15 0 352 KB
BAB 1 LAPORAN KASUS I.
II.
Identitas Pasien
Nama
: An. MDA
Usia
: 1 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 18 Juni 2019
Alamat
: Dusun Kliwon, Kuningan, Jawa Barat
No Rekam Medis
: 69-16-90
Tanggal Pemeriksaan
: 8 Oktober 2020; jam 14.15 WIB
Anamnesis Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa terhadap ayah pasien pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 1. Keluhan Utama: Kejang 5 jam SMRS 2. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan datang diantar ayahnya ke poliklinik anak dengan keluhan kejang 2 kali sekitar 5 jam SMRS. Ayah pasien mengatakan kejang pertama terjadi tiba-tiba saat anak sedang bermain di rumah pukul 07.00 WIB pagi. Kejang seperti kaku pada seluruh tubuh pasien, dengan mata mendelik ke atas, dan berlangsung selama ±10 detik. Kemudian setelah kejang, anak kembali sadar, dan menangis. 1 jam kemudian, anak kembali kejang selama 10 detik dengan sifat kejang yang sama (kaku). Ayah pasien mengatakan, setelah kejang pasien sadar namun menjadi lemas. Saat kejang, pasien tidak diberikan obat apapun. Keluhan kejang tidak disertai demam. Keluhan batuk, dan pilek disangkal. Riwayat makan dan minum pasien baik. Riwayat BAB dan BAK pasien baik. Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan epilepsi bulan pertama. 3. Riwayat Pengobatan Saat kejang, pasien tidak diberikan obat apapun. Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan epilepsi bulan pertama, obat yang diminum adalah As. Valproat 2 x 2.4 mg dan Fenitoin 2 x 30 mg.
4. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah dirawat pada tanggal 24 September hingga 2 Oktober 2020 dengan diagnosa epilepsi, bronkopneumoni, GDD, dan ISK. Saat itu pasien datang ke poliklinik anak dengan keluhan kejang berulang sebanyak 5 kali dalam 1 minggu terakhir SMRS. Kejang bersifat kaku selama kurang lebih 10 detik setiap kejangnya, dan interval antar kejang sekitar 3-12 jam. Pada saat kejang, seluruh tubuh anak kaku, dan matanya mendelik ke atas. Setelah kejang, anak menangis kuat. Pasien memiliki riwayat keluhan demam, dan batuk. Keluhan pilek, sesak nafas, dan muntah disangkal. Riwayat makan dan minum pasien baik. BAB dan BAK baik, tidak ada keluhan. Orang tua pasien mengatakan pasien demam sekitar 1 bulan SMRS bersamaan dengan timbulnya batuk. Demam dirasakan terus menerus, dan saat diukur suhunya sekitar 38 C. Keluhan demam hilang setelah mengonsumsi obat penurun panas. Orang tua pasien mengatakan pasien mulai batuk 1 bulan SMRS. Batuk disertai dahak berwarna putih, namun pasien tampak sulit mengeluarkan dahaknya. Saat itu pasien sempat dibawa untuk berobat di kampungnya, dan keluhan batuk pasien membaik. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Kakak pasien memiliki riwayat kejang 1 kali saat kecil. Orang tua pasien mengatakan saat itu kakak pasien sedang demam lebih dari 38 C. Kejang juga bersifat kaku pada seluruh tubuhnya, dan berlangsung 5-10 detik. 6. Riwayat Lingkungan dan Sosial Tidak ada keluhan kejang pada lingkungannya. 7. Riwayat Perinatal Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasien lahir secara pervaginam pada usia kehamilan 38-39 minggu. Selama kehamilan, ayah pasien mengaku bahwa ibu pasien rutin kontrol ANC dan memiliki penyulit pre-eklamsia. Saat lahir, pasien lahir sehat, menangis kuat, bergerak aktif dan kulitnya kemerahan, dengan berat badan lahir 3600 gram dan panjang lahir tidak diingat ayahnya.
1
8. Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi pasien lengkap sesuai jadwal hingga usia 9 bulan. Pada saat baru lahir, pasien diberikan hepatitis B, kemudian dilanjutkan imunisasi polio pada usia 1 bulan hingga 4 bulan, BCG pada usia 1 bulan, pentavalen pada usia 2 bulan hingga 4 bulan, dan campak pada usia 9 bulan. 9. Riwayat Tumbuh dan Kembang Pasien dalam kategori obesitas, berat badan sekarang 12 kg, dan panjang badan 76 cm. Diukur dengan kurva WHO didapatkan BB/U diantara 0 SD dan 2 SD kesan normal PB/U diantara 0 SD dan -2 SD kesan normal dan BB/PB diantara 2 SD dan 3 SD kesan overweight. Berat badan ideal anak adalah 9.8 kg dan status gizi berdasarkan waterlow sebesar 122% dengan kesan obesitas. Riwayat perkembangan anak didapatkan perkembangan terhambat. Pasien belajar tengkurap pada usia 6 bulan, dan duduk pada usia 9 bulan. Di usianya yang 15 bulan ini, pasien belum dapat berjalan dan berdiri sendiri. 10. Riwayat Asupan Nutrisi Pasien mendapatkan ASI dan susu soya hingga saat ini, mulai makanan pendamping ASI pada 6 bulan. Pada usia 12 bulan pasien makan sesuai dengan menu makanan keluarga. (Food Recall) Berdasarkan anamnesa dengan ayah pasien, didapatkan asupan nutrisi anak per 24 jam sebagai berikut: Pagi: bubur tim satu porsi, susu soya 100cc dan ASI dengan perkiraan kalori 224 kkal Siang: nasi lunak dengan daging cincang, dan sayur sop setengah porsi dengan perkiraan kalori 304 kkal Malam: setengah porsi nasi lunak dengan telur, sayur sop dan susu soya 100 cc dengan perkiraan kalori 363 kkal. Ayah pasien juga mengatakan pada sore hari pasien diberi selingan ASI dengan perkiraan kalori 70 kkal. Pada perhitungan kebutuhan kalori didapatkan kebutuhan kalori pasien sebesar 1224 kkal, dan protein 15 g.
2
III.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dilakukan pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 jam 14.30 WIB Status Generalis Keadaan Umum
: tampak tenang
Kesadaran
: GCS E4V5M6
Tanda vital Tekanan Darah
: 100/60 mmHg, persentil 95 - 99
Frekuensi Napas
: 24x/menit, regular, abdominotorakal
Frekuensi Nadi
: 120x/menit, regular, isi cukup
Suhu Tubuh
: 36.5 C
SpO2
: 99%
Skala Nyeri
:2
Data Antropometri Berat Badan
: 12 kg
Panjang Badan
: 76 cm
Lingkar Kepala
: 45 cm
BB/U
: 0 – 2 SD – normal
PB/U
: 0 - (-2) SD – normal
BB/PB
: 2 – 3 SD – overweight
Berat Badan Ideal
: 9.8 kg
Waterlow
: 122% – obesitas
LK/U
: 0 – (-1) – normal
Status Lokalis Kepala
: normosefali, rambut warna hitam sebaran merata, UUB baik
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, kelopak mata cekung -/-, pupil bulat, diameter 3/3mm 3
Telinga
: pinna bentuk normal, sekret -, fistula -, membrane timpani intak
Hidung
: septum deviasi -, sekret -, mukosa hiperemis -/-, konka edema -/-
Mulut
: bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah papil (-), tonsil T1/T1, hiperemis (-), detritus (-)
Leher
: trakea letak di tengah, massa -, pembesaran KGB –
Pulmo
: inspirasi/ekspirasi normal, gerakan dada simetris, tertinggal -, nyeri -/-, massa -/-, krepitasi -/-, suara perkusi sonor +/+, retraksi -,/-, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor
: ictus cordis tidak tampak, pulsasi teraba di ICS V midclavicula line sinistra, batas jantung normal, S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
: datar, bising usus (+), timpani, nyeri tekan (-), shifting dullness (-), massa (-), turgor baik
Hepar
: tidak teraba membesar
Lien
: tidak teraba membesar
Anus dan Genitalia
: dalam batas normal
Ekstremitas
: akral hangat, CRT 2 detik, edema (-/-)
Tulang Belakang
: dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
Kulit
: dalam batas normal
Kelenjar Getah Bening
: tidak ditemukan adanya pembesaran KGB
Status Neurologis Rangsang meningeal Kaku Kuduk
:-
Laseque
:-
Kerniq
:-
Brudzinski I
:-
Brudzinski II
:-
Brudzinski III
:4
Brudzinski IV
:-
•
Reflek fisiologis : biceps (++/++), triceps (++/++), patella (++/++), achilles (++/++)
•
Normotoni, normotrofi
•
Kekuatan
5555 5555 5555 5555
IV.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Urinalisa (25/09/2020) Urine Lengkap Warna Kejernihan Glukosa Bilirubin Keton Berat Jenis Darah pH Protein Urobilinogen Nitrit Esterase Leukosit Leukosit Eritrosit Silinder Epitel Kristal Bakteri Lain-Lain
Hasil Kuning Muda Jernih Negative Negative Negative 1.010 Negative 6.0 Negative 0.2 Positive Negative Sedimen Urin 0-2 0-1 Negative Positive Negative Positive Negative
Nilai Normal Negative Negative Negative 1.005-1.030 Negative 4.5-8.0 Negative 0.1-1.0 EU/dl Negative Negative 0-6/LPB 0-3/LPB Negative Negative Negative
Pemeriksaan CT Scan Kepala Axial/Coronal Tanpa Kontras (29/09/2020) -
Tampak multiple spot lesi hiperdense kecil-kecil pada white matter kanan kiri dan tampak pula lesi hiperdense kesan mengikuti sulcy gan gyri di region parietal kiri
5
-
Tidak tampak midline shift
-
Sulcy dan gyri tampak baik
-
Sistem ventrikel dan sisterna tampak baik
-
Tak tampak kalsifikasi abnormal
-
Pons dan serebelum tak tampak kelainan
-
Orbita dan mastoid kanan kiri tampak baik
-
Sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus maxilaris dan sphenoidalis kanan kiri tak tampak kelainan
-
Tampak deformitas bagian occipital kiri
Kesimpulan: -
Multiple spot lesi hiperdense kecil-kecil pada white matter kanan kiri dan tampak pula lesi hiperdense kesan mengikuti sulcy gan gyri di region parietal kiri, curiga vasculitis dd/ post congenital infection
Pemeriksaan Darah Lengkap (03/10/2020) Pemeriksaan Eritrosit Haemoglobin hematokrit Trombosit Leukosit MCV MCH MCHC Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit LED
Hasil (H) 5.38 12.8 38.6 332 9.5 (L) 71.7 (L) 23.8 (L) 33.2 0% 0% 0% (L) 43 (H) 47 10% 6
Nilai Normal 3,70-5,20 10,7-14,7 35.0 - 43.0 150-440 6.0 - 17.0 75.6-83.1 fl 26.0-29.0 pg 33.6-35.2 % 0-1 % 0-3 % 0-6 % 50-70 % 20-40 % 4-10 % 0-10 mm/jam
6
Pemeriksaan Pungsi Lumbal (03/10/2020) Analisa Cairan Otak Warna Kejernihan Bekuan Jumlah Leukosit Hitung Jenis MN PMN Protein Total Glukosa Cairan Otak
Hasil Bening Agak keruh Negative 14
Normal Bening Jernih Negative 0-20
71% 29% 755mg/dL 57mg/dL
50 tahun atau S.
Meropenem
+
Vancomycin N. Vancomycin + Ceftriaxone +
pneumonia,
dengan gangguan kekebalan meningitidis, tubuh
Meropenem
L. Ampicillin
monocytogenes, basil gram Alternatif:
Meropenem
+
negative lainnya Vancomycin Pasien dengan fraktur tulang S. pneumoniae, H. influenzae, Vancomycin + Ceftriakson tengkorak atau implant koklea
Streptococcus
grup
A Alternatif:
Meropenem
+
hemolitikus Vancomycin Pasien dengan trauma tembus Staphylococcus aureus, basili Vancomycin + Cefepime atau post-pembedahan saraf
gram
negative
(termasuk
aerobic Alternatif:
Meropenem
+
Pseudomonas Vancomycin
aeruginosa) Pasien dengan shunt cairan S. aureus, basil gram negative Vancomycin + Cefepime serebrospinal
aerobic Pseudomonas
(termasuk aeruginosa),
Propionibacterium acnes
Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%).4 Angkaangka tinggi yang ditemukan pada penduduk Amerika asli, penduduk Alaska asli, dan Aborigin Australia menunjukkan bahwa factor genetic memainkan peran. Faktor resiko 12
lain meliputi immunodefisiensi kongenital maupun yang didapat, asplenia anatomis maupun fungsional, implantasi koklear, trauma kepala, dan prosedur pembedahan saraf. Adanya kebocoran cairan cerebrospinal (fistula), sebagai akibat dari kelainan kongenital atau akibat dari fraktur tulang tengkorak, meningkatkan resiko terjadinya meningitis (terutama yang disebabkan oleh S. pneumoniae).2 Enterovirus dan parechovirus sering ditemukan sebagai virus penyebab pada musim panas dan musim gugur. Kasus ini lebih sering ditemukan anak-anak usia sekolah dan pada orang-orang immunocompromised.2 Bakteri yang menyebabkan meningitis dapat ditransmisikan dari satu orang ke orang yang lain melalui droplet. Kontak erat dan lama, seperti bersin atau batuk, atau tinggal bersama dengan carrier, dapat memfasilitasi penyebaran penyakit tersebut. Masa inkubasi rata-rata sekitar 4 hari namun berkisar antara 2 hingga 10 hari.1 Gejala saluran pernafasan atas dapat ditemukan, namun onset cepat biasanya menunjukkan infeksi S.pneumoniae dan N.meningitidis. Indikasi inflamasi meningeal meliputi nyeri kepala, iritabel, nausea, kaku kuduk, letargi, fotofobia, dan muntah. Demam juga biasanya ditemukan. Kernig dan brudzinski dari perangsangan meningeal biasanya ditemukan positif pada anak lebih dari 12 bulan. Pada bayi, tanda-tanda inflamasi meningeal biasanya minimal dan hanya ditandai dengan iritabel, penurunan status mental, dan/atau penurunan nafsu makan. Tanda neurologis fokal, kejang, atralgia, myalgia, petechiae atau lesi purpurik, sepsis, syok, dan koma. Gejala peningkatan tekanan intracranial berupa nyeri kepala, diplopia, dan muntah; bulging pada fontanel dapat ditemukan pada bayi.2 Hampir 40% diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan deficit neurologis.4 Pada pasien dengan kecurigaan meningitis bacterial, pungsi lumbal harus dilakukan. Pemeriksaan rutin cairan serebrospinal meliputi jumlah sel darah putih dan hitung jenisnya, kadar protein dan glukosa, dan pemeriksaan Gram. Cairan serebrospinal (LCS) perlu dikultur untuk mencari bakteri. PCR digunakan untuk mendiagnosa meningitis viral; lebih sensitive dan cepat hasilnya jika dibandingkan dengan kultur virus. Leukositosis perifer sering ditemukan dan kultur darah dapat positif sesuai dengan organismenya dan apakah sudah diberikan terapi antibiotik sebelumnya. Idealnya, pungsi lumbal (LP) dilakukan sebelum terapi empiric; namun, antibiotik sebaiknya tidak ditunda 13
apabila terdapat kendala untuk melakukan LP. Apabila pemeriksaan imaging diperlukan sebelum LP, kultur darah harus diperiksa dan antibiotik diberikan, sebelum CT scan. Interpretasi LCS pada anak yang telah mendapatkan terapi antibiotik lebih sulit. Pada meningitis meningococcal, LCS dapat dengan cepat menjadi steril, biasanya dalam 1-2 jam, dan seringnya setelah pemberian terapi dosis pertama.2 Anamnesis pada pasien dengan meningitis bacterial biasanya ditemukan riwayat infeksi saluran nafas atas atau saluran cerna seperti demam, batuk, pilek, diare, dan muntah. Gejala-gejala lain seperti demam, nyeri kepala, letargi, malaise, kejang, dan muntah merupakan hal yang sangat sugestif meningitis namun tidak ada satu gejala pun yang khas. Pada anak kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi, gejala hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum, dan high pitched-cry.4 Tabel 2.2 Perbedaan Temuan pada Pemeriksaan Cairan Serebrospinal2 Kondisi
Normal
Tekanan
Leukosit
Protein
Glukosa
(cm H2O)
(sel/µL)
(mg/dL)
(mg/dL)
10 - 20
50%
Leukosit 10-
limfosit, 30-
glukosa
20 sel/ L
40%
darah
dapat normal
monosit, 1-
pada 100;
Bakterial Akut
meningkat
biasanya
atau 40%
dapat dilihat
>25
ribuan;
glukosa
dengan
dengan
darah
pewarnaan
100-500
dominasi Meningitis
Normal
PMN 1-10.000;
Bakterial Partial
atau
Treatment
meningkat
Gram&Kultur >100
Menurun
Organisme
biasanya
atau
dapat
predominasi
Normal
ditemukan;
PMN namun
Pemberian
MN dapat
pengobatan 14
mendominasi
sebelumnya
bila sudah
dapat
diberikan
memberikan
terapi
hasil steril
sebelumnya
pada cairan serebrospinal namun bakteri tetap dapat dideteksi
Meningitis
Biasanya
10-500;
100-500;
3 kali sebelum di bawah ke rumah sakit. Kejang tersebut juga bersifat kaku seluruh tubuh dan berlangsung ± 10 detik. Saat kejang, pasien tidak demam, dan tidak memiliki keluhan lainnya. Tatalaksana yang diberikan: IVFD Ringer Laktat diberikan sebanyak 240 cc per 24 jam, oral on demand untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien yaitu sebesar 1100 cc menurut perhitungan Holidar Segar. As. Valproat 2 x 5ml dan Fenitoin 30 mg merupakan terapi epilepsi pasien. Asam valproate bekerja dengan menurunkan aktivitas listrik yang berlebih pada otak dengan cara meningkatkan GABA. Fenitoin saat ini ditetapkan sebagai lini pertama OAE yang paling utama, bekerja dengan cara menghambat perpindahan ion-ion pada kanal kalsium. Terapi steroid (dexamethasone 3 x 2mg) yang diberikan pada pasien dikatakan dapat memberi outcome yang lebih baik pada pasien, seperti mengurangi gejala sisa (gangguan pendengaran, dan lainnya). Ampicilin 4 x 300mg dan Cefotaxime 4 x 600mg diberikan pada pasien sesuai dengan rekomendasi NICE dalam penanganan ISK dimana bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ISK bawah bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Meningitis [Internet]. Who.int. 2020 [cited 13 October 2020]. Available from: https://www.who.int/health-topics/meningitis#tab=tab_1 2. Marcdante K, Kliegman R, Nelson W. Nelson essentials of pediatrics. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. 3. Mount H, Boyle S. Aseptic and Bacterial Meningitis: Evaluation, Treatment, and
Prevention [Internet]. Aafp.org. 2020 [cited 13 October 2020]. Available from: https://www.aafp.org/afp/2017/0901/p314.html 4. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009. 5. Muller M. Pediatric Bacterial Meningitis. Medscape. 2019;. 6. Montini G, Tullus K, Hewitt I. Febrile urinary tract infection in children. N Engl J Med. 2011;365(3):239-50. 7. Rachmadi D, dkk. Buku ajar nefrologi anak edisi ketiga. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2017. 8. American Academy of Pediatrics. Urinary Tract Infection: Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Management of the Initial UTI in Febrile Infants and Children 2 to 24 Months. 2011. 9. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi IDAI. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2011. 10. National Institute for Health and Care Excellence. Urinary tract infection in under 16s:diagnosis and management. NICE guidelines. 2007. 11. Commission on Classification and Terminology of International Leage Against Epilepsi. Proposal for Revised Classsification of Epilepsies and Epileptic Syndrome. Epilepsia July-August 1989; 30(4):389-99. 12. Epilepsy [Internet]. Who.int. 2020 [cited 13 October 2020]. Available from: https://www.who.int/health-topics/epilepsy#tab=tab_1 13. Forsgen l. Incidens and prevalence.in: wallacesj, farelk.eds. Epilepsy in children.2nd ed. Crcpres, new york, 2004: 21-3
29
14. Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ. Revised terminology and concepts for organization of seizures and epilepsies: report of the ILAE Commission on Classification and Terminology, 2005-2009. Epilepsia. 2010;51:676-85. 15. Commission on Classification and Terminology of the International Leage Against Epilepsi. Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic Classification of Epileptic Seizure. Epilepsia 1981; 22: 489-501 16. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies Seizure, Syndromes and Management. Blandom Medical Publishing. UK; 2005; 1-26 17. Wijaya J, Saing J, Destariani C. Politerapi Anti-Epilepsi pada Penderita Epilepsi Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2020;47(3). 18. Combs SE, Pearl PL. Classification and definition of seizures and epilepsy syndromes
in childhood. Dalam: Wheless JW, penyunting. Epilepsy in children and adolescents. Chichester: Wiley Blackwell; 2013. h. 17-36
30