Laporan Kasus Anak (Bronkopneumonia) - Puji Lestari-K1b1 21 066 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK



LAPORAN KASUS



FAKULTAS KEDOKTERAN



NOVEMBER 2021



UNIVERSITAS HALU OLEO BRONKOPNEUMONIA



Disusun Oleh: Puji Lestari, S.Ked K1B1 21 066



Pembimbing: dr. Hj. Musyawarah Sp.A



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2021



HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :



Nama



: Puji Lestari



Stambuk



: K1B1 21 066



Judul Kasus



: Bronkopneumonia



Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FakultasKedokteran, Universitas Halu Oleo.



Kendari,



November 2021



Mengetahui : Pembimbing,



dr. Hj. Musyawarah, Sp.A



BAB I LAPORAN KASUS



A. IDENTITAS PASIEN Nama



: An. A



Tanggal Lahir



: 21/03/2021



Umur



: 7 bulan



Jenis kelamin



: Perempuan



BBL



: 2.300 gram



PBL



: 45 cm



BB masuk



: 5 kg



PB masuk



: 60 cm



Agama



: Islam



Suku/Bangsa



: Tolaki



Alamat



: Mandonga



No. RM



: 25 53 xx



Hari, Tgl masuk : Kamis, 14 Oktober 2021 Cara masuk



: Instalasi Gawat Darurat



DPJP



: dr. Miniartinigsih Sam, M.Kes., Sp.A



B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Sesak Napas Anamnesis Terpimpin Anak perempuan berusia 7 bulan, masuk ke IGD RSUD Abunawas dengan keluhan sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak disertai kebiruan. Sesak nafas sampai mengganggu tidur dan anak rewel sejak semalam. Pasien juga didahului batuk kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak namun dahak sulit dikeluarkan. Pasien sebelumnya dirawat di RS.Aliyah tetapi tidak ada perubahan. pasien juga disertai demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang kemudian membaik dengan obat . nafsu makan berkurang dan lemas, Mual muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal. 



Riwayat penyakit sebelumnya : (-)







Riwayat Kehamilan Ibu : (1) RIwayat Antenatal : Riwayat konsumsi alcohol atau obat-obatan saat hamil disangkal. Riwayat penyakit yang diderita saat hamil (-). (2) Riwayat Intranatal : riwayat persalilan SC, Bayi lahir langsung menangis. BBL : 2.300 gr







Riwayat penyakit dalam keluarga : saudara kandung tinggal serumah juga menderita salah satu keluhan yang sama yaitu batuk







Riwayat Pengobatan Sebelumnya : Telah menerima pengobatan Amoxcilin dan Nebulizer







Riwayat Imunisasi : Telah mendapat imunisasi Hepatitis 0, DPT 1, 2, 3 dan BCG. Belum pernah imunisasi Rotavirus dan PCV







Riwayat tumbuh kembang : Tumbuh kembang pasien baik sesuai dengan usinya







Riwayat Nutrisi : Pasien asi sampai umur 4 bulan dan kemudian dilanjutkan susu formula



C. PEMERIKSAAN FISIK KU



: Sakit sedang/Gizi Baik/compos mentis



Pucat



: (-)



Sianosis : (-)



Tonus : Baik



Ikterus



: (-)



Turgor :Baik



Edema : (-)



Antropometri



: BB : 5 Kg │ PB : 60 cm



Tanda Vital : Nadi



: 140 x/menit



Pernapasan : 54 x/menit Suhu



: 38,7 C



Sp02



: 94 %



Kepala



: Normocephal



Muka



: Simetris kanan dan kiri



Rambut



: Berwarna hitam, tidak mudah dicabut



Telinga



: Otorhea (-)deformitas (-)



Mata



: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Edema palpebra (-/-),Cekung (-/-)



Hidung



: napas cuping hidung (+), Rinorhea (-), Epistaksis(-)



Bibir



: Kering(-), pucat (-),



Lidah



: Lidah kotor (-)



Mulut



: Sianosis(-), pucat(-), kering(-)



Gigi



: Caries (-)



Tenggorok: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1 Leher



: Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)



Bentuk dada : Simetris Kiri dan Kanan Paru



: Inspeksi : Normochest, Simetris kiri dan kanan, retraksi subcostal



Palpasi



: Massa (-) | Nyeri Tekan (-) | Krepitasi (-)



Perkusi : Sonor kedua lapangan paru Aukultasi: Bronkovesikuler +/+│Rhonki +/+ │ Wheezing -/Jantung Inspeksi



: Ictus cordis tidak tampak



Palpasi



: Ictus cordis tidak teraba



Perkusi



: Pekak



Auskultasi



: BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)



Batas kiri



: ICS V Linea midclavicularis (S)



Batas kanan



: ICS IV Linea parasternalis (D)



Irama : BJ I/II murni regular Souffle: Thrill : Abdomen



:



Inspeksi



: Datar, ikut gerak napas



(+)



Auskultasi



: peristaltik (+) kesan normal



Perkusi



: tymphani



Palpasi



: distensi (-) nyeri tekan (-) regio epigastrium



Alat kelamin



: Tidak ditemukan adanya kelainan



Ekstremitas



:Akral hangat (+), Tonus baik, Spastik (-), Ekstremitas Dalam Batas Normal



Status Lokalis



: Tidak ada kelainan



D. PEMRIKSAAN PENUNJANG a) Rapid Antigen SARS COV-2 (14/10/2021) : NEGATIF b) Darah Rutin (14/10/2021) : Paramete r



Hasil



Nilai Rujukan



WBC RBC



6,5x 103/uL 4 – 10 4,43 x 10^6/uL 4.50 – 5.50



HB



8,3 g/dL



11,0 – 17,9



HCT MCV MCH MCHC



29,0 % 65,5 fL 18,7 pg 28,6 g/Dl



37– 48 80 – 98 28,0– 33,0 31,9 – 37,0



PLT



534x10^3/uL



150 – 450



c) Radiologi : Foto Thorax (14/10/21)



-



Bercak infiltrat pada kedua lapangan paru



-



Cor : besar dan ukuran dalam batas normal



-



Pulmo : tampak infiltrat di apex



-



Sinus : CostoPhrenicus kanan kiri lancip



-



Tulang-tulang tampak baik



-



Kesan : Bonchopneumonia



E. RESUME 



Anak perempuan berusia 7 bulan, masuk ke IGD RSUD Kota Kendari dengan keluhan sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak disertai kebiruan. Sesak nafas sampai mengganggu tidur dan anak rewel sejak semalam. Pasien juga didahului batuk kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak namun dahak sulit dikeluarkan. Pasien sebelumnya dirawat di RS.Aliyah tetapi tidak ada perubahan. pasien juga disertai demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang kemudian membaik dengan obat . nafsu makan berkurang dan



lemas, Mual muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat penyakit sebelumnya disangkal. Riwayat Kehamilan Ibu : (1) RIwayat Antenatal : Riwayat konsumsi alcohol atau obat-obatan saat hamil disangkal. Riwayat penyakit yang diderita saat hamil (-). (2) Riwayat Intranatal : riwayat persalilan SC, Bayi lahir langsung menangis. BBL : 2.300 gr. Riwayat penyakit dalam keluarga : saudara kandung tinggal serumah juga menderita salah satu keluhan yang sama yaitu batuk. Riwayat



Pengobatan Sebelumnya



:



Telah



menerima



pengobatan



Amoxcilin dan Nebulizer. Riwayat Imunisasi : Telah mendapat imunisasi Hepatitis 0, DPT 1, 2, 3 dan BCG. Belum pernah imunisasi Rotavirus dan PCV. Riwayat tumbuh kembang : Tumbuh kembang pasien baik sesuai dengan usinya. Riwayat Nutrisi : Pasien asi sampai umur 4 bulan dan kemudian dilanjutkan susu formula. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi



: 140 x/menit, Pernapasan :



54 x/menit, Suhu : 38,7 C, Sp02 : 94 % dan status gizi baik. Pemeriksaan kepala, mata,hidung, telinga, abdomen, jantung dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru didapatkan retraksi subcosta (+) dan ditemukan adanya ronki. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan rapid antigen SARS COV-2 tanggal 14 oktober 2021 : Negatif dan pemeriksaan radiologi foto thorax kesan bronkopneumonia.



F. DIAGNOSIS KERJA Bronkopnemonia



G. DIAGNOSIS BANDING 1. Bronkiolitis 2. Bronkitis Akut



H. PENATALAKSANAAN 1. Terpasang O2 0,5-1 lpm NK 2. Pasang NGT 3. IVFD Asering 6 tpm makro 4. Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv 5. Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv 6. Injeksi Gentamicin 1x 10 mg/8j/iv



7. FOLLOW UP



Tanggal 14/10/202 1



Perjalanan Penyakit S :Sesak napas(+)batuk berdahak(+) demam(+), mual dan muntah (-), nafsu makan kurang (+), BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis TTV : Nadi : 140 x/menit Pernapasan : 54 x/menit Suhu : 38,7 C Sp02 : 94 % Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Leher : pembesaran KGB (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (+) A : Ronki (+/+) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal, Organomegali (-) Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat



Terapi -Terpasang O2 NK 1 lpm IVFD Asering 6 tpm -Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x 10 mg/8j/iv



Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia A : Bronkopneumonia 15/10/202 1



S :Sesak napas(+)batuk berdahak(+) demam(-), mual dan muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit berat, Kesadaran : Compos mentis TTV : N:  142 x/menit



-Pasang O2 NK 1 lpm -IVFD Asering 6 tpm -Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x10 mg/8j/iv -beri posisi nyaman



P: 54x/menit S: 36,7 ⁰C Spo2: 98% Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (+) A : Ronki (+/+) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal, Organomegali (-) Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat



-Berikan sonde 20 cc/NGT



Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia 16/10/202 1



A : Bronkopneumonia S :Sesak napas(+)batuk berdahak(+) demam(-), mual dan muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit berat, Kesadaran : Compos mentis N:  157 x/menit P: 54x/menit S: 37,7 ⁰C Spo2: 97% Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (+) A : Ronki (+/+) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal, Organomegali (-)



-Pasang O2 NK 1 lpm -IVFD Asering 10 tpm -Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv (bila SB=38⁰C) -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x10 mg/8j/iv -beri posisi nyaman -Berikan sonde 20 cc/NGT



Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia A : Bronkopneumonia 17/10/2021



S :Sesak napas(-)batuk berdahak(+) demam(-), mual dan muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit berat, Kesadaran : Compos mentis N:  143 x/menit P: 48x/menit S: 37,5 ⁰C Spo2: 96% Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (+) A : Ronki (+/+) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal, Organomegali (-) Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat



-Pasang O2 NK 0,5 lpm -IVFD Asering 10 tpm -Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv (bila SB 38 ⁰C) -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x10 mg/8j/iv -Berikan sonde 20-30 cc/NGT --beri posisi nyaman



Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia A : Bronkopneumonia 18/10/2021



S :Sesak napas(+)batuk berdahak(+) demam(-), mual dan muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit berat, Kesadaran : Compos mentis



-Pasang O2 NK 1 lpm -IVFD Asering 10 tpm -Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv (bila SB 38 ⁰C) -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x10



N:  122 x/menit P: 52x/menit S: 36 ⁰C Spo2: 99% Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (+) A : Ronki (+/+) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal, Organomegali (-) Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat



mg/8j/iv -Berikan sonde 45 cc/NGT --beri posisi nyaman



Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia A : Bronkopneumonia 19/10/2021



S :Sesak napas(-)batuk berdahak(+) demam(-), mual dan muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit berat, Kesadaran : Compos mentis N:  121 x/menit P: 48x/menit S: 36 ⁰C Spo2: 99% Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (+) A : Ronki (-/-) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal,



-Pasang O2 NK 0,5 lpm -IVFD Asering 10 tpm -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x10 mg/8j/iv -Berikan sonde 45 cc/NGT --beri posisi nyaman



Organomegali (-) Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia A : Bronkopneumonia 20/10/2021



S :Sesak napas(-)batuk berdahak(+) demam(-), mual dan muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK dalam batas normal. O : KU : Sakit berat, Kesadaran : Compos mentis N:  102 x/menit P: 52x/menit S: 36 ,6⁰C Spo2: 96% Kepala : Normo Cephal Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema Palpebrae (-/-) Hidung : Rinore(-/-), Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-) Thoraks : I : Normochest, retraksi subcosta (-) A : Ronki (-/-) Abdomen : Ascites (-/-) Turgor kulit baik, Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+) kesan normal, Organomegali (-) Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat Foto thorax : Kesan Bronkopneumonia A : Bronkopneumonia



BAB II



-Pasang O2 NK 0,5 lpm -IVFD Asering 10 tpm -Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv -Injeksi Gentamicin 1x10 mg/8j/iv -Berikan sonde 45 cc/NGT --beri posisi nyaman



TINJAUAN PUSTAKA 1. BRONKOPNEUMONIA A. Definisi Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptokokus pneumonia dan Haemofilus influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan dataWHO, kejadian infeksi Pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.1 Bronkopneumonia penyakit yang kebanyakan terjadi pada anak.Anak dengan daya tahan atau imunitas terganggu akan menderita Bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memicu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anastesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.1 B. Epidemiologi Pneumonia adalah penyakit paling umum yang menyerang bayi dan anak-anak secara global. Ini adalah penyebab paling umum kematian balita dan berkontribusi pada 15% kematian pada tahun 2017, membunuh sekitar 808.920 anak. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyebab paling umum kedua dari hilangnya tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan di seluruh dunia.



Selama era Tujuan Pembangunan Milenium dari tahun 2000 hingga 2015, program pengendalian ISPA yang dipimpin WHO mengurangi beban kematian akibat pneumonia dari 1,7 juta kasus tahunan menjadi 0,9 juta, penurunan beban sebesar 30%.2 Di Indonesia, Pneumonia menduduki peringkat kedua penyebab kematian bayi (12,3%) dan balita (13,2%) setelah diare. Pneumonia termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010.6 Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017, didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54. Data dari Riskesdas juga menyatakan bahwa prevalensi pneumonia di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2017 ke tahun 2018 yaitu dari 3.55% di tahun 2017 menjadi 4% di tahun 2018. Di Bali sendiri, prevalensi pneumonia juga mengalami peningkatan yaitu 2.05% pada 2017 menjadi sekitar 3.25% pada tahun 2018.3 C. Etiologi Etiologi pneumonia pada pediatrik dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme spesifik dan organisme patogen spesifik. Neonatus berisiko terhadap bakteri patogen yang ada di jalan lahir, dan ini termasuk organisme seperti streptokokus grup B, Klebsiella, Escherichia coli, dan Listeria monocytogenes. Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, dan Staphylococcus aureus dapat diidentifikasi pada pneumonia neonatal onset lambat. Virus adalah penyebab utama pneumonia pada bayi yang lebih tua dan balita berusia antara 30 hari dan 2 tahun. Pada anak-anak berusia 2 sampai 5 tahun, virus pernapasan juga yang paling umum. Meningkatnya kasus yang berhubungan



dengan S. pneumoniae dan H. influenzae tipe B diamati pada kelompok usia ini. Pneumonia mikoplasma sering terjadi pada anak-anak dengan rentang usia 5 hingga 13 tahun namun, S. pneumoniae masih merupakan organisme yang paling sering diidentifikasi.4,9 D. Faktor Risiko Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan angka kejadian bronkopneumonia



seperti



gangguan



nutrisi



(malnutrisi),



usia



muda,



kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara). Faktor predisposisi yang lain untuk terjadinya bronkopneumonia adalah adanya kelainan anatomi kongenital (contoh fistula trakeaesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan fungsi imun (penggunaan steroid jangka panjang, gangguan sistem imun berkaitan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuro muskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing atau disfungsi silier. 5 E. Patogenesis Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis, mekanis, faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier apparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokinin, immunoglobulin, makrofag alveolar dan imunitas yang diperantarai oleh sel tubuh.6



Infeksi paru terjadi apabila satu atau lebih mekanisme diatas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksi masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas dapat meningkatkan kemungkinan terserang infeksi saluran nafas bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon



imun.



Berdasarkan



patogenesisnya,



terdapat



4



stadium



Bronkopneumonia yaitu:6 1) Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti). Stadium I disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi, hal ini di tandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. 2) Stadium II (48 jam berikutnya). Stadium II disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh host sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah seperti hepar. Udara alveoli pada stadium II ini tidak ada atau sangat minimal sehingga pernafasan akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung selama 48 jam. 3) Stadium III (3-8 hari berikutnya). Stadium III disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengklonisasi daerah paru yang terinfeksi, pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah



yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4) Stadium IV (7-11 hari berikutnya). Stadium IV disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. f. Gejala Klinis Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:7 1. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal 2. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung 3. Biasanya didahului infeksi traktus



respiratorius bagian atas selama



beberapa hari 4. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare 5. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif 6. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring 7. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN 8. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran Bronkopneumonia.



G.Diagnosis Berdasarkan WHO, untuk menentukan diagnosis dari pneumonia dapat dilihat dari klinis dan pemeriksaan fisik yang nantinya akan menentukan derajat keparahan dari pneumonia yang diderita oleh pasien. Pneumonia menurut WHO diklasifikasi menjadi pneumonia ringan dan pneumonia berat. Anak diagnosis pneumonia ringan jika terdapat batuk atau sukar bernafas dan nafas cepat saja. Sedangkan pada pneumonia berat, ditemukan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas (sesak) disertai penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) serta dapat ditemukan sianosis.8 Pada pemeriksaan fisik perlu dilihat apakah ada gejala-gejala distress pernapasan. Pneumonia pada anak dapat diketaui dengan melihat gejala-gejala klinis. Adapun gejala klinis yang sering dijumpai pada pneumonia antara lain: Didapatkan retraksi subcostal, interkostal ataupun substernal, frekuensi napas diatas batas normal dan anak bernapas dengan menggunakan cuping hidung, dan pada pemeriksaan fisik auskultasi didapatkan ronki basah halus. Pemeriksaan Penunjang : a) Pemeriksaan Radiologi 1. Foto polos dada tidak direkomendasikan secara rutin dilakukan pada anak dengan infeksi saluran pernapasan bagian bawah akut tingan tanda ada komplikasi



2. Pemeriksaan foto polos dada disarankan atau direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap atau bila dijumpai tanda dan gejala klinis yang membingungkan 3. Pemeriksaan foto polos dada follow up hanya dilakukan apabila didapatkan adanya kolaps pada lobus paru, dicurigai adanya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau memburuk dan tidak akanya respon terhadap antibiotic 4. Pemeriksaan foto polos dada tidak dapat menentukan agen penyebab terjadinya pneumonia b) Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan jumlah leukosit serta perlu dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotic 2. Pemeriksaan kultur bakteri dan pewarnaan Gram pada sputum dengan kualitas yang baik direkomendasikan dalam menatalaksana anak dengan pneumonia berat 3. Pemeriksaan kultur darah tidak disarankan dilakukan secara rutin pada pasien rawat jalan, namun direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia akibat bakterial 4. Pada anak yang berusia kurang dari 18 bulan dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi ada tidaknya antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia



5. Jika ditemukan terdapat efusi pleura perlu dilakukan pungsi cairan pleura



dan



dilakukan



pemeriksaan



mikroskopik,



kultur



serta



mendeteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk menegakan diagnosis dan menentukan waktu dimulainya pemberian antibiotik 6. Pemeriksaan C- Reactive Protein (CRP), Laju Endap Darah (LED) tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri sehingga tidak disarankan sebagai pemeriksaan rutin 7. Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TBC



c) Pemeriksaan Lain Pada setiap anak yang dirawat inap dengan kasus pneumonia perlu dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry. Pemeriksaan pulse oxymetry ini bertujuan untuk mengetahui saturasi oksigen saat dilakukan pemberian maupun penghentian terapi dengan menggunakan oxygen. 8,9 H. Tatalaksana Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien Pneumonia yaitu terapi supportif dan terapi berdasarkan kausal atau penyebab dari Pneumonia itu sendiri. Adapun terapi supportif yang dapat diberikan berdasarkan Pedoman Palayanan Medis yang di keluarkan oleh World Health Organization (WHO) yaitu pasien dengan saturasi oksigen dibawah dari 92% perlu diberikan oksigen dengan menggunakan nasal



kanul atau sungkup dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen dan menaikannya diatas 92%. Terapi cairan yang diberikan pada pasien anak yang mengalami Pneumonia yaitu dengan pemberian infus dextrosa 5% sebanyak 8 tetes per menitnya. Hal ini bertujuan untuk menggantikan kebutuhan kalori yang tidak bisa didapatkan oleh pasien secara oral. Pemberian antipiretik yang digunakan yaitu paracetamol dengan cara pemberian intravena atau dengan cara pemberian oral dengan dosis syrup maupun tablet dengan syarat suhu yang pasien diatas 38 oC. Pemberian nebulisasi dengan beta 2 agonis dikombinasi dengan NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Terapi berdasarkan kausal atau penyebab dari Pneumonia yaitu dengan pemberian antibiotik, adapun antibiotik yang masih sering digunakan untuk saat ini yaitu ampisilin dengan dosis 20-40 mg/KgBB/8 jam dan gentamicin dengan dosis 20 mg/24 jam yang diberikan melalui intravena. Pemberian antibiotik melalui intravena pada pasien dengan intek oral yang tidak adekuat. Selain itu pemberian antibiotik pada bayi melalu intravena harus dimulai secepat mungkin hal ini karena pada neonatus dan bayi sering terjadi sepsis dan meningitis. Saat ini antibiotik yang



direkomendasikan



adalah



antibiotik



spektrum



luas



seperi



mengkombinasi beta laktam atau klavulanat dengan aminoglikosida atau menggunakan sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan pasien sudah stabil pemberian antibiotik secara intravena dapat diganti dengan pemberian oral selama 10 hari. Dosis



pemberian ampisilin pada anak yang berusia 2-4 bulan adalah 50 mg/KgBB/8 jam dan dosis pemberian gentamisin adalah 7,5 mg/KgBB/24 jam. Pemberian kombinasi antibiotik ini bertujuan untuk membunuh etiologi dari Pneumonia yang dimana ambisilin dapat membunuh bakteri Gram positif sedangkan pemberian gentamisin dapat mengatasi bakteri Gram negatif. Selain itu antibiotik pilihan utama apabila penyebab merupakan Mycoplasma Pneumoniae adalah golongan makrolid berupa erythromycin dengan dosis 30-50 mg/KgBB/hari. Pasien Pneumonia dapat dipulangkan apabila gejala dan tanda telah menghilang, asupan oral adekuat, pemberian antibiotik secara oral dapat diteruskan dirumah keluarga setuju dengan pemberian terapi dan mau datang kontrol.7 I. Komplikasi Pneumonia



umumnya



bias



diterapi



dengan



baik



tanpa



menimbulkan komplikasi. Akan tetapi beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi mungkin mengalami beberapa komplikasi, seperti4: 1. Empiema 2. Efusi pleura 3. Abses paru 4. Pneumonia nekrotikans 5. Sepsis



J. Prognosis Pada umumnya dapat sembuh namun mortalitas makin tinggi jika sudah terjadi komplikasi. Mortalitas diakibatkan oleh bakterimia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Penyakit ini juga merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia. 9



BAB III ANALISIS KASUS Teori Anak perempuan berusia 7 bulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan Meryani, Megawati dan Udayani Tahun 2016 Tingginya kejadian pneumonia yang mencapai 63 pasien (51%) terjadi pada rentang usia 1-12 bulan hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna karena pada umur tersebut masih mempunyai imunitas pasif yang berasal dari ibunya. Anak dengan sistem imunitas yang tidak sempurna menyebabkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi menjadi berkurang, sehingga anak mudah terkena pneumonia, dan lubang pernapasan yang masih relatif sempit. sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk  Sesak dapat terjadi akibat adanya rumah sakit. Sesak nafas tidak disertai Leukotrin yang dihasilkan sebagai kebiruan. Sesak nafas sampai mediator inflamasi yang dapat mengganggu tidur dan anak rewel sejak meningkatkan produksi mukus dan semalam. Pasien juga didahului batuk mengakibatkan konstriksi pada kurang lebih 1 minggu sebelum masuk saluran napas, akibatnya seseorang rumah sakit. Batuk berdahak namun akan mengalami sesak. Gejala dahak sulit dikeluarkan. demam (+), objektif sesak napas yaitu berupa nafsu makan berkurang (+), lemas(+) penggunaan otot-otot pernapasan tambahan (retraksi).  Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi). Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag faktor pirogen endogenik seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim



cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandinlah yang meningkatkan set point hipotalamus.14 Demam yang tinggi memacu metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi napas lebih cepat (takipnea) secara klinis dapat dilihat dengan adanya pernapasan cuping hidung.11  Batuk sendiri merupakan mekanisme reflex protektif yang disebabkan oleh iritasi pada saluran napas akibat rangsangan mekanik, kimia



atau



peradangan.



Batuk



adalah mekanisme fisiologis untuk membersihkan sekresi berlebih dan melindungi saluran pernapasan dari benda asing yang masuk kedalam saluran napas. 



Lemas terjadi akibat kekurangan oksigen



dalam



tubuh



yang



disebabkan karena sesaknya 



Bila anak sakit maka anak akan mudah



menangis, mudah rewel



dan akan berusaha mencari posisi ternyamannya.























Riwayat penyakit sebelumnya dengan gejalan yang sama disangkal. Riwayat Kehamilan Ibu : (1) RIwayat Antenatal : Riwayat konsumsi alcohol atau obatobatan saat hamil disangkal. Riwayat penyakit yang diderita saat hamil (-). (2) Riwayat Intranatal : riwayat persalilan SC, Bayi lahir langsung menangis. BBL : 2.300 gr. Riwayat penyakit dalam keluarga : saudara kandung tinggal serumah juga menderita salah satu keluhan yang sama yaitu batuk. Riwayat Imunisasi : Telah mendapat imunisasi Hepatitis 0, DPT 1, 2, 3 dan BCG. Belum pernah imunisasi Rotavirus dan PCV. Riwayat Nutrisi : Pasien asi sampai umur 4 bulan dan kemudian dilanjutkan susu formula.



Ada dua faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia yatu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik: meliputi umur anak, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, pemberian vitamin A, dan status gizi. Sedangkan Faktor ekstrinsik : kepadatan tempat tinggal, tipe rumah, ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban, jenis bahan bakar, penghasilan keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu juga pegetahuan ibu dan keberadaan keluarga yang merokok.



Nutrisi yang terkandung didalam ASI menjamin status gizi bayi sehingga angka kesakitan dan kematian anak menurun. Tidak pernah mengkonsumsi ASI secara eksklusif dapat menjadi factor resiko terjadinya pneumonia akibat kekurangan nutrisi dan kurangnya imunitas tambahan yag berasal dari ibu sehingga membuat anak lebih rentan terinfeksi. Kandungan nutrisis ASI sudah lengkap yaitu terdiri dari lemak, protein, karbohidrat, mineral, vitamin, dan unsur-unsur infektif. Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin dari ibunya melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada saat berusia 9-12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga apabila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Menurut World Health Organization dalam Global Immunization Data tahun 2010, menyebutkan bahwa 1,5 juta anak meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan hampir 17% kematian pada anak dibawah usia 5 tahun dapat dicegah dengan imunisasi.



Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin (14/10/2021) WBC : 6,5 x 103/uL RBC : 4,43 x 10^6/uL HGB : 8,3 g/dL HCT : 29,0 % MCV : 65,5 fL MCH : 18,7 pg MCHC : 28,6 g/Dl PLT : 534x10^3/uL



Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus umumnya ditemukan leukosit dalam jumlah normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri, didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3. Leukopenia 3 (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri. Pemeriksaan laboratorium jumlah leukosit serta menghitung jumlah leukosit perlu dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotik. Pada kasus ini ditemukan tidak adanya peningkatan jumlah leukosit yang menunjukan tidak adanya proses infeksi.



Pemeriksaan Penunjang Secara umum gambaran foto toraks Foto Thoraks pada penderita pneumonia yaitu -Pulmo : Bercak infiltrat pada kedua ditemukan bentuk difus bilateral lapangan paru pada bagian apex dengan peningkatan corakan -Kesan : Bronchopneumonia bronkovaskuler dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar dipinggir lapang paru Diagnosa Kerja : Bronkopneumonia WHO mengembangkan pedoman diagnosis pneumonia yang sederhana.Tujuannyaadalah untuk menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi peningkatan frekuensi napas (napas cepat/takipnea) dan adanya sesak. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh. Sedangkan sesak dinilai dengan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada ketika menarik napas (retraksi). Berdasarkan kasus ini ada 4 kriteria bronkopneumonia didapatkan sesak, retraksi dinding dada, ronki dan gambaran radiologi kesan bronkopneumonia Terapi Medikamentosa Pemberian Cairan Asering 6 Diharapkan mampu memberikan IVFD Asering 6-10 tpm kebutuhan cairan , hal ini bertujuan Injeksi Paracetamol 50 mg/6j/iv untuk memberikan intake cairan Injeksi Ampicilin 4x125 mg/6j/iv Injeksi Gentamicin 1x 10 mg/8j/iv Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk. Dosis paracetamol yang dapat diberikan pada anak sebagai antipiretik dan anlgetik jika demam adalah 10-15mg/KgBB/kali



pemberian Pemberian Antibiotik12 Berdasarkan PPM IDAI Tahun 2009 dosis ampicillin yang dianjurkan adalah 100mg/KgBB/hari yang dibagi menjadi 4 kali pemberian atau setiap 6 jam sedangkan berdasarkan buku Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak yang dikeluarkan IDAI Tahun 2013 pemberian Ampicillin untuk bayi >2minggu dapat dibagi menjadi 3 kali pemberian atau setiap 8 jam. berdasarkan buku Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak yang dikeluarkan IDAI Tahun 2013 menyebutkan bahwa dosis gentamicin yang dapat diberikan



DAFTAR PUSTAKA 1. Samuel, A. 2014. Bronkopneumonia Pada Pasien Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung 2. Kasundriya, S.K., Dhaneria, M., Mathur, A., Pathak, A. 2020. Incidence and Risk Factors for Severe Pneumonia in Children Hospitalized with Pneumonia in Ujjain India. Int. J. Environ. Res. Public Health : 1-16 3. Budihardjo, S. N., Suryawan, I. W. B. 2020. Faktor-faktor resiko kejadian pneumonia pada pasien pneumonia usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya. Intisari Sains Medis. 11 (1) : 398-404 4. Ebeledike,C.,  Ahmad, T. 2020. Pneumonia



Pediatric.



StatPearls



Publishing LLC : 1-15 5. Said M. 2001. Pneumonia Atipik pada Anak. Jurnal Sari Pediatri. Jakarta : Bagian Ilmu Anak FKUI-RSCM 6. Karima. N.N. 2017. Evaluasi Interaksi Obat Antibiotik Pada Pasien Bronkopneumonia Geriatri Di Instalasi Rawat Inap Rsud Ir. Soekarno Sukoharjo Tahun 2017. Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi. Surakarta. 7. Dicky, A. Wulan, J. 2017. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung. 8. Seyawati Ari, Marwiati. 2018. Tata Laksana Kasus Batuk Dan Atau Kesulitan Bernafas. Literature Review. Jurnal Imiah Kesehatan.



9. Monita Osharinanda, Yani Fity Fanny, Lestari Yuniar. 2015. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10. Meriyani, H., Megawati, F., Udayani, N. N. W. 2016. Efektivitas Terapi Pneumonia Pada Pasien Pediatrik Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Ditinjau Dari Parameter Respiration Rate. Jurnal Ilmiah Medicamento. 2(2) 2016; 66-70. 11. Ismoedijanto. 2000. Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2(2) : 103-108 12. IDAI. 2013. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia.