13 0 238 KB
1
Laporan Kasus
KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Oleh : Vicky Ilda Viantini, S.Ked
Pembimbing : Dr. Safwan Ahmad, Sp. M Dr. Zulfri Nur, Sp. M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TGK CHIK DITIRO SIGLI 2015
2
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus yang berjudul:
Keratitis Pungtata Superfisial
Oleh:
Vicky Ilda Viantini, S.Ked
Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama – Rumah Sakit Umum Daerah Tgk Chik Ditiro Sigli
Sigli, Mei 2015 Mengetahui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Safwan Ahmad, Sp. M
Dr. Zulfri Nur, Sp. M
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Keratitis Pungtata Superfisial”. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior di SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama-Rumah Sakit Umum Daerah Tgk Chik Ditiro, Sigli. Dalam penulisan dan penyusunan Laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Safwan Ahmad, Sp. M dan dr. Zulfri Nur, Sp. M selaku pembimbing penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Safwan Ahmad, Sp. M dan dr. Zulfri Nur, Sp. M karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di kemudian hari.
4
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca.Dengan disusunnya laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya. Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua.Amin.
Sigli, Mei 2015
Penulis
5
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii KATA PENGANTAR........................................................................................iii DAFTAR ISI......................................................................................................iv BAB I
PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3 2.1 Anatomi Bola Mata.........................................................................3 2.2 Definisi Endoftalmitis..................................................................... 14 2.3 Epidemiologi................................................................................... 14 2.4 Etiologi............................................................................................ 15 2.5 Klasifikasi....................................................................................... 17 2.5.1 Endoftalmitis Eksogen........................................................... 17 2.5.2 Endoftalmitis Endogen........................................................... 18 2.6Patogenesis.......................................................................................19 2.7 Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang........................................................................................ 21 2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding.................................................. 25 2.9 Tatalaksana...................................................................................... 27 2.9.1 Nonfarmakologi..................................................................... 27 2.9.2 Farmakologi .......................................................................... 28 2.9.3 Operatif..................................................................................31 2.9.4 Pencegahan............................................................................32 2.10 Komplikasi....................................................................................33 2.11 Prognosis...................................................................................... 33 BAB III KESIMPULAN................................................................................. 34 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 35
6
BAB I PENDAHULUAN
Kornea adalah bagian anterior mata yang merupakan selaput bening mata yang tembus cahaya dan merupakan jaringan yang menutup bola mata depan. Kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas lima lapisan yaitu epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel.1,2 Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membran Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.1,3 Keratitis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis karena reaksi alergi, infeksi kekebalan dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.1-3 Pada keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea bergesekan dengan palpebra. Keratitis akan memberikan gejala seperti mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan.1,2
7
Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan dan membatasi kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis infeksi adalah salah satu faktor yang berperan terhadap terapi awal yang tidak tepat.1,4 Dalam laporan kasus ini akan dilaporkan kasus keratitis pungtata superfisial pada seorang pasien perempuan, berumur 37 tahun yang berobat ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Daerah Tgk Chik Ditiro Sigli.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI KORNEA Kornea (latinCornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian mata yang tembus cahaya.Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Korneamemberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusiglukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.Sebagaitambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satuorgan tubuh
yang
memiliki
densitas
ujung-ujung
saraf
terbanyak
dan
sensitifitasnyaadalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva ( AAO, 2008). Kornea dewasarata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm danvertikalnya 10,6 mm ( Riordan-Eva, 2010). 2.2 HISTOLOGI KORNEA Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:1
1. Epitel
9
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5% (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan.Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapisan sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng.Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal disampingnya melalui desmosom dan makula okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barier. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel memiliki daya regenerasi. 2. Membran Bowman Membran Bowman adalah membranyang jernih dan aseluler yang terletak dibawah membran basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. 3. Stroma Lapisan
ini
mencakup
sekitar
90%
dari
ketebalan
kornea.Merupakan lapisan tengah kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hamper mencakup seluruh diameter kornea. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan dibagian perifer serta kolagen terlihat
10
bercabang.Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang-kadang sampai 15 bulan. 4. Membran Descement Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel.Bersifat sangat elastic dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop electron, membrane ini berkembang terus menerus seumur hidup dan mempunyai tebal sekitar 40 µm. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 µm melekat erat pada membran Descement.Endotel dari kornea dibasahi oleh aqueous humor.Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermiabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
11
2.3 PERDARAHAN DAN PERSARAFAN KORNEA Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n. siliaris longus, cabang dari n. nasosiliaris. Kornea tidak mengandung pembuluh darah oleh karena sebagai media refrakta, akan tetapi di limbus kornea terdapat arteri ciliaris anterior yang membawa nutrisi untuk kornea. Nutrisi yang lain didapat dari humor aqueous di camera oculi anterior dengan cara difusi dari endotel. 2.4 FISIOLOGI KORNEA Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilaluiberkas cahaya menuju retina.Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnyayang uniform, avaskuler dan deturgesensi.Deturgesensi atau keadaan dehidrasirelatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endoteldan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.Dalam mekanisme dehidrasi ini, endoteljauh lebih penting daripada epitel.Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotelberdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel.Kerusakan sel-selendotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat
transparan.
Sebaliknya,kerusakan
pada
epitel
hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yangakan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisanair mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air matatersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stromakornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
12
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik.Substansi larutlemakdapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel
adalah
sawar
yang
efisien
terhadap
masuknya
mikroorganismekedalam kornea.Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular danmembran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme,seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur (Biswell, 2010). 2.5 DEFINISI KERATITIS Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa.Bakteri umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kornea terinfeksi.Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea. 2.6 ETIOLOGI Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya: 1. Virus (Herpes simpleks, Herpes zoster, Adenovirus) 2. Bakteri
(Diplococcus
pneumonia,
Streptococcus
hemoliticus,
Pseudomonas aerogenosa, Moraxella liquefaciens, Klebsiela pneumonia) 3. Jamur (Candida, Aspergilus) 4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari
13
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak 6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata 7. Adanya benda asing di mata 8. Defisiensi vitamin A 9. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari (Wijaya, 2012). 2.7 KLASIFIKASI Menurut lapisan kornea yang terkena, keratitis dapat dibagi menjadi keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membrane Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) apabila mengenai lapisan stroma.2
EPITEL
SUPERFISI
SUBEPITE
KERATIT STROMA
Pungtata Herpes Simplek Herpes Zoster
Numularis Disiformis
Neuroparali tik Lagoptalmu
14
INTERSTI PROFUND
DISIFORM SKLEROTI
2.7.1
Keratitis Superfisial
1. Keratitis Epithelial, tes fluoresin (+), diantaranya adalah: a. Keratitis Pungtata Keratitis yang terkumpul didaerah membrane Bowman dengan infiltrate berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, acne rosasea, herpes simpleks, herpes zoster, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, dry eyes, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lain. Pada keratitis pungtata superficial memberikan gambaran seperti infiltrate halus berbintik-bintik pada permukaan kornea terutama daerah pupil. Pasien akan mengeluhkan terasa nyeri,
15
berair, merah, rasa kelilipan, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit kabur.2 b. Keratitis Herpetik Keratitis herpetic disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster.Yang disebabkan herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epithelial dan stroma.Hal yang murni epithelial adalah dendritik dan stromal adalah disiformis.Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran epitel dan stroma.Perbedaan ini akibat
mekanisme
kerusakannya
berbeda.
Pada
yang
epitelialkerusakan yang terjadi akibat pembelahan virus didalam sel epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulcus kornea superficial. Stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang menyerang.Antigen dan antibody bereaksi didalam stroma kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini juga mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen yang juga akan merusak jaringan stromal disekitarnya. Hal ini sangat berkaitan dengan pengobatan dimana pada yang epithelial dilakukan terhadap virus dan pembelahan dirinya sedang pada keratitis stromal dilakukan pengobatan menyerang virus dan reaksi radangnya. Pasien akan mengeluhkan gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun, konjungtiva hyperemia disertai dengan sensibilitas kornea yang hipestesia.
16
c. Infeksi Herpes Zoster Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus.Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata. Gejala ini tidak melampaui garis median kepala. Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa hangat.Penglihatan berkurang dan merah. Pada kelopak mata akan terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat progresif dengan terbentuknya jaringan parut. Bila telah terdapat vesikel diujung hidung, berarti n. nasosiliaris terkena, maka biasanya akan timbul kelainan dikornea, dimana sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut anesthesia dolorosa.Pada kornea tampak infiltrate yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea. Infiltrate ini dapat mengalami ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrate ini dapat bersatu membentuk keratitis disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatanlipatan dari membrane Descement.2 2. Keratitis Subepitelial, tes fluoresin (-), diantaranya adalah: a. Keratitis Numularis (Keratitis Dimmer)
17
Keratitis numularis bentuk keratitis dengan infiltrate yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat sering terdapat unilateral pada petani sawah. Kelainan yang ditemukan pada keratitis Dimmer sama dengan pada keratitis nummular. 3. Keratitis Stromal, tes flouresin (+), diantaranya adalah: a. Keratitis Neuroparalitik Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitive disertai kekeringan kornea. Gangguan N. V dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fosa posterior cranium, peradangan atau keadaan lain sehingga kornea menjadi anestetis. Pada keadaan anestetis dan tanpa persarafan, kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar, diduga terjadi juga kemunduran metabolism kornea yang memudahkan terjadinya peradangan kornea.Kornea mudah terjadi infeksi yang mengakibatkan terbentuknya tukak kornea. Pasien akan mengeluhkan tajam penglihatan menurun, silau dan tidak nyeri. Mata akan memberikan gejala jarang berkedip, karena hilangnya refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrate dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat terbentuknya deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang
18
dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan sedikit lapisan epitel kornea yang sehat didekat limbus. b. Keratitis Lagoftalmus Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak tidak dapat menutup sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau keratitis. 2.7.2
Keratitis Profunda, tes fluoresin (-), diantaranya adalah:
1. Keratitis Interstisial Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Pada keratitis interstisial akibat lues congenital didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80% pasien lues. Keratitis interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket kedalam stroma kornea dan akibat tuberculosis. Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi.Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis parenkimatosa. Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus. Pada keratitis interstisial maka keluhan bertahan seumur hidup.
19
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat.Permukaan kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau disebut “salmon patch”. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah.Kelainan ini biasanya bilateral.Pada keadaan yang disebabkan tuberculosis biasanya bilateral. 2. Keratitis Sklerotikans Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya dibagian temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan dari keratitis ini: mata sakit, fotofobia dan dimata timbul skleritis. Dikornea kemudian timbul infiltrate berbentuk segitiga distroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat disklera.
3. Keratitis Disiformis Keratitis membentuk kekeruhan infiltrate yang bulat atau lonjong didalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis profunda superficial, terjadi akibat infeksi virus simpleks.Sering diduga
keratitis
disiformis
merupakan
reaksi
alergi
ataupun
imunologik terhadap infeksi virus herpes simpleks pada permukaan kornea.
20
Klasifikasi keratitis berdasarkan mikroorganisme penyebabnya dibagi atas: 1. Keratitis Bakterialis Setiap
bakteri
seperti
Staphylococcus,
streptococcus,
pseudomonas, dan enterobacteriacea dapat mengakibatkan keratitis bacterial.Dengan faktor predisposisi; pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes. 2. Keratitis Jamur Keratitis
jamur
lebih
jarang
dibandingkan
keratitis
bakterialis.Dimana dengan suhu trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.Kebanyakan jamur disebabkan oleh candida, fusarium, aspergillus, dan curvularia.Sulit membedakan cirri khas jamur ini.Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap
sebagai
akibat
sampingan
pemakaian
antibiotic
dan
kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan mengeluhkan sakit mata yang hebat, berair dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrate kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi superficial dan satelit bila terletak didalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plaque tampak bercabangcabang, dengan endothelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan lipatan Descement.
21
3. Keratitis Virus Keratitis ini memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitiktitik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada penyakit seperti herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma. Keratitis yang terkumpul didaerah membrane Bowman.Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut. 2.8 PATOFISIOLOGI Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah mengalami trauma, infesi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar penyakit pada jaringan ini.Kelainan kornea sering menjadi penyebab timbyulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrate sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus.
Trauma
atau
penyakit
yang
merusak
endotel
akan
mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan. Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera dating. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat didalam stroma segera nekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat
22
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya beru terjadi infiltrate, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membrane descement dan endotel kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion.Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrane Descement dapat
timbul
tonjolan
membrane
Descement
yang
disebut
descementocele.Peradangan dipermukaan dapat berlangsung sembuh tanpa pembentukan
jaringan
parut.Pada
peradangan
dilapisan
dalam
penyembuhannya berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, macula, atau leukoma.Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endoftalmitis. 2.9 KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL Keratitis pungtata superficial adalah penyakit bilateral recurens menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur.Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluresin, terutama didaerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar.1,4
23
2.9.1
Gejala Klinik Pasien dengan keratitis pungtata superficial biasanya datang
dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia).Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral.Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil.Keratitis epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilococcus dapat dibedakan dari keratitis pungtata superficial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah.Keratitis epithelial pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superficial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.1 Penderita akan mengeluhkan sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut saraf nyeri, sehingga amat sensitive. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun profunda menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang.Dilatasi pembuluh darah iris adalah
24
fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea.Pasien biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. KPS ini juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan dan penglihatan kabur. 2.9.2
Diagnosis
Subjektif : Anamnesis Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti:
Mata merah yang sakit injeksi perkorneal
Fotofobia
Blefarospasme karena rasa sakit yang diperhebat oleh gesekan palpebra superior
Penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang dan mengganggu penglihatan apabila terletak disentral
Mengganjal / terasa ada benda asing dikornea banyak saraf sensible
Reflek air mata meningkat akibat rangsangan nyeri
Gejala spesifik antara lain:
Pada keratitis karena bakteri biasanya keluar eksudat purulent. Sedangkan pada keratitis karena virus keluar eksudat serous.
25
Keratitis pungtata superficial: letak infiltrate di superficial sentral atau para sentral
Keratitis bakteri: erosi kecil-kecil terutama pada sepertiga bawah kornea
Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan penglihatan Tanda :
Vesikulosa, bentuk awal dan sering sulit ditemukan
Laminaris, bentuk seperti benang
Dendritik, pola percabangan linier dengan tepian kabur
Geografik, lesi dendritik lebih lebar
Disiformis
Pemeriksaan Oftalmologi a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp b. Tes Placido Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksikan pada permukaan kornea penderita.Bila bayangan dikornea gambaran sirkulernya teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea
26
baik.Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, placid (+) berarti permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat. c. Tes Fluresence Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril kedalam sakus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi local, kemudian penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas fluresinnya dicabut.Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada infiltrate akan tampak berwarna hijau. d. Pemeriksaan Visus e. Pemeriksaan Laboraturium Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes resistensi.Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui jenis kuman penyebabnya.Bila monosit meningkat diduga akibat virus, bila leukosit meningkat diduga akibat bakteri, bila eosinofil meningkat menunjukkan radang akibat alergi, dan bila limfosit meningkat terdapat radang yang kronis. 2.9.3
Penatalaksanaan Penatalaksanaan
pada
ketratitis
pungtata
superfisial
pada
prinsipnyaadalah diberikan sesuai dengan etiologi.Untuk virus dapat diberikan idoxuridin,trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif
27
pilihan pertama adalahcafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikantobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikanjika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi campurandengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin ataufluconazol. Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial inisebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasanyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid (Ilyas, 2003). 2.9.4
Komplikasi Komplikasi yang paling ditakuti adalah perforasi kornea yang
dapat mengakibatkan endoftalmitis dan hilangnya penglihatan. 2.9.5
Prognosis Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan
perluasan perforasi kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal
dan
terapi
komplikasi.Penyembuhan
tepat keratitis
dapat
membantu
pungtata
superficial
mengurangi biasanya
berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan.Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena reaksi imunologis tubuh pasien yang memberikan respon terhadap virus ataupun bakteri.
28
29
BAB III LAPORAN KASUS STATUS PASIEN
3.1 IDENTITAS Nama
:Ny. Asiah
Umur
: 37 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Desa Cot Baroh, Kecamatan Glp. Tiga, Kabupaten Pidie
No. CM
: 054675
3.2 ANAMNESA Keluhan Utama :Pasien mengeluh kedua matanya berair sejak ± 1 minggu yang lalu. Keluhan Tambahan : Kedua mata merah, perih dan silau jika terkena cahaya. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli pada hari kamis tanggal 30 April 2015 dengan keluhan kedua mata berairsejak ± 1 minggu yang lalu disertai dengan mata merah dan silau jika terkena cahaya.
30
Pasien mengaku kedua matanya perih jika terkena angin. Pasien mengaku sekitar 1 minggu yang lalu ketika pasien baru pulang dari pasar, pasien merasakan kedua matanya perih, lalu pasien membeli obat tetes mata Rohto di apotik, namun tidak kunjung sembuh dalam dua hari. Lalu pasien berobat ke puskesmas dan pasien diberikan obat minum dan obat tetes mata, namun tidak kunjung sembuh dalam 2 hari.Kemudian pasien berobat ke praktek dokter umum dan diberi obat minum dan obat tetes mata namun tidak kunjung sembuh dalam 2 hari sehingga pasien berobat ke RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli. Pasien tidak mengeluhkan matanya ada belek/kotoran, pasien juga tidak mengeluhkan pusing dan pasien tidak pernah memakai kacamata sebelumnya. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku gejala yang sama yang dialami pasien saat ini pernah dialaminya 2 tahun yang lalu. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Riwayat Penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama seperti pasien. Riwayat Pengobatan : Pasien sebelumnya sudah pernah menggunakan obat tetes mata Rohto yang dibeli di apotik. Pasien mengaku pernah meminum obat dan menggunakan obat tetes mata tetapi pasien tidak tahu nama obatnya dari puskesmas. Lalu pasien mengaku pernah meminum obat dan menggunakan
31
obat tetes mata tetapi pasien tidak tahu nama obatnya dari praktek dokter umum. Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang biasanya rutin ke pasar untuk berbelanja. 3.3 PEMERIKSAAN FISIK 3.3.1
Status Generalisata
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Heart Rate
: 78 x / menit
Respiratory Rate
: 18 x / menit
Temperatur
: 36,2oC
3.3.2
Status Oftalmologis
32
PEMERIKSAAN Visus
OD
OS
5
5
/15
TIO (Palpasi)
/15
T=N
Kedudukan Bola Mata
T=N Orthoforia
Gerakan Bola Mata
Palpebra :
Edema
-
-
Hiperemis
-
-
Trikiasis
-
-
Ptosis
-
-
Lagoftalmus
-
-
Blefarospasme
+
+
Konjungtiva :
Injeksi konjungtiva
-
-
Injeksi siliar
+
+
Hiperemis
+
+
Kornea :
Kekeruhan
-
-
Ulkus
-
-
Infiltrate
+
+
Sikatrik
-
-
foto
foto
Sedang
Sedang
COA (Camera Anterior) :
Oculi
Kedalaman
Hifema
-
-
Hipopion
-
-
Cokelat
Cokelat
Bulat dan Sentral
Bulat dan Sentral
Iris dan Pupil :
Warna iris
33
Bentuk pupil
Refleks cahaya
+
+
Jernih
Jernih
-
-
Epiforia
Epiforia
Lensa :
Warna
Dislokasi
Sistem Lakrimasi
3.4 DIAGNOSA Keratitis Pungtata Superfisial 3.5 TATALAKSANA cek ulang C. Ulcori 6x2 gtt ODS Vitanorm 1x1 3.6 PROGNOSIS OD
OS
Quo ad visam
ad bonam
ad bonam
Quo ad sanactionam
ad bonam
ad bonam
Quo ad kosmetikam
ad bonam
ad bonam
Quo ad vitam
ad bonam
ad bonam
34
BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa pada pasien didapatkan bahwa pasien adalah seorang wanita berusia 37 tahun dengan keluhan utama kedua mata berair disertai dengan kedua mata merah, perih jika terkena angin dan silau jika terkena cahaya sekitar ± 1 minggu yang lalu setelah pasien pulang dari pasar. Dari anamnesa menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata.Dari gejala yang diutarakan pasien tersebut menunjukkan bahwa diagnosis mengarah ke arah keratitis pungtata superfisial. Mata berair terjadi karena air mata berfungsi sebagai proteksi imun untuk mukosa permukaan mata.proteksi tersebut dinamakan MALT (Mucous Assosiated Lymphoid Tissue) yang bertugas menciptakan kesimbangan antara imunitas dan mencegah kerusakan jaringan mukosa akibat segala jenis pathogen yang menimbulkan lesi di permukaan mata terutama di kornea. Kornea memiliki banyak saraf sensoris yang sangat sensitif yang berasal dari saraf siliar longus. Ketika terdapat lesi pada kornea, baik lesi disuperfisialis dan di dalam akan memicu rasa sakit atau nyeri sebagai mekanisme peringatan awal yang cepat terhadap trauma. Rasa sakit ini diperberat oleh gesekan palpebra terutama palpebra superior pada kornea dan menetap sampai sembuh2.
35
Silau atau fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris yang meradang.Iris dipersarafi saraf sensoris yaitu saraf nasosiliaris yang juga mempersarafi kornea. Ketika kornea meradang maka iris juga meradang sehingga ketika iris berkontraksi untuk mengatur cahaya yang masuk maka akan menimbulkan rasa sakit sehingga menurunkan fungsi kerja iris mengatur cahaya yang masuk dan timbullah rasa silau. Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang.Maka sel-sel yang terdapat didalam stroma segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat dilimbus sehingga muncullah injeksi perikornea atau injeksi siliar.Hal inilah yang membuat pasien mengeluhkan mata merah. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD (visus okuli dextra) adalah
5
/15
dan VOS (visus okuli sinitra) adalah 5/15. Pada pemeriksaan kelopak mata atau palpebra ditemukan blefarospasme (+), pada konjungtiva ditemukan injeksi siliar (+) dan hiperemis, pada kornea ditemukan infiltrate (+), dan terdapat epiforia pada sistem lakrimasi. Sesudahnya beru terjadi infiltrate, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.
36
DAFTAR PUSTAKA
1) Shceidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endoftalmitis: Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004; 137:4.