merica, garam, dihaluskan untuk memperluas permukaan bahan sehingga saat dilakukan penumisan aroma bumbu yang dihasilkan dapat maksimal. Setelah dihaluskan kemudian dilakukan penumisan dengan api kecil dan diaduk agar tidak mengalami kegosongan sehingga aroma yang diinginkan tidak dapat dicapai. Selama proses penumisan ditambahkan santan/susu 200 ml dan diaduk hingga mendidih, hal ini nanti yang akan membentuk aroma serta rasa dari cireng yang dihasilkan. Setelah mendidih, bumbu dilakukan pendiaman sebentar dan taung kedalam adonan tepung tapioka



serta ditambahkan potongan daun bawang sambil melakukan pencampuran dengan cara pengulenan hingga adonan cireng kalis dan bahan bahan tercampur semua. Setelah kalis adonan dibentuk lonjong untuk memudahkan dalam proses pemotongan. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan pemotongan adonan menjadi bulatan kecil dan dipipihkan dengan menggunakan jari sehingga membentuk lingkaran untuk mempermudah saat proses penggorengan sehingga bagian dari cireng dapat matang seluruhnya. Tahap terakhir setelah dilakukan penggorengan hingga matang, cireng ditiriskan untuk mengurangi kadar minyak karena dapat mempengarunhi tekstur cireng, dan dilakukan pengujian organoleptik.



BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN



4.1 Hasil Pengamatan A. Uji Fisik 1. Warna Pengulangan 1 2 3 Keterangan :



Dl Sampel 1 51,8 45,6 45,2



Sampel 2 52,7 48,1 42,8



Sampel 1 = Santan Sampel 2 = Susu



2. Tekstur Pengulangan 1 2 3 Keterangan :



Rheotex (g/ 3 mm) Sampel 1 Sampel 2 81 12 38 222 22 407



Sampel 1 = Santan



L standar = 64,7



Sampel 2 = Susu



L porselen = 94,35



B. Uji Organoleptik 1. Santan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.



Nama Fya Dennis Rosa Galang Badar Aang Vina Ken Aini Rofi Havid Ani Tata Debby Ilmi



Warna 4 4 4 3 4 4 3 3 5 4 5 3 4 3 4



Tekstur 4 4 5 3 3 4 3 4 5 3 3 2 4 3 4



Aroma 4 3 5 3 2 4 3 3 5 3 5 3 4 3 4



Rasa 3 3 5 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 2 2



Warna 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4



Tekstur 3 4 3 5 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 5



Aroma 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4



Rasa 4 4 4 5 3 3 3 3 4 3 3 2 4 4 5



2. Susu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.



Nama Fya Dennis Rosa Galang Badar Aang Vina Ken Aini Rofi Havid Ani Tata Debby Ilmi



4.2 Hasil Perhitungan A. Uji Fisik 1. Warna Pengulangan 1 2 3 Rata rata Keterangan :



Dl Sampel 1 35,52 31,27 31,00 32,60



Sampel 2 36,14 32,98 29,35 32,82



Sampel 1 = Santan Sampel 2 = Susu



2. Tekstur Pengulangan 1 2 3 Rata rata Keterangan :



Rheotex (g/ 3 mm) Sampel 1 Sampel 2 5,27 137,33 12,67 74 7,33 135,67 15,67 115,67



Sampel 1 = Santan



L standar = 64,7



Sampel 2 = Susu



L porselen = 94,35



B. Uji Organoleptik 1. Santan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.



Nama Fya Dennis Rosa Galang Badar Aang Vina Ken Aini Rofi Havid Ani Tata Debby Ilmi Jumlah Rata rata



Warna 4 4 4 3 4 4 3 3 5 4 5 3 4 3 4 57 3,8



Tekstur 4 4 5 3 3 4 3 4 5 3 3 2 4 3 4 54 3,6



Aroma 4 3 5 3 2 4 3 3 5 3 5 3 4 3 4 55 3,67



Rasa 3 3 5 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 2 2 50 3,33



Warna 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4 54 3,6



Tekstur 3 4 3 5 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 5 55 3,67



Aroma 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 57 3,8



Rasa 4 4 4 5 3 3 3 3 4 3 3 2 4 4 5 54 3,6



2. Susu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.



Nama Fya Dennis Rosa Galang Badar Aang Vina Ken Aini Rofi Havid Ani Tata Debby Ilmi Jumlah Rata rata



BAB 5. PEMBAHASAN



5.1 Uji Warna Warna memegang peranan penting terhadap karakteristik bahan maupun produk pangan. Warna menjadi salah satu perameter mutu suatu produk pangan dan juga bahan bakunya. Pengukuran warna pada uji fisik cireng dilakukan dengan menggunakan colour reader. Prinsip dari colour reader yaitu warna atau kecerahan dari cireng (lightness) akan dibaca oleh alat tersebut. Semakin tinggi derajat warna semakin tinggi tingkat kecerahannya atau dengan kata lain juga semakin gelap. Pengukuran warna pada cireng dilakukan pada 3 letak titik yang berbeda pada sampel, kemudian dilakukan rata-rata dari nilai yang didapat. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil penilaian derajat warna yang cukup akurat, sebab derajat warna dari bagian tengah, atas, samping kanan ataupun kiri, dan bawah pada cireng berbeda-beda.



Uji Fisik Warna Cireng 32.85 32.8 32.75 32.7 32.65 32.6 32.55 32.5 32.45



Rata rata



Santan



Susu



Gambar 1. Nilai Rata-Rata Warna Cireng Berdasarkan gambar 1, maka dapat diketahui bahwa cireng susu memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dari pada cireng santan yaitu dengan nilai 32,82 untuk cireng susu dan 32,60 untuk cireng santan. hal ini menunjukkan bahwa nilai yang dihasilkan dapat dikatakan tidak berbeda nyata terhadap karakteristik warna cireng yang diuji. Dalam hal ini panelis dikatakan sulit untuk



memberi nilai (score) terhadap cireng mana yang memiliki warna yang cerah dan lebih disukai panelis. Warna putih cireng susu ini bisa diakibatkan karena warna dasar susu itu sendiri yang memiliki warna putih dan tetap bisa mempertahankan warna putihnya tersebut walau setelah mengalami proses penggorengan. sesuai literatur yang menyatakan bahwa susu memiliki warna putih yang disebabkan karena warna kasein yang ada pada susu. Di dalam susu, kasein ini merupakan disfersi koloid sehingga tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih (Purwar dan Pawar, 2015). Kadang-kadang susu berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen kuning utama dari lemak susu. Selain itu, tingkat kecerahan warna juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penggorengan yang dilakukan. Semakin lama waktu yang digunakan dalam penggorengan menyebabkan proses oksidasi pada minyak akan semakin meningkat yang akan menyebabkan perubahan warna pada minyak menjadi gelap dan akan mempengaruhi warna hasil penggorengan. Hal ini sesuai pernyataan Sabil (2013) yang menyatakan bahwa perubahan warna pada proses pengolahan seperti penggorengan disebabkan oleh reaksi maillard, dan non enzimatis. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Sabil (2013), bahwa timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil. 5.2 Uji Tekstur Uji fisik pada pengukuran tekstur menggunakan alat rheotex dengan satuan g/ 3 mm. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan cireng pada plastik bening yang ada dibawah jarum rheotex. Kemudian, tombol on ditekan sehingga jarum bergerak menuju bahan (cireng) dan menusuknya hingga batas 3 mm. Pengukuran tekstur ini dilakukan pada 3 letak titik yang berbeda pada sampel, kemudian dilakukan rata-rata dari nilai yang didapat. Hal ini dilakukan untuk



mendapatkan hasil penilaian tekstur yang cukup akurat, sebab tekstur dari bagian tengah, atas, samping kanan ataupun kiri, dan bawah pada cireng berbeda-beda.



Uji Fisik Tekstur Cireng 140 120 100 80 Rata rata



60 40 20 0 Santan



Susu



Gambar 2. Nilai rata-rata tekstur cireng Berdasarkan gambar 2, dapat diketahui bahwa cireng susu memiliki tingkat tekstur yang lebih tinggi dibandingkan dengan cireng santan yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 115,67 untuk cireng susu dan 15,67 untuk cireng santan. Semakin tinggi nilai tekstur yang dihasilkan dari pengukuran dengan menggunakan rheotex, maka menandakan tekstur cireng yang dihasilkan semakin keras. Begitu sebaliknya, jika semakin kecil nilai tekstur yang dihasilkan dari pengukuran tekstur menggunakan alat rheotex maka tekstur yang dihasilkan akan semakin kenyal. Tekstur mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian dan kualitas suatu bahan. Tekstur kenyal pada cireng disebabkan dari tepung yang digunakan, yaitu tepung tapioka. Tepung tapioka merupakan tepung pati yang mengandung amilopektin cukup tinggi. Pati mempunyai fungsi yang penting, dengan penambahan pati dalam adonan makanan, maka tekstur dan kekenyalan



produk



akan meningkat



(Suprapti, 2005). Tepung tapioka



mengandung amilopektin yang tinggi yaitu 83% amilopektin dan 17% amilosa (Winarno, 2004).



5.3 Uji Organoleptik Menurut Agusman (2013), penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan. Penilaian organoleptik telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan.



Uji Organoleptik Cireng 3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3



Santan Susu



Warna



Tekstur



Aroma



Rasa



Gambar 3. Nilai rata-rata organoleptik cireng Uji organoleptik pada produk pangan berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk pangan dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan konsumen. 5.3.1 Warna Pada penilaian mutu komoditi, cara yang terutama masih dipakai ialah dengan penglihatan. Dengan melihat, orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran, kekeruhan, kesegaran produk, warna, dan sifat-sifat permukaan seperti suram, mengilap, homogeny-heterogen, dan datar gelombang. Meskipun warna paling cepat dan mudah memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Itulah sebabnya penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam penilaian komoditi (Zuhrina, 2011).



Berdasarkan gambar 3, dapat diketahui bahwa uji organoleptik warna yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu cireng santan . Nilai rata-rata panelis menyukai warna cireng santan sebesar 3,8 sedangkan nilai rata-rata panelis yang menyukai warna cireng susu sebesar 3,6. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai ratarata dari kedua cireng tidak berbeda nyata. Dalam hal ini panelis dikatakan sulit untuk memberi nilai (score) terhadap cireng mana yang memiliki warna yang cerah dan lebih disukai panelis. Cireng susu memiliki warna yang lebih cerah, hal ini dikarenakan susu memiliki warna putih yang disebabkan karena warna kasein yang ada pada susu. Di dalam susu, kasein ini merupakan disfersi koloid sehingga tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih (Purwar dan Pawar, 2015). Kadang-kadang susu berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen kuning utama dari lemak susu. Berbeda dengan cireng susu, cireng santan memiliki tekstur warna yang agak pucat. Hal ini dikarenakan kandungan tapioka yang ketika tergelatinisasi berwarna lebih gelap (Koswara, 2009). 5.3.2 Tekstur Tekstur produk merupakan parameter penting untuk berbagai jenis produk .Tekstur merupakan salah faktor yang menentukan mutu produk makanan. Abon merupakan produk pangan yang memiliki sifat berserabut. Pada pembuatan abon telur, dilakukan penyaringan saat menggoreng supaya terbentuk serabut-serabut. Terbentuknya tekstur berserabut juga dikarenakan karakteristik telur yang digunakan. Hal ini diungkapkan pula oleh Adhadinia (2009) yang menyatakan bahwa tekstur merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penilaian, karena tekstur suatu makanan akan terasa saat konsumen memakannya. Berdasarkan gambar 3, dapat diketahui bahwa uji organoleptik tekstur yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu cireng susu . Nilai rata-rata panelis menyukai warna cireng santan sebesar 3,6 sedangkan nilai rata-rata panelis yang menyukai warna cireng susu sebesar 3,67. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata dari kedua cireng tidak berbeda nyata. Perbedaan tekstur cireng yang disajikan dibuat dengan komposisi bumbu yang sama hanya saja terdapat



perbedaan jenis pelarut yang digunakan pada pembuatan cireng. Tekstur cireng santan lebih kenyal dibandingkan dengan cireng susu. Hal tersebut dapat terjadi karena pada santan memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dari pada susu (Prihatini, 2008). Kandungan lemak pada suatu bahan dapat mempengaruhi daya ikat produk terhadap air, pada saat pengulenan adonan air yang terserap pada adonan lebih sedikit sedangkan kadar lemaknya lebih banyak, sehingga setelah proses penggorengan kadar lemak pada produk cireng santan masih tinggi yang mengakibatkan tekstur cireng menjadi lebih kenyal. 5.3.3 Aroma Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya atau aromanya dari jarak jauh. Indera pembau berfungsi untuk menilai aroma dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan maupun nonpangan. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk perangsang indera pencicip. Dalam banyak hal, enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Agusman, 2013). Berdasarkan gambar 3, dapat diketahui bahwa uji organoleptik aroma yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu cireng susu. Nilai rata-rata panelis menyukai warna cireng santan sebesar 3,67 sedangkan nilai rata-rata panelis yang menyukai warna cireng susu sebesar 3,6. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai ratarata dari kedua cireng tidak berbeda nyata. Pebedaan yang tidak nyata pada hasil pengujian aroma ini dapat disebabkan karena komposisi bahan yang digunakan hampir sama hanya berbeda pada pelarut yang digunakan. Penggunaan panelis yang tidak terlatih juga mempengaruhi hasil pengujian aroma ini, dimana seharunya aroma yang lebih disukai panelis adalah cireng santan dari pada cireng susu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwar dan Pawar (2015) yang menyatakan bahwa pada cireng susu terdapat bau sedikit amis khas susu sehingga kurang disuaki oleh panelis sesuai literatur Susu banyak mengandung zat gizi,



diantaranya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dan beberapa mineral, susu yang normal mempunyai sedikit rasa asin dan manis. Aroma susu sangat khas dengan bau sedikit amis. Aroma susu akan hilang bila dibiarkan beberapa jam atau diaerasi Sedangkan Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk yang akan dihasilkan oleh cireng. Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian cireng yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan cireng yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa. Selain itu, pada umumnya aroma yang dihasilkan pada suatu makanan berasal dari bumbu yang ditambahkan sehingga dapat membangkitkan selera. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zuhrina (2011), yang menyatakan bahwa aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim. Bumbu yang digunakan dalam pembuatan cireng dapat memberikan aroma yang khas. Kombinasi gula, garam dan bumbubumbu menimbulkan bau yang khas pada produk akhir (Agusman, 2013). 5.3.4 Rasa Rasa merupakan tanggapan indera pengecap terhadap rangsangan saraf, seperti manis, pahit, masam dan asin. Rasa merupakan faktor kedua yang diperhatikan oleh konsumen setelah warna. Menurut Sigit (2017) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa sangat dipengaruhi oleh bumbu atau rempah yang ditambahkan pada makanan. Bumbu yang ditambahkan akan memberikan cita rasa yang khas pada makanan sesuai dengan asal dari bahan tersebut. Masingmasing jenis bahan yang digunakan memiliki bau khas sehingga pada saat dikonsumsi akan menggambarkan jenis bumbu yang digunakan. Berdasarkan gambar 3, dapat diketahui bahwa uji organoleptik rasa yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu cireng susu. Nilai rata-rata panelis



menyukai warna cireng santan sebesar 3,33 sedangkan nilai rata-rata panelis yang menyukai warna cireng susu sebesar 3,6. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada, dimana seharusnya Pada cireng santan meiliki rasa yang lebih gurih daripada cireng susu. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi gurih (Soekopitojo, 2014).Santan mempunyai rasa lemak, sehingga membuat rasa masakan menjadi lebih sedap dan gurih dengan aroma khas kelapa yang harum (adanya senyawa nonylmethylketone) Raghavarao, 2010.



BAB 6. PENUTUP



6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari hasil praktikum yang telah dilakukan, sebagai berikut : 1. Warna yang dihasilkan dari cireng santan dan cireng susu tidak berbeda nyata, adanya perbedaan warna dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu penggorengan. 2. Cireng susu memiliki tekstur yang lebih keras atau renyah sedangkan cireng santan memiliki tekstur yang kenyal. 3. Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi dari cireng yang dihasilkan. 6.2 Saran Sebaiknya



pada



praktikum



selanjutnya,



dalam



proses



pengujian



organoleptik, panelis lebih meningkatkan kemampuan dalam menilai suatu produk agar data yang dihasilkan sesuai dengan literatur yang ada.



DAFTAR PUSTAKA



Agusman. 2013. Pengujian Organoleptik. Modul Penanganan Mutu Fisis (Organoleptik). Semarang. Program Studi Teknologi Pangan : Universitas Muhammadiyah Semarang. Ahmad, I. 2013. Pengaruh Perbandingan Santan dan Air Terhadap Rendemen, Kadar Air dan Asam Lemak Bebas (FFA) Virgin Coconut Oil (VCO). [Jurnal].Jurusan Teknologi Pertanian. Universitas Sam Ratulangi. 8 hal. Anantyo, D.T. 2009. Efek Minyak Atsiri dari Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Persentase Jumlah Neutrofil Tikus Wistar yang Diberi Diet Kuning Telur.Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Anisyah, F. 2014.Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah dengan Pemberian Berbagai Pupuk Organik. Medan : Fakultas Pertanian USU. Blackweel, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd(ed). New York Fellow, A. P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd ed. Woodread.Pub.Lim. Cambridge. England. Terjemahan Ristanto, W. dan Agus, P. I’tishom, M. 2010. Pengelolaan Penyediaan Air Bersih Oleh Masyarakat Di Kawasan Jetisharjo Kota Yogyakarta. Thesis Program Pasca sarjana Magister



Teknik



Pembangunan



Wilayah



Dan



Kota.Semarang:



Universitas Diponegoro Semarang. Koswara.2009. Teknologi Pengolahan Sawit. Ebookpangan.Com Purwar, A. and P.A. Pawar. 2015. Optimization of Hydrocolloids Concentration on Fat Reduction in French Fries. American Journal of Engineering Research. 4(2):27-32.



Raghavendra, S. N. dan K. S. M. S. Raghavarao. 2010. Effect of Different Treatments for the Destabilization of Coconut Milk Emulsion. Journal of Prihatini, R.I. 2008. Analisa Kecukupan Panas Pada Proses Pasteurisasi



Santan.Skripsi.IPB.Bogor



:



Food



Engineering



97



(2010)341- 347. Realita, D. dan Kristiastuti S. D. 2014. E-journal Boga Volume 03 Nomor 03, edisi yudisium periode Oktober 2014, hal 68-75. Rismunandar. 2003. Lada Budi Daya dan Tata Niaga, cet.13, Edisi revisi, 1-2, 16-19. Jakarta : Penebar Swadaya. Sabil, S. 2013. Praktikum Telur Asin, Abon Telur Ayam, dan Dangke. Makassar : Universitas Hasanuddin. Satuhu, S., dan Sunarmani 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Sigit, M., Mubarak Akbar, dan Lisa Fianti. 2017. Kualitas Organoleptik Abon Ayam Yang Diberi Perlakuan Substitusi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Jurnal Fillia Cendekia, Volume 2 Nomor 1 Maret 2017. Stoker, H. Stephen. 2010. General, Organic, And Biological Chemistry Fifth Edition Page 684 . Cengage Learning : Belmont, CA USA Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Susilorini, Tri Eko dan Manik Eirry Sawitri. 2006. Produk Olahan Susu. Depok: Penebar Swadaya.Hal: 83 Soesilo, Dwi. 2012. Snack Goreng. Jakarta : Gramedia Pustaka Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Cetakan ke-XI. Zuhrina. 2011. “Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa Paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat”. Skirpsi. Medan: Universitas Sumatra Utara.



LAMPIRAN PERHITUNGAN CIRENG



A. Uji Fisik Warna Rumus =



𝐿 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝐿 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐿 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑒𝑙𝑒𝑛



Sampel 1.1 = Sampel 1.2 =



Sampel 2.1 = Sampel 2.2 =



64,7 × 51,8 94,35 64,7 × 45,6 94,35



64,7 × 52,7 94,35 64,7 × 48,1 94,35



Rata-rata =



∑𝐿 ∑ 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 64,7 × 45,2



= 35,52



Sampel 1.3 =



= 31,27



Rata-rata =



= 36,14



Sampel 2.3 =



= 32,98



Rata-rata =



94,35



= 31,00



35,52+31,27+31,00 3



64,7 × 42,8 94,35



= 32,60



= 29,35



36,14+32,98+29,35 3



= 32,82



B. Uji Fisik Tekstur Rumus =



𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑚



Sampel 1.1 = Sampel 1.2 =



Sampel 2.1 = Sampel 2.2 = Sampel 2.3 =



81 3 38 3



= 5,27



Rata-rata =



= 12,67



Rata-rata =



412 3 222 3 407 3



Sampel 1.3 =



3



= 7,33



𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 1+𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 2+𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 3 ∑ 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 5,27+12,67+7,33



= 137,33



Rata-rata =



= 74



Rata-rata =



= 135,67



22



3



= 15,67



𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 1+𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 2+𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 3 ∑ 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 137,33+74+135,67 3



=115,67



C. Uji Organoleptik - Sampel 1 1. Warna Jumlah = 4 + 4 + 4 + 3 + 4 + 4 + 3 + 3 + 5 + 4 + 5 + 3 + 4 + 3 + 4 = 57 Rata-rata =



57 = 3,8 15



2. Tekstur Jumlah = 4 + 4 + 5 + 3 + 3 + 4 + 3 + 4 + 5 + 3 + 3 + 2 + 4 + 3 + 4 = 54 Rata-rata =



54 = 3,6 15



3. Aroma Jumlah = 5 + 3 + 5 + 3 + 2 + 4+ 3 + 3 + 5 + 3 + 5 + 3 + 4 + 3 + 4 = 55 Rata-rata =



55 = 3,67 15



4. Rasa Jumlah = 3 + 3 + 5 + 4 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 4 + 4 + 2 + 2 = 50 Rata-rata =



50 = 3,33 15



- Sampel 2 1. Warna Jumlah = 4 + 3 + 4 +4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 2 + 3+ 3 + 3 + 4 + 4 + 4 = 54 Rata-rata =



54 = 3,6 15



2. Tekstur Jumlah = 3 + 4 + 3 + 5 + 4 + 4 + 3 + 3+ 3 + 4 + 3 + 4 + 4 + 3 + 5 = 55 Rata-rata =



55 = 3,67 15



3. Aroma Jumlah = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 3 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 = 57 Rata-rata =



57 = 3,8 15



4. Rasa Jumlah = 4+ 4 + 4 + 5 + 3 + 3 + 3 + 3 + 4 + 3 + 3 + 2 + 4+ 4 + 5 = 54 Rata-rata =



54 = 3,6 15



LAMPIRAN DOKUMENTASI



Gambar



Keterangan Penimbangan Bahan



Penghalusan Bumbu



Penumisan Bumbu



Pemanasan Santan



Pencampuran Adonan



Pencetakan



LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL



Disusun Oleh :



Asisten



Nama



: Mochamad Irfan Alfianto



NIM



: 171710101012



Kelompok/Kelas



: 4 / THP-C



Acara



: Cireng



: 1. Dinda Aulia Rizky 2. Susi Maimonawati 3. Vidita Imroatus 4. Dwi Yuliawati



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2019