Laporan Kasus CA Recti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Abdurohman Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 45 tahun Alamat : Ds. Singkup RT 04/03 Kec. Purbaratu Tasikmalaya Status : Menikah Agama : Islam Pendidikan : SD Pekerjaan : Buruh Tanggal masuk RS : 19 April 2013 ANAMNESIS Keluhan Utama 



BAB disertai darah dan lendir



Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan BAB disertai darah dan lendir sejak 2 tahun sebelum masuk Rumah Sakit. Tinja yang keluar bercampur darah yang berwarna merah segar. Terkadang darah menetes saat mengedan sebelum tinja keluar, darah yang keluar berjumlah ± 1/2 gelas beliming setiap kali BAB. Lendir yang keluar bersama tinja lebih banyak daripada saat BAB biasanya. Pasien merasakan panas di bagian anusnya saat BAB dan mulas pada perutnya. Pasien harus mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan tinja, tetapi tinja yang keluar sedikit dan bentuknya tipis seperti pita dan juga sering merasa tidak puas saat BAB. Selain itu, pasien juga mengaku masih bisa kentut. Berat badan pasien terus berkurang dalam 1 tahun terakhir, yang terlihat dari ukuran celananya yang semakin membesar. Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama seperti ini sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis. Riwayat penyakit keluarga 1



Tidak ada anggota keluarganya yang pernah mengalami penyakit yang sama seperti yang ia alami atau penyakit kanker lainnya. Riwayat habituasi Pasien jarang makan sayur dan buah. Pasien tidak pernah berolahraga. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok, dalam 1 hari pasien bisa menghabiskan 11/2 bungkus rokok. Kebiasaan minum alkohol disangkal oleh pasien. Riwayat pengobatan Pasien memeriksakan dirinya ke Puskesmas dan pihak Puskesmas merujuk pasien untuk berobat ke poliklinik bedah di RSUD Tasikmalaya. Di poliklinik bedah pasien disarankan untuk dirawat dan dilakukan operasi. Riwayat alergi Tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat dan makanan. Riwayat Operasi Tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya.



PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit Suhu : 36,1o C Pernapasan : 20x/menit BB : Kg Status generalis Kepala Mata : Pupil isokor, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) Telinga : Dalam Batas Normal Hidung : Dalam Batas Normal Mulut : Dalam Batas Normal Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba membesar Thorax 2







Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi







: Gerak dinding thorax simetris : Vocal fremitus simetris : Sonor pada seluruh lapang paru : Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)



Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi



: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : batas kanan : ICS V linea parasternal dextra batas kiri : ICS V linea midclavikularis sinistra batas atas : ICS II linea parasternal sinistra : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)



Abdomen Inspeksi : Datar Auskultasi : Bising usus (+) Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Tympani Status Lokalis Regio Anal Inspeksi : Tidak tampak kelainan Palpasi : Tidak tampak kelainan Rectal Toucher  



Tonus sfingter ani Mukosa rectum







Prostat







Sarung tangan



: Normotoni : Licin, teraba massa ukuran 4x4cm arah jam 9 pada posisi LLD, konsistensi keras, permukaan berbenjol, tidak dapat digerakkan, nyeri tekan (-) : Teraba prostat arah jam 3 pada posisi LLD, konsistensi lunak, pool atas & pool bawah teraba : Feses (+), lendir (+), darah (-)



PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium(tanggal 19/04/2013) Pemeriksaan Hematology Hemoglobin Hematrokit Leukosit Trombosit Golongan Darah B dengan rh (+) Faal Ginjal Ureum Kreatinin



Hasil



Satuan



Nilai normal



5,5 17 5200 228.000



g/dl % /mm3 /mm3



13-18 40-50 4000-10000 150000-350000



38 0,90



mg/dl mg/dl



15-45 0,7-1,2 3



Faal Hati/Jantung SGOT (ASAT) SGPT (ALAT) Elektrolit Natrium Kalium Calsium Foto thorax PA  



53 49



u/L/37ˆ u/L/37ˆ



10-38 9-40



142 4,2 1,31



mmol/L mmol/L mmol/L



137-147 3,6-5,4 1,15-1,29



Jantung tidak membesar Corakan bronkovaskuler paru kanan dan kiri baik



Kesan: normal Foto BNO colon in loop   



Kontras dimasukkan melalui anus Tampak kontras mengisi rectum, kolon sigmoid, dan kolon descenden SINGLE CONTRAST: Tampak‘’filling defect’’ dengan gambaran “apple







core appearance’’ KESAN: menyokong malignancy di 1/3 distal rectum



DIAGNOSIS BANDING   



Karsinoma rectum 1/3 distal Polip Rekti Hemoroid



DIAGNOSIS KERJA 



Karsinoma rektum 1/3 distal



RENCANA PENGOBATAN  Motivasi untuk dilakukan operasi (colostomy)  Infus NaCl 0,9% 20 tpm  Transfusi whole blood PROGNOSIS   



Ad vitam: dubia ad bonam Ad fungsionam: dubia ad malam Ad sanactionam: dubia ad malam



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Definisi Karsinoma rektum adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa.



Epidemiologi Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.



5



Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa dicegah. Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Etiologi dan faktor presdiposisi Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Akan tetapi, terdapat beberapa factor presdiposisi yang ditengarai mengakibatkan munculnya karsinoma rekti, antara lain: 1. Diet tinggi lemak, rendah serat 2. Usia lebih dari 50 tahun 3. Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat. 4. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat. 5. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome, pada semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektal 6. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers syndrome, dan Muir syndrome. 6



7. Terjadi pada 50 % pasien Kanker kolorektal Herediter nonpolyposis 8. Inflammatory bowel disease 9. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun) 10. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat. Patogenesis Polip jinak pada kolon atau rektum | menjadi ganas | menyusup serta merusak jaringan normal kolon | meluas ke dalam struktur sekitarnya | bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara : 1. Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta 2. Hematogen terutama ke hati 3. Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya) misalnya : ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.



Patologi Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma rektum: pertama, tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol, kedua tipe skirus (keras) yang dapat mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, ketiga adalah bentuk ulseratif yang terjadi karena nekrosis di bagian sentral.



7



Manifestasi klinis Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah : 1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses. Darah berwarna merah segar 2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB 3. Feses yang lebih kecil dari biasanya 4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri 5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya 6. Mual dan muntah, 7. Gejala anemia seperti rasa letih dan lesu 8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus. Metastasis Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis BAB berdarah, merah segar, berlendir dan berbau disertai gangguan kebiasaan BAB (diare selama beberapa hari yang disusul konstipasi



8



selama beberapa hari). Nyeri pada saat BAB, tenesmus, dan pada kasus yang lebih lanjut ileus obstruksi. 2. Pemeriksaan Fisik a. Dipastikan dengan pemeriksaan colok dubur. Teraba tumor berbenjol, rapuh, tukak, mudah berdarah. Bila letaknya rendah (2/3 bawah) dapat dicapai dengan baik, bila letaknya tinggi (1/3 atas) biasanya tidak dapat diraba. Dari pemeriksaan colok dubur ditetapkan mobilitasnya untuk mengetahi prospek pembedahan. bila dapat digerakkan u berarti masih terbatas pada mukosa rektum saja. Bila sudah terfiksasi, biasanya sudah terjadi penetrasi hingga ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus. 3. Pemeriksaan penunjang  Proktosigmoidoskopi Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.  Koloskopi Diperiksa dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor.  Sistoskopi Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi keganasan ke kandung kencing.  Barium colon in loop Dengan menggunakan kontras akan tampak gambaran apple core appearance  Biopsi Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. 9



Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors. Klasifikasi modifikasi Dukes TNM Stadium T1 N0 M0 T2 N0 M0 T3 N0 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 T4 Any T, M1



Stadium A B1 B2 C1 C2 C2 D



Deskripsi Tumor terbatas pada submucosa Tumor terbatas pada muscularis propria Penyebaran transmural T2, pembesaran kelenjar mesenteric T3, pembesaran kelenjar mesenteric Penyebaran ke organ yang berdekatan Metastasis jauh



Diagnosis banding Diagnosis banding untuk karsinoma rectum antara lain: polip, proktitis, fisura anus, hemmoroid, dan karsinoma anus. Terapi Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum antara lain 1. Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen, kolon kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan rectum 1. Bila letaknya 12 cm diatas anus dilakukan reseksi anterior 2. Bila letaknya krang dari 12 cm dari anus, T1, diferensiasi baik, dilakkan eksisi local 3. Bila 6-12 cm diatas anus: o Stage II



: reseksi anterior rendah



o Stage II/III : terapi kombinasi multiple + reseksi anterior rendah 4. Bila < dari 6 cm dari anus o Stage I diferensiasi baik : reseksi abdomino perineal o Stage II/III



: terapi kombinasi + RAP



2. Prosedur paliatif, dibuat stoma saja 3. Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid, rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end



10



kolostomi 4. Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi antara lain inkontinensia alvie. 5. Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel. Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi ajuvan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran keorgan lain. Prognosis Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut : 



Stadium I - 72%







Stadium II - 54%







Stadium III - 39%







Stadium IV - 7%



50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor. Tumor poorly



differentiated mempunyai prognosis



lebih buruk



dibandingkan dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif berupa ”signet ring cell” dan karsinoma musinus prognosis juga buruk. Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita. Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar



11



limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi local. Kolostomi Kolostomi (colostomy) berasal dari kata “colon” dan “stomy”. Colon (kolon) merupakan bagian dari usus besar yang memanjang dari sekum sampai rektum dan “stomy” (dalam bahasa Yunani “stoma” berarti mulut). Kolostomi dapat diartikan sebagai suatu pembedahan dimana suatu pembukaan dilakukan dari kolon (atau usus besar) ke luar dari abdomen. Feses keluar melalui saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung yang diletakkan pada abdomen. Pembedahan kolostomi biasanya memakan waktu dua hingga empat jam, tergantung dari tingkat kesulitan, adanya infeksi, atau beratnya trauma misalnya apabila penyebabnya adalah trauma kolon. Kolostomi dapat dibuat sementara ataupun permanen. Kolostomi sementara dapat digunakan ketika bagian kolon perlu diperbaiki/disembuhkan, misalnya setelah trauma atau pembedahan. Setelah



kolon membaik/sembuh,



kolostomi dapat ditutup, dan fungsi usus dapat kembali normal. Kolostomi permanen (disebut juga end colostomy) biasanya diperlukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar 15% kasus kanker kolon. Jenis kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker. Sebagian besar feses akan lebih lunak dan lebih encer dibandingkan feses yang keluar secara normal lewat anus. Konsistensi feses tergantung dari letak segmen usus yang dipakai pada tindakan kolostomi. Letak kolostomi pada abdomen bisa dimana saja sepanjang letak kolon, namun biasanya dilakukan pada bagian kiri bawah, di daerah kolon sigmoid. Namun dapat pula dibuat dilokasi kolon asendens, transversum, dan desendens. Letak kolostomi sebaiknya dipilih dengan hati-hati sebelum tindakan operasi. Sebaiknya hindari lokasi yang memiliki jaringan lemak yang tebal dan terdapat skar. Tujuan Kolostomi Umumnya kolostomi dilakukan pada pembedahan kanker, namun kadangkadang diperlukan pada penyakit infeksi usus dan penyakit divertikulum, dan 12



pada pembedahan yang darurat untuk perforasi atau obstruksi pada usus. Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal. Pembagian Kolostomi A. Berdasarkan Penggunaannya 1. Kolostomi Permanen Kolostomi permanen diperlukan ketika tidak terdapat lagi segmen usus bagian distal setelah dilakukan reseksi atau untuk alasan tertentu usus tidak dapat disambung lagi. Kolostomi dibuat untuk menggantikan fungsi anus bila anus dan rectum harus diangkat. Kolostomi permanen harus hati-hati ditempatkan untuk memudahkan dalam penganganan jangka panjang. Kolostomi permanen biasanya dibuat pada kolon kiri pada fossa iliaka kiri. Kolostomi permanen dilakukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar 15% oleh karena kasus kanker kolon. Kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker. 2. Kolostomi Sementara Kolostomi sementara sering dilakukan untuk mengalihkan aliran feses dari daerah distal usus. Setelah masalah pada usus bagian distal telah teratasi, maka kolostomi dapat ditutup kembali. Kolostomi sementara berguna untuk: a. Mengatasi obstruksi pada operasi elektif maupun tindakan darurat. Kolostomi dilakukan untuk mencegah obstruksi komplit usus besar bagian distal yang menyebabkan dilatasi bagian proksimal. b. Melakukan proteksi terhadap anastomosis kolon setelah



reseksi.



Kolostomi sementara dibuat, misalnya pada penderita gawat abdomen dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani anastomosis baru dengan pasase feses 13



merupakan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk pengamanan anastomosis, aliran feses dialihkan sementara melalui kolostomi dua stoma yang disebut stoma double barrel. Dengan cara Hartman, pembuatan anastomosis ditunda sampai radang di perut telah reda. c. Kolostomi sementara dapat berguna untuk mengistirahatkan segmen usus bagian distal yang terlibat pada proses inflamasi misalnya abses perikolik, fistula anorektal. B. Tipe Kolostomi 1. Kolostomi loop Jenis kolostomi ini didesain sehingga baik segmen distal maupun proksimal usus terdapat pada permukaan kulit. 2. Kolostomi double barrel Pada kolostomi double barrel, dibuat dua stoma yang terpisah pada dinding abdomen. Stoma bagian proksimal berhubungan dengan traktus gastrointestinal yang lebih atas dan akan menjadi saluran pengeluaran feses. Stoma bagian distal berhubungan dengan rectum. Kolostomi double barrel termasuk jenis kolostomi sementara. Kolostomi double barrel mudah dan aman digunakan pada neonatus dan bayi. 3. Kolostomi devided Kolostomi ini sering dibuat pada sigmoid pada karsinoma rektum yang tak dapat diangkat, sehingga karsinoma tersebut tidak teriritasi oleh tinja. 4. Kolostomi terminal Tipe ini dilakukan bila diperlukan untuk membuang kolon karena terlalu membahayakan bila dilakukan anastomosis yang memudahkan timbulnya sepsis. Kontinuitas dapat diperbaiki kemudian hari bila sepsis telah dapat diatasi dan kondisi penderita lebih baik. 5. Sekostomi dengan pipa (tube) Sekostomi merupakan kolostomi sementara. Berguna untuk dekompresi gas dalam usus. Sekostomi tidak cocok untuk diversi aliran feses. Saat ini sekostomi jarang digunakan karena stoma sering tersumbat oleh feses dan seringkali diperlukan irigasi untuk kembali melancarkan. 14



Komplikasi 1. Nekrosis kolostomi. Hal ini diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat 12-24 jam setelah pembedahan dan biasa diperlukan pembedahan tambahan untuk menanganinya. 2. Kolostomi retraksi. Disebabkan karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini dapat ditangani dengan menyediakan kantong khusus. Memperbaiki stoma dapat pula menjadi pilihan penanganan. 3. Parastomal hernia. Keadaan ini dapat timbul akibat letak stoma pada dinding abdomen yang lemah atau dibuat terbuka terlalu besar pada dinding abdomen. 4. Prolaps Keadaan ini sering diakibatkan pembukaan yang terlalu besar pada dinding abdomen atau fiksasi usus yang tidak cukup kuat pada dinding abdomen. Pembedahan ulang untuk mengatasi prolaps dengan mengambil vaskularisasi yang melampaui segmen usus yang disuplai. 5. Obstruksi Obstruksi dapat terjadi akibat udem ataupun timbunan feses. Teknik Irigasi Dalam Penanganan Kolostomi Beberapa



pasien



yang



menggunakan



kolostomi



memilih



untuk



mengeluarkan feses ke kantong stoma dengan menggunakan teknik irigasi kolon. Beberapa hari sekali, pasien mengalirkan sekitar satu liter air melewati kolostomi dengan saluran/pipa khusus, dan air akan lewat keluar dengan tujuan untuk mengosongkan dan membersihkan kolon. Pada kolostomi sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak penderita mengadakan pembilasan sekali sehari sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses dari stomanya. Kolostoma pada kolon 15



tranversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon transversum tidak padat, sehingga lebih sulit diatur.



16



DAFTAR PUSTAKA



1.



Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 64653.



2.



Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99



3.



Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org.



4.



Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com.



5.



Colon cancer. 2011. Available : http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/



17