LAPORAN KASUS Tinea Cruris Et Corporis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Tinea Corporis et cruris



Pembimbing : dr. Balgis, Sp.KK, M.Sc



Disusun Oleh : Andika Nurwijaya 1813020053



KEPANITERAAN KULIT DAN KELAMIN RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2020



LAPORAN KASUS Tinea Corporis et Cruris Oleh : Andika Nurwijaya Pembimbing : dr. Balgis, Sp. KK, M.Sc A. IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. NU



Jenis Kelamin



: Perempuan



Umur



: 22 tahun



Alamat



: Purwodadi



Agama



: Islam



Suku Bangsa



: Jawa



B. ANAMNESIS Anamnesis dengan pasien dilakukan pada hari Rabu, 29 Juli 2020 puku l 11.00 WIB di Klinik Kulit dan Kelamin RS PKU Muhammadiyah Gombong. a. Keluhan Utama Bercak kemerahan berair dan gatal a. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang perempuan berusia 22 tahun datang ke Klinik Kulit dan Kelamin RS PKU Muhammadiyah Gombong dengan keluhan adanya bercak merah berair dan gatal di pinggang sebelah kiri dan area lipatan lutut. Keluhan dirasa sejak 2 bulan yang lalu karena keluar flek darah terus menerus dari kemaluannya, setelah periksa kandungan ternyata pasien di diagnosis hamil mola dan harus di kuret. Pasien mengatakan sejak keluar flek darah menggunakan pembalut dan sampai saat ini juga masih memakai pembalut. Pasien mengatakan bercak merah berair dan gatal awalnya muncul di area selangkangan dan pinggang tidak terlalu luas, tetapi karena gatal oleh pasien digaruk sehingga area yang gatal bertambah luas. Pasien mengatakan bertambah gatal ketika berkeringat.



2



b. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa. c. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. d. Riwayat Pengobatan Pasien mengatakan 2 minggu yang lalu datang Klinik Kulit dan Kelamin RS PKU Muhammadiyah Gombong. Pasien di diagnosis tinea corporis et cruris.. e. Riwayat Kebiasaan Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan handuk sendiri dan air bersih. Ganti pembalut sehari 2 kali f. Riwayat Lingkungan Rumah Pasien tinggal di rumah hanya dengan suaminya. C. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum



: Baik



b. Kesadaran



: Compos mentis



c. Tanda vital



: dbn



d. Status Dermatologis 1) Pada area inguinal (lipat paha) kanan dan kiri, pinggang bagian kiri tampak plak eritema dan squama (+) berbatas tegas.



Gambar 1. UKK pada area pinggang kiri



3



Gambar 2. UKK pada area inguinal (lipat paha)



D. DIAGNOSIS BANDING 1. Dermatitis seboroika 2. Psoriasis 3. Pitriasis rosea E. DIAGNOSIS KERJA Tinea corporis et kruris F. PENATALAKSANAAN 1. Non medikamentosa a. Menghindari menggunakan pakaian tertutup saat cuaca panas b. Mengurangi kelembapan tubuh penderita c. Meningkatkan higienitas. 2. Medikamentosa a. Topikal Mikonazol + Ketokonazole 2%, 2 kali sehari selama 4 minggu b. Sitemik Ketokonazole 200 mg/hari 2-3 minggu Griseofulvin 500/hari mg 2-4 minggu Cetirizine 10 mg/hari diberikan pada sore hari



4



G. KOMPLIKASI Pada penderita dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar. H. PROGNOSIS Infeksi dermatofitosis umumnya berprognosis baik, namun dapat mengura ngi kualitas hidup penderita.



5



BAB II PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik pasien menderita tinea corporis et cruris. Pada pasien ditemukan tanda yang khas yaitu bercak kemerahan bertambah gatal saat berkeringat dan pasien merasa terganggu dengan gatalnya. Diagnosis banding untuk keluhan yang dialami oleh pasien yaitu Der matitis seboroik, Psoriasis, Pitriasis rosea Pada Dermatitis seboroik yang terjadi pada daerah yang mempunyai banyak kelenajar sebasea. Seperti pada muka, kepala, dada. Efloresensi yaitu terdapat plakat eritematosa dengan skuama berwarna kekuningan berminyak dengan batas tegas Psoriasis merupakan penyakit kulit yang bersidat kronik,residif, dan tidak infeksius. Untuk efloresensi yaitu terdapat plakat eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal, berlapis lapis dan berwarna putih mengkilat. Terdapat tiga fenomena, yaitu bila digores dengan benda tumpul menunjukan tanda tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan, dikenal dengan nama Auspits sign. Adanya fenomena koebner / atau reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama dengan kelainan psoriasis akibat bekas trauma / garukan Ptiriasis rosea Merupakan peradangan kulit akut berupa lesi papulo skuamosa pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Untuk efloresensi yaitu terdapat papul / plak eritematosa berbebntuk oval dengan skuama collarette (skuama halus di pinggir). Lesi pertama ( Mother patch/Herald patch) berupa bercak yang besar, soliter, ovale dan anular berdiameter dua sampai enam cm. Lesi tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan gambaran menyerupai pohon cemara (Christmas tree).



6



Tinea Korporis adalah infeksi jamur dermatofita yang menyerang kuli t halus tanpa rambut (glabrous skin), sedangkan tinea kruris adalah infeksi der matofita yang menyerang tubuh dibagian lipatan paha, perineum dan kulit sek itar anus. Infeksi dermatofita paling sering disebabkan oleh jamur dari genus Trychophyton, Microsporum dan Epidermophyton dimana Trycophyton rubr um merupakan penyebab utama dari tinea kruris dan tinea korporis. Biasanya pada gambaran klinis pasien dengan keluhan gatal di bagian tangan, ketiak da n pantat dengan efloresensi makula eritema multipel berbatas tegas, skuama ti pis diatasnya dan makula eritema multipel berbatas tegas, bentuk bulat denga n tepi meninggi dan central healing positif. Pada kasus ini pasien hanya terdapat plak eritema yang berati sebelumnya terjadi penyebaran papul atau terjadi karena penyatuan beberapa papul dan terlihat squama yang berbatas tegas yang terjadi karena penebalan abnormal kulit karena pertumbuhan abnormal sel sel tanduk. Pada kasus tinea corporis et cruris ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain. Pada pasien ini terjadi karena pemakaian pembalut yang terlalu lama. Dermatofita mempunyai masa inkubasi selama 4-10 hari. Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama : perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon pejamu. a. Perlekatan jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang di produksi oleh kelenjar sebasea juga bersifat fungistatik. b. Penetrasi Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan



7



enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan terdalam epidermis. c. Perkembangan respon pejamu. Derajat inflamasi di pengaruhi oleh status imun penderita dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, Infeksi primer menyebabkan inflamasi dan tes trichopitin hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Pengobatan medikamentosa untuk kasus pada pasien ini yaitu dengan pengobatan local dan sistemik. Untuk antibiotik topikalnya diberikan ketokon azole 2% yang mekanisme kerja dari obat ini berkaitan dengan selaput dindin g sel jamur yang rusak akan menghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Di berikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Untuk sistemiknya menggunakan gris eofulvin 500 mg selama 2-4 minggu, obat ini merupakan obat fungistatik, bek erja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dal am sel dan diberikan juga ketokonazol 200 mg/hati selama 2 minggu, obat jamur oral yang berspektrum luas. Kerja obat ini fungistati,deberikan juga Cetirizine 10 mg yang merupakan metabolit aktif dan hidroksizin dengan kerja kuat dan panjang. Merupakan antihistamin selektif, antagonisn reseptor H1 dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif farmakologi dan mempunyai sifat tambahan sebaga anti alergi. Cetirizine menghambat perlepasan histamin pada fase awal dan mengurangi migrasi sek inflamasi. Tujuan diberikan cetirizine padan pasien ini badalah untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien dan mengurangi proses peradangan yang terjadi Diagnosis Tinea Corporis et Cruris juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan sediaan basah. Sediaan basah



8



dilakukan dengan meletakan bahan diatas gelas alas, kemudian di tetesi larutan KOH sebanyak 2 tetes. Konsentrasi larutan KOH digunakan 20% karena media yang digunakan adalah sediaan kulit. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH kemudian didiamkan selama 15-20 menit. Sediaan kemudian dipanaskan diatas api kecil untuk mempercepat pelarutan. Tinta Parker superchroom blue black ditambahkan untuk memperjelas penampakan jamur dalam sediaan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan langsung menggunakan mikroskop. Untuk mengetahui spesies jamur penyebab dapat dilakukan dengan pembiakan di media Agar Sabouroud Dekstrose. Pada media ditambahkan antibiotic seperti khlorampenicol untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur kontaminan lainnya. Pembiakan dilakukan dalam waktu 1-3 minggu, yang kemudian dilihat warna, bentuk dan adanya hifa. Waktu lama yang dibutuhkan untuk pembiakan menyebabkan cara ini jarang digunakan. Hasil dari pemeriksaan KOH didapatkan arthrospora pada ketiak dan hifa panjang di tangan. Ini menegakan diagnosis kerja Tinea Kruris dan Tinea Korporis. Komplikasi pada penderita Tinea kruris et corporis dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar



9