Laporan Esterifikasi Fenol Fitri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Esterifikasi Fenol: Sintesis Asam Eugenoksiasetat dari Eugenol (Minyak Cengkeh) dan Sintesis Metil Salisilat dari Tablet Aspirin



I.



TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan massa (gram) asam eugenoksiasetat hasil sintesis 2. Menentukan kemurnian asam eugenoksiasetat hasil sintesis dengan metode KLT 3. Menentukan massa (gram) metil salisilat hasil sintesis 4. Menentukan kemurnian metil salisilat hasil sintesis dengan metode KLT



II.



DASAR TEORI 2.1 Sintesis Asam Eugenoksiasetat Eugenol (C10H12O2) merupakan turunan gualiakol yang mendapatkan tambahan rantai



alil yang memiliki nama IUPAC yaitu 2-metoksi-4-(2-propenil)fenol. Eugenol merupakan komponen kimia utama dalam minyak daun cengkeh berkisar 79 – 90 % (Kardinan,2005). Minyak cengkeh dapat diisolasi dari daun (1-4%), batang (5-10%), maupun bunga (10-20%). Minyak dari cengkeh ini harganya akan mahal bila rendemennya tinggi,dalam artian eugenol yang ada 80-90%. Kelimpahan komponen-komponen dalam minyak cengkeh bergantung dari jenis, asal tanaman, metode isolasi, dan metode analisa yang digunakan. Minyak cengkeh diproses saat keadaan kering untuk teknik pengawetan setelah panen (Srivastava et al,2005). Untuk mengisolasi eugenol,digunakan NaOH 3%. Karena eugenol dan NaOH akan membentuk natrium eugenolat yang dapat larut dalam air. Bagian non eugenol diekstrak dengan eter dan penambagan asam anorganik dan menghasilkan natrium eugenol bebas. Eugenol kemudian dimurnikan dengan penguapan dan penyulingan (Guenther,1990). Pemurnian eugenol dari minyak daun cengkeh digunakan cara ekstraksi. Penggunaan ekstraksi cair-cair kontinu dapat meminimalisir masalah yang timbul seperti pengocokan berulang-ulang,terjadi kenaikan tekanan internal,dan emulsi dalam corong pemisah serta



kehilangan pelarut yang lebih besar. Masalah tersebut muncul sebagai akibat penggunaan ekstraksi cair-cair tak kontinu (Vogel,1988). II.2



Sintesis Metil Salisilat Golongan analgesik non narkotik seperti asetil salisilat ternyata memiliki khasiat anti



inflamasi sehingga dapat digunakan untuk mengobati arthritis. Mekanisme obat ini belum jelas, walaupun diperkirakan dengan hubungan produksi atau penghantaran hormon. Asam salisilat tersedia di alam dalam bentuk ester pada glikosida dan minyak atsiri. Metil ester terkandung dalam minyak gandapura dan minyak aromatik lainnya. Golongan kimia utama senyawa salisilat yang dipakai dalam pengobatan adalah asam salisilat bentuk ester, garam dan amida yang diperoleh dengan substitusi pada gugus karbonil dan ester salisilat dari asamasam organic yang diperoleh dengan substitusi pada gugus OH fenolat dan mempunyai gugs karboksilat utuh (Daniel, 2011). Metil salisilat dapat diekstraksi dari alam dalam bentuk minyak atsiri dari tanaman Gandapura, namun sekarang lebih banyak dijumpai pabrik yang mensintesis metil salisilat dari asam salisilat dan metanol. Secara umum reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan senyawa ester. Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam disebut Fischer Esterification. Proses reaksi akan berlangsung lambat tanpa adanya katalis berupa asam kuat, tetapi reaksi akan mencapai kesetimbangan dalam waktu yang singkat ketika asam karboksilat dan alkohol direfluks dengan asam sulfat pekat atau asam klorida dalam jumlah sedikit. Reaksi antara asam salisilat dan methanol menggunakan katalis berupa asam sulfat akan menghasilkan metil salisilat (Tantia dan Triska, 2013). Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karbosilat.. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung –COOR dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat reversible. Laju esterifikasi asam karboksilat tergantung pada halangan sterik dalam alcohol dan asam karboksilat. Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya mempunyai pengaruh yang kecil dalam laju pembentuakn ester.Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alcohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya adalah asam sulfat pekat. Terkadang juga digunakan gas hydrogen klorida aromatic (ester yang mengandung cincin benzene). Reaksi dari asam



karboksilat dan alkohol menghasilkan ester dan air. Reaksi ini dikatalisis dengan asam. Berikut merupakan reaksi umum dari sintesis metil salisilat



Tahapan reaksi esterifikasi: 1. Protonasi gugus karbonil 2. Adisi alcohol & pemindahan suatu proton ke salah satu gugus hidroksil 3. Eliminasi air & deprotonisasi Reaksi pada percobaan ini bersifat reversible maka kesetimbangan harus dibuat condong ke kanan untuk diperoleh ester dalam jumlah banyak. Jika ditambahkan sejumlah besar katalis asam, katalis mengubah lingkungan dalam system dan sebagian dihilangkan melalui hidrasi air terbentuk dari reaksi ini. Untuk membuat sebuah ester hasil seperti etil etanoat, dapat dipanaskan secara perlahan sebuah campuran antara asam metanoat dan etanol dengan bantuan katalis asam sulfat pekat, dan memisahkan ester melalui destilasi sesaat setelah terbentuk, ini dapat mencegah terjadinya reaksi balik. Pemisahan dengan destilasi ini dapat dilakukan dengan baik karena ester memiliki titik didih yang paling rendah diantara semua zat yang ada. Ester merupakan satu-satunya zat dalam campuran yang tidak membentuk ikatan hydrogen, sehingga memiliki gaya antar molekul yang paling lemah. Ester-ester yang lebih besar cenderung terbentuk lebih lambat. Dalam hal ini, mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran reaksi dibawah refluks selama beberapa waktu untuk menghasilkan sebuah campuran kesetimbangan. Ester bisa dipisahkan dari



asam karboksilat, alcohol, air, dan asam sulfat dalam campuran dengan metode destilasi fraksional.



II.3



Identifikasi Spektrofotometri inframerah adalah suatu metode untuk mengamati interaksi molekul



dengan radiasi elektromagnetik yang ada pada daerah panjang gelombang 0,75µm-1,0µm (Khopkar,2003).Prinsip dari spektrofotometer inframerah adalah ketika molekul dari suatu senyawa diberikan energi radiasi inframerah, maka molekul tersebut akan mengalami vibrasi dengan syarat energi yang diberikan terhadap molekul cukup untuk mengalami vibrasi. Sehingga sejumlah frekuensi akan diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmitansikan tanpa diserap. Gambaran antara persen transmitansi lawan frekuensi akan menghasilkan spektrum inframerah (Sastrohamidjojo,2001) Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).



NO



III.



ALAT DAN BAHAN



IV.



CARA KERJA 4.1



ALAT



Sintesis Asam JUMLAH



1



a. Erlenmeyer 50 mL



2



Penangas air



1 buah



3



Pengaduk Magnet



1 buah



4



Gelas Kimia 25 mL



1 buah



NO



ALAT



JUMLAH



5



Spatula



1 buah



6



Gelas Kimia 100 mL



1 buah



7



Lumpang Alu



1 buah



8



Batang Pengaduk



1 buah



9



Labu Bundar



1 buah



10



Klem Statif



1 set



11



Kondensor Refluks



1 buah



12



Termometer



1 buah



13



Corong Pisah



1 buah



BAHAN



JUMLAH



2 buah



NO 1 2 3 4 NO 5 6 7 8 9 10 11 12 13



NaOH Aqua DM Asam monokloroasetat Na2CO3 BAHAN HCl n-heksana Etil Asetat Metanol Tablet Aspirin H2SO4 pekat Diklorometana NaHCO3 Na2SO4 anhidrat



0,3 gram Secukupnya 0,5 gram 5 mL JUMLAH 12,5 mL 2,2 mL 0,8 mL 10 mL 1,3 gram 0,3 mL 10 mL 5 mL 1 gram



Eugenoksi Asetat Tahap 1







Sebanyak 0,3 gram NaOH ditimbang dan dilarutkan kedalam 1,5 mL







aquades lalu ditambahkan 1 mL minyak cengkeh (Larutan A) Sebanyak 0,5 gram asam monokloro asetat ditimbang dan dilarutkan kedalam 2,5 mL aquades kemudian ditambahkan Na2CO3 hingga basa



(Larutan Aa) b. Tahap 2  Larutan Aa ditambahkan larutan A dan diaduk hingga homogen selama 1 jam pada 90-95 ⁰C kemudian didinginkan dengan air keran mengalir lalu ditambahkan larutan HCl M (1:1) hingga larutan menjadi asam 



(Larutan B) Larutan B ditambahkan sedikit es dan didiamkan



c. Tahap 3  Hasil Sintesis diuji KLT dengan eluen etil asetat: n heksana (8:2)  Hasil Sintesis diukur nilai Rf nya 4.2 Sintesis Metil Salisilat dari tablet aspirin Sebanyak 4 tablet aspirin digerus dalam mortar lalu ditimbang 1,3 gram dan disimpan dalam gelas kimia kemudian ditambahkan 10 mL methanol dan diaduk 10 menit pada stirrer hingga homogen lalu campuran disaring. Setelah diperoleh residu dan filtrate , residunya diambil dan dibilas dengan 1 mL methanol sedangkan filtrate nya ditambah 6 tetes larutan H2SO4 dalam labu kemudian direfluks pada suhu 65 ⁰C selama 90 menit lalu didinginkan pada suhu kamar . Setelah campuran dingin , campuran dipindahkan kedalam corong pisah dan ditambahkan 5 mL NaHCO jenuh dan 5 mL Diklorometana lalu diekstraksi hingga terpisah menjadi 2 fasa . Campuran ditambahkan 5 mL Diklorometana kembali. Filtrat diambil dan ditambahkan 3 sendok spatula Na 2SO4 anhidrat kemudian campuran disaring hingga residu dan filtrate terpisah . Filtrat sebagai fasa organic diambil dan diuapkan di penangas es kemudian diuji KLT dengan eluen etil asetat : n-heksana (1:4) dan noda yang diperoleh dilihat dibawah sinar UV V.



HASIL PENGAMATAN 5.1 Sintesis Asam Eugenoksiasetat



Perlakuan



Hasil Pengamatan



Tahap 1 0.3 gram NaOH ditimbang dalam labu Padatan/ kristal tak berwarna erlemeyer 250 mL Dilarutkan dengan 1.5 mL aquades Ditambahkan 1.0 mL minyak cengkeh



Larutan tak berwarna Minyak kuning bening, tidak bercampur



dengan larutan Diaduk dengan magnetic stirrer dalam Menjadi larutan berwarna kuning tua penangas air bersuhu 80-90 oC Tahap 1 b Ditimbang 0.5150 gram



asam Padatan putih tak berwarna, 0.5150 gram



monokloroasetat dalam labu erlemeyer 50 mL Dilarutkan dengan 2.5 mL aquades Melarut, menjadi larutan tak berwarna Ditambahkan Na2CO3 hingga menjadi basa Berbuih putih, melarut menjadi larutan dan diukur pHnya (Larutan A)



tak berwarna dengan pH= 10 Tahap 2 Larutan a ditambahkan ke hasil tahap 1a Menjadi larutan berwarna



kuning



(NaOH+aquades+minyak cengkeh) kecoklatan Diaduk dalam penangas air bersuhu 90-95 Menjadi berwarna kecoklatan dan air o



C selama 1 jam berkurang Didinginkan dengan air keran mengalir Erlemeyer dan larutan menjadi dingin Diasamkan dengan HCl (1:1) 3 M (Larutan pH larutan= 2 B) Tahap 2 b Ditambahkan sedikit bongkahan es (5-10 Larutan coklat tak larut gram) Didiamkan hingga terbentuk Kristal



Es mencair terdapat gumpalan larutan tak



bercampur Hasil sintesis dipisahkan dengan corong 0.5 mL berupa cairan berwarna coklat pisah Tahap 3 (uji KLT) Diuji dengan eluen etil asetat: n-heksana Larutan tak berwarna (8:2) sebanyak 3 mL Ditotolkan pada plat KLT Noda berwarna jingga kecoklatan Diukur jarak noda dan ditentukan nilai Jarak noda= 1 cm dan 2.85 cm, jarak Rfnya



eluen= 4 cm, dan panjang plat= 5 cm



V.2 Sintesis Metil salisilat Perlakuan 4 tablet aspirin digerus Ditimbang 1,3 gram Ditambahkan 10 mL metanol Diaduk 10 menit dengan magnetik stirrer Disaring



Hasil pengamatan Serbuk halus berwarna putih Serbuk halus berwarna putih Aspirin tidak larut dalam metanol Larutan menjadi putih keruh Filtrat : larutan kuning



Residu dibilas 1 mL metanol Filtrat ditambahkan 4 mL metanol dan 6



Residu : padatan putih Tidak terjadi perubahan Tidak terjadi perubahan



tetes larutan asam sulfat pekat dalam penangas es Direfluks pada suhu 65 ℃ selama 90



Larutan menjadi hangat perubahan



menit Didinginkan hingga suhu ruang Dipindahkan kedalam corong pisah Ditambahkan 5 mL larutan NaHCO3 jenuh Ditambahkan 5 mL larutan diklorometana Diekstraksi



Larutan dingin, tidak terjadi perubahan Larutan kining dalam corong Larutan kuning, terdapat gas Larutan kuning keruh Terbentuk 2 fasa Fasa atas : larutan kuning bening



Diulangi penambahan 5 mL larutan



Fasa bawah : larutan putih kekuningan Terbentuk 2 fasa



diklorometana



Fasa atas : larutan kuning bening



Filtrat ditambahkan 3 sendok spatula



Fasa bawah : larutan putih kekuningan Larutan berwarna jingga, berbau khas



Na2SO4 anhidrat Disaring



Larutan dingin Filtrat terdapat 2 fasa Fasa atas : larutan jingga kemerahan Fasa bawah : larutan kuning ( seperti minyak) Residu : padatan kuning ( berwarna



Filtrat diuapkan dipenangas air



merah pada kertas saring Larutan jingga kemerahan bening



Diuji plat KLT dengan eluen etil asetat : n-



Larutan tak berwarna



heksana (12 tetes : 48 tetes) Diuji dibawah lampu UV



Noda berwarna kuning



Jarak noda 0.6 cm Jarak eleun 5 cm



VI.



PEMBAHASAN



6.1 Sintesis Asam Eugenoksiasetat A. Analisis Prosedur Percobaan kali ini bertujuan untuk mengisolasi eugenol dari minyak cengkeh dan mengidentifikasi hasil sintesis dengan penujian sifat fisik maupun kimia nya. Prinsip percobaannya adalah dengan pemisahan minyak cengkeh dengan pengotor-pengotornya menggunakan kolom kromatografi, kemudian kandungan eugenol dipisahkan dari komponen lainnya dalam minyak cengkeh dengan metode ekstraksi pelarut. Metode ekstraksi pelarut merupakan proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fasa ke fasa yang lain berdasarkan pada perbedaan kelarutan dalam senyawa polar dan non polar. Minyak daun cengkeh mengandung senyawa utama lain selain eugenol dan kariofilena. Eugenol yang merupakan senyawa paling banyak terkandung dalam minyak daun cengkeh. Dapat dipisahkan/diisolasi dari komponen minyak daun cengkeh yang lain. Penambahan NaOH dalam minyak daun cengkeh berfungsi untuk mengikat eugenol yang bersifat non polar menjadi garam Na-eugenolat yang bersifat polar sehingga nantinya eugenol dapat dipisahkan. Reaksi penggantian gugus H+ dengan Na+ yang berasal dari NaOH melepaskan energi yang muncul berupa panas (bersifat eksotermis) Ketika penambahan NaOH tersebut kariofilena tidak ikut bereaksi dengan NaOH karena kariofilena tidak mengandung gugus hidroksil (OH) seperti pada eugenol. Sehingga pada kariofilena tidak ada gugus yang dapat diganti untuk membentuk garam. Dengan pengubahan struktur eugenol menjadi garam Na-eugenolat maka Na-eugenolat



dapat dipisahkan dari kariofilena maupun komponen penyusun minyak daun cengkeh lainnya yang bersifat non polar. Lapisan atas berupa kariofilena yang berwarna kuning muda sedangkan lapisan bawah berupa garam Na-eugenol yang berwarna coklat muda. Kariofilena berada di lapisan atas karena massa jenis kariofilena lebih kecil daripada massa jenis eugenol dalam bentuk garamnya. Massa jenis kariofilena adalah 0,9658 g/ml, sedangkan massa jenis eugenol adalah 1,06 g/ml. Pemisahan kedua lapisan dapat terjadi karena perbedaan tingkat kepolaran. Kariofilena bersifat nonpolar sedangkan garam Naeugenolat bersifat polar dan dapat larut dalam air. Sintesis eugenil oksiasetat ini dilakukan dengan penambahan NaOH dan asam kloroasetat. Gugus hidroksi pada eugenol dapat bereaksi dengan basa untuk membentuk garam eugenolat. Garam eugenolat ini akan direaksikan dengan asam kloroasetat membentuk eugenil oksiasetat. Eugenil oksiasetat yang telah terbentuk dimurnikan dengan menggunakan dietil eter untuk menghilangkan pengotor yang bersifat non polar dan NaHCO3 untuk menghilangkan pengotor yang bersifat polar. Mekansisme pembentukan eugenil oksiasetat dapat ditunjukkan pada gambar berikut :



Pengadukan dan pemansan secara teratur bertujuan untuk meningkatkan energi kinetik dari molekul yang bereaksi sehingga peluang dari molekul-molekul untuk bertumbukan semakin besar dan reaksi akan lebih mudah terjadi karena adanya kemungkinan tumbukan efektif yang terjadi. Sedangkan pendinginan dibawah air keran bertujuan untuk memastikan reaksi pembentukan garam Na-eugenolat telah berlangsung optimal. Hal itu dapat dilihat dari terbentuknya 2 lapisan dan penurunan suhu campuran. Dengan penurunan suhu dapat memberikan tanda bahwa reaksi telah berhenti dan tidak adanya energi dari hasil reaksi yang dilepaskan lagi dalam bentuk panas. B. Analisis Hasil Hasil yang diperoleh dari percobaan ini berupa larutan berwarna coklat sebanyak 0,5 mL . Hasil sintesis eugenol diidentifikasi dengan uji sifat fisik, kimia, dan analisa menggunakan spektrofotometer IR serta kromatografi. Namun yang dilakukan hanya uji sifat fisik dan analisa menggunakan KLT Berdasarkan uji sifat fisik , Pada percobaan yang telah dilakukan tidak terbentuk Asam eugenoksi asetat dalam bentuk padatan yang berwarna putih kecoklatan seperti gambar berikut :



Tidak terbentuknya hasil sintesis eugenoksi asetat dapat disebabkan oleh beberapa faktor Antara lain : Kurangnya ketelitian praktikan sehinga volume bahan yang digunakan tidak tepat tera , Bahan yang digunakan sudah terkontaminas zat lain sehingga tidak murni dan mengganggu hasil sintesis. Berdasarkan uji analisis dengan Kromatografi Lapisan Tipis atau KLT. Hasil analisa dengan KLT menghasilkan nilai Rf senyawa eugenol 0,7125 . Nilai tersebut jauh berbeda dengan nilai Rf menurut Harborne (1986) yaitu 0,31 dengan menggunakan eluen



campuran n-heksana dengan kloroform perbandingan 3:2. Hasil tersebut menunjukkan negatif adanya eugenol dalam sampel minyak cengkeh. Untuk analisis menggunakan FTIR tidak dilakukan karena hasil sintesis yang diperoleh tidak diperoleh bentuk padatan nya . Namun jika analisis dilakukan maka Hasil spektrofotometer IR menghasilkan banyak peak dari senyawa eugenol yang dianalisa. Hasil tersebut dapat diinterpretasikan dengan melihat gugus fungsi spesifik pada bilangan gelombang yang sesuai sebagai berikut (Pavia ,2001); Ikatan O-H C-H C-H C=C C=C C-O



Tipe senyawa Alkohol, fenol Alkena Alkana Alkena Aromatik Alkohol, eter, karboksilat



Frukuensi



ester,



literatur Frekuensi



(cm-1) (Pavia 2001) 3650-3600 3100-3000 3000-2850 1680-1600 1600 dan 1475 asam 1300-1000



pengamatan (cm-1) 3510.20-3448.49 3076.25 3002.96-2842.88 1608.52 1514.02 1269.07-1122.49



VI.2



Sintesis Metil salisilat



A. Analisis Prosedur Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk membuat metil salisilat dengan bahan dasar asam salisilat. Reaksi esterifikasi adalah reaksi yang mereaksikan sebuah derivat asam karboksilat (asam salisilat) dan alkohol primer (metanol) pada suasana asam dengan katalis H2SO4 dengan suhu yang tinggi untuk menghasilkan senyawa utama berupa ester dan produk samping berupa air. Dari kedua bahan awal tersebut yang dibutuhkan dari asam salisilatnya adalah salisilatya, sedangkan dari methanol yang dibutuhkan adalah metilnya sehingga bila digabungkan akan menjadi metil salisilat. Reaksi esterifikasi ini bersifat reversible dan sangat lambat. Sintesis metil salisilat diawali dengan mencampurkan asam salisilat, metanol, dan asam sulfat pekat di dalam labu alas bulat. Asam sulfat pekat digunakan sebagai katalis untuk menurunkan energi aktivasi sehingga kesetimbangan reaksi bisa lebih cepat tercapai. Reaksi ini termasuk reaksi endoterm karena dalam pencampuran ketiga bahan tersebut dapat menyerap panas dari lingkungan. Karena itu, agar reaksi esterifikasi dapat terus berlanjut hingga tercapai kesetimbangan, maka suasana lingkungan harus dibuat panas. Yaitu dengan cara merefluks ketiga bahan tersebut selama 2 jam. Alasan perlakuan refluks terhadap campuran adalah untuk memberikan suhu yang tinggi selama pencampuran, sehingga reaksi esterifikasi dapat terus berlangsung hingga tercapai kesetimbangan. Dilakukan refluks selama 90 menit karena dalam waktu tersebut karena merupakan waktu yang optimal untuk berlangsungnya proses esterifikasi secara sempurna. Refluks memiliki prinsip yaitu dilakukan dengan merendam sampel datam pelarut di dalam labu bundar. Dengan pemanasan, proses ekstraksi lebih cepat, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna.Selama proses reluks, dalam labu bulat diberi batu didih.



Tujuan dari pemberian batu didih tersebut adalah untuk mencegah terjadinya letupan atau bumping yang disebabkan oleh perbedaan titik didih dari kedua bahan awal tersebut. Selanjutnya, hasil refluks tadi dipartisi dalam corong pisah. Digunakan corong pisah karena pemisahannya berdasarkan kepolaran dan berat jenis. Prinsipnya yaitu memisahkan dua komponen yang tidak dapat bercampur yaitu metil salisilat yang merupakan fase minyak (non polar) dan air yang bersifat polar. Fase minyak yang memiliki berat jenis lebih besar akan berada di bawah dari pada air yang memiliki berat jenis lebih kecil. pemisahan menggunakan corong pisah akan lebih memudahkan dalm proses pemisahannya selain itu juga hasil yang didapat tidak berkurang atau tetap. Dibanding dengan menggunakan kertas saring yang akan mempengaruhi jumlah produk yang didapat. Lalu, ditambahkan larutan NaHCO3 jenuh yang untuk menghilangkan H+ yang berperan sebagai katalis. Tujuan dari menghilangkan H + karena katalis dapat bereaksi dengan bahan awalnya untuk mempercepat reaksi, namun setelah reaksi selesai bereaksi, katalis harus melepaskan reaksinya dengan bahan awal tersebut. Dalam proses ini, dilakukan pengocokan dalam corong pisah dengan membuka tutup corong agar gas CO 2 yang dihasilkan dari reaksi tersebut dapat keluar. Tujuan pengocokan ini agar fase minyak dan fase air terpisah. Sedangkan penambahan diklorometana bertujuan sebagai pelarut untuk proses ekstraksi digunakan nya pelarut ini dikarenakan diklorometana bersifat polar sehingga tidak melarutkan zat organik yang pada umumnya nonpolar dan menyebabkan terbentuknya 2 fasa pada larutan yaitu Antara fase minyak (Fase organic) dan fase air (diklorometana) Fase minyak yang diperoleh kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat merupakan garam yang tidak mengandung air dan bersifat higroskopis (bahan yang mudah menyerap air dari sekitarnya). Proses ini melibatkan konversi Na2SO4 menjadi air garam baik karena menyerap uap air atau air dari gas yang perlu dikeringkan. Dengan kemampuan tersebut Na2SO4 dapat dengan mudah berikatan dengan air yang masih tersisa. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Na2SO4 bersifat polar yang mana akan menarik air yang bersifat polar sehingga dapat mengikat air sesuai dengan prinsip “like disolve like”.



Setelah ditambahkan Na2SO4 anhidrat campuran disaring dan diambil filtrate yang diperoleh kemudian diuapkan . Hal ini bertujuan untuk menguapkan pelarut yang digunakan selama proses sintesis sehingga dapat diperoleh Metil Salisilat yang murni. Reaksi esterifikasi sintesis metil salisilat terjadi beberapa tahap, yaitu tahap protonasi dan deprotonasi, dimana terjadi interaksi antara asam karboksilat dan alkohol sehingga menciptakan suatu ester. Menurut Vogel, mekanisme reaksi esterifikasi sintesis metil salisilat adalah sebagai berikut: Tahap 1



:



Tahap 2



:



Tahap 3



:



Tahap 4



:



H2SO4 H+ + SO42-



Dalam mekanisme diatas, rekasi mula-mula diawali dengan serangan nukleofilik oleh molekul alkohol pada gugus karboksilat yang terprotonasi, yang ditunjukkan oleh nomor (1). Kemudian terjadi pemutusan ikatan rangkap C karbonil dari gugus karboksilat oleh atom O dari gugus hidroksil membentuk kompleks intermediet (2). Senyawa intermediet bersifat tidak stabil sehinggaakan terus bereaksi hingga stabil. Senyawa intermediet juga akan mengalami protonasi sehingga terjadi pelepasan H2O sebagai upaya



menyetabilkan senyawa (3). Lalu senyawa (4) akan terprotonasi membentuk metil salisilat.



B. Analisis Hasil Hasil yang diperoleh dari percobaan ini berupa larutan jingga kemerahan. Hasil sintesis metil salisilat diidentifikasi dengan uji sifat fisik, kimia, dan analisa menggunakan spektrofotometer IR serta kromatografi. Namun yang dilakukan hanya uji sifat fisik (karateristik wujud ) dan analisa menggunakan KLT. Metil salisilat hasil sintesis yang diperoleh memiliki karateristik yang mirip dengan metil salisilat dalam literature yaitu berupa larutan tidak berwarna hingga jingga kemerahan dan berbau khas. Sedangkan untuk identifikasi pemurnian yang dilakukan yaitu uji KLT dengan eluen etil asetat : n heksana dilakukan untuk membandingkan nilai Rf metil salisilat hasil sintesis , nilai Rf metil salisilat control dan nilai Rf asam salisilat . Dimana menurut literature (Uswatun Khasanah,2010) nilai Rf metil salisilat control dan nilai Rf asam salisilat yaitu berturut turut adalah 0,56 dan 0,22 . Sedangkan nilai Rf metil salisilat hasil sintesis yang diperoleh yaitu 0,12. Berdasarkan perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kemurnian dari metil salisilat hasil sintesis rendah karena nilai rf Antara sintesis dan literature cukup jauh.