Laporan Pendahuluan Hernia Inguinalis Lateralis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS (HIL) DIRUANG IBS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOSARI



DISUSUN OLEH FILZA AHYAR 18310125



PRODI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2018/2019



LEMBAR PENGESAHAN Laporan pendahululuan tentang “HERNIA INGUINALIS LATERALIS” telah diterima dan disahkan oleh pembimbing lahan dan pembimbing akademik Profesi NERS STIKES Yogyakarta. Nama



: FILZA AHYAR



NIM



: 18310125



Tempat Praktik



: RSUD Wonosari



Wonosari, Pembimbing Lahan



(..……………………….)



November 2018



Pembimbing Akademik



(Wiwin Priyantari.,S.Kep.,Ns.,M.Kes)



LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS



A. DEFINISI Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritonium, lemak, usus, atau kandung kemih) memasuki defek tersebut sehingga timbul kantong berisikan materi abdominal. (Jong, 2010) Menurut Leyner & Goldberg (2009), ada berbagai jenis hernia pada tubuh, yang paling umum adalah hernia inguinal. Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong skrotum, yang disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup kongenital. Menurut sifatnya, hernia dapat berupa hernia reponible atau irreponible. Hernia repobible merupakan hernia yang hilang timbul karena isi hernia yang dapat kembali ke dalam rongga abdomen, sedangkan hernia irreponible merupakan hernia dengan isi hernia yang tidak dapat susut kembali ke dalam rongga abdomen (Suryanah, 2009). Sehingga hernia inguinalis lateral reponible adalah hernia yang berada di atas kantung skrotum dengan isi hernia dapat kembali ke dalam rongga abdomen.



B. ANATOMI FISIOLOGI Sjamsuhidayat (2009), mengemukakan bahwa hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Sedangkan menurut Laniyati et al (2015), hernia terdiri atas orifisium hernia dan kantung hernia. Orifisium adalah defek dari lapisan aponeurosis paling dalam dari abdomen, dan sakus adalah kantung keluar dari peritoneum. Kolum dari kantung hernia berhubungan dengan orifisium. Hernia disebut eksterna jika kantung menonjol secara lengkap melalui dinding abdomen, dan interna jika sakus terletak di dalam kavitas viseral.



Menurut Henry dan Tompson (2009), Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. pada abdomen isi terbanyak adalah usus halus dan omentum majus. Meskipun tidak sering, bagian lain dari abdomen pun juga dapat masuk menjadi isi hernia seperti: a. Usus besar dan apendiks. b. Divertikulum Meckel c. Vesica Urinaria d. Ovarium dengan atau tanpa tuba falopi e. Cairan asites



C. ETIOLOGI Menurut Henry dan Thompson (2009), terdapat dua faktor predisposisi utama terjadinya hernia, yaitu: a. Tekanan yang meningkat pada abdomen: b. Mengangkat beban berat. c. Batuk akibat PPOK. d. Tahanan saat miksi seperti BPH atau karsinoma. e. Tahanan saat defekasi seperti konstipasi atau obstruksi usus besar. f. Distensi abdomen yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan intraabdomen. g. Perubahan isi abdomen seperti adanya asites, tumor jinak atau ganas, kehamilan, dan lemak tubuh. h. Kelemahan dinding abdomen: i. Umur yang semakin bertambah. j. Malnutrisi baik makronutrien seperti protein atau kalori maupun mikronutrien seperti Vit. C. k. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik l. Abnormal metabolisme kolagen.



D. PATOFISIOLOGI Hernia inguinalis terjadi di lipatan paha. Di lipatan paha terdapat suatu area yang disebut kanal inguinal. Kanal inguinal adalah saluran atau lubang alami yang menembus otot-otot dinding perut. Kanal inguinal membentuk jalan bagi testis untuk turun dari rongga perut ke kantong skrotum. Pada umumnya, setiap kanal menutup sebelum atau segera setelah lahir. Jika lubang ini tidak menutup, akan terlihat benjolan di regio tersebut atau pembengkakan skrotum. benjolan tersebut dapat terisi oleh usus maupun omentum lalu menonjol keluar. (Leyner & Goldberg, 2009) Hernia ini bisa bersifat bawaan lahir atau didapatkan selama masa dewasa. Hernia ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Secara sederhana hernia inguinalis terjadi akibat penutupan tuba (prosesus vaginalis) yang tidak lengkap antara abdomen dan skrotum (atau uterus pada wanita). hal ini menyebabkan turunnya sebagian intestine (Hany, 2009).



Pathway



E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis hernia menurut Hany (2009), yaitu: a. Berupa benjolan keluar masuk / keras b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi d. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung kencing.



F. KOMPLIKASI Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel atau peritonitis. Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser. Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka. Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka, bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling penting, terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien, letak hernia, teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya. (Sjamsuhidajat, 2017)



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita hernia adalah (Henry & Thompson, 2009) :



a. Herniografi Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin. b. USG Ultra Sonografi (USG) sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis, misalnya pada Spigelian hernia. c. CT dan MRI CT (Computerized Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi misalnya pada hernia obturator.



H. PENATALAKSANAAN 1. Secara konservatif (non operatif) a. Reposisi hernia : hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan. b. Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset. 2. Secara operatif a. Hernioplasty : memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasty sering dilakukan pada anak-anak. b. Hernioraphy. Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukan, kantong diikat, dan dilakukan bainyplasty atau tehik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa. c. Herniotomy. Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada hernia yang sudah nekrosis.



I. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian perioperatif terdiri dari 3 bagian pengkajian yaitu : a. Pengkajian Pre Operasi 1) Identitas pasien Jenis kelamin : Jenis klamin pria mempunyai resiko 3 kali lipat untuk teerkena



hernia



inguinalis



dibandingkan



dengan



waenita.



Riwayat Keperawatan a) Keluhan utama : keluhan utama yang paling sering muncul pada pasien adanya benjolan pada lipatan paha bagian atas. b) Riwayat Penyakit sekarang c) Berkaitan dengan perjalanan penyakit pasien yang sekarang. d) Riwayat penyakit dahulu e) Penderia hernia inguinalis sebelumnya kemungkinan pernah menderita. f) Riwayat penyakit keluarga g) Orang dengan riwayat keluarga hernia mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga 2) Pemeriksaan fisik a) Inspeksi : Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, berubah bentuk) b) Palpasi : Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri c) Auskultasi : Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual dan pasien tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor. d) Perkusi : Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen.



b. Pengkajian intra Operasi 1) Pernapasan (B1: Breath) Pada pembiusan dengan general anestesi, pernapasan pasien dengan pentilator dan pemberian oksigen. Pada pembiusan dengan SAB, pasien bisa napas sepontan. 2) Cardiovaskuler (B2 : Blood) Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bisa terjadi karena proses pembedahan (nyeri), resiko terjadi perdarahan. Observasi vital sign setiap 15 menit. 3) Persarafan (B3 : Brain) Pasien dalam keadaan tidak sadar jika dilakukan general anestesi, sadar jika pembiusan dengan SAB. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi. 4) Per kemihan - eliminasi (B4 : Bladder) Urine normal lewat kateter. 5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B5: Bowel) BAB normal 6) Tulang – otot – integumen (B6 : Bone) Pada saat intra operatif kekuatan tulang, otot dan integumen



0



(nol), tidak jarang pasien dapt menggerakkan anggota tubuh pada saat intra operasi karena efek dari obat anestesi berkurang. c. Pengkajian pasca operasi 1) Pernapasan (B1: Breath) Pernapasan perlahan sepontan, terjadi penyumbatan jalan nafas dngan secret atau lendir 2) Cardiovaskuler (B2 : Blood) Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bisa terjadi karena proses pembedahan (nyeri). Observasi vital sign setiap 15 menit di ruang pemulihan.



3) Persarafan (B3 : Brain) Pada pasca operasi pasien perlahan disadarkan oleh petugas anestesi hingga sadar penuh. Pada mulanya timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi. 4) Per kemihan - eliminasi (B4 : Bladder) Buang air kecil tidak ada masalah. 5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B5: Bowel) Biasanya terjadi mual, muntah. 6) Tulang – otot – integumen (B6 : Bone) Kekuatan otot perlahan akan kembali normal



2. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri dan splinting otot. b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kompresi syaraf, prosedur bedah. c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan hematoma. d. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis situasional, perubahan status kesehatan. e. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot. f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur infasif, insisi bedah. g. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (prosedur medis/adanya rasa mual); kehilangan darah selama pembedahan. h. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah, mual, gangguan peristaltik usus. i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber informasi.



3. Rencana Keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial sekunder terhadap efek anestesi; batuk tidak efektif sekunder terhadap depresi SSP atau nyeri dan splinting otot. Kriteria Hasil : 1) Jalan napas pasien bersih, ditandai dengan bunyi napas normal pada auskultasi. 2) RR : 12 – 20 X / menit dengan kedalaman dan pola normal. Intervensi : 1) Pertahankan jalan nafas pasien dengan meletakkan pasien pada posisi yang sesuai. Rasional: Mencegah obstruksi jalan nafas. Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma. 2) Observasi frekwensi, kedalaman pernafasan dan pemakaian otot bantu pernafasan. Rasional: Dliakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan. 3) Observasi pengembalian fungsi otot, terutama otot-otot pernafasan . Rasional: Setelah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intraoperatif, pengembalian



fungsi otot pertama kali



terjadi pada



diafragma, otot interkostal, yang akan diikuti dengan relaksasi kelompok otot–otot utama seperti leher, bahu, dan otot–otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang seperti lidah, faring, otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut wajah dan jari – jari tangan. 4) Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan Rasional: Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorokan atau trakea.



5) Kolaborasi pemberian tambahan oksigen sesuai kebutuhan. Rasional: dilakukan untuk meningkatkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb. b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan



dengan kompresi syaraf,



prosedur bedah. Kriteria hasil: 1) Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol. 2) mengungkapkan metode yang memberi penghilangan. 3) mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik. Intervensi: 1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor pencetus atau yang memperberat Rasional: Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapy. 2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi atau posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 1030 derajat. Rasional: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu. 3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan Rasional: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan. 4) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau visualisasi Rasional: Memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan. 5) Kolaborasi dalam pemberian therapy Rasional: Intervensi cepat dan mempercepat proses penyembuhan.



c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan hematoma. Kriteria hasil: Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal. Intervensi: 1) Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik Rasional: Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan resolusi edema, inflamasi sekunder. 2) Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam Rasional: Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan resiko hematoma. 3) Pantau tanda-tanda vital, catat kehangatan, pengisian kapiler Rasional: Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral, mual, muntah. 4) Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi Rasional: Terapi cairan pengganti tergantung pada derajat hipovolemi. d. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis situasional, perubahan status kesehatan Kriteria hasil: 1) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang. 2) Mengkaji situasi terbaru dengan akurat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalah. Intervensi: 1) Kaji tingkat ansietas klien, tentukan bagaimana pasien menangani masalahnya sebelumnya dan sekarang Rasional: Mengidentifikasi keterampilan untuk mengatasi keadaannya sekarang. 2) berikan informasi yang akurat Rasional: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan pada pengetahuannya.



3) berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya Rasional: Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang perlu diungkapkan dan diberi respon. 4) Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien Rasional: Orang terdekat mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya. e. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot. Kriteria hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko dan aturan pengobatan individual. Intervensi: 1) Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik Rasional: Tergantung pada bagian tubuh yang terkena, jenis prosedur yang kurang hati-hati akan meningkatkan kerusakan. 2) Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi, berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien Rasional:



Immobilitas



yang



dipaksakan



dapat



memperbesar



kegelisahan, peka terhadap rangsang. 3) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif Rasional: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi



dan



berkembang sesuai dengan toleransi. 4) Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot. 5) Berikan atau Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif, pasif Rasional: Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang, memperbaiki mekanika tubuh.



f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; prosedur infasif, insisi bedah. Kriteria Hasil : Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari eritema dan tidak demam. Intervensi : 1) Tekankan teknik mencuci tangan yang baik Rasional: Menurunkan resiko penyebaran bakteri. 2) Pertahankan teknik aseptik pada penggantian balutan dan prosedur infasif. Rasional: Menurunkan resiko masuknya bakteri. 3) Monitor tanda-tanda vital, insist dan balutan, catat karakteristik luka, adanya eritema. Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi. 4) Ganti balutan sesuai indikasi. Rasional: Balutan kotor memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. 5) Kolaborasi pemberian antibiotik. Rasional: Untuk menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya), untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya. g. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (prosedur medis/adanya rasa mual); kehilangan darah selama pembedahan. Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, tanda – tanda vital stabil, turgor normal, mukosa lembab, pengeluaran urine sesuai. Intervensi : 1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran Rasional:



Dokumentasi



yang



akurat



akan



membantu



dalam



mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.



2) Periksa pembalut terhadap terjadinya perdarahan, kaji luka untuk terjadinya pembengkakan. Rasional: Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia. 3) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. Rasional: Kulit yang dingin dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan. 4) Kolaborasi pemberian cairan sesuai petunjuk, tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan. Rasional: Menggantikan kehilangna cairan. 5) Pantau hasil laboratorium, misalnya Hb, Ht. Rasional: Indikator hidrasi/volume sirkulasi. h. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah, mual, gangguan peristaltik usus Kriteria hasil: 1) Meningkatkan masukan oral. 2) Menjelaskan faktor penyebab apabila diketahui. Intervensi: 1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional:



Mencukupi



menentukan intervensi



kalori



sesuai



yang sesuai



kebutuhan,



memudahkan



dan mempercepat



proses



penyembuhan. 2) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan klien tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil Rasional: Pasien dapat mengontrol masukan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan, yang digunakan sebagai cadangan energi yang untuk beraktivitas.



3) Timbang berat badan dan pantau hasil laboratorium Rasional: Dapat digunakan untuk memudahkan melakukan intervensi yang akurat dan sesuai dengan kondisi klien. 4) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan mulut secara teratur pantau pasien dalam melakukan personal hygiene. Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memberi kenyamanan dalam mengkonsumsi makanan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi. 5) Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan mengurangi nafsu makan Rasional: Menentukan intervensi yang sesuai meningkatkan masukan oral. i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber informasi. Kriteria hasil: Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan, memulai perubahan gaya hidup. Intervensi: 1) Kaji ulang pemahaman pasien tentang diagnosis, prosedur bedah, rutinitas praoperasi dan regimen pasca operasi. Rasional: Beberapa orang merasakan informasi yang lengkap sangat membantu; sedang yang lain lebih menyukai penjelasan yang singkat dan sederhana. 2) Tinjau ulang dan minta orang terdekat untuk menunjukan perawatan luka atau balutan jika diindikasikan. Rasional: Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan kemandirian. 3) Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor resiko, misalnya pemajanan pada lingkungan. Rasional: Mengurangi potensial infeksi yang diperoleh.



4) Sebelum pasien dipulangkan, ajarkan tindakan pencegahan terhadap aktivitas, istirahat maksimal, diit yang haurs dijalani. Rasional: Informasi yang cukup memberikan pemahaman yang adekuat bagi pasien untuk mendukung proses pengobatan. (Wilkinson, 2017)



DAFTAR PUSTAKA Behrman, dkk. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC. Budi.2010.



Asuhan



Keperawatan



pada



Penyakit



Hernia



.Disitasi



dari



http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. Holdstok, G. 2012. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta: Hipokrates. Wilkinson. J. M dan Ahern.N.R. 2017. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta :EGC. Wong, L. 2015. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG. Yuda.



2010.



Penyakit



hernia



pada



anak.



Disitasi



http://dokteryudabedah.com/wp-content/uploads2015/03/



dari