Laporan Kasus Anestesi Hernia Inguinalis Lateralis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS HIL INSACERATA DENGAN EPIDURAL ANAESTHESI



OLEH: Muhd.Suhail Bin Satri (0710714027) Low Khar Weoi Rionaldo Dhiparedja



(0710714021) (0710714036)



Pembimbing : Dr. Buyung Hartiyo L, SpAn



LABORATORIUM ANAESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR MALANG 2012



ANESTHESIA EPIDURAL Definisi Anestesia epidural adalah satu bentuk dari anestesia regional dan merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anesthesia spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servical atau sacral (yang lasim disebut blok caudal). Teknik epidural sangat luas penggunaanya pada anestesia operatif, analgesia untuk kasus kasus obstreti, analgesia post operatif dan untuk nyeri kronis.



Onset dari epidural anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anesthesi local yang relative lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opoid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia post operasi. Indikasi 



Sebagai tambahan anesthesia umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien terhadap analgesic opoid, cocok untuk tindakan bedah yang bervariasi, sebagai contoh bedah ginekologi (histerektomi), bedah ortopedi (penggantian sendi panggul), bedah umum (laparatomi) dan bedah vascular (perbaikan aneurisma aorta).







Sebagai teknik tunggal anestesi untuk tindakan bedah di daerah tungkai bawah, pelvis, perineum, dan abdomen bawah.







Section caesarean ialah jenis terbanyak yang menggunakan teknik tunggal ini. Khasnya ialah pasien tetap sadar selama operasi.







Untuk analgesia post operatif. Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi lewat kateter yang telah dimasukkan saat operasi.







Untuk pengobatan nyeri punggung. Injeksi analgesic dan steroid ke dalam ruang epidural dapat mengurangi keluhan nyeri.







Untuk pengobatan nyeri kronis atau sebagai pengobatan paliatif bagi pasien-pasien terminal.



Kontraindikasi Relatif 



Kelainan anatomis seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis.







Riwayat operasi tulang belakang sebelumnya, dimana jaringan parut mungkin menghambat penyebaran obat.







Masalah khusus dengan system saraf pusa termasuk multiple sklerosis atau siringomielia.







Masalah pada katup jantung seperti stenosis mitral dan stenosis aorta, dimana vasodilatasi yang dirangsang oleh obat anesthesi dapat menyebabkan tidak sampainya suplai darah ke otot jantung yang menebal, juga blok total jantung.(complete heart block)







Pasien yang tidak kooperatif.



Kontraindikasi Absolute 



Pasien menolak







Gangguan pembekuan darah atau sedang dalam pengobatan anti-koagulan-risiko untuk terjadinya hematoma yang dapat menekan medulla spinalis.







Infeksi di daerah dekat focus insersi-risiko terjadinya meningitis atau abses epidural







Infeksi pada aliran darah yang dapat menyebar via kaeter ke system saraf pusat







Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK), karena dapat berujung pada herniasi batang otak







Hipovelemia yang tidak terkoreksi, yang ditambah blokade simpatis oleh epidural dapat menyebabkan kolapsnya sirkulasi.



Anatomis Ruang epidural adalah bagian dari kanalis vertebralis yang tidak terisi oleh durameter dan isinya. Ruang epidural merupakan ruang potensial yang terletak di antara dura dan periosteum yang membatasi bagian dalam kanalis vertebralis, terbentang dari foramen magnum ke sacral hiatus. Cabang-cabang saraf anterior dan posterior dari medulla spinalis menyeberangi ruang ini untuk bergabung di foramen intervertebralis untuk membentuk saraf-saraf segmentalis. Batas anterior ruang epidural terdiri atas ligamentum longitudinalis posterior yang membungkus korpus vertebrae dan diskus intervertrebalis. Batas lateral oleh periosteum pedikel vertebra dan foramen intervertebralis. Di posterior, dibatasi oleh periosteum dari permukaan anterior lamina dan prosesus artikularis berserta ligamentum-ligamentum penghubungnya, periosteum dari cabang spina, dan ruang interlamina yang diisi oleh ligamentum flavum. Ruang epidural berisi pleksus vena dan jaringan lemak yang berhubungan dengan lemak di ruang paravertebra.



Persiapan Setiap epidural yang ingin dikerjakan tidak boleh dilupakan tentang manajemen jalan napas dan resusitasi. Fasilitas untuk monitor tekanan darah dan nadi juga harus tersedia. Diharuskan mendapat informed consent dari pasien, setelah sebelumnya pasien dijelaskan tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan pra-bedah harus dilakukan lengkap seperti pada anesthesia umum. Perhatikan khusus pada status kardiovaskular pasien, karena lesi vascular dapat menyulitkan dalam meningkatkan cardiac output sebagai respon terhadap vasodilatasi akibat blockade simpatis. Punggung juga harus diperiksa. Pemeriksaan laboratorium tentang status koagulasi pasien penting.



Perlengkapan Set epidural modern steril dan disposable. Obat-obatan juga harus steril dan baru. Jarum epidural yang digunakan biasanya 16-18G, panjang 8cm dengan garis penanda berjarak 1cm, dan ujung melengkung 15-30’. Yang lebih sering digunakan adalah jarum Touhy dan Huber. Teknik Anestesia Epidural Anestesia epidural memerlukan teknik tinggi untuk menghindari terjadinyakomplikasi yang serius, and harus selalu dikerjakan oleh dokter anestesi yang terlatih,menggunakan teknik aseptik yang ketat untuk mengurangi risiko infeksi.



1.Posisi Pasien Pasien dalam posisi duduk atau posisi lateral (berbaring miring). Pasienyang duduk kemudian diminta untuk membungkukkan tubuh untuk meningkatkan kurvatura tulang belakang. Pasien yang berbaring juga diminta untuk menekuk lutut hingga menyentuh dagu untuk alasan yang sama. 2.Lokasi Insersi Dokter anestesi mempalpasi punggung pasien dan mengidentifikasi celah(gap) anatomis antara prosesus spinosus vertebra. Level pada spina di mana kateter paling baik ditempatkan bergantung pada lokasi dan tipe dari operasi yang akan dilakukan, serta lokasi anatomis asal nyeri. Krista iliaka biasanya digunakan sebagai panduan untuk mencapai vertebra L4, di mana terletak tepat di bawah berakhirnya medula spinalis. Karena persarafan dada dan abdomen berjalan di bawah iga, dokter anestesi dapat mempalpasi sepanjang iga yang bersangkutan untuk menentukan lokasi penempatan kateter. Biasanya, dokter menempatkan kateter pada daerah mid-lumbar, atau bagian punggung bawah, meskipun kadang-kadang kateter ditempatkan di daerahthoraks (dada) atau servikal



(leher). Pada pasien dewasa, medula spinalis berakhir di level diskus antara L1 dan L2 (pada neonates sampai L3 tapi kadang bisamencapai L4), di mana kemudian terdapat struktur berkasberkas saraf yang disebut kauda ekuina. Karena itu, epidural lumbal relatif aman dari risiko trauma medula spinalis



3.Menemukan Ruang Epidural Kulit diinfiltrasi dengan zat anestetik lokal seperti lidokain di lokasi yangsudah diidentifikasi. Fokus insersi biasanya di garis tengah (median), meskipun pendekatan lain, seperti pendekatan paramedian kadang juga digunakan,khususnya pada pasien-pasien usia tua.Pada pendekatan paramedian, ujung jarum ditusukkan 1-2 cm lateral darimidline, mengikuti arah lamina hingga mencapai ligamentum flavum dan ruangepidural. “Menjalankan” ujung jarum pada lamina ini membuat dokter lebih percaya diri bahwa mereka benar telah dekat dengan ruang epidural. Hal inikhususnya sangat penting pada daerah thoraks, di mana medula spinalisnya lebih besar (dibandingkan lumbal), dan risiko tertusuknya dura serta trauma medulaspinalis lebih besar. Ada banyak teknik yang digunakan untuk mencapai ruang epidural. Tetapi yang paling populer ialah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung. Teknik Hilangnya Resistensi (Loss of Resistance) Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm. Kemudian udara/ NaCl disuntikkan perlahan-lahan secaraterputus-putus (intermiten) sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi. Ada ciri khas khusus ketika ujung jarum telah masuk ke ruang epidural. Sensasi “pop” atau “klik” dapat dirasakan ketika ujung jarum menembus ligamentum flavum tepat sebelum masuk ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test dose). Teknik Tetes Tergantung (Hanging Drop) Pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan-lahan secara lembut sampai terasa membus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis. 4.Uji Dosis



Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelahujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang(kontinu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1 : 200,000. 



Jika tidak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar







Jika terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruangsubarachnoid karena terlalu dalam







Jika terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obatmasuk vena epidural.



5.Penempatan Kateter Setelah ujung jarum masuk di ruang epidural, kateter dimasukkan lewat jarum tersebut. Jarum kemudian dicabut. Biasanya, kateter kemudian ditarik sedikit sampai tersisa 4-6 cm di dalam ruang epidural. Kateter tersebut memiliki tanda kedalaman, sehingga kedalaman kateter di ruang epidural dapat diukur.Kateter biasanya difiksasi pada kulit dengan plester atau kasa supaya tidak tertekuk. 6.Cara Penyuntikan Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik local secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total.Suntikan yang terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.



7.Uji Keberhasilan Epidural Anestesi epidural yang benar menghasikan 3 efek utama : 1.Hilangnya fungsi sistem saraf simpatis yang mengontrol tekanan darah,diketahui dari perubahan suhu. 2.Hilangnya modalitas sensorik lainnya (termasuk sentuhan, dan propriosepsi),dengan uji tusuk jarum (pin-prick) 3.Hilangnya kekuatan otot (motorik), dinilai dari skala Bromage.



Faktor Yang Berpengaruh Pada Anestesia Epidural



1.Lokasi Injeksi Pada injeksi lumbal, analgesia akan menyebar ke kaudal dan kranial dengan Delay pada segmen L5 dan S1 karena ukuran cabang saraf yang besar. Pada injeksi torakal, analgesia menyebar merata dari lokasi injeksi. Thoraks bagian atas dan servikal bawah resistan terhadap blok tersebut karena ukurancabang sarafnya yang besar. Ukuran ruang epidural pada daerah torakal lebihkecil sehingga volume anestesi yang diperlukan tidak terlalu besar.



2.Dosis Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia atau anestesia ditentukan oleh beberapa faktor, tetapi pada umumnya dibutuhkan dosis 1-2 mL/segmen.Penyebaran lokal anestesia di dalam ruang epidural bervariasi tergantung dari ukuran ruang epidural, dan terkadang obat tersebut mengalir keluar ke ruang paravertebra. Efek dari epidural bekerja di bawah level spesifik yang menjadi lokasiinjeksi obat (sesuai dermatom). Level yang dikehendaki biasanya 3-4 dermatomlebih tinggi dari fokus insersi. Intensitas dari blok saraf ditentukan dari konsentrasi obat anestetik local yang digunakan. Sedangkan volume obat menentukan tingkat penyebaran obat(level mana). Sebagai contoh, 15 ml 0.1% bupivakain dapat memberikan efek analgesia yang baik bagi wanita yang sedang melahirkan, tetapi tidak mencukupi untuk tindak bedah. Sebaliknya, 15 ml 0.5% bupivakain dapat memberikan blok yang cukup untuk pembedahan. Karena volume yang digunakan pada kedua kasusadalah sama, penyebaran obat, dan tinggi level yang terkena efek, adalah sama. Penting diingat bahwa serabut saraf simpatik memiliki diameter yang terekcil dan sangat mudah diblok, bahkan dengan konsentrasi rendah. Derajat blokade simpatis berhubungan dengan jumlah segmen yang diblok. Dengan kateter epidural, dapat diatur dosis obatnya sehingga blok simpatis yang berlebihan dapat dihindari. Kebutuhan untuk mengulangi(topping up) dosis obat bergantung pada durasi aksi obat tersebut. Dosis ulangan harus diberikan sebelum efek blok menghilang di mana pasien dapat merasakan nyeri. Konsep yang digunakan adalah“regresi dua segmen”,yaitu rentang waktu sejak injeksi dosis pertamaobat hingga timbul regresi maksimum sensorik 2 segmen. Jika hal ini telah terjadi,1.5x dosis awal harus diinjeksikan untuk menjaga blok. Waktu regresi 2 segmen lignokain ialah 90-150 menit, dan bupivakain ialah 200-260 menit.



3.Umur, Tinggi Badan, Dan Berat Badan Semakin tua umur, semakin sedikit volume obat yang diperlukan untuk mencapai level blok yang diinginkan, diduga akibat penurunan ukuran dan compliance ruang epidural. Tinggi badan pasien memiliki korelasi dengan volume obat, di mana pasien yang lebih tinggi memerlukan volume obat yang lebih besar. Hanya ada sedikit korelasi berat badan dengan volume obat yang diperlukan, meskipun pada pasien obesitas, ruang epidural dapat terkompresi, sehingga lebih sedikit volume yang diperlukan. Keadaan lain yang berhubungan adalah pasien dengan asites, tumor intra abdomen yang besar, dan kehamilan tua.



4.Postur Efek gravitasi selama pengaplikasian blok telah diketahui mempengaruhi penyebaran obat dan area yang terblok. Pada posisi duduk, lumbal bawah dan sakral cenderung lebih terblok, sedangkan pada posisi lateral dekubitus (tiduran miring), cabang saraf pada sisi tersebut lebih terblok. Efek Fisiologis Dan Keuntungan Analgesia Epidural Setelah Pembedahan Efek fisiologis 



Sistem kardiovaskular- Hilangnya fungsi simpatik dari jantung, menyebabkan turunnya frekuensi nadidan tekanan darah







Sistem respiratorik- Dosis anestesia epidural yang sangat besar atau dengan tingkatan blok yangtinggi, dapat menyebabkan paralisis otot-otot interkostal dan diafragma (yang bertanggung jawab untuk respirasi) akibat blokade saraf frenikus







Sistem gastrointestinal- Blokade pada saraf simpatis akan menyebabkan saraf parasimpatis (vagus dansakral) menjadi lebih dominan, dan mengakibatkan peristaltis aktif dan relaksasis fingter, dan kontraksi intestinal







Sistem endokrin- Menyebabkan penurunan pelepasan katekolamin pada blokade nervus di kelenjar adrenal, sehingga menurunkan stress







Sistem urogenital- Retensi urin sering terjadi pada anestesia epidural. Hipotensi berat dapat mengurangi laju filtrasi glomerulus bila blokade saraf simpatis cukup tinggi untuk menyebabkan vasodilatasi yang signifikan. Sensasi untuk berkemih juga hilang,sehingga diperlukan pemasangan kateter urin selama durasi epidural.



Keuntungan Analgesia Epidural Setelah Pembedahan Analgesia epidural telah terbukti memberikan keuntungan setelah pembedahan, termasuk di dalamnya : 



Analgesia yang efektif tanpa kebutuhan akan opioid sistemik







insidensi dari masalah respirasi post-operatif dan infeksi dada dapat dikurangi







Insidensi infark miokardial (serangan jantung) post-operatif dapat dikurangi







Respon stres terhadap pembedahan dapat dikurangi







Motilitas usus dapat ditingkatkan dengan cara blokade sistem saraf simpatik.







Mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.



Efek Samping Analgesia Epidural Selain memblok saraf yang membawa nyeri, obat anestetik lokal di dalam ruang epidural ternyata dapat memblok tipe saraf yang lain, tergantung pada dosisnya.Bergantung pada jenis obat dan dosis yang digunakan, efek ini dapat bertahan dari beberapa menit hingga beberapa jam. Epidural biasanya menggunakan opiate fentanyl atau sufentanil, dengan bupivakain. Fentanyl adalah opiate yang sangat kuat dengan potensi dan efek samping 80x morfin. Sufentanil adalah opiate yang lain, 5-10x lebih poten dibandingkan fentanyl. Pemakaian opioid dapat menyebabkan gatal yang parahdan bahkan depresi napas. Bupivakain bersifat toksik, dapat menyebabkan eksitasi : gelisah, kesemutan disekitar mulut, tinnitus, tremor, bingung, pandangan kabur, atau kejang, diikuti dengandepresi : mengantuk, turunnya kesadaran, depresi napas, dan apnea. Bupivakain juga dapat menyebabkan kematian dengan henti jantung (cardiac arrest) jika obat anestetik tidak sengaja masuk ke vena epidural. Saraf-saraf penghantar nyeri paling sensitif terhadap efek epidural, yang artinya epidural yang baik dapat menyediakan analgesia tanpa mempengaruhi kekuatan otot atau sensori lain. Semakin besar dosis, semakin besar efek samping yang dihasilkan. Sebagai contoh : wanita yang sedang melahirkan digunakan epidural kontinu yang pada 85%kasus memberikan analgesia yang baik tanpa mengurangi kemampuannya untuk bergerak di ranjang. Jika ia memerlukan Sectio, ia diberikan dosis bupivakain epidural yang lebih besar. Setelah beberapa menit, ia tidak bisa lagi menggerakkan kakinya, atau merasakan abdomennya. Jika tekanan darahnya turun hingga di bawah 80/50, ia diberikan bolus intravena efedrin/ infus phenylephrine untuk mengkompensasi. Komplikasi 1. Tidak adanya blokade nyeri (gagal blok), terjadi pada 1:20 kasus, atau 5%. 15%mengalami kegagalan parsial. Jika hal ini terjadi, epidural dapat diulang lagi.



Faktor yang berhubungan dengan gagalnya blok : 



Obesitas







Multipara







Riwayat kegagalan epidural sebelumnya







Penggunaan udara untuk mencapai ruang epidural daripada N20, saline, atau lidokain



2. Tusukan berdarah (1 : 30-50). Sangat mudah terjadinya trauma pada vena epiduraloleh karena jarum. Pada pasien dengan pembekuan darah yang normal, hal ini sangat jarang terjadi (1:100.000). Pada pasien dengan koagulopati, terdapat risiko terjadinya epidural hematoma. 3. Pada 5% pasien dapat terjadi tertusuknya duramater (dan arachnoid) secara tidak sengaja sehingga timbul sakit kepala (1-3:100) karena kedalaman ruang epidural pada lumbal yang hanya 3-5 mm. Hal ini berakibat bocornya cairan serebrospinal ke ruang epidural, sehingga terjadi PDPH (Post Dural Puncture Headache). 4. Kateter salah tempat, masuk ke dalam vena (jarang,