Laporan Ekstraksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LABORATORIUM LABTEK 1 SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016



MODUL



: Ekstraksi Cair Cair



PEMBIMBING



: Fitria Yulistiani ST, MT



Praktikum : 21 Desember 2015 Penyerahan : 07 Januari 2016 (Laporan)



Oleh : Kelompok



: 5 (Lima)



Nama



: 1. Muhammad Naufal Syarief



Kelas



NIM 141411019



2. Oktavia Reni



NIM 141411022



3. Suhermina



NIM 141411029



: 2A- D3 Teknik Kimia



PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2016



ABSTRAK



EKSTRAKSI CAIR-CAIR DENGAN FASA AIR SEBAGAI FASA KONTINYU Muhammad Naufal.S, Oktavia Reni, Suhermina Program Studi D3 Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung



Ektraksi cair-cair atau ektraksi pelarut merupakan proses pemisahan fasa cair memanfaatkan perbedaan kelarutan suatu zat. Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Diasumsikan bahwa kesetimbangan terjadi pada kedua fasa tersebut. Karakteristik ini dapat dikualifikasikan dengan suatu nilai yang disebut dengan koefisien distribusi (K). Operasi ektraksi cair-cair yang baik sangat dipengaruhi oleh karakteristik perpindahan zat terlarut (solute). Karakteristik ini dapat dikualifikasikan dengan suatu nilai yang disebut dengan koefisien perpindahan massa. Digunakan asam propionate dari suatu camouran dengan TEC dengan bantuan immiscible solvent air aquades. Koefisien distribusi pada percobaan adalah 1,31. Perpindahn masa merupakan suatu fenomena yang penting dalam proses ektaksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan perpindahan massa adalah koefisien perpindahan massa. Kata kunci: ektraksi, koefisien distribusi, perpindahan massa



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Dalam suatu proses kimia yang diterapkan pada industri pada umumnya tidak



melibatkan satu jenis bahan kimia saja yang terlibat, tetapi berbagai bahan kimia dengan komposisi senyawa yang bermacam macam didalamnya. Oleh karena itu, reaksi kimia dalam suatu industri dapat terjadi dalam fase ganda (heterogen) dan dapat juga terjadi dalam fase yang sama (homogen). Kendalanya yang sering dihadapi adalah ketika dalam proses reaksi tersebut hanya membutuhkan salah satu bagian dari sebuah campuran senyawa, maka harus dilakukan pemisahan terhadap senyawa yang akan direaksikan. Pemisahan tersebut dilakkan berdasarkan fase senyawa tersebut. Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pisah. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat di transfer pada jumlah yang berbeda dalam keadaan dua fase pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 2008, hal: 90 dalam Arie, 2012) Berdasarkan penjabaran di atas maka untuk memperdalam pengetahuan tentang ekstraksi maka dilakukanlah percobaan tentang ekstraksi pelarut cair-cair. 1.2. Tujuan Percobaan a. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair – cair pada kolom berpacking b. Memahami perpindahan massa yang terjadi dalam kolom ekstraksi dan menentukan koefisien perpindahan massa.



a.



BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agent. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Indra, 2012). Istilah-istilah yang umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi menurut Indra (2012) adalah sebagai berikut ini.        



Bahan ekstraksi : Campuran bahan yang akan diekstraksi; Pelarut (media ekstraksi) : Cairan yang digunakan untuk melangsungkan ekstraksi; Ekstrak : Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi; Larutan ekstrak : Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak; Rafinat (residu ekstraksi) : Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya; Ekstraktor : Alat ekstraksi; Ekstraksi padat-cair : Ekstraksi dari bahan yang padat; Ekstraksi cair-cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction) : Ekstraksi dari bahan ekstraksi yang cair. Proses ekstraksi (Pemisahan) itu sendiri dibagi menjadi bermacam-macam menurut



asal dan bahan yang akan dipisah. Secara garis besar, ada dua macam pemisahan (Lumantow, 2013). 1. Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan cairan dari padatan dengan menggunakan cairan sebagai bahan pelarutnya. 2. Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan cairan dari suatu larutan dengan menggunakan cairan sebagai bahan pelarutnya. 2.2 Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction) : solute dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasa dengan



konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari larutanyang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang. Fase rafinat adalah fase residu, berisi diluen dan sisa solute dan fase ekstrak adalah fase yang berisi solut dan solven (Indra, 2012).



Gambar 2.2.1 Proses ekstraksi cair-cair Sumber : (Permana, 2014. https://dikapmn.wordpress.com/2014/09/13/ ekstraksi-cair-cair/) Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2004;2005 dalam Indra, 2012): 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi. Tidak merusak alat secara korosi. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.



2.3 Hal – hal dalam Memilih Pelarut Beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair adalah sebagai berikut. a. Selektifitas (faktor pemisahan β) β = fraksi massa solute dalam ekstrak / fraksi massa diluent dalam ekstrak fraksi masssa solute dalam rafinat / fraksi massa diluent dlm rafinat pada keadaaan setimbang. Agar proses ekstraksi bisa berlangsung, harga β harus lebih dari 1. Jika β = 1 mka kedu komponen tidak bisa dipisahkan. b. Koefisien distribusi Sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah solvent yang dibutuhkan lebih sedikit. c. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan) Pemisahan solute dari slvent biasanya dilakukan dengan cara distilasi, sehingga diharapkan harga “volatilitas relatif” dari campuran tersebut cukup tinggi. d. Densitas Perbedaan densitas fasa solvent dan fasa diluent harus cukup besar. Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan mempengaruhi laju perpindahan massa. e. Tegangan antar muka (interfacial tention) Tegangan antar muka yang besar menyebabkan penggabungan (coalescence) lebih mudah namun mempersulit proses pendispersian. Kemudahan penggabungan lebih dipentingkan sehingga dipilih pelrut yang memiliki tegangan antar muka yang besar. f. Chemical reactivity Pelrut merupakan senyawa yang stabil dan inert terhadap komponen-komponen dalam sistem material / bahan konstruksi. g. Viskositas, tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan penanganan dan penyimpanan. h. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar Penentuan ini bertujuan menentukan koefisien istribusi untuk sisten TCE-asam propionate-air dan menunjukan ketergantungannya terhadap konsentrasi.



2.3.1 Koefisien distribusi Pelarut (air) dan larutan (TCE dan asam asetat) dicampur bersama dan kemudian dibiarkan membentuk dua lapisan terpisah, fasa ekstrak dan fasa rafinat. Fasa ekstrak merupakan air dan asam asetat, sedangkan fasa rafinat merupakan campuran TCE dengan asam asetat. Koefisien distribusi (k) didefinisikan sebagai perbandingan : konsentrasi zat terlarut dalam fasaekstrak ( y) konsentrasi zat terlarut dalam fasarafinat ( x) Dalam hal ini diasumsikan bahwa kesetimbangan berada antara dua fasa. Pada konsentrasi rendah, koefisien distribusi tergantung pada konsentrasi, sehingga y = kx. 2.3.2 Neraca masssa Prinsip-prinsip proses ekstraksi a. Kontak antara pelarut dengan campuran zat terlarut (solute) dan dilute sehingga terjadi pemindahan massa zat terlarut (solute) ke pelarut. b. Pemisahan kedua fasa tersebut (fasa cair-fasa organik) Kesetimbangan massa dan transfer massa keseluruhan dengan fasa organik sebagai media kontinu. Untuk sistem trikloroetilen-asam asetat-air Vo = laju alir air (l/detik) Vw = laju alir TCE (l/detik) X = konsentrasi asam asetat dalam fasa organik (Kg/l) Y = konsentrasi asam asetat dalam fasa air (Kg/l) a. Neraca massa massa Asam propionate yang terekstraksi dari fasa organik (rafinat) = Vo (X1-X2) Asam propionate yang terekstraksi dari fasa air (ekstrak) = Vw (Y1-0) Maka, Vo (X1-X2) = Vw (Y1-0) b. Koefisien perpindahan massa Laju transfer asam koefisien perpindahan massa= volume packing x mean driving force log rata−rata gaya dorong=



Δ X 1− Δ X 2 Δ X1 ln Δ X2



Dimana ; ΔX1 = gaya dorong pada puncak kolom = (X2 - 0) Δ X2 = gaya dorong pada dasar kolom = (X1 - X1*)



X1* = konsentrasi dalam fasa organik yang setimbang dengan konsentrasi Y1 pada fasa cair. Angka kesetimbangan dapat diperoleh menggunakan koefisien distribusi yang didapat dari percobaan pertama.



BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1.



Alat dan Bahan Tabel. 3.1. Alat dan bahan yang digunakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



3.2.



Alat Seperangkat alat ekstraksi cair – cair Corong pemisah 250 ml Gelas ukur 250 ml (2 buah) Erlenmeyer 250 ml (20 buah) Batang pengaduk Buret Pipet tetes Pipet ukur 10 ml Pipet ukur 25 ml



1. 2. 3. 4. 5.



Bahan Larutan NaOH 0,5M Phenolpthalein TCE Asam propionat Air demineral



Skema Kerja



3.2.1 Penentuan Koefisien Distribusi 5 ml asam propionat



Pencampuran



50 ml TCE + 50 ml air demineral



Dimasukkan ke dalam corong pisah



Digojog 1 menit



Didiamkan selama 10 menit sampai terbenruk 2 lapisan



Masing-masing dari lapisan tersebut diambil 10 ml dan dititrasi dengan NaOH



Prosedur diulangi dengan penambahan asam propionat berbeda (10, 15, 20, 25) ml Gambar 3.2.1 Penentuan Koefisien Distribusi



3.2.2 Ekstraksi Cair-Cair dengan Fasa Air sebagai Fasa Kontinyu 3 Liter TCE



15 Liter air



50 ml asam propionat



Tangki fasa air



Tangki Fasa Organik



Menjalankan pompa fasa organic pada laju alir 2 L/menit



Menjalankan pompa air dan mengisi kolom pada laju alir tinggi. (valve rotameter dibukapenuh)



Setelah tinggi air mencapai puncak unggun packing, mengurangi laju alir sampai 2 L/menit.



Menjalankan proses selama 10-15 menit sampai kondisi steady state



Mengambil sampel 250 ml pada dasar kolom (rafinat) dan atas kolom (ekstrak)



Titrasi rafinat dan ekstrak dengan NaOH Gambar 3.2.2 Ektraksi Cair-cair dengan fasa air sebagai fasa kontinyu



BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Tabel Hasil Percobaan a. Ekstraksi cair-cair menggunakan corong pemisah Tabel 4.1 Hasil titrasi asam propionat di fasa air dan fasa organik No . 1 2. 3. 4. 5.



Asam Propionat yang ditambahkan (ml) 5 10 15 20 25



Konsentrasi NaOH (M) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5



Volume titran NaOH di fasa air (ml) 14,1 28,4 32 47,5 59,9



Volume titran NaOH di fasa organik (ml) 7,6 20 31 43,8 51,05



b. Ekstraksi cair-cair menggunakan packed column 1. Titrasi Ekstrak (fasa air) Tabel 4.2 Hasil titrasi ekstrak No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Sampel



Konsentrasi NaOH (M)



Volume NaOH (ml)



Ekstrak-1 Ekstrak-2 Ekstrak-3 Ekstrak-4 Ekstrak-5 Ekstrak-6 Ekstrak-7



0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5



1,0 1,5 1,7 1,8 2,0 2,3 2,6



2. Titrasi Rafinat (fasa organik) Tabel 4.3 Hasil titrasi rafinat No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Sampel Rafinat-1 Rafinat-2 Rafinat-3 Rafinat-4 Rafinat-5 Rafinat-6 Rafinat-7



Konsentrasi NaOH (M) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5



Volume NaOH (ml) 0,9 0,7 0,6 0,5 0,45 0,4 0,35



4.2. Pengolahan Data a. Koefisien Distribusi (K) Tabel 4.4 Konsentrasi asam propionat di ekstrak dan rafinat



No . 1 2. 3. 4. 5.



Asam Propionat yang ditambahkan (ml) 5 10 15 20 25 Kd =



Konsentrasi asam propionat di fasa air (ekstrak) (mol/L) 0,705 1,42 1,6 2,375 2,995



Konsentrasi asam propionat di fasa organik (rafinat) (mol/L) 0,38 1,0 1,55 2,19 2,5525



konsentrasiasam asetat pada ekstrak 2,375 = konsentrasi asam asetat pada rafinat 2,19 = 1,0845 Tabel 4.5 Nilai koefisien distribusi



No . 1 2. 3. 4. 5.



Asam Propionat yang ditambahkan (ml) 5 10 15 20 25 Rata-rata



Koefisien Distribusi 1,85 1,42 1,03 1,08 1,17 1,31



Pembahasan: Hukum Distribusi Nernst menyatakan bahwa solut (dalam hal ini asam propionat) akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (dalam hal ini air dan TEC), sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), Dapat diamati pada Tabel 4.5, bahwa nilai koefisien distribusi untuk semua percobaan (setiap perbedaan volume asam propionat yang ditambahkan) hampir sama dan dapat diarata-ratakan menjadi 1,31. Hal ini sesuai dengan teori bahwa koefisien distribusi dipengaruhi oleh temperature yang digunakan, jenis pelarut, jenis terlarut, dan konsentrasi terlarut. Pada percobaan ini keempat faktor tersebut adalah sama. Meskipun volume asam propionat yang ditambahkan berbeda, bertambah setiap satu kali percobaan, namun konsentrasi yang digunakannya tetap sehingga menyebabkan koefisien distribusi relative sama. Begitu pula dengan temperatur dimana percobaan dilakukan pada temperatur yang sama, yaitu temperature kamar. Adapun sedikit perbedaan pada nilai koefisien distribusi disebabkan oleh kurang telitinya praktikan pada saat proses titrasi sehingga ada beberapa sampel yang titik ekuivalen nya terlewati.



Melalui nilai koefisien distribusi yang didapatkan pada percobaan ini, yaitu sebesar 1,31, juga dapat diketahui bahwa asam propionat lebih mudah larut ke dalam air dibandingkan dengan TEC. b. Kecepatan perpindahan massa asam propionat Tabel 4.6 Konsentrasi asam propionat di ekstrak dan rafinat No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Konsentrasi asam propionat di fasa air (ekstrak) (mol/L) 0,05 0,075 0,085 0,09 0,1 0,115 0,13



Konsentrasi asam propionat di fasa organik (rafinat) (mol/L) 0,045 0,035 0,03 0,025 0,0225 0,02 0,0175



Vo (X1 – X2) = Vw (Y1 – 0) = Kecepatan perpindahan massa Tabel 4.7 Nilai kecepatan perpindahan massa No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Sampel Sampel-1 Sampel-2 Sampel-3 Sampel-4 Sampel-5 Sampel-6 Sampel-7



Kecepatan perpindahan massa (mol/menit) 0,01 0,015 0,017 0,018 0,02 0,023 0,026



c. Volume packing column Volume packing column (silinder): D = 15,3 cmn H = 115 cm V = ¼ x π x D2 x H packing



= ¼ x 3,14 x (15,32) x 115 = 21132,47 cm3 = 21,1 L Keterangan: Data diameter dan tinggi packing didapatkan dari Laporan Praktikum Ekstraksi Cair-Cair yang disusun oleh Topandi dkk pada tahun 2014. d. Koefisien perpindahan massa untuk setiap laju alir Tabel 4.8 Nilai koefisien perpindahan massa



No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Sampel



Koefisien perpindahan massa



Sampel-1 Sampel-2 Sampel-3 Sampel-4 Sampel-5 Sampel-6 Sampel-7



4,05 x 10-4 6,3 x 10-4 7,2 x 10-4 7,73 x 10-4 8,67 x 10-4 10,12 x 10-4 11,6 x 10-4



Pembahasan: Perpindahan massa fasa cair-cair merupakan suatu fenomena penting dalam proses ekstraksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan perpindahan massa adalah koefisien perpindahan massa (Indra, 2012). Pengaruh tersebut dapat diamati pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8, bahwa perpindahan massa dan koefisien perpindahan massa sebanding, maksudnya pada 7 sampel yang dianalisis semuanya menunjukkan bahwa semakin lama proses berlangsung pada packde column (nomor sampel semakin besar) semakin besar pula nilai perpindahan massa dan koefisien perpindahan massa nya. Namun, dapat diamati kembali pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8, pada sampel-1, jarak nilainya dengan sampel yang lain lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Diperkirakan hal ini terjadi karena, pengambilan sampel yang terlalu cepat sehingga asam propionat belum berpindah atau larut dalam fasa air. Kemungkinan yang kedua adalah kesalahan praktikan pada saat titrasi sehingga hasil nya menjadi kurang tepat.



BAB V KESIMPULAN 5.1.



Kesimpulan Setelah melakukan percobaan ekstraksi cair-cair dengan fasa air sebagai fasa kontinyu didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu:



a. Ekstraksi cair-cair pada percobaan ini adalah pemisahan asam propionat dari suatu campurran TEC dan asam propionat dengan bantuan immiscible solvent. Immiscible solvent yang digunakan adalah air aquades. Asam propionat dalam campuran akan lebih larut terhadap air, membentuk ekstrak, dibandingkan terhadap TEC. b. Koefisien distribusi pada percobaan ini adalah 1,31 c. Kecepatan dan koefisien perpindahan massa pada percobaan ini adalah sebagai berikut. Tabel 5.1 Nilai kecepatan dan koefisien perpindahan massa No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Sampel Sampel -1 Sampel -2 Sampel -3 Sampel -4 Sampel -5 Sampel -6 Sampel -7



Kecepatan perpindahan massa (mol/menit) 0,01 0,015 0,017 0,018 0,02 0,023 0,026



Koefisien perpindahan massa 4,05 x 10-4 6,3 x 10-4 7,2 x 10-4 7,73 x 10-4 8,67 x 10-4 10,12 x 10-4 11,6 x 10-4



DAFTAR PUSTAKA Arie. 2012. “Laporan Ekstraksi Cair-Cair” http://arikimia.blogspot.co.id/2013/06/laporanekstraksi-pelarut-cair-cair.html [31 Desember 2015]. Indra, Wibawa. 2012. ”Ekstraksi Cair-Cair” https://indrawibawads.files.wordpress.com/ 2012/01/ekstraksi-cairindra-wibawa-tkim-unila.pdf [31 Desember 2015]. Lumantow, Chindy Alies Chinthya. 2013. “Ekstraksi” http://nurul.kimia.upi.edu/arsipkuliah/ web2013/1106139/blog-single-with-image-ekstraksi.html [31 Desember 2015]. Permana, Andhika. 2014. “Ekstraksi Cair-Cair” https://dikapmn.wordpress.com/2014/09/13/ ekstraksi-cair-cair/ [31 Desember 2015]. Topandi, Abdussalam dkk. 2014. Laporan Praktikum Ekstraksi Cair-Cair. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.



LAMPIRAN 1. Ekstraksi Cair-Cair dengan menggunakan corong pemisah a. Titrasi ekstrak dan rafinat 1) Volume asam propionat = 5 ml  Ekstrak V1 x M1 = V2 x M2 10 ml x M1 = 14,1 ml x 0,5M M1 



=



14,1 ml x 0,5 M 10 ml



= 0,705 M



Rafinat V1 x M1 = V2 x M2 10 ml x M1 = 7,6 ml x 0,5M M1



=



7,6 ml x 0,5 M 10 ml



= 0,38 M



2) Volume asam propionat = 10 ml  Ekstrak V1 x M1 = V2 x M2 10 ml x M1 = 28,4 ml x 0,5M M1 



=



28,4 ml x 0,5 M 10 ml



= 1,42 M



Rafinat V1 x M1 = V2 x M2 10 ml x M1 = 20 ml x 0,5M M1



=



20 ml x 0,5 M 10 ml



=1M



3) Volume asam propionat = 15 ml  Ekstrak V1 x M1 = V2 x M21 10 ml x M1 = 32 ml x 0,5M M1 



=



32 ml x 0,5 M 10 ml



= 1,6 M



Rafinat V1 x M1 = V2 x M21 10 ml x M1 = 31 ml x 0,5M M1



=



31 ml x 0,5 M 10 ml



4) Volume asam propionat = 20 ml



= 1,55 M







Ekstrak V1 x M1 = V2 x M21 10 ml x M1 = 47,5 ml x 0,5M M1







=



47,5 ml x 0,5 M 10 ml



= 2,375 M



Rafinat V1 x M1 = V2 x M21 10 ml x M1 = 43,8 ml x 0,5M M1



=



43,8 ml x 0,5 M 10 ml



= 2,19 M



5) Volume asam propionat = 25 ml  Ekstrak V1 x M1 = V2 x M21 10 ml x M1 = 59,9 ml x 0,5M M1 



=



59,9 ml x 0,5 M 10 ml



= 2,995 M



Rafinat V1 x M1 = V2 x M21 10 ml x M1 = 51,05 ml x 0,5M M1



=



51,05 ml x 0,5 M 10 ml



= 2,5525 M



b. Penentuan nilai koefisien distribusi 1) Asam Propionat 5 ml Kd =



konsentrasiasam asetat pada ekstrak konsentrasi asam asetat pada rafinat



=



0,705 =¿ 1,85 0,38



2) Asam Propionat 10 ml konsentrasiasam asetat pada ekstrak 1,42 =¿ Kd = konsentrasi asam asetat pada rafinat = 1 1,42 3) Asam Propionat 15 ml konsentrasiasam asetat pada ekstrak 1,6 = =¿ Kd = konsentrasi asam asetat pada rafinat 1,55 1,03 4) Asam Propionat 20 ml konsentrasiasam asetat pada ekstrak 2,375 = Kd = konsentrasi asam asetat pada rafinat 2,19 = 1,08 5) Asam Propionat 25 ml



Kd =



konsentrasiasam asetat pada ekstrak 2,995 = =¿ 1,17 konsentrasi asam asetat pada rafinat 2,5525



2. Ekstraksi Cair-Cair dengan fasa air sebagai fasa kontinyu a. Titrasi ekstrak 1) Ekstrak-1 V1 x M1 = V2 x M2 10 ml x M1 = 1,0 ml x 0,5M 1,0 ml x 0,5 M M1 = = 0,05 M 10 ml 2) Ekstrak-2 V1 x M1 10 ml x M1



= V2 x M2 = 1,5 ml x 0,5M 1,5 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,075 M



= V2 x M2 = 1,7 ml x 0,5M 1,7 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,085 M



= V2 x M2 = 1,8 ml x 0,5M 1,8 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,09 M



= V2 x M2 = 2,0 ml x 0,5M 2,0 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,1 M



= V2 x M2 = 2,3 ml x 0,5 M 2,3 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,115 M



M1



= V2 x M2 = 2,6 ml x 0,5M 2,6 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,13 M



b. Titrasi rafinat 1) Rafinat-1 V1 x M1 10 ml x M1



= V2 x M2 = 0,9 ml x 0,5 M



M1 3) Ekstrak-3 V1 x M1 10 ml x M1 M1 4) Ekstrak-4 V1 x M1 10 ml x M1 M1 5) Ekstrak-5 V1 x M1 10 ml x M1 M1 6) Ekstrak-6 V1 x M1 10 ml x M1 M1 7) Ekstrak-7 V1 x M1 10 ml x M1



M1 2) Rafinat-2 V1 x M1 10 ml x M1 M1 3) Rafinat-3 V1 x M1 10 ml x M1 M1 4) Rafinat-4 V1 x M1 10 ml x M1 M1 5) Rafinat-5 V1 x M1 10 ml x M1 M1 6) Rafinat-6 V1 x M1 10 ml x M1 M1 7) Rafinat-7 V1 x M1 10 ml x M1 M1



0,9ml x 0,5 M 10 ml



= 0,045 M



= V2 x M2 = 0,7 ml x 0,5 M 0,7 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,035 M



= V2 x M2 = 0,6 ml x 0,5M 0,6 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,03 M



= V2 x M2 = 0,5 ml x 0,5M 0,5 ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,025 M



=



= V2 x M2 = 0,45 ml x 0,5M 0,45ml x 0,5 M = 10 ml = V2 x M2 = 0,4 ml x 0,5M 0,4 ml x 0,5 M = 10 ml



= V2 x M2 = 0,35 ml x 0,5M 0,35ml x 0,5 M = 10 ml



= 0,0225 M



= 0,02 M



= 0,0175 M



c. Penentuan kecepatan perpindahan massa asam propionat Vo (X1 – X2) = Vw (Y1 – 0) = Kecepatan perpindahan massa Dimana laju alir air = laju alir TCE = Vw = Vo = 0,2 L/menit Dikarenakan pada percobaan tidak dilakukan pengukuran konsentrasi asam propionat pada umpan TCE sehingga pada perhitungan kecepatan perpindahan massa digunakan rumus Vw (Y1 – 0). 1) Sampel 1 (Ekstrak-1) Vw (Y1 – 0) = 0,2 L/menit (0,05 - 0) mol/L = 0,01 mol/menit 2) Sampel 2 (Ekstrak-2)



Vw (Y1 – 0)



= 0,2 L/menit (0,075 - 0) mol/L = 0,015 mol/menit 3) Sampel 3 (Ekstrak-3) Vw (Y1 – 0) = 0,2 L/menit (0,085 - 0) mol/L = 0,017 mol/menit 4) Sampel 4 (Ekstrak-4) Vw (Y1 – 0) = 0,2 L/menit (0,09 - 0) mol/L = 0,018 mol/menit 5) Sampel 5 (Ekstrak-5) Vw (Y1 – 0) = 0,2 L/menit (0,1 - 0) mol/L = 0,02 mol/menit 6) Sampel 6 (Ekstrak-6) Vw (Y1 – 0) = 0,2 L/menit (0,115 - 0) mol/L = 0,023 mol/menit 7) Sampel 7 (Ekstrak-7) Vw (Y1 – 0) = 0,2 L/menit (0,13 - 0) mol/L = 0,026 mol/menit d. Penentuan Harga X1 Umpan yang digunakan adalah 4 L TCE dan 40 ml asam propionate. Sehingga kadar asam propionat di dalam umpan adalah 40ml/4000ml = 1,0%. Hal ini berarti di setiap 100 ml umpan terdapat asam propionate sebanyak 1,0 gram. n M = V =



gr Mr



: Vlarutan



=



1,0 73



: 100 ml



=



1,0 73



: 0,1 L



= 0,137 M X1 = 0,137 M e. Penentuan koefisien perpindahan massa 1) Sampel-1  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,045 - 0) mol/L = 0,045 mol/L Y1 0,05 K = 1,31 = 0,03817 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,03817) mol/L = 0,09883 mol/L



( 0,045−0,09883 ) 0,045 ln 0,09883



(



)







Log[DFav] =







DFav = 100,0684 = 1,1706







Koefisien perpindahan massa



=



−0,05383 −0,7867



= 0,0684



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,01 21,1 x 1,1706



= 4,05 x 10-4



2) Sampel-2  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,035 - 0) mol/L = 0,035 mol/L Y1 0,075 K = 1,31 = 0,05725 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,05725) mol/L = 0,07975 mol/L



( 0,035−0,07975 ) 0,035 ln 0,07975



(



)







Log[DFav] =







DFav = 100,0543 = 1,1331







Koefisien perpindahan massa



=



−0,04475 −0,8235



= 0,0543



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,015 21,1 x 1,1331



= 6,3 x 10-4 3) Sampel-3  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,03 - 0) mol/L = 0,03 mol/L Y1 0,085 = K 1,31 = 0,065 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,065) mol/L = 0,072 mol/L



( 0,03−0,072 ) 0,03 ln 0,072



(



)







Log[DFav] =







DFav = 100,048 = 1,117







Koefisien perpindahan massa



−0,042 = −0,8755



= 0,048



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,017 21,1 x 1,117



= 7,2 x 10-4



4) Sampel-4  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,025 - 0) mol/L = 0,025 mol/L Y1 0,09 = K 1,31 = 0,0687 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,0687) mol/L = 0,0683 mol/L







( 0,025−0,0683 ) 0,025 Log[DFav] = ln 0,0683







DFav = 100,043 = 1,1041







Koefisien perpindahan massa



(



)



=



−0,0433 −1,005



= 0,043



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,018 21,1 x 1,1041



= 7,73 x 10-4 5) Sampel-5  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,0225- 0) mol/L = 0,0225mol/L Y1 0,1 K = 1,31 = 0,07633 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,07633) mol/L = 0,06067 mol/L







( 0,0225−0,06067 ) 0,0225 Log[DFav] = ln 0,06067







DFav = 100,0385 = 1,0927







Koefisien perpindahan massa



(



)



−0,03817 = −0,9919



= 0,0385



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,02 21,1 x 1,0927



= 8,67 x 10-4



6) Sampel-6  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,02- 0) mol/L = 0,02 mol/L Y1 0,115 K = 1,31 = 0,08778 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,08778) mol/L = 0,04922 mol/L



( 0,02−0,04922 ) 0,02 ln 0,04922



(



)







Log[DFav] =







DFav = 100,0324 = 1,077







Koefisien perpindahan massa



=



−0,02922 −0,9005



= 0,0324



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,023 21,1 x 1,077



= 10,12 x 10-4 7) Sampel-7  Driving force rata-rata (DFav) ( ∆ X 1−∆ X 2 ) ∆X1 Log[DFav] = ln ∆X2



(







∆X







X1* =







∆X



1



2



)



= (X2 – 0) = (0,0175- 0) mol/L = 0,0175 mol/L Y1 0,13 = K 1,31 = 0,09924 mol/L = (X1 – X1*) = (0,137 - 0,09924) mol/L = 0,03776 mol/L



( 0,0175−0,03776 ) 0,0175 ln 0,03776



(







Log[DFav] =







DFav = 100,02634 = 1,0625







Koefisien perpindahan massa



)



=



−0,02026 −0,769



=



kecepatan perpindahanmassa volume x DF av



=



0,026 21,1 x 1,0625



= 11,6 x 10-4



= 0,02634