Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS DENGUE SHOCK SYNDROME



Disusun sebagai tugas dalam pelaksanaan Program Dokter Internsip Periode 2018-2019



Disusun oleh: dr. Abdurrohman Izzuddin, M.Kes



Dokter Pembimbing: dr. Tina Pratiwi Nasution, Sp.A



Dokter Pendamping: dr. Deasy Oktian dr. Leni



RSUD. KOTA AGUNG KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019



BERITA ACARA PRESENTASI



Pada hari ini, Kamis tanggal 29 Agustus 2019 di wahana RSUD Kota Agung, telah dipresentasikan laporan kasus oleh: Nama



: dr. Abdurrohman Izzuddin



Kasus



: Dengue Shock Syndrome



Topik



: Ilmu Kesehatan Anak (Tropik Infeksi)



Nama Pembimbing



: dr. Deasy Oktian dr. Leni



No



Nama



Tanda Tangan



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



Mengetahui, Dokter Internsip,



Dokter Pendamping,



BAB I LAPORAN KASUS



A. IDENTITAS Identitas Pasien Nama : Anak Ade Elsa Oktavia Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Bandar Sukabumi Umur : 8 tahun Agama : Islam Tanggal Masuk RS : 26 Agustus 2019 pukul 09.15



B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien dan perawat yang merujuk pasien pada tanggal 26 Agustus 2019.



Keluhan Utama Demam sejak 6 hari yang lalu. Riwayat Perjalanan Penyakit Enam hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengalami demam. Demam dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Demam terkadang disertai menggigil. Pasien berkeringat ketika demam dan setelah demam namun tidak sampai membasahi baju. Menurut ibu pasien demam yang dialami pasien cukup tinggi, namun suhunya tidak diukur. Keluhan demam disertai dengan sakit kepala. Riwayat batuk dan pilek disangkal. Sudah minum obat penurun panas sebelumnya dan demam turun namun kemudian demam timbul lagi. Karena keluhan demamnya pasien kemudian di bawa ke Klinik Alhafa di Kotaagung pada hari kelima untuk dirawat. Os kemudian mendapatkan perawatan pada tanggal 25 Agustus 2019 pukul 14.00 selama satu hari. Pada pagi hari tanggal 26 Agustus 2019 os dirujuk ke IGD RSUD. Kotaagung dengan keluhan demam yang tidak kunjung turun dan nilai trombosit yang rendah. Riwayat



perdarahan di bibir, juga memar di wajah dan punggung. Sebelum os masuk ke RS, os mengeluhkan sakit di badan kepada ibunya. Os juga mengalami sesak (+) sebelum dirujuk. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat Penyakit Keluarga: -



C. PEMERIKSAAN FISIK Pada tanggal 26 Agustus 2019 di IGD:



Tanda Vital : Kesadaran : Somnolen GCS : E4M2V2 (8) Frekuensi nadi : Tidak teraba Frekuensi nafas : 55x/menit, kedalaman cukup, napas cuping hidung (+), retraksi (+) suprasternal Suhu tubuh : 36,9oC BB : 18 kg



Status Generalis dan Lokalis Kulit



: Petekie (-), Memar di wajah dan punggung berwarna kebiruan



Kepala



: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tak mudah dicabut.



Wajah



: Bentuk simetris



Mata



: Pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+, conjunctiva anemis -/- sklera ikterik -/-



Telinga



: Normotia, serumen -/-, sekret -/-



Hidung



: Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/-, secret -/-



Mulut



: Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa bibir ditemukan perdarahan (+) tidak aktif



Leher



: KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba membesar.



Cor



: Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat



Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : dalam batas normal, tidak terdapat pembesaran jantung Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-) gallop (-) Pulmo



: Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis & dinamis, tidak ada bagian paru yang tertinggal, retraksi (+) suprasternal Palpasi : Vocal fremitus tidak bisa dinilai Perkusi : Sonor di kedua hemithorax Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen : Inspeksi : penonjolan massa (-), abdomen lebih tinggi dari dinding dada Palpasi : lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 5 cm bawah processuss xiphoideus, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), nyeri tekan epigastrium (-), lien tidak teraba, Perkusi : Timpani, regio kuadran kanan atas pekak, shifting dullness (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal Extremitas : Akral dingin, CRT>2 detik, oedema (-), kekuatan oto tidak bisa dinilai



D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 26 Agustus 2019 



Leukosit 14.300 / μL







Eritrosit 5.200 / μL







Trombosit 46.000 / μL







Hb 14,1 g/dL







Ht 44,0%







IgM dan IgG anti-Dengue reaktif



Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia), peningkatan Hb dan Ht, serologi DHF reaktif.



E. RESUME Enam hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengalami demam. Demam dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Demam terkadang disertai menggigil. Pasien berkeringat ketika demam dan setelah demam namun tidak sampai



membasahi baju. Menurut ibu pasien demam yang dialami pasien cukup tinggi, namun suhunya tidak diukur. Keluhan demam disertai dengan sakit kepala. Riwayat batuk dan pilek disangkal. Sudah minum obat penurun panas sebelumnya dan demam turun namun kemudian demam timbul lagi. Karena keluhan demamnya pasien kemudian di bawa ke Klinik Alhafa di Kotaagung pada hari kelima untuk dirawat. Os kemudian mendapatkan perawatan pada tanggal 25 Agustus 2019 pukul 14.00 selama satu hari. Pada pagi hari os dirujuk ke IGD RSUD. Kotaagung dengan keluhan demam yang tidak kunjung turun dan nilai trombosit yang rendah. Riwayat perdarahan di bibir, juga memar di wajah dan punggung. Sebelum os masuk ke RS, os mengeluhkan sakit di badan kepada ibunya. Os juga mengalami sesak (+) sebelum dirujuk. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, nadi tidak teraba, frekuensi nafas 55x/menit, kedalaman cukup, napas cuping hidung (+), retraksi (+) suprasternal. Suhu tubuh 36,9 oC. Didapatkan memar dan manifestasi perdarahan tidak aktif di wajah, punggung, dan mukosa bibir. Akral dingin, CRT>2 detik. Dari hasil pemeriksaan



penunjang



didapatkan



kesan



terjadi



penurunan



(trombositopenia), peningkatan Hb dan Ht, serologi anti-Dengue reaktif.



F. DIAGNOSIS Dengue Shock Syndrome



G. TATALAKSANA Medikamentosa Terapi dari Klinik: IVFD RL 1000 cc selama dirawat Inj. Cefotaxim 400 mg/12 jam Inj. Ondancentron/8 jam Inj. Ranitidin ½ amp / 12 jam Paracetamol syrup 3x2 cth



Terapi di IGD O2 2 liter per menit



trombosit



IVFD RL loading 20 cc/kgBB – 360 cc, lanjutkan IVFD RL 24 tetes per menit makro Inj. Ceftriaxone 900 mg/24 jam (skin test) Paracetamol syrup 3x2 cth Sucralfat syrup 3x1 cth Observasi tanda vital dan keadaan umum di ruangan



Non Medikamentosa Bedrest (tirah baring) Minum air yang banyak Mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M, yaitu menutup, menguras, mengubur barang-barang yang dapat menampung air. Menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.



H. PROGNOSIS Quo ad Vitam



: Dubia ad malam



Quo ad Functionam



: Dubia ad malam



Quo ad Sanationam



: Dubia ad malam



I. CATATAN KEMAJUAN Pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 11.20 WIB, pasien dilaporkan tidak sadarkan diri di ruangan. Dilakukan RJP 5 siklus. Pasien dinyatakan meninggal di hadapan keluarga pada pukul 11.34 WIB.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).



2.1. Batasan dan Uraian Umum Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. DSS adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS).



2.2. Etiologi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe dengue akan memberikan imunitas seumur hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain.



2.3. Epidemiologi Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.



2.4. Penularan Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempattempat dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat. Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari.



2.5. Patogenesis Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik). Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.



Gambar 1. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue.



Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.



Gambar 2. Patogenesis syok pada DBD



Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.



Gambar 3. Patogenesis perdarahan pada DBD



Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut: 1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue. 2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus. 3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi. 4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediatormediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.



2.6. Diagnosis Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:



Kriteria klinis : 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif*, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena. 3. Hepatomegali 4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin. * Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).



Kriteria laboratoris : 1. Trombositopenia (≤ 100.000/μl) 2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal) Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.



Sindrom Syok Dengue Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu : 1. Penurunan kesadaran, gelisah 2. Nadi cepat, lemah 3. Hipotensi 4. Tekanan nadi < 20 mmHg 5. Perfusi perifer menurun 6. Kulit dingin-lembab.



Penentuan Derajat Penyakit Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.



DERAJAT



DD



DBD



I



DBD



II



DBD DSS DBD DSS



III



IV



GEJALA DAN TANDA Demam 2-7 hari Disertai >2 tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia Gejala di atas (+) Disertai uji bendung positif Gejala di atas (+) Disertai perdarahan spontan Gejala di atas (+) Disertai tanda kegagalan sirkulasi Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur



LABORATORIUM Leukopenia Trombositopeni Kebocoran Plasma (-) Trombositopeni ( 20 % Penurunan Ht > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat.



Serologi dengue positif



Penentuan Kesadaran Pada Anak Modified Glasgow Coma Scale for Infants and Children Area Assessed



Respon Membuka Mata



Respon Verbal



Respon Motorik



Infants Open spontaneously Open in response to verbal stimuli Open in response to pain only No response Coos and babbles (tersenyum) Irritable cries (menangis bila diberhentikan mainan yang diberikan) Cries in response to pain Moans in response to pain (lemas atau diam) No response Moves spontaneously and purposefully Withdraws to touch Withdraws in response to pain



Children Open spontaneously Open in response to verbal stimuli Open in response to pain only No response



Score 4 3 2 1



Oriented, appropriate



5



Confused



4



Inappropriate words Incompherensive words or non specific sounds No response



3



Obeys command



6



Localize painful stimulus Withdraws in response to pain



2 1



5 4



Responds to pain with decorticate posturing (abnormal flexion) Responds to pain with decerebrate posturing (abnormal extension) No response



Responds to pain with decorticate posturing (abnormal flexion) Responds to pain with decerebrate posturing (abnormal extension) No response



3



2 1



Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor : demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang sampai berat yuang disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari Demam Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.



Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik pada penderita DSS menurut Wong: 1. Clouding of sensorium 2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun. 3. Nyeri perut. 4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena, hematuri dan hemoptisis. 5. Trombositopenia berat. 6. Adanya efusi pleura pada toraks foto. 7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.



Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan: 1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg. 2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu = tingkat 1 ditambah tekanan nadi menjadi 10cmH2O), maka diberikan dopamin.



Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO) 1. Kristaloid Larutan ringer laktat (RL) Larutan ringer asetat (RA) Larutan garam faali (GF) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA) Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran) 2. Koloid Dekstran 40, Plasma, Albumin



Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES). Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID. Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah. Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6% / 10% HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan



kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.



DAFTAR PUSTAKA



1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006 2. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2005 3. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Edition II. Geneva : World Health Organization. 2002. Available from htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication Accessed 27 August 2019. 4. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009 5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2004. 6. Anonymous. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue haemorrhagic fever in small hospital. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. New Delhi: WHO; 1999.