Laporan Kasus Hiv 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN 1. Nama



: Ny. HR



2. Umur



: 25 tahun



3. Jenis Kelamin



: Perempuan



4. Agama



: Islam



5. Alamat



: Jl. Ali Malaka Lr.288 No.23



6. Nomor RM



: 385573



7. Tanggal Masuk



: 06 Mei 2009



8. Jam Masuk



: 12.16 WITA



ANAMNESIS GI P0 A0



HPHT: 01/08/2008 TP



:8/5/2009



Ibu masuk RS dengan pengantar dari poliklinik Obstetri untuk rawat inap dan rencana Sectio Sesaria elektif dengan diagnosa GI P0 A0 gravid 39 minggu 5 hari belum inpartu + HIV(+). Riwayat nyeri perut tembus belakang (-). Riwayat pelepasan lendir dan darah (-). Riwayat ANC >3x di PKM dan Bidan, TT 2X. Riwayat (+) HIV, Rapid Tes Reaktif Tanggal 2 April 2009 di VCT RSP Jumpandang Baru. Riwayat HT(-), tekanan darah normal selama hamil, DM(-), Asma(-), Alergi(-).Riwayat berganti-ganti pasangan disangkal. Riwayat memakai obat-obatan(-). Riwayat suami melakukan hubungan seksual dengan orang lain sebelum menikah tahun 2000. Pekerjaan suami supir angkot.



1



RIWAYAT HAID HPHT



: 01 Agustus 2008



TP



: 08 Mei 2009



Menarche



: 14 tahun



Siklus haid



: 28 – 30 hari



Dismenore



: Tidak ada



RIWAYAT OBSTETRI I.2009, kehamilan sekarang Riwayat penyakit sebelumnya Riwayat KB



: Tidak ada : Tidak pernah



Riwayat kehamilan sekarang



:



- Pemeriksaan antenatal



: >4x di puskesmas, suntik TT 2 X



- Makanan



: bergizi



- Obat-obatan



: vitamin



STATUS PRESENS Status generalis



: Baik / gizi cukup / sadar



Status vitalis



: - Tekanan darah - Nadi



: 120/80 mmHg : 88 x/menit



- Pernapasan : 20 x/menit - Suhu



: 36,7 º C



STATUS REGIONAL - Kepala



: Normosefal, konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-), Sianosis (-), wajah edema (-)



-



Leher



-



Thoraks



: Massa tumor (-), pembesaran kelenjar (-)



Inspeksi



: simetris kanan dan kiri



Palpasi



: massa tumor (-), nyeri tekan (-)



Perkusi



: Sonor, kiri = kanan, batas paru hepar ICS VI kanan depan



Auskultasi : Bunyi pernapasan bronkovesikuler Bunyi tambahan Ronchi -/-, wheezing -/-



Jantung Inspeksi



-



: Ictus cordis tidak tampak



Palpasi



: Ictus cordis tidak teraba



Perkusi



: Pekak, batas jantung kesan normal



Auskultas



: BJ I/II murni, regular



Abdomen Inspeksi



: Datar, ikut gerak napas



Palpasi



: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)



Perkusi



: Timpani



Auskultasi



: Peristaltik (+) kesan normal



3



-



Eksteremitas Edema (-)



Pemeriksaan Luar : TFU



: 3 jari bawah processus xiphoideus



Situs anak



: memanjang



Punggung



: kanan



Perlimaan



: 5/5



Bagian terendah



: kepala



His



: (-)



DJJ



: 140 x/menit



Kesan anak



: tunggal



Gerakan anak



: dirasakan ibu



TBJ



: 32 x 85 = 2720 gram



Pemeriksaan Dalam Vagina :



Tidak dilakukan pemeriksaan



Pemeriksaan penunjang Rapid test HIV



: positif



Hasil Konsul Pokja



: CD4 : 230/mm3



Darah Rutin (6/05/09):



WBC



: 7,3 . 103/ul



RBC



: 3,55 . 106/ul



HGB



: 10,2 gr/dL



HCT



: 31,0 %



PLT



: 288 . 103/ul



CT



: 9’00”



BT



: 3’00”



PT



: 10,6 detik control 11,2 detik



APTT



: 31,7 detik control 31,3 detik



Kimia Darah (6/5/2009): GDS



: 63 mg/dL



Ureum



: 21 mg/dL



Kreatinin



: 0,66 mg/dL



SGOT



: 18 IU/L



SGPT



: 8 IU/L



Diagnosis Kerja GIP0A0 gravid 39 minggu 5 hari + HIV (+)



Instruksi Dokter



5



Advis : Rencana operasi hari Kamis (7 Mei 2009) jam 10.00 Informed Consent : Seksio Sesarea Konsul Pokja HIV B. FOLLOW UP 7/5/2009



Perawatan Hari I



R/ Rencana Sc Selektif



T : 120/90 mmHg



KU : Baik



Informed content



N :76 x/ menit



Keluhan : (-)



Lapor ok



P : 20 x/ menit



TFU: 3 jaribpx



Konsul anastesi, pengantar



S : 36,8 oC



His : (-)



perianastesi dan PMI(+)



Djj : 140x/mnt



Puasakan pukul 00.00 Wita



Gerakan anak (+) dirasakan Ibu Anak kesan tunggal BAK : lancar BAB : belum Instruksi post Op 1.awasi TV tiap 15 mnt hingga stabil 2.IVFD RL+1amp oxytocin s/d botol II→28tpm,



lanjutkan



dgn



D5%:RL=1:2→28tpm 3.Inj.Cefotaxime 1g/12j/iv(skin test dahulu) 4.Inj.Metronidazole 0,5gr/8j/drips 5.Inj.asam tranexamat 500mg/8j/iv 6.Inj.ketorolac 30mg/8j/iv 7.Inj.Ranitidine 50mg/8j/iv 8.Hitung balance urine 24 jam 9.Cek Hb 2 jam post op, bila Hb4x di PKM, TT 2X. Dari pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum baik, gizi cukup, sadar dengan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98 x/ menit, pernapasan 24 x / menit, suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari bawah Processus Xiphoideus, situs anak memanjang, punggung kanan, bagian terendah kepala, perlimaan 5/5, his tidak ada, djj 140 x/ menit, anak kesan tunggal, gerakan anak dirasakan ibu, taksiran berat janin 32 x 85 = 2720 gr. Pemeriksaan dalam vagina tidak dilakukan. Dari pemeriksaan



laboratorium didapatkan rapid test HIV : Positif, hasil konsul



Pokja:CD-4 : 230/mm3, WBC: 7,3 . 103/ul, RBC : 3,55 . 106/ul, HGB: 10,2 gr/dL, HCT: 31, %, PLT : 288 . 103/ul, CT: 9’00”, BT



: 3’00”, PT: 10,6 control 11,2



detik, APTT: 31,7 control 31,3 detik, GDS: 83 mg/dL, Ureum: 21 mg/dl, Kreatinin 0,66 mg/dl, SGOT : 18 IU/L, SGPT: 8 IU/L. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis GIP0A0 gravid 39 minggu 5 hari + HIV.



HIV DALAM KEHAMILAN PENDAHULUAN 9



AIDS merupakan kumpulan berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari hilangnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi dari Human Immunodeficiency Virus (HIV). Walaupun sudah ada penanganan untuk AIDS dan HIV, obatnya belum diketahui.



Berbagai faktor yang



mempengaruhi adalah kesehatan, fungsi kekebalan, layanan kesehatan, dan infeksi lain. AIDS diperkirakan muncul di Afrika Sub-Sahara pada abad ke-20 dan sekarang menjadi wabah global. WHO memperkirakan 2,8 - 3,5 juta jiwa melayang karena AIDS pada tahun 2004. Dinegara-negara yang memiliki akses ke penanganan obat antiretroviral, tingkat kematian dan kejadian menurun. Namun, obat tersebut juga memiliki efek samping seperti lipodystrophy,dyslipidaemia, dan penolakan insulin. Hari AIDS Sedunia diperingati setiap 1 Desember untukmenumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV1. Menurut perkiraan United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), pada akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat 39,4 juta orang dengan HIV/AIDS di seluruh dunia. Sebanyak 17,6 juta (45%) diantaranya adalah perempuan dan 2,2 juta anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Selama tahun 2004, diperkirakan sebanyak 640.000 anak-anak hidup dengan HIV/AIDS (sekitar 1.750 kasus per hari). Lebih dari 90% diantara mereka terinfeksi HIV melalui jalur penularan dari ibu ke bayi.2 Meskipun secara umum prevalensi HIV di Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1%), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikatagorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu. Contohnya, menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2003), kasus HIV/AIDS pada pengguna narkoba suntikan di DKI Jakarta meningkat dari 15% di tahun 1999 menjadi 48% di tahun 2002. Karena mayoritas pengguna narkoba suntikan yang terinfeksi HIV



berusia reproduksi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan pertumbuhan kasus HIV yang paling cepat. Sebagian besar kasus HIV yang timbul disebabkan dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dalam pemakaian narkoba dan melalui seks komersial yang tidak aman. Sekitar 40% pengguna narkoba suntik di Jakarta adalah HIV positif. Sementara di Jawa Barat sekitar 13 % nya yang HIV positif. Di Propinsi Papua, epidemi lebih banyak muncul dari jalur seks yang tidak aman. Pada tahun 2006, diperkirakan ada sekitar 2,4 % dewasa berusia 15-24 tahun yang HIV positif. Data yang diperoleh dari jalur transmisi vertikal dari ibu ke bayi masih sangat sedikit. Pada tahun 2006 diperkirakan terdapat sekitar 4360 bayi yang HIV positif, sedangkan angka kumulaif pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 38.500 kasus.3 Faktor yang mempengaruhi penularan virus pada bayi adalah viral load ibu yang tinggi (di atas 1000), ada infeksi plasenta (malaria), perempuan terinveksi suatu IMS, bila gizi perempuan kurang, dan intervensi yang tidak perlu waktu lahir (seperti membantu persalinan dengan cara menyedot kepala bayi). Agar bayi tidak tertular virus HIV dari ibu yang positif maka sebaiknya menggunakan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi atau Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT).2



DISKUSI Pasien MRS dengan pengantar dari poliklinik Obstetri untuk rawat inap dan rencana seksio sesaria elektif dengan diagnosa G I P 0 A 0 gravid 39 minggu 5



11



hari + HIV. Hari pertama haid terakhir tanggal 1/8/2008, masuk RS dengan rencana Seksio Sesarea hari Kamis 7 Agustus 2009. Riwayat nyeri perut tembus belakang (-). Riwayat pelepasan lendir dan darah (-).Riwayat ANC >4x di PKM, TT 2X. Dari anamnesis didapatkan dimana riwayat suami melakukan hubungan seksual dengan orang lain sebelum menikah tahun 2000. Pekerjaan suami pasien seorang supir angkot. Riwayat hasil Rapid Tes adalah reaktif(positif) . Sebagian besar kasus HIV yang timbul disebabkan dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dalam pemakaian narkoba dan melalui seks komersial yang tidak aman. Karena mayoritas pengguna narkoba suntikan yang terinfeksi HIV berusia reproduktif aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan pertumbuhan kasus HIV yang paling cepat. Sebagian besar perempuan HIV positif berada dalam usia reproduktif. Lebih dari 90% kasus bayi yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses dari Ibu ke bayi. Karena mayoritas pengguna narkoba suntikan yang terinfeksi HIV berusia reproduktif aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat di Indonesia.(2,3,4) HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus berarti virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. HIV yang menginveksi seseorang dapat menimbulkan gejala klinis yang berbeda-beda. Lesi-lesi yang muncul dari tahap infeksi hingga gambaran AIDS yang sempurna beberapa tahun kemudian. Sebagian besar orang yang terkena infeksi tidak menampakkan gejala klinis. Tanda dan gejala pada umumnya mirip dengan infeksi virus lainnya, meliputi demam, cepat lelah, kulit kemerah-merahan dan sakit kepala. Tanda dan gejala lain meliputi limfadenopati, faringitis, mialgia, athralgia, nyeri retroorbital, penurunan berat badan, depresi, distress gastrointestinal, muntah-muntah, diare. Pada pasien ini, tidak ditemukan gejala klinis seperti yang di atas. Dari



pemeriksaan fisis meliputi berat badan, tanda vital, kulit( herpes zoster, sarkoma kaposi, dermatitis HIV, pruritc papular eruption (PPE), dermatitis seboroik berat, jejas suntikan (needle track), atau jejas sayatan), limfadenofati, selaput lendir orofaringeal (kandidiasis, sarkoma kaposi, hairy leukoplakia, ), pemeriksaan jantung, paru, abdomen, pemeriksaan sistem saraf dan otot rangka (keadaan kejiwaan, berkurangnya fungsi motoris dan sensoris), pemeriksaan fundus mata: retinitis dan papil edema, pemeriksaan saluran kelamin / alat kandungan. Namun pada pasien ini tidak ditemukan gejala seperti yang tersebut di atas.(5,6,7) AIDS adalah fase terakhir dari infeksi HIV dan biasanya dicirikan oleh jumlah CD4 kurang dari 200. Namun bukanlah penyakit yang khusus melainkan kumpulan dari sejumlah penyakit yang mempengaruhi tubuh dimana sistem kekebalan yang melemah tidak dapat merespons.(6) Untuk menegakkan diagnosis HIV diperlukan pemeriksaan Rapid test HIV dan CD4. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan rapid test HIV positif dan hasil konsul pokja HIV adalah CD-4: 230/mm3. Tes CD4 adalah tes penunjang untuk menilai prognosis berlanjut ke AIDS atau kematian, untuk membentuk diagnosis diferensial pada pasien bergejala, dan untuk mengambil keputusan terapeutik mengenai terapi antiretroviral (ART) dan profilaksis untuk patogen oportunistik. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis. Jumlah CD4 normal pada orang sehat berkisar antara 500 sampai 1000. Setelah terinfeksi HIV, jumlah CD4 biasanya turun secara progresif.



Kadar ini mencerminkan sistem



kekebalan tubuh, semakin rendah jumlah CD4, semakin merusak sistem kekebalan tubuh .Jika CD4 turun dibawah 200, ini menunjukan bahwa sistem kekebalan tubuh sudah cukup rusak hingga Infeksi Oportunistik dapat menyerang tubuh . Ini berarti sudah sampai fase AIDS. Penggunaan obat antiretroviral dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuh agar tetap baik .(8,9) Pada pasien ini dilakukan tindakan Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda



13



(SSTP) berhubung Ibu sudah positif terinfeksi HIV. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penularan (transmisi) virus HIV dari ibu ke anak. Cara persalinan yang dianjurkan pada ibu dengan HIV positif adalah operasi, penularan HIV dari ibu ke anak dapat ditekan sampai 50% dibandingkan dengan persalinan normal. Setelah anak dilahirkan,



beberapa hal



harus diperhatikan terutama saat menyusui.



Disarankan, ibu dengan HIV positif yang melahirkan anak dengan sebaiknya tidak menyusui karena dapat terjadi penularan HIV dari ibu ke bayi antara 10-20%, terlebih jika payudara ibu mengalami perlukaan lecet ataupun radang.(3,4) Pemberian ASI eksklusif dari ibu dengan HIV positif dapat menjadi sumber penularan HIV dari ibu ke bayi. Sebagai alternatif, bayi diberikan susu formula. Jadi untuk Bayi diberi susu Formula. Pada pasien ini dilakukan bebat payudara. Untuk Ibu dilakukan bebat payudara karena tidak menyusui mengingat resiko penularan yang bisa terjadi dari ASI. Di Negara-negara berkembang dimana intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi umumnya belum berjalan dan tersedia dengan baik, antara 25% sampai 45% ibu hamil HIV positif menularkan HIV ke bayinya selama masa kehamilan, ketika persalinan, ataupun setelah kelahiran melalui pemberian air susu Ibu. Berdasarkan data penelitian De Cock,dkk (2000), diketahui bahwa pada Ibu yang menyusui resiko penularan HIV lebih besar 10% sampai 15% dibandingkan Ibu yang tidak menyusui . Ibu-ibu dengan HIV dianjurkan untuk tidak menyusui apabila penggunaan susu formula dapat diterima, layak, terjangkau, aman dan berkelanjutan. Namun jika tidak tersedia air bersih maka kondisi hidup bayi dengan penggunaan susu formula lebih mengancam daripada menyusui. Perempuan dengan HIV positif yang memilih untuk menyusui, ASI eksklusif dianjurkan untuk tahun pertama dari kehidupan bayi, dan dihentikan sekali alternatif bentuk makanan menjadi layak.Mixed Feeding (menyusui dicampur dengan makanan dari botol air atau formula, atau menyediakan makanan lainnya) tidak dianjurkan karena studi menyarankan ia membawa resiko yang lebih tinggi daripada ASI eksklusif. Ini mungkin karena dicampur dengan makanan kerusakan lapisan dari perut bayi dan



intestines sehingga memudahkan untuk HIV di air susu Ibu untuk menulari bayi. Bukti langsung menunjukkan bahwa menjaga masa transisi dari ASI eksklusif untuk makanan sebagai alternatif singkat dapat mengurangi resiko penularan.2 Hampir 80% perempuan pengidap HIV adalah dalam rentang usia subur. Sementara itu, mereka dihadapkan pada pilihan untuk memiliki atau tidak memiliki anak secara biologis. Pengambilan keputusan seorang perempuan pengidap HIV untuk hamil tidaklah berbeda dengan mereka yang tidak mengidap HIV. Pada pasien ini kontrasepsi masih dipikir-pikir. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada wanita dengan HIV positif. Pelayanan KB perlu diperluas untuk semua wanita, termasuk mereka yang terinfeksi, mendapatkan dukungan dan pelayanan untuk mencegah kehamilan yang tidak diketahui. Bagi wanita yang sudah terinfeksi HIV agar mendapat pelayanan esensial dan dukungan termasuk keluarga berencana dan kesehatan reproduksinya sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang kehidupan



reproduksinya. Menunda kehamilan



berikutnya.



Bila ibu tetap



menginginkan anak, WHO menyarankan minimal 2 tahun jarak antar kehamilan. Untuk menunda kehamilan : (4,10,11) •



Tidak diperkenankan memakai alat kontrasepsi dalam rahim



sebab



dapat menjalarkan infeksi ke atas sehingga menimbulkan infeksi pelvis. Wanita yang menggunakan IUD mempunyai kecenderungan mengalami perdarahan yang dapat menyebabkan penularan lebih mudah terjadi. Kontrasepsi darurat dalam bentuk pil maupun pemasangan AKDR tidak dapat mencegah penularan infeksi menular seksual, termasuk HIV. Resiko yang lebih tinggi terjadi pada mereka yang melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan (kondom) dalam hubungan



dengan



pasangan baru, mereka yang menggunakan narkoba atau memiliki pasangan pengguna narkoba dan para korban perkosaan. Untuk mereka yang berisiko untuk tertular IMS, PKPK lebih aman dari pemasangan



15



AKDR. Sebab, pada saat pemasangan AKDR, bakteri dapat masuk pada rongga rahim – yang jika tidak diobati akan menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Infeksi HIV juga akan meningkatkan resiko terjadinya PRP karena pemasangan AKDR. •



Kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, sebab dapat mencegah penularan HIV dan infeksi menular seksual, namun tidak mempunyai angka keberhasilan yang sama tinggi dengan alat kontrasepsi lainnya seperti kontrasepsi oral atau noorplant.







Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormonal jangka panjang seperti noorplant dan depo provera tidak merupakan suatu kontraindikasi pada wanita yang terinfeksi HIV. Penelitian sedang dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap perjalanan penyakit HIV.







Spons dan diafragma kurang efektif untuk mencegah kehamilan maupun mencegah penularan HIV.







Untuk ibu yang tidak ingin punya anak lagi, kontrasepsi yang paling tepat adalah sterilisasi (tubektomi atau vasektomi).







Bila ibu memilih kontrasepsi lain selain kondom untuk mencegah kehamilan, maka pemakaian kondom harus tetap dilakukan untuk mencegah penularan HIV.



Antiretroviral Dalam Kehamilan Obat anti retroviral, termasuk nukleosid analog reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) seperti zidovudine (ZDV) dan lamivudine (3TC) dan Non-



Nukleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) nevirapine (NVP), baik sendiri maupun kombinasi dengan dua atau tiga jenis obat, telah menunjukkan efektivitas dalam menurunkan kejadian transmisi ibu ke bayi. Regimen ini menurunkan transmisi dengan cara mengurangi replikasi virus dan melalui profilaksis fetus dan bayi selama dan setelah paparan terhadap virus. Penelitian untuk mengevaluasi profilaksis ARV di Amerika dan Eropa memfokuskan pada regimen ARV jangka panjang dan sedang menata kembali latar belakang tingginya angka jangkauan pelayanan antenatal dengan inisiasi asuhan antenatal dini, tingginya angka persalinan seksio sesarea bagi wanita yang terinfeksi HIV dan pencegahan pemberian ASI. Studi observasi di negara-negara industri, dimana angka transmisi ibu ke bayi kurang dari 2%, menunjukkan bahwa tripel kombinasi ARV yang diberikan pada wanita yang terinfeksi HIV selama kehamilan dan persalinan adalah sangat efektif dalam menurunkan transmisi ibu ke bayi.12 Zidovudine dihubungkan dengan tingginya kejadian intoleransi saluran cerna, insomnia, mialgia, malaise dan nyeri kepala. Penekanan pada sumsum tulang menyebabkan anemia atau neutropenia yang terkadang berat sehingga membutuhkan transfusi darah, penurunan dosis, atau pengehentian obat. Makrositosis biasanya muncul dalam sebulan pertama terapi. ZDV bersifat toksik pada binatang jika diberikan pada awal kehamilan, sehingga direkomendasikan pemberian ZDV hanya setelah minggu ke 14 kehamilan. Pemantauan jangka panjang pada janin di dalam uterus belum ada, tetapi studi jangka pendek terhadap ZDV (hingga 4 tahun) tidak menunjukkan kekhawatiran yang bermakna. ZDV diekskresikan melalui air susu.13



Cara pemberian ZDV Waktu pemberian ZDV Antepartum



Regimen Pemberian peroral 100mg ZDV 3 kali sehari, inisiasi 17



pada 14-34 minggu kehamilan dan dilanjutkan terus selama kehamilan Pemberian IV dalam 1 jam 2 mg/kg BB, dilanjutkan



Intrapartum



dengan infus 1 mg/kgBB hingga persalinan. Postpartum



Pemberian per oral kepada bayi. Sirup 2 mg/kgBB setiap 5 jam selama 6 minggu pertama kelahiran, dimulai 8-12 jam setelah lahir.



3TC memiliki toksisitas minimal. Efek samping termasuk nyeri abdomen, mual, muntah, diare, nyeri kepala, demam, malaise, batuk, dan nyeri muskuloskeletal. 3TC diekskresikan lewat air susu. Trimetoprim sulfametoksazol mengurangi kadar 3TC dalam darah. Obat ini diekskresikan lewat air susu.13 Pada pasien ini obat ARV yang diberikan adalah Duviral(Zidovudine) 300 mg + Lamivudine 150 mg pemberiannya 2X1 dan Neviral(Nevirapin) 200 mg.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Rokim.



Human



Immunodeficiency



Virus



Aquired



Immune



Deficincy



http://prpolisdiamond.com/terapi-penyakit/82-hiv-aids.pdf. Accessed Apryl 29,2009.



Syndrome.



2009.



Available



from



:



2. Anonim. PMTCT Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. 2009. Available



from : http://pmtct.bikinsitus.com. Accessed Mar 4, 2009. 3. Kanabus, A dan Noble,R. Mencegah Ibu-Ke-Anak Penyebaran HIV



(PMTCT). 2009. Available from : http://www.avert.org. Accessed Mar 4, 2009. 4. Ryan Saktika M,dr. Jika Penderita HIV/AID Ternyata Hamil.2008. Available



from: http://www.avert.org. Accessed June 2009. 5. Dali Amiruddin. In: Penyakit Menular Seksual. Bagian Ilmu Kesehatan &



Kulit Kelamin. Makassar.2004. 6. Apa itu HIV. Dalam Media dan HIV/AIDS Family Health International East



Timor Health, 2007:p 1-5. 7. Sarwono, Sarsanto W,et all. HIV Pada Kehamilan,Persalinan & Pasca



Persalinan. 2008. Available from: http://www.avert.org. Accessed June 2009. 8. John G Bartlet & Joel E Gallant. Medical Management pf HIV Infection.



Available from: http://www.who.org.com.2009. 9. www.wikipedia.com. , Wikipedia, the free encyclopedia, 2009. 10. Hanny. Kontrasepsi Dan HIV. Available from: http://who.com.2008. 11. http://www.plannedparenthoof.org.2009.



12. WHO. Antiretroviral Drugs For Treating Pregnant Women and Preventing HIV Infection in Infants Guidelines On Care, Treatment and Support for Women Living With HIV/AIDS and Their Children in Resource-Constrained Settings. 2004: 6-7. 13. Bankowski, B. Hearne, A. Lambrou, N.et all. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition. The Johns Hopkins University Department: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2002: 158-9.



19