11 0 380 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. A DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONI DI BANGSAL CENDANA RSUD SLEMAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Anak
Disusun oleh : 1. Ayuningtyas Dian Utami (P07120215010) 2. Findri Fadlika (P07120215019) 3. Theresia Sani Tratami (P07120215037)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. A DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONI DI BANGSAL CENDANA RSUD SLEMAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Anak
Disusun Oleh : 1.
Ayuningtyas Dian Utami (P07120215010)
2.
Findri Fadlika (P07120215019)
3.
Theresia Sani Tratami (P07120215037)
Tingkat III Reguler
Telah mendapat persetujuan pada tanggal November 2017 Oleh :
Pembimbing Lapangan
Pembimbing Pendidikan
(Dra. Ni Ketut Mendri, S.Kep., Ns., M.Sc, HL)
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A.
Definisi Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011) Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution) (Bennete, 2013).
B.
Penyebab Berdasarkan etiologinya bronkopneumonia dapat disebabkan oleh : 1.
Bakteri
2.
Virus
3.
Jamur
4.
Aspirasi makanan
5.
Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011) Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, antara
lain virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Bronkopneumoniae, dan H. influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, aspirasidan lain-lain.
C.
Patofisiologi Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme: 1.filtrasi partikel dari hidung. 2.pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal. 3.Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4.Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris. 5.Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag. 6.Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal. 7.Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013)
D.
Manifestasi klinis Pasien dengan bronkopneumoni dapat mengalami demam tinggi dengan peningkata suhu secara mendadak sampai 40º. Anak sangat gelisah, sesak nafas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat. Bronkopneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013). Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013): 1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2.
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. 3.
Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4.
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
E.
Pathway
Infeksi kuman patogen ( bakteri / virus )
terganggunya parenkhim paru
brochiolitis
gangguan interstisiil
PK : Infeksi
kerusakan epitel
pembentukan mukus
muntah
infiltrat ke duktus alveolus
penyumbatan bronkhus
kerusakan alveolus Gangguan pertukaran gas
brochietase gangguan fungsi paru 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Perubahan pola nafas
F.
Faktor risiko bronkopneumonia pada anak Faktor risiko bronkopneumonia yang menyertai pada anak antara lain: 1.
Status
gizi
buruk,
menempati
urutan
pertamam
pada
risiko
bronkopneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk. 2.
Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir ( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena bronkopneumonia. ASI merupakan
makanan paling penting bagi bayi karena ASI
mengandung protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi terutama bronkopneumonia. 3.
Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan
tubuh, disamping untuk kesehatan mata,
produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel. 4.
Riwayat imunisasi buruk atau
tidak lengkap, khususnya imunisasi
campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu bronkopneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan bronkopneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus bronkopneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi bronkopneumonia. 5.
Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan bronkopneumonia pada anak.
6.
Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk bronkopneumonia.
7.
Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat meningkatkan risiko bronkopneumonia dibanding dengan penghuni
sedikit. Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran pernafasan. 8.
Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian bronkopneumonia anak.
G.
Pemeriksaan penunjang 1.
Pemeriksaan laboratorium a.
Leukosit, umumnya bronkopneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
b.
Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c.
Titer
antistreptolisin
serum,
pada
infeksi
streptokokus
meningkat dan dapat menyokong diagnosa. d. 2.
Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
Pemeriksaan mikrobiologik a.
Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b.
Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3.
Pemeriksaan imunologis a.
Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b.
Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
c.
Spesimen: darah atau urin.
d.
Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation.
4.
Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab bronkopneumonia. a.
Pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia)
kedua
lapangan
paru
(bronkopneumonia
atau
lobaris).
konsolidasi Bayi
dan
pada
satu
anak-anak
lobus
gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan. b.
Streptokokus,
gambagan
radiologik
menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus. c.
Stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian
memadat
dan
mengenai
keseluruhan
lobus
atau
hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
H.
Terapi 1.
Perhatikan hidrasi.
2.
Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3.
Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan.
4.
Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5.
Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6.
Pengobatan antibiotik: a.
Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi komplikasi.
b.
Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin.
c.
Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.
d.
Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e.
Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk bronkopneumonia karena M. Bronkopneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficacy.
f.
Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
I.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian a.
Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola makan,
kelemahan,
Penyakit
respirasi
sebelumnya,perawatan
dirumah, penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah b.
Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah putih (bakteri bronkopneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada
c.
Psikososial
dan
faktor
perkembangan:
Usia,
tingkat
perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang diapkai
sebelumnya,
kebiasaan
(pengalaman
yang
tidak
menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit) d.
Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.
2.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul a.
Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
b.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
c.
Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d.
Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
e.
Nyeri b.d proses inflamasi
f.
Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal (rumah sakit).
g.
Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak
3. No
Rencana asuhan keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Dx 1
Klien
menunjukkan Beri
fungsi
pernafasan
posisi
nyaman Posisikan
normal. Kriteria
hasil:
yang Mengurangi stres pada
ventilasi
anak dan anak dapat untuk
beristirahat
yang Untuk
pernafasan tetap dalam
maksimum
mempertahankan
batas
(pertahankan
terbuka jalan nafas.
normal,
kepala Untuk
pernafasan tidak sulit,
peninggian
anak istirahat dan tidur
sedikitnya 30 derajat)
NOC: airways respiratory
penekanan diafragma.
Periksa posisi anak Pakaian
dengan tenang. Perpiratory: patency, status:
menghindari
yang
ketat
dengan sering, untuk
menghambat
memastikan
perkembangan nafas.
bahwa
anak tidak merosot.
Untuk
meningkatkan
ventilasi. Status vital Hindari pakaian atau keadekuatan oksigen. sign. gedong yang terlalu Relaksasi dapat NIC: Mechanical ketat. mengurangi ventilatory weaning. Tingkatkan istirahat kecemasan. dan
tidur
penjadualan
dengan Pendidikan kesehatan yang
tepat. Dorong relaksasi.
dapat
meningkatkan
pengetahuan teknik
tentang
teknik meningkatkan kepatenan jalan nafas.
Ajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan
yang
mempermudah upaya pernafasan
(misal:
pemberian
posisi
yang tepat). 2
dapar Posisikan anak pada Memungkinkan
Klien
mempertahankan jalan
kesejajaran
nafas paten.
yang tepat.
Kriteria hasil: nafas
tetap
bersih,
nafas
sesuai
paru baik
perbaikan
gas, serta mencegah
anak
dalam Untuk membersihkan
mengeluarkan
jalan
NOC: Status respirasi:
sputum.
hipersekresi.
NIC: suctioning
airways
dan
pertukaran
dalam batas normal.
kepatenan jalan nafas.
yang
aspirasi sekresi.
kebutuhan.
pernafasan Bantu
ekspansi lebih
jalan Hisap sekresi jalan
anak bernafas dengan mudah,
tubuh
nafas
akibat
ekspektoran Sputum yang keluar
Beri
akan mengurangi efek
sesuai ketentuan. Lakukan
fisioterapi
hambatan jalan nafas. Ekspektoran
dada.
obat
Puasakan anak.
untuk
mengencerkan
Berikan
dahak
sehingga
penatalaksanaan
sputum
nyeri yang tepat.
dikeluarkan.
Bantu
anak
menahan
dalam Fisioterapi atau
membebat area insisi atau cedera
dapat
dada
membantu mengeluarkan sputum Untuk
mencegah
aspirasi cairan (pada dengan
takipnea
hebat). Pengurangan
nyeri
mengurangi kebutuhan
oksigen. Untuk memaksimalkan
efek
batuk dan fisioterapi dada. 3
Kaji tingkat toleransi Tujuannya
Klien mempertahankan tingkat
anak. yang Bantu
energi
adekuat. Kriteria
aktivitas anak sesuai anak
dalam
dengan
hidup
kemampuannya.
aktivitas hasil:
anak
mungkin
peningkatan aktivitas.
toleransi.
NIC:
yang Agar
sehari-hari
mentoleransi
melebihi
Menejemen
terjadi
penggunaan
energi
aktivitas Untuk mencegah anak
pengalihan
energi.
tidak
yang berlebihan.
Berikan
NOC: endurance
agar
yang
dari rasa bosan, dan
sesuai dengan usia,
untuk
stimulasi
kondisi, kemampuan,
tumbuh kembang. Untuk
dan minat anak. Beri periode istirahat
menjaga
keseimbangan
dan tidur yang sesuai
oksigenasi
dengan
mengurangi konsumsi
usia
dan
kondisi.
dan
oksigen
Instruksikan
yang
berlebihan.
anak
untuk beristirahat jika
Untuk
lelah.
penggunaan
mencegah oksigen
yang berlebihan. 4
tidak
Klien
Mencegah
Pertahankan
terjadi
menunjukkan
tanda-
lingkungan aseptik,
potensial
tanda
infeksi
dengan
infeksi nosokomial.
sekunder. Kriteria
menunjukkan penurunan infeksi.
Untuk
menggunakan hasil:
anak
kateter
bukti
steril
gejala
penghisap dan
mencuci yang baik.
komplikasi
teknik
penyebaran
mencegah infeksi
nosokomial.
tangan Untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
NOC: Risk contol dan
Isolasi anak sesuai
Untuk
status imun.
indikasi.
pertahanan
NIC: Kontrol infeksi
Beri
dan
sesuai ketentuan.
perlindungan
infeksi.
mendukung tubuh
alami.
antibiotik
Membantu
Berikan diit bergizi
mengurangi
sesuai
yang ada di dalam
kesukaan
anak dan kemauan
sputum
dada.
untuk mengkonsumsi nutrisi.
Ajarkan
fisioterapi
dada yang baik. 5
Klien tidak mengalami Lakukan
strategi Teknik-teknik seperti
nyeri atau penurunan
nonfarmakologis
relaksasi, nafas dalam,
nyeri/ketidaknyamana
untuk
membantu
dan
n sampai tingkat yang
anak
mengatasi
membuat nyeri dapat
dapat
nyeri.
diterima oleh
Kriteria
hasil:
anak
untuk Maksudnya agar efek
memberikan
puncaknya
tidak mengalami nyeri
analgesik
atau
ditentukan sebelum Untuk
tingkat
nyeri
dapat diterima dengan baik. NOC:
Level
analgesik
dengan
rute
NIC:
paling
yang
kecil
jika
mungkin. Gunakan
yang dikenal anak
beberapa
strategi
biarkan
memilih
menghindari tambahan. injeksi
i.m
atau i.sc. Untuk
memudahkan
pembelajaran
strategi
anak
penggunaan toleransi
nyeri.
gambarkan Karena
atau
dan
Hindari
dan strategi
tepat
dengan kejadian nyeri.
nyeri
Berikan
traumatik
sedation.
yang
prosedur.
kenyamanan. Conscious
dapat
lebih ditoleransi.
Rencanakan
anak.
distraksi
adalah
anak
paling
salah
anaknya.
orang orang
tua yang
mengetahui
Karena pendekatan ini
satunya. Libatkan rang tua dalam
pemilihan
tampak paling efektif pada nyeri ringan. Karena
strategi. Ajarkan anak untuk
pelatihan
mungkin
diperlukan
menggunakan
untuk membantu anak
strategi
berfokus
pada
nonfarmakologis
tindakan
yang
khusus
diperlukan.
terjadi
sebelum nyeri
atau
sebelum
nyeri
menjadi lebih berat. Bantu
atau
minta
orangtua membantu anak
dengan
menggunakan stratei selama nyeri aktual. 6
Klien
mengalami
Jelaskan
prosedur Dengan
pendidikan
penurunan rasa cemas.
dan peralatan yang
kesehatan , klien akan
Kriteria hasil: Anak
tidak dikenal pada
berkurang kecemasan
tidak
anak dengan istilah
dan
yang sesuai dengan
emosional, dan dapat
tahap
meningkatkan
perkembangan.
kemampuan koping.
menunjukkan
tanda-tanda
disstres
pernafasan
atau
ketidaknyamanan
Ciptakan hubungan Memberi rasa aman
fisik. NOC: kecemasan
Kontrol dan
koping. NIC: kecemasan.
disstres
Penurunan
anak dan orangtua. Tetap bersama anak
pada
karena
orangtua adalah orang
selama prosedur.
yang
Gunakan cara yang
anak.
tenang
anak
dikenal
oleh
dan Menjadi suportif dan
meyakinkan.
pendekatan
Beri kehadiran yang
mendukung
sering selama fase
komunikasi.
untuk
Memberi rasa percaya
akut penyakit. Beri
tindakan
kepada
anak
kenyamanan
yang
menurunkan
diinginkan
anak
kecemasan.
(misal:
mengayun, Dukungan
membelai, musik). Berikan kedekatan
dapat
membantu
anak
objek
mengurangi
(misak:
kecemasan.
keluarga, Dapat
mainan
selimut, boneka).
meningkatkan
kenyamanan anak.
Anjurkan perawatan Objek
Klien
(keluarga)
memberikan
keluarga
aman pada anak.
dengan
Khadiran
dan bila mungkin,
aman pada anak dan
keterlibatan
dapat
orangtua
kecemasan anak.
mengalami
dan
kebutuhan
pengurangan
orangtua
kemampuan
untuk
informasi
peningkatan
dan
Gali
perasaan
melakukan koping.
orangtua
Kriteria
“masalah”
hasil:
dan sekitar
Untuk
membuat
rencana
pendidikan
kesehatan yang tepat bagi orangtua. mengetahui
kecemasan orangtua. Untuk
mengurangi
kecemasan
Orangtua mengajukan
hospitalisasi
pertanyaan yang tepat,
penyakit anak.
kemampuan
Jelaskan
orangtua.
mendiskusikan kondisi
dan
tentang
dan perawatan anak
terapi dan perilaku
dengan tenang serta
anak.
terlibat secara positif dalam perawatan anak.
Beri
rasa
menurunkan
Untuk
dukungan. untuk
orangtua
memberikan
kekuatiran
dan
rasa
kehadiran orangtua
Kenali
kecemasan
kedekatan
yang berpusat pada
peningkatan
7
dan
dan
orangtua
meningkatkan
Dukungan
koping
dapat
mendorong dukungan
sesuai kebutuhan.
pembentukan yang positif.
koping
NOC:
Family
Memberi rasa aman
Anjurkan
functioning.
perawatan
yang
pada
NIC: family support,
berpusat
pada
membantu
orangtua
teaching:
keluarga
dan
membuat
keputusan
anjurkan
anggota
keluarga
agar
process
disease
terlibat
dalam
perawatan anak.
orangtua
tentang anaknya.
dan
terapi
DAFTAR PUSTAKA
Bennete
M.J.
2013.
Pediatric
Bronkopneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (4 November 2017 pukul 15.50 WIB)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of Community-Acquired Bronkopneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 53 (7): 617-630
Dahlan, Zul. 2007. Broncobronkopneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI