10 0 303 KB
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA LAPORAN KASUS URETEROLITHIASIS DEXTRA Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan kepada : Pembimbing: dr. Bartholomeus Susanto Permadi, Sp.PD.
Disusun oleh: Adi Rahmawan
1320.221.155
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA PERIODE 16 Maret – 23 Mei 2015
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
Laporan Kasus Dengan Judul :
URETEROLITHIASIS DEXTRA
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun oleh : Adi Rahmawan
1320.221.155
Telah disetujui oleh Pembimbing : Nama Pembimbing
dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD.
Tanda Tangan
Tanggal
……………………
……………………
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Ureterolithiasis Dextra”. Penulisan laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi Profesi Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Ambarawa. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan dokter konsulen, akhirnya penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada dr. Bartholomeus Susanto Permadi, Sp.PD. selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini dalam memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu penyusunan laporan kasus ini.
Ambarawa,
Mei 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman JUDUL.............................................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii KATA PENGANTAR....................................................................................... iii DAFTAR ISI..................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1 I.1. Latar Belakang................................................................................ 1 I.2. Rumusan Masalah........................................................................... 2 I.3. Tujuan............................................................................................. 2 I.4. Manfaat........................................................................................... 2 BAB II LAPORAN KASUS............................................................................. 3 II.1. Identitas Pasien.............................................................................. 3 II.2. Anamnesis..................................................................................... 3 II.3. Pemeriksaan Fisik (Obyektif)........................................................ 5 II.4. Assesment...................................................................................... 6 II.5. Planning......................................................................................... 6 II.6. Laboratorium................................................................................. 7 II.7. Pemeriksaan USG......................................................................... 9 II.8. Penelusuran Follow Up................................................................. 10 BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 15 III.1. Definisi......................................................................................... 15 III.2. Anatomi dan Fisiologi.................................................................. 15 III.3. Epidemiologi................................................................................ 17 III.4. Faktor Resiko............................................................................... 18 III.5. Pembentukan Batu....................................................................... 19 III.6. Jenis-Jenis Batu............................................................................ 21 III.7. Diagnosis...................................................................................... 27 III.8. Diagnosis Banding....................................................................... 30 III.9. Penatalaksanaan........................................................................... 30
iv
III.10. Komplikasi................................................................................. 36 III.11. Pencegahan................................................................................. 37 III.12. Prognosis.................................................................................... 38 BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 41
v
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batu saluran kencing merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras berbentuk seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat terbentuknya batu. Batu saluran kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam urat dalam air kencing serta kurangnya bahan-bahan seperti
sitrat,
magnesium,
pirofosfat
yang
dapat
menghambat
pembentukan batu, kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing, gangguan aliran air kencing dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik. Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada : 1. Ginjal (Nefrolithiasis) 2. Ureter (Ureterolithiasis) 3. Vesica urinaria (Vesicolithiasis) 4. Uretra (Urethrolithiasis).2 Ketika berbicara tentang ureterolithiasis, berarti membahas tentang adanya batu (kalikuli) di saluran ureter. Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu 1
ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik I.2. Rumusan Masalah a. Apa definisi dari ureterolithiasis ? b. Apa etiologi dari ureterolithiasis ? c. Apa patofisiologi dari ureterolithiasis ? d. Bagaimana gejala dan tanda ureterolithiasis? e. Apa manifestasi klinis dari ureterolithiasis ? f. Bagaimana penanganan atau pencegahan ureterolithiasis? I.3. Tujuan a. b. c. d. e. f.
Untuk mengetahui definisi dari ureterolithiasis. Untuk mengetahui etiologi dari ureterolithiasis. Untuk mengetahui patofisiologi dari ureterolithiasis. Untuk mengetahui gejala dan tanda ureterolithiasis. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ureterolithiasis. Untuk mengetahui cara penanganan atau pencegahan ureterolithiasis.
I.4. Manfaat a. Sebagai bahan untuk menambah wawasan pembaca khususnya tentang ureterolithiasis. b. Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab ureterolithiasis di masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan.
BAB II LAPORAN KASUS II.1.
Identitas Pasien Nama
: Tn. AS 2
Umur
: 50 tahun
Status Marital
: Menikah
Pekerjaan
: Supir Bus
Agama
: Islam
Tanggal masuk: 23 April 2015
II.2.
Kelompok Pasien
: BPJS PBI
Bangsal
: Asoka
DPJP
: dr. Alex Santana, Sp.PD.
Anamnesis Autoanamnesis tanggal 23 April 2015 Keluhan Utama : Nyeri Perut Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri menjalar dari pinggang kanan keperut bagian depan, semakin lama nyeri makin memberat, nyeri dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh pusing, mual,namun tidak sampai muntah. Keluhan pasien yang lain yaitu pasien mengeluh nyeri punggung sebelah kiri, terasa berat sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, BAK sedikit namun sering, kadang nyeri, warna kuning, tidak pernah keluar darah,keluar pasir,atau keluar batu,tidak terasa panas, BAB susah, sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sekitar ± 2 bulan yang lalu pasien pernah mengalami hal yang serupa, namun nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien tidak sedang batuk atau pilek.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit Kencing Manis
: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat Stroke
: Disangkal
Riwayat Penyakit ginjal
: Disangkal
Keluhan Seperti saat ini
: Disangkal
Riwayat Trauma
: Disangkal 3
Riwayat Operasi
: Disangkal
Riwayat Allergi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Hipertensi
: (-)
Riwayat Penyakit DM
: (-)
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat Penggunaan Obat Pengobatan keluhan sekarang
: (-)
Obat Lain
: Disangkal
Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi
II.3.
-
Merokok 1 bungkus sehari. Pasien pernah mengkonsumsi alcohol. Pasien supir bus, mengendarai bus 10 jam perhari. Pasien tinggal bersama 1 isteri dan 2 orang anak. (sosial-ekonomi
-
rendah) Pasien sering makan menggunakan tangan dan makan di warung nasi
-
di terminal. Pasien hanya minum air 1 liter per hari.
Pemeriksaan Fisik (Obyektif) Tanggal 23 April 2015 KU : Tampak lemah Kesadaran : Compos mentis Vital Sign : TD : 145/92 mmHg Nadi : 85x/menit Suhu : 36,5oC RR : 20x/menit Kulit : Kulit tampak pucat. Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata. Wajah : Simetris, ekspresi gelisah. Mata : Edema palpebra -/-, conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Telinga: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/4
Mulut
: Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, atrofi papil
lidah, Tonsil T2-T2 Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB : Retraksi suprasternal (-), nyeri punggun (-/+)
Thorak - Pulmo • I : Normochest, dinding dada simetris • P : ekspansi dada simetris • P : Sonor di kedua lapang paru • A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) - Cor • I : Tidak tampak ictus cordis • P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba • P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra Batas kiri bawah ICS V antara linea midclavicula dan axilaris anterior Batas kanan bawah ICS V linea stemalis dextra • A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen : I : Perut agak cembung A : Bising usus (+) normal P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae & lien tidak teraba P Ekstremitas
membesar : Timpani, nyeri ketok CVA (+/-)
: Akral hangat, edema tungkai (-), capilary refill 27 32-36 10-16 7-11 1,0-4,5 0,2-1,0 0,04-0,8 0-0,2 1,8-7,5 25-40 2-8 2-4 0-1 50-70 0,2-0,5
SATUAN g/dl Ribu Juta % Ribu Mikro mG Pg g/dl % mikromG 103/mikroL 103/mikroL 103/mikroL % % % % % % % %
Pemeriksaan laboratorium urin rutin
PEMERIKSAAN Warna Kalsium Protein
HASIL Kuning Jernih Negatif
NILAI RUJUKAN
SATUAN
Negatif
g/L 6
Glukosa pH Biliruin Urobilinogen Berat jenis urin Keton urin Leukosit Eritrosit Nitrit Sedimen Epitel Eritrosit Leukosit Silinder Kristal Lain - lain
II.7.
Negatif 5,0 Negatif 75,8 1.030 Negatif Negatif Negatif Negatif
Negatif 5-9 Negatif 82-88 1.000-1.030 Negatif Negatif Negatif Negatif
Mmol/L
3-5 2-3 3-5 Negatif Ca Oxalat +
BJ 2 reg. nyeri punggung kanan Abdomen : datar, BU + dbn, Supel, Nyeri tekan di inguinal kanan dan suprapubic, Ketok CVA +/Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment Kolik renal Susp BSK Ureterolithiasis dex Sistitis Myalgia
Therapy Inf RL 20 TPM Ciprofloxacin 2x 500 mg Hyosin 3 x 1 tab Ranitidin 2 x 1 tab Donperidon 2 x 1 tab Ketorolac Jika perlu Oralit
Planning
Follow UP tanggal 26 April 2015 11
Subjective Nyeri perut berjuran nyeri pinggang kanan (+) pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri punggung kiri, BAK sudah lebih dari 1x, BAB(+) dbn
Objective Kes : CM E4M6V5 TD : 126/85 mmHg Nadi : 65 x /menit Respirasi : 20 x /menit Suhu : 36 C Kepala Leher : CP -/- SI -/Thorax : VBS +/+, RH -/BJ 1> BJ 2 reg. nyeri punggung kanan Abdomen : datar, BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-), Ketok CVA +/Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment Kolik renal Susp BSK Ureterolithiasis dex Sistitis Myalgia
Therapy Inf RL 20 TPM Ciprofloxacin 2x 500 mg Hyosin 3 x 1 tab Ranitidin 2 x 1 tab Donperidon 2 x 1 tab Ketorolac Jika perlu Oralit
Planning
Follow UP tanggal 27 April 2015 12
Subjective Nyeri perut (-), nyeri pinggang kanan mulai berkuran, pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri punggung kiri berkurang, BAK sudah lebih dari 1x, BAB(+) dbn
Objective Kes : CM E4M6V5 TD : 125/80 mmHg Nadi : 70 x /menit Respirasi : 20 x /menit Suhu : 36 C Kepala Leher : CP -/- SI -/Thorax : VBS +/+, RH -/BJ 1> BJ 2 reg. Abdomen : datar, BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-), Ketok CVA -/Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment Kolik renal Susp BSK Ureterolithiasis dex Sistitis Myalgia
Therapy Inf RL 20 TPM Ciprofloxacin 2x 500 mg Hyosin 3 x 1 tab Ranitidin 2 x 1 tab Donperidon 2 x 1 tab Ketorolac Jika perlu Oralit
Planning Terapi pulang
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 13
III.1.
Definisi Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat, kalium fosfat, dan asam urat meningkat Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan peristaltic ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat.
III.2.
Anatomi dan Fisiologi Ureter terletak di organ retroperitoneal. Ureter merupakan saluran muskuler silindris urine yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica urinaria dengan panjang sekitar 20-30 cm diameter 1.7 cm. Batas-batas Ureter: Ureter dextra :
Anterior : duidenum, ileum terminalis, a.v. colica dextra, a.v.
testicularis/ovarica dextra Posterior: m psoas dextra, bifurcatio a. iliaca communic dextra Ureter Sinistra :
Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a
Jejunalis, a.v testiculari/orarica sinistra. Posterior: M. Psoas Sinistra, Bifurcatio a. iliaca comunis Sinistra. 14
Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomik terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit dari pada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan yang dimaksud adalah :
Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction). Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis. Saat masuk ke dalam vesica urinaria.
Vaskularisasi :
Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri renalis, bagian tengah oleh arteri testicularis atau
arteri ovarica, dan didalam pelvis oleh arteri vesicalis inferior. Vena : vena dialirkan kedalam vena yang sesuai dengan arteri
Innervasi :
Plexus renalis, testicularis, dan plexus hypogastricus (didalam
pelvis). Serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk medulla spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II. Untuk kepentingan pembedahan ureter dibagi menjadi 2
bagian :
Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis
sampai menyilang vasa iliaka. ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke kandung kemih. Untuk kepentingan radiology, dibagi 3 bagian : 15
1/3 proksimal : dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas
sacrum. 1/3 medial : dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah
sacrum. 1/3 distal : dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih. Pengisian ureter dengan urin merupakan proses pasif.
Peristalsis pelvis ginjal dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi tahanan pada hubungan antara ureter dan kandung kemuh dan mencegah terjadinya refluks. Hubungan ureter dan kandung kemih menjamin aliran urin bebas dari ureter ke dalam bulu-buli. Susunan anatominya membentuk mekanisme katup muscular sehingga makin terisi kandung kemih, katup uretervesika makin tertutup rapat. III.3.
Epidemiologi Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang hidup(life time risk) dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab > kulit putih > asia > afrika. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUP-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-laki : wanita= 3:1, sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam urat lebih banyak diderita laki-laki, sedangkan insidensi batu struvit tinggi dialami wanita.
III.4.
Faktor Resiko 1. Faktor Intrinsik a. Usia Penyakit batu saluran kemih umumnya terjadi pada usia 3050 tahun. b. Jenis kelamin 16
Penyakit batu saluran kemih ini 3 kali lebih besar menyerang kaum pria dibandingkan dengan wanita. c. Herediter Herediter atau faktor keturunan yang juga memainkan diri dari semua jenis penyakit yang menjadi alas an suatu penyakit dapat diturunkan oleh orang tua ke anak. 2. Faktor Ekstrinsik a. Asupan Air Konsumsi air putih mineral yang kurang dari anjuran yang sebenarnya yakni 8-10 gelas perhari atau setara 1-2 liter perhari atau lebih disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. b. Perubahan iklim dan temperatur suhu yang berubah Seseorang yang tinggal di daerah yangn beriklim panas dengan pancaran sinar matahari yang begitu panas sehingga membuat seseorang cepat mengalami dehidrasi atau kehausan tingkat tinggi dan peningkatan kebutuhan akan vitamin D3 (vitamin yang memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga pembentukan batu saluran kemih semakin cepat. c. Pekerjaan dan gaya hidup Mereka yang memiliki aktifitas dari sebuah pekerjaan yang dihabiskan dengan duduk didepan komputer namun kurang konsumsi air putih, membuat kerja ginjal semakin sempit dan susah dalam membuang racun menjadi air kemih dan pembuangan air kemih menjadi sulit karena tidak ada pergerakan tubuh.
d. Letak geografi Mereka yang tinggal di daerah lebih tinggi yang lebih dikenal dengan daerah sabuk batu cenderung lebih banyak memunculkan kemungkinan terbentuknya batu saluran kemih. III.5.
Pembentukan Batu Pembentukan
kalikuli
disebabkan
oleh
keadaan
supersaturasi. Supersaturasi adalah ketika suatu pelarut sudah kehabisan daya larutnya. Suatu jenis larutan mempunyai ambang batas kejenuhan dimana sudah tidak bisa melarutkan suatu zat 17
terlarut sama seperti jika Anda memiliki segelas air tawar kemudian Anda masukan gula sebanyak-banyaknya sampai air tersebut tidak bisa melarutkan lagi. Tanda bahwa air tersebut tidak bisa melarutkan lagi adalah ketika Anda melihat gula yang Anda masukan tersebut mengendap di dasar gelas dan tidak bisa larut walaupun Anda aduk selama mungkin. Hal ini terjadi juga pada batu saluran kemih. Ada beberapa istilah yang Anda harus tahu mengenai pembentukan kalikuli ini yaitu :
Stabil (stable) adalah keadaan dimana tidak terdapat endapan atau kristal yang terbentuk karena zat pelarut masih adekuat
untuk melarutkan zat terlarut. Metastabil (metastable) adalah keadaan dimana kemampuan zat pelarut sudah maksimal dan mulai terbentuk nukleasi atau kristalisasi namun terhambat oleh inhibitor sehingga masih
dapat terkompensasi dan tidak terjadi pengendapan. Tidak stabil (unstable) adalah keadaan dimana kemampuan zat pelarut sudah maksimal dan inhibitor sudah berfungsi maksimal atau tidak aktif oleh hal-hal tertentu sehingga terjadi
pengendapan. Nukleasi adalah proses ikatan komponen tertentu dari substansi
yang ada. Kristalisasi adalah proses pembentukan benda homogen padat
dari elemen tertentu. Agregasi adalah penggumpalan atau penggabungan kristal. Inhibitor adalah substansi atau zat yang mencegah terjadinya nukleasi, kristalisasi dan agregasi. Pada tahap stabil, tidak ada kristal yang terbentuk sama
sekali dan tidak ada kalikuli sama sekali. Hal ini disebabkan tidak ada komponen urin yang terlalu pekat dan pH yang stabil. Pada tahap metastabil, kemampuan zat pelarut untuk melarutkan sudah maksimal dan tidak mampu melakukan kompensasi terhadap zat terlarut. Namun dalam sistem nefron, terdapat inhibitor yang menunjang kelarutan. Inhibitor mencegah supersaturasi dari 7 18
sampai 11 kali dari kemampuan pelarut melarutkan zat terlarut. Beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan nuklei adalah tingkat supersaturasi (kepekatan zat terlarut), stabilitas nuklei (kekuatan ikatan beberapa komponen yang membentuk batu), waktu (kecepatan aliran cairan dalam nefron) dan inhibitor yang ada. Bisa dibilang awal pembentukan batu adalah nukleasi dilanjutkan kristalisasi kemudian agregasi sehingga pembentukan nuklei penting dalam terjadinya batu saluran kemih. Beberapa contoh inhibitor dan sifatnya : Sitrat : mengurangi avaibilitas ion kalsium mengikatnya
menjadi
kalsium
sitrat
dan
dengan
menghambat
presipitasi kalsium oksalat secara spontan. Magnesium : mengurangi avaibilitas
mengikatnya menjadi magnesium oksalat. Nefrokalsin : secara spontan menghambat pembentukan
oksalat
dengan
kalsium oksalat Tamm-Horsfall : secara spontan menghambat aggregasi Uropontin Pada tahap tidak stabil, kepekatan terlampau hebat sehingga
kemampuan
melarutkan
dan
fungsi
inhibitor
tidak
bisa
mengimbangi. Namun bisa juga akibat inhibitor tidak aktif. Pada tahap ini nukleasi, kristalisasi dan agregasi mudah terjadi. Biasanya kristal dan agregat yang terbentuk tidak sempat mengendap karena aliran cairan nefron lebih cepat. Oleh karena itu berkurangnya cairan yang masuk ke ginjal merupakan faktor predisposisi batu saluran kemih karena memperlambat laju cairan sehingga cukup untuk menjadi agregat yang cukup besar lalu mengendap. III.6.
Jenis - Jenis Batu Pada klinisnya, batu yang terbentuk pada saluran kemih terdapat beberapa jenis. Jenis tersebut dibagi berdasarkan komposisinya. Pembagian ini cukup penting karena setiap batu memiliki predisposisi yang berbeda, sifat yang berbeda dan pada akhirnya memiliki terapi yang cukup berbeda pula. Contoh 19
komposisi batu yang mungkin terbentuk dalam saluran kemih adalah batu kalsium oksalat, batu magnesium amonium fosfat (struvit), batu asam urat, batu sistin dan batu lainnya.
Batu kalsium oksalat Insiden terjadinya batu kalsium oksalat adalah sekitar 70%
dari seluruh kasus batu saluran kemih. Sebenarnya batu kalsium fosfat juga masuk golongan batu kalsium oksalat karena faktor predisposisi, sifat dan terapinya sama. Prinsip terbentuknya batu ini adalah adanya keadaan hiperkalsiuria (dan hiperkalsemia), hiperoksalouria, hipositraturia, hiperurikosuria, pH urin rendah, asidosis tubulas ginjal dan hipomagnesuria. Pada keadaaan hiperkalsiuria (>4mg/kg/hari), kalsium bebas dalam urin meningkat. Kalsium bebas tersebut memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan oksalat atau pun fosfat menjadi kalsium oksalat atau kalsium fosfat (lebih jarang). Proporsi kalsium dengan oksalat dalam kalsium oksalat adalah satu banding satu sehingga kelebihan kalsium pada urin tanpa disertai kelebihan
oksalat
pada
urin
tidak
terlalu
meningkatkan
pembentukan kalsium oksalat. Kalsium oksalat pada suhu tubuh secara normal berbentuk padat namun pada urin, kalsium oksalat terlarut. Oleh karena itu pada keadaan tidak stabil (unstable), kalsium oksalat akan menjadi kristal dan mengendap. Hiperkalsiuria berbeda dengan hiperkalsemia dan kadar kalsium tinggi dalam lumen usus. Kalsium yang terdapat dalam makanan (di lumen usus) tidak semuanya diserap oleh sel usus. Perlu diingat bahwa kalsium diserap di tubuh apabila ada vitamin D. Dengan vitamin D kalsium bisa dibawa ke darah dan digunakan untuk kebutuhan kalsium tubuh. Kalsium berlebihan akan dibuang melalui urin (lihat diagram 3-3). Jadi jangan sampai terjebak bahwa semakin banyak intake kalsium maka kemungkinan batu saluran kemih akan meningkat. Pernyataan tersebut kurang tepat karena kembali ke pernyataan tidak semua kalsium diserap tubuh. 20
Hal tersebut justru akan mengurangi kemungkinan batu saluran kemih karena akan mengurangi penyerapan oksalat (kalsium memiliki kecenderungan mengikat oksalat menjadi dan sel usus tidak akan menyerap kalsium oksalat). Namun peningkatan kadar vitamin D dalam tubuh akan meningkatkan angka kejadian batu saluran
kemih
Hiperkalsemia
karena dan
meningkatkan
hiperkalsiuria
penyerapan
yang
lebih
kalsium. cenderung
meningkatkan risiko pembentukan batu saluran kemih karena dua keadaan tersebut meningkatkan jumlah kalsium urin. Ada 4 keadaan gangguan metabolik yang menyebabkan hiperkalsiuria yaitu absorptif, renal, resorptif dan idiopatik. Absorptif adalah peningkatan absorpsi kalsium dari lumen usus yang tidak normal. Renal adalah berkurangnya penyerapan kembali kalsium dari hasil filtrasi glomerulus oleh tubulus-tubulus nefron. Resorptif
adalah
peningkatan
hormon
paratiroid
sehingga
menyebabkan hiperkalsemia. Dan idiopatik adalah hiperkalsiuria yang tidak diketahui penyebabnya. Pada keadaan hiperoksalouria (>40mg/hari), oksalat bebas dalam urin akan terikat dengan kalsium membentuk kalsium oksalat. Sekadar mengingatkan bahwa kadar kalsium dalam lumen usus tinggi maka akan mencegah hiperoksalouria (apabila kadar vitamin D normal). Beberapa makanan yang mengandung tinggi oksalat adalah teh hitam, coklat, bayam, bits, kacang tanah, lada dan lain-lain. Pada keadaan hipositraturia
(600mg/hari),
akan
meningkatkan monosodium urat yang juga akan meningkatkan pembentukan kalsium oksalat dan menurunkan kerja inhibitor. Pada keadaan pH urin rendah ( 7,2). Amonia disebabkan oleh adanya infeksi oleh mikroorganisme yang mengubah urea menjadi amonia dilanjutkan menjadi amonium (diagram 3-4). Adanya amonium membuat reaksi dengan magnesium dan fosfat menjadi amonium magnesium fosfat (struvite). Batu struvite biasanya terjadi apabila didahului dengan infeksi saluran kemih. Batu struvit merupakan salah satu batu yang bisa membentuk tanduk rusa (staghorn caliculi) di ginjal. Ditemukannya batu tanduk rusa secara radiologis merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi secara cepat karena dapat mengganggu fungsi ginjal.
Batu asam urat Batu asam urat terjadi pada sekitar 10%-15% kasus batu
saluran kemih. Terjadi pada keadaan hiperurisemia seperti pirai dan leukemia. Batu asam urat biasanya terbentuk apabila kadar asam 22
urat dalam urin lebih dari 600 mg per hari. Batu asam urat terjadi akibat asam urat yang cukup banyak akan menurunkan pH urin menjadi dibawah 5,5. Pada keadaan pH tersebut asam urat tidak dapat larut. Batu asam urat memiliki sifat radiolusen sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos.
Batu sistin Batu sistin sangat jarang terjadi, kira-kira sekitar 1%-2%
dari kejadian batu saluran kemih. Batu sistin disebabkan oleh defek genetik pada reabsorpsi asam amino (terutama sistin) sehingga menyebabkan sistinuria. Keadaan sistinuria akan membuat pH rendah
sehingga
batu
dapat
terbentuk.
Beberapa
sumber
mengatakan defek genetik reabsorpsi asam amino ini merupaka autosomal resesif.
Batu jenis lain Pada klinisnya batu saluran kemih dapat disebabkan oleh
hal-hal lain selain yang dijelasakan di atas. Beberapa obat dapat membentuk batu dengan komposisi obat itu sendiri. Contoh obatobat tersebut adalah indinavir, triamteren, guaifenesin, Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan
yang
memudahkan
terjadinya
pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaankeadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan 23
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya renal kalkuli seperti : A. Hiperparatiroidisme B. Asidosis tubular renal C. Malignansi D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis) E. Masukan vitamin D yang berlebihan F. Masukan susu dan alkali G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia, polisitemia, mieloma multiple). Serta faktor presipitasi seperti: gaya hidup, intake cairan kurang, retensi urine, konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi, dll. Semua kondisi diatas akan mempengaruhi keadaan metastabel dari zat-zat yang terlarut dalam urine, dimana keadaan metastabel ini sangat berkaitan dengan Ph larutan, suhu, konsentrasi solut dalam urine, dan laju aliran urine yang jika tidak seimbang maka akan menimbulkan pembentukan kristal-kristal urine yang lama-kelamaan akan membesar dan menimbulkan obstruksi traktus urinarius dan menimbulkan gejala seperti nyeri kostovertebral dan gejala lain tergantung daerah batu terbentuk. Apabila sebagian dari tractus urinarius mengalami obstruksi, urine
24
akan terkumpul dibagian atas dari obstruksi dan mengakibatkan dilasi pada bagian itu. Otot-otot pada bagian yang kena berkontraksi untuk mendorong urine untuk melewati obstruksi. Apabila obstruksinya partial, dilatasi akan timbul dengan pelan tanpa gangguan fungsi. Apabila obstruksinya memberat, tekanan pada dinding ureter akan meningkat dan mengakibatkan dilatasi pada ureter (hydroureter). Volume urine yang terkumpul meningkat dan menekan pelvis dari ginjal dengan akibat pelvis ginjal berdilasi (hydrophrosis). Penambahan tekanan ini tidak berhenti pada pelvis saja tetapi bisa sampai ke jaringan-jaringan ginjal yang kemudian menyebabkan kegagalan renal. Obstruksi juga bisa mengakibatkan stagnansi urine. Urine yang stragnant ini bisa bisa menjadi tempat untuk perkembangan bakteri dan infeksi. Obstruksi pada tractus urinarius bawah dapat menyebabkan
distensi
bladder.
Infeksi
bisa
timbul
dan
pembentukan batu. Obstruksi pada tractus urinarius atas bisa berkembang sangat cepat karena pelvis ginjal adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan bladder. Peningkatan tekanan pada jaringanjaringan ginjal dapat menyebabkan ischemia pada renal cortex dan medula dan dan dilatasi tabula-tabula renal. Statis urine pada pelvis ginjal bisa menyebabkan infeksi dan pembentukan batu, yang bisa menambah kerusakan pada ginjal. Ginjal yang sehat bisa mengadakan konpensasi, akan tetapi apabila obstruksi diperbaiki , ginjal yang sehat pun akan mengalami hypertrophy karena harus mengerjakan pekerjaan ginjal yang tak berfungsi. Obstrusi pada kedua ginjal bisa mengakibatkan kegagalan renal. III.7.
Diagnosis Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 25
Anamnesis Batu Buli-buli
Pada anak-anak ditemukan rasa sakit pada saat BAK, sehingga anak menangis dan menarik-narik penisnya, kadang-kadang dapat terjadi prolaps ani. Biasanya anak akan mengambil posisi
tertentu yang memungkinkan urin keluar. Pada orang dewasa, terdapat TRIAS : hematuria, disuria, dan
gangguan pancaran. Nyeri dapat hilang pada perubahan posisi. Jika batu sudah masuk kedalam uretra, maka akan terjadi retensio urin. Batu Ureter Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke
distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan.Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (