Laporan Farmakologi Anestesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Farmakologi Uji Efek Anestesi Komparasi Kombinasi Obat Phenobarbital-Diazepam kelompok 2



Disusun Oleh : Ketua Kelompok :



Ananda Herfirian



3422117019



Anggota :



Ariati Agustiana



3422117037



Aulia Novita Sari



3422117047



Charles Djumhani



3422117057



Rani Kusuma Astuti



3422117243



Rizka Amelia



3422117272



Siti Nur Halimah



3422117299



Yulia Sandra



3422117343



Reguler 17 B Akademi Farmasi IKIFA 2018



DAFTAR ISI Cover................................................................................................................................ i Daftar isi ...........................................................................................................................ii BAB I Pendahuluan ........................................................................................................ 1 3.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 3.2 Tujuan Praktikum ............................................................................................... 2 3.3 Manfaat Praktikum ............................................................................................. 2 BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 3 2.1. Pengertian Hipnotik Sedativ.............................................................................. 3 2.2. Penggolongan Obat Hipnotik dan Sedativ ........................................................ 5 2.3. Mekanisme Kerja .............................................................................................. 7 2.4. Monografi Bahan .............................................................................................. 7 2.5. Cara Pemberian................................................................................................ 8 BAB III Metode Percobaan .............................................................................................. 9 3.1. Prosedur Kerja ................................................................................................. 9 3.2. Alat dan Bahan ................................................................................................. 9 3.3. Perhitungan .................................................................................................... 10 3.4. Pembuatan Sediaan ....................................................................................... 11 3.5. Definisi Operasional ....................................................................................... 11 3.6. Cara Analisa ................................................................................................... 11 BAB IV Pembahasan..................................................................................................... 12 4.1. Hasil Praktikum .............................................................................................. 12 4.2. Pembahasan .................................................................................................. 13 BAB V Kesimpulan dan Saran ...................................................................................... 14 5.1. Kesimpulan..................................................................................................... 14 5.2. Saran .............................................................................................................. 14 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 15



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. (Wikipedia, 2007). Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain suatu ester dari asam para amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda, 2004). Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifat addiksi dan jauh kurang toksik dibanding kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk



Benzocaine,



Dibucaine,



Tetracaine



dan



Chloroprocaine,



dan



semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang menunjukkan sensitisasi dan reaksi alergi. (Rusda, 2004). Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obatobat dengan berbagai keuntungan dapat digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa kedokteran harus mempelajari bagaimana memilih jenis obat anastesi lokal yang akan digunakan dan cara penggunaannya. Pada umumnya anestesi digunakan dalam pembedahan, dengan maksud mencapai keadaan pingsan dengan merintangi rangsangan nyeri, memblok reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan dan menimbulkan pelemasan otot. Untuk itu pada pembiusan, dibutuhkan kombinasi obat yang terdiri atas obat hipnotik, analgesika, dan relaksan otot. Salah satu contoh obat yang digunakan dalam anestesi adalah obat golongan hipnotik. Hipnotik memiliki efek mengantuk, contoh obat yang umum digunakan dalam anestesi antara lain diazepam-phenobarbital. Ini merupakan salah satu alasan mengapa kedua obat ini digunakan sebagai sampel coba pada praktik farmakologi.



1



1.2.



Tujuan Praktikum a. Mempraktekkan dan mengamati pengaruh efek Hipnotik Fenobarbital dan Diazepam. b. Membuktikan bahwa Fenobarbital dan Diazepam mempunyai efek Hipnotika. c. Membandingkan onset dan durasi tidur pemberian Febobarbital dan Diazepam oral.



1.3.



Manfaat Praktikum a. Dapat mengetahui keefektifan obat hipnotik yang diberikan terhadap hewan percobaan. b. Dapat mengetahui mekanisme kerja dari obat hipnotik. c. Dapat mengetahui durasi tidur yang dihasilkan oleh hewan percobaan akibat pemberian obat hipnotik.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Pengertian Hipnotik dan Sedativ Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002). Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D.,1995). Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut: 1. Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh, 2. Pengaruhnya pada kegiatan esok hari, 3. Kecepatan mulai bekerjanya, 4. Bahaya timbulnya ketergantungan, 5. Efek "rebound” insomnia, 6. Pengaruhnya terhadap kualitas tidur, 7. Interaksi dengan otot-otot lain, 8. Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2002). Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Djamhuri, 1995). Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya:



flurazepam,



lorazepam,



temazepam,



triazolam;



barbiturat,



contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya:



3



kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk, 1995). Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu: a. Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida; b. Tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat; c. Sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat; d. "Hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002). Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot. Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat tidur lainnya adalah tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya semakin berkurang setelah pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan memperdalam tidur (Tjay, 2002). Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang



mengganggu.



Fase



tidur



REM



dipersingkat.



Barbiturat



sedikit



menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar (Ganiswarna dkk, 1995). Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal 4



ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995). 2.2.



Penggolongan Obat Hipnotik dan Sedativ Secara klinis obat-obatan sedatif – hipnotik digunakan sebagai obatobatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni: 1. Benzodiazepin Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Pada praktikum kali ini, obat hipnotik – sedatif dari golongan benzodiazepine yang kami gunakan adalah diazepam. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri. Farmakokinetik Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.



5



2. Barbiturat Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan. Pada praktikum kali ini, obat hipnotik – sedatif dari golongan benzodiazepine yang kami gunakan adalah Phenobarbital. Phenobarbital adalah obat dengan fungsi untuk mengendalikan kejangkejang. Mengendalikan dan mengurangi kejang akan memungkinkan Anda melakukan lebih banyak kegiatan sehari-hari, mengurangi risiko bahaya ketika Anda kehilangan kesadaran, dan mengurangi risiko Anda untuk kondisi yang mungkin mengancam jiwa Anda akibat kejang-kejang yang sering berulang. Efek samping yang dapat timbul setelah menggunakan phenobarbital adalah: 1) Merasa lelah. 2) Mengantuk 3) Pusing atau sakit kepala. 4) Vertigo.. 5) Disartria, yaitu melemahnya otot-otot bicara. 3. Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin 1) Propofol Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. 2) Ketamin Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. 3) Dekstromethorpan Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. 6



2.3.



Mekanisme Kerja Pengikatan GABA (asam gamma amino butirat) ke reseptornya pada membran sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan



potensi



postsinaptik



dari



ambang



letup



dan



meniadakan



pembentukan kerja-potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran sel, yang terpisah tetapi dekat reseptor GABA. Reseptor benzodiazepin terdapat hanya pada SSP dan lokasi nya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan benzodiazepin memacu afinitas reseptor GABA untuk neurotansmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan.



2.4.



Monografi Bahan 1. Diazepam Diazepam adalah benzodiazepine yang digunakan untuk Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot. Dosis Oral : a. Ansietas, 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg sehari dalam dosis terbagi; b. Lansia (atau yang sudah tidak mampu melakukan aktivitas) setengah dosis dewasa c. Insomsia yang disertai ansietas, 5-15 mg sebelum tidur. d. Anak-anak, night teror dan somnambulisme, 1-5 mg sebelum tidur. Injeksi i.m atau injeksi i.v lambat : a. kedalam vena besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit)untuk ansietas akut berat, pengendalian serangan panik akut, penghentian alkohol akut, 10 mg, jika perlu ulangi setelah 4 jam. b. Anak 35 - 100 mg/hari. c. Disesuaikan



dengan



jeda



waktu



yang



mempertahankan kadar obat dalam plasma. 2. Phenobarbital 7



telah



ditetapkan



untuk



Phenobarbital adalah obat untuk mengendalikan dan mengurangi kejang. Dengan berkurangnya kejang, penderita dapat menjalani aktivitas sehari-hari secara normal dan terhindar dari cedera yang timbul akibat kejang. Obat ini juga dapat digunakan sebagai obat penenang dan membantu untuk tidur, yang biasanya digunakan untuk waktu singkat, yaitu tidak lebih dari 2 minggu. Dosis : a. Sedasi sebelum operasi 1) Anak-anak



: Intravena atau intramuskular: 1-3 mg/kg



2) Dewasa



: Intramuskular: 100-200 mg, diinjeksikan 60-90 menit sebelum operasi



b. Sedasi 1) Dewasa



: 30-120 mg yang terbagi ke dalam dua atau tiga dosis Insomnia



2) Dewasa



: 100-200 mg per hari Antikonvulsan



3) Anak-anak



: Dosis awal 15-20 mg/kg, Dosis yang disarankan 3-6 1.1.1 mg/kg



4) Dewasa



: 60-200 mg per hari



c. Status epilepticus



2.5.



1) Anak-anak



: 3-5 mg/kg



2) Dewasa



: 100-300 mg per hari saat malam hari.



Cara Pemberian Pemberian obat dilakukan secara oral yaitu dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya tumpul. Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking. Sebelum memasukkan sande oral, posisi kepala dan keadaan mulut harus diperhatikan. Ketika hewan dipegang dengan posisi terbalik pastikan posisi kepala menengadah atau posisi dagu sejajar dengan tubuh dan mulut terbuka sedikit.



8



BAB III METODE PERCOBAAN 3.1.



Prosedur Kerja 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Masing-masing kelompok mengambil 6 ekor mencit yang telah dipuasakan semalam dan di timbang dengan pemilihan bobot antara 20-30gram. 3. Menghitung dosis larutan yang akan diberikan pada mencit. 4. Membuat larutan suspensi yang akan diberikan pada mencit, berupa larutan Febobarbital , dan larutan Diazepam. 5. Menyiapkan larutan-larutan yang akan diberikan ke mencit sesuai dengan dosis yang telah di hitung dalam bentuk oral . 6. Melakukan penyuntikan menggunakan sonde (jarum suntik yang ujungnya tumpul) untuk dimasukan kedalam mulut mencit kemudian perlahan-lahan di masukan melalui tepi langit-langit kebelakang sampai ke esofagus. 7. Mencit dipisahkan dalam 6 wadah berbeda. 8. Catat waktu pemberian larutan dan waktu tidur mencit setelah di beri fenobarbital dan kombinasi diazepam-fenobarbital (onset). 9. Catat Waktu Bangun dari mencit. Dan hitung durasi dari waktu mencit tertidur hingga bangun. 10. Mencit yang telah di uji coba, dikembalikan ke dalam kandangnya dan bersihkan alat-alat yang telah digunakan.



3.2.



Alat dan Bahan 1. Timbangan mencit 2. Alat suntik 1 ml 3. Sonde oral mencit 4. Wadah sediaan obat 5. Timer 6. Wadah tempat pengamatan 7. Kandang metabolisme individual 8. Tisue kering 9. Phenobarbital tablet 30mg 10. Dizepam tablet 2mg 9



11. Tragakan 0,5% 12. Aqua dest 13. Mencit putih DDY, 20-30g



3.3.



Perhitungan Berat Badan Mencit 1. 22g (F13) 2. 20g (F14) 3. 21g (F15) 4. 20g (F16 dan D16) 5. 22g (F17 dan D17) 6. 20g (F18 dan D18) Perhitungan Dosis : 1. Fenobarbital 0,8 800 3,28 𝑥12,3𝑥0,02 = 𝑥1 = 0.43𝑚𝑙 60 7,5 22



F13 : 20 𝑥0,43 = 0,47𝑚𝑙 F14 :



20 20



𝑥0,43 = 0,43𝑚𝑙



21



F15 : 20 𝑥0,43 = 0,45𝑚𝑙 2. Fenobarbital 0,6 600 2,46 𝑥12,3𝑥0,02 = 𝑥1 = 0.328𝑚𝑙 20 7,5 20



F16 : 20 𝑥0,328 = 0,33𝑚𝑙 22



F17 : 20 𝑥0,328 = 0,36𝑚𝑙 F18 : 0,328 ~ 0,33ml 3. Diazepam 0,05 100 0,41 𝑥12,3𝑥0,02 = 𝑥1 = 0.41𝑚𝑙 60 1 20



D16 : 20 𝑥0,41 = 0,41𝑚𝑙 22



D17 : 20 𝑥0,41 = 0,45𝑚𝑙 D18 = 0,41 ml



10



3.4.



Pembuatan Sediaan 1. Timbang



500 mg tragakan, gerus dalam lumpang tambahkan aqua dest



sedikit-sedikit ad 100 ml ( beri etiket “tragakan ½%”) 2. Gerus 4 tablet diazepam 2 mg tambahkan tragakan ½% sedikit-sedikit ad 8ml ( beri etiket “Diazepam 1.0mg/ml”) 3. Gerus 4 tablet fenobarbital 30 mg tambahkan tragakan ½% sedikit demi sedikit ad 8ml. (beri etiket Fenobarbital 7.5mg/ml). 3.5.



Definisi Operasional



NO



VARIABEL



DEFINISI OPERASIONAL



UNIT



SKALA



1



Mencit



Mencit dipilih berdasarkan berat Ekor



nominal



badannya dengan kriteria antara 20-25 gram. Mencit yang akan digunakan



telah



dipuasakan



semalam.



3.6.



Cara Analisa Dalam praktikum farmakologi ini, definisi operasional yang telah ditetapkan, sebagai berikut : 1. Mulai tidur



: mencit dikatakan mulai tidur apabila setelah selesai dioral mencit mulai diam dan jika ditelentangkan ditengah bejana maka tidak mampu tengkurap



2. Bangun



: mencit dikatakan bangun, apabila jika mencit dapat tengkurap sendiri dan bergerak meninggalkan pusat bejana



3. Onset



: waktu mencit mulai tidur – waktu sonde dicabut, dihitung dalam menit



4. Durasi



: waktu bangun – waktu mulai tidur, dihitung dalam menit



5. Bila mencit tidak tidur, maka onset = 60 menit dan durasi = 0 menit.



11



BAB IV PEMBAHASAN 4.1.



Hasil Praktikum Tabel 4.1 Onset dan Durasi



Tabel 4.2 Rata-Rata Onset dan Durasi



Perlakuan



Onset



Durasi



F 0.8



43.6



177.6



FD



51.7



131.5



12



200 177.6



180 160



131.5



140 120



Onset



100



Durasi



80 60



51.7



43.6



40 20 0 F 0.8



FD



Gambar 4.1 Rata-Rata Onset dan Durasi



4.2.



Pembahasan 1. Pada praktikum



ini dilakukan uji coba obat Hipnotik menggunakan



Fenobarbital tablet 30mg dan Diazepam tablet 2mg. 2. Pada menit 12 mencit yang diuji coba, pemberian obat dilakukan secara oral dengan menggunakan sonde. Percobaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 6 ekor mencit diberikan obat Fenobarbital dan 6 ekor mencit lainnya diberikan kombinasi Fenobarbital-Diazepam. 3. Pada kelompok Febobarbital



dosis manusia



800mg menimbulkan



efek



hipnotik pada 6 ekor mencit namun dengan durasi tidur yang berbeda. 4. Pada kelompok kombinasi febobarbital dosis manusia 600mg dan diazepam dosis manusia 100mg, pada 6 ekor mencit efek hipnotik dengan durasi tidur yang cukup panjang (mencit nomer 23 dan 24) dan onset yang cukup lama dengan rata-rata onset 81,6 menit. 5. Berdasarkan hasil percobaan diatas dapat dilihat bahwa pada pemberian Fenobarbital 800 mg , Fenobarbital 600 mg, serta kombinasi Fenobarbital 600 mg dengan Diazepam 100 mg memberi efek hipnotika dengan durasi waktu tidur yang cukup lama. Waktu tidur lebih cepat terjadi pada pemberian Fenobarbital 800 mg dan Fenobarbital 600 mg. 13



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.2.



Kesimpulan 1. Ya, Phenobarbital



menghasilkan efek hipnotik



begitu juga dengan



kombinasi Phenobarbital-Diazepam. 2. Kombinasi Phenobarbital-Diazepam memiliki efek hipnotik yang panjang. 3. Onset tercepat dimiliki oleh mencit yang hanya diberikan Phenobarbital. 5.3.



Saran 1. Pada pemberian larutan ke Mencit secara Oral sebaiknya dilakukan secara lebih hati-hati untuk mencegah banyaknya mencit yang mati akibat perlakuan yang salah. 2. Berat



badan



mencit



yang



digunakan



dalam



percobaan



hendaknya



disamaratakan sehingga terdapat keseragaman volume larutan yang diberikan pada mencit.



14



DAFTAR PUSTAKA 1. Tjay, T. H. dan Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 2. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI 3. Anonime. 2010. Farmakologi untuk kelas 1. Jakarta : Anonime Yayasan Pendidikan IKIFA



15