Tinea Corporis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRESENTASI KASUS TINEA CORPORIS



Disusun oleh :



Diah Ayu Kusuma Wardani NPM 1102014072 Pembimbing : dr. Yenny Sp.KK, Mkes



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD ARJAWINANGUN 2018



1



BAB I PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama



: Tn.L



Jenis kelamin



: Laki-laki



Usia



: 14 Tahun



Alamat



: Arjawinangun



Pekerjaan



: Pelajar



Agama



: Islam



Status perkawinan



: Belum menikah



Tanggal masuk



: 21 November 2018



Tanggal pemeriksaan : 21 November 2018 I. Anamnesis 



Keluhan Utama : Gatal di lutut sebelah kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit







Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh ayahnya dengan keluhan utama gatal di bagian lutut sebelah kiri yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum berobat ke poli. Pasien mengatakan gatal dirasakan terus menerus dan gatal dirasakan semakin bertambah pada saat pasien berkeringat. Pasien mengatakan pada awalnya adanya bercak berwarna kemerahan di daerah lutut kecil namun gambaran bercak tersebut lama kelamaan meluas. Pasien mengatakan sebelumnya sudah sering mengalami hal seperti ini sejak kelas 4 SD dan sudah sering diobati ke dokter umum namun pasien tidak ingat pernah diberikan obat apa. Pasien menyangkal memiliki riwayat Alergi, penyakit kencing manis, darah tinggi dan maag. Dikeluarga tidak ada yang seperti ini. Pasien sehari-hari memiliki aktivitas sebagai seorang pelajar kelas 2 SMP dan sekolah di pesantren.



2







Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, pernah diobati dan sembuh. keluhan gatal pada lutut pasien sering kambuh.







Riwayat Alergi : Alergi makanan dan obat disangkal.







Riwayat Penyakit Keluarga : Anggota keluarga tidak ada yang mengalami seperti yang dikeluhkan pasien. Riwayat penyakit kencing manis dan darah tinggi pada anggota keluarga disangkal.



II. Pemeriksaan Fisik 



Status Generalis : o Kesadaran



: compos mentis



o Keadaan Umum



: tampak sakit ringan



o Kepala/leher



: dalam batas normal



o Thorax



: dalam batas normal



o Abdomen



: dalam batas normal



o Ekstremitas atas



: akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), tidak terdapat kelainan kulit



o Ekstremitas bawah



: akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), terdapat kelainan kulit



o Genitalia 



: tidak dilakukan pemeriksaan



Status Lokalis : o Lokasi



: Sendi lutut (articulatio genu) sinistra



o Efloresensi



: makula hiperpigmentasi dengan skuama phtiriasiformis



3



III. Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang IV. Resume Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh ayahnya dengan keluhan utama gatal di bagian lutut sebelah kiri yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum berobat ke poli. Pasien mengatakan gatal dirasakan terus menerus dan gatal dirasakan semakin bertambah pada saat pasien berkeringat. Pasien mengatakan pada awalnya adanya bercak berwarna kemerahan di daerah lutut kecil namun gambaran bercak tersebut lama kelamaan meluas. Pasien mengatakan sebelumnya sudah sering mengalami hal seperti ini sejak kelas 4 SD dan sudah sering diobati ke dokter umum namun pasien tidak ingat pernah diberikan obat apa. Dari pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada status dermatologis, didapatkan efloresensi berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama phtiriasiformis. V. Diagnosis Tinea Corporis VI. Diagnosis Banding Pythiriasis rosea, Dermatitis seboroik VII. Tatalaksana 1. Umum



4



a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan bahwa disebabkan oleh jamur yang didapatkan jika kulit berkeringat b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan individu maupun lingkungan, terutama selama masa pengobatan c. Menjelaskan cara mengatasi gatal yaitu sebaiknya tidak digaruk dengan keras karena dapat mengakibatkan luka. d. Mandi dengan menggunakan sabun bayi e. Menghindari masakan yang mengandung penyedap rasa 2. Khusus a. Ketoconazol 1x 200mg (pagi diminum dengan susu) b. Betametason cream + mikonazol cream c. Vitamin C 1 x sehari (malam) d. Cetirizine 2 x 10 mg VIII. Prognosis Quo Ad vitam



: ad bonam



Quo Ad functionam



: ad bonam



Quo Ad sanationam



: ad bonam



5



BAB II PENDAHULUAN Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin, yang terbagi dalam 3 genus yaitu : microsporum, trichophyton, dan epidermophyton.1 Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi dermatofitosis, namun pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi, yaitu1 : 1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala 2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot 3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah 4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan 5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki 6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas Adapun selain bentuk diatas, ada beberapa tinea yang masih dikenal, yaitu tinea imbrikata, tinea favosa, tinea fasialis, tinea sirsinata. Bentuk istilah tersebut dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis.1 Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus (glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan telapak kaki.2,3 Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang menyebabkan tinea korporis. Penyakit ini umumnya ditemukan pada daerah tropis bersuhu hangat dan lembab. Bisa mengenai semua umur, tapi prevalensi cenderung tinggi pada remaja muda.2 Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik melalui inspeksi, dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti KOH dan lampu wood. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan lampu woods yang bila disinari akan menampakkan flouresensi berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik tersebut. Pemeriksaan secara mikroskopis dengan KOH 10-20% memperlihatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang bergerombol seperti buah anggur. Pengobatan dapat 6



dilakukan secara topikal dan sistemik.1,2,3



7



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus (glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan telapak kaki. 2.2 Epidemiologi Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai macam dermatofita. Secara internasional penyebab tersering adalah T rubrum.2 Selain itu golongan lain yang dapat menyebabkan tinea korporis adalah : T tonsurans, tricophyton mentagrophytes, 3,5 trichophyton interdigitale, trichophyton verrucosum, 6 Microsporum canis dan Microsporum gypseum. Dermatofita bisa ditularkan melalui manusia, hewan peliharaan, dan kontak dengan tanah, dimana infeksi melalui kontak manusia adalah rute tersering.2 Tinea korporis sering ditemukan pada daerah tropis dan daerah yang beriklim lembab. Frekuensi pada pria dan wanita sama besarnya dan dapat mengenai semua umur, namun lebih tinggi pada remaja muda. Dan karena hewan peliharaan merupakan salah satu sumber infeksi, anak-anak juga sering menderita tinea korporis.2 2.3 Etiologi Tinea corporis disebabkan oleh jamur golongan Dermatofita yang mempunyai sifat mencernakan keratin. Dematofita yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit kepala dan rambut adalah genus Tricophyton, Microsporum dan Epidermophyton. Jamur penyebab tinea corporis ini ada yang bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik.1,5 Jamur yang bersifat antropofilik atau hanya mentransmisikan penyakit antar manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak ditemukan pada orang Afrika, Tricophyton schoenleinii, Tricophyton rubrum, Tricophyton megninii, Trichophyton soudanense, Tricophyton yaoundei, Microsporum audouinii, dan Microsporum ferrugineum.5 Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain adalah Microsporum gypseum dan Microsporum fulvum.5,6 8



Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea corporis salah satunya Microsporum canis yang berasal dari kucing, 5 Cara penularan Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur, atau dapat juga melalui debu dan air.6 Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur : 1.



Faktor virulensi dari jamur Virulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik, atau geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang kronik dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Sementara jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang dan mudah sembuh.6



2.



Keutuhan kulit Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.6



3.



Faktor suhu dan kelembapan Kondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan menjadi lembap sehingga mempermudah tumbuhnya jamur.6



4.



Faktor sosial ekonomi Infeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat golongan sosial ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran dan kurangnya kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan.6



5.



Faktor umur dan jenis kelamin Tinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.6,8



2.4 Patofisiologi Dermatofita



umumnya



menyukai



menghuni



pada



lapisan



kulit



yang 9



mengandung keratin, rambut, dan kuku dimana merupakan lingkungan yang lembab yang kondusif untuk jamur berproliferasi. Jamur melepaskan enzim keratinase untuk menembus stratum korneum, dan umumnya tidak menembus lebih dalam karena mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang melibatkan faktor inhibisi serum, komplemen, dan PMN lekosit. Masa inkubasinya adalah sekitar 1-3 minggu, dimana dermatofita menginvasi daerah sekitarnya dengan pola sentrifugal (menjauhi pusat). Sebagai respon dari infeksi, pada tepi yang aktif meningkatkan proliferasi sel epidermis yang menghasilkan skwama. Ini menciptakan pertahanan partial dengan cara menghilangkan kulit yang terinfeksi dan membiarkan kulit yang sehat dari tengah menuju lesi. Eliminasi dermatofita dilakukan melalui cell-mediated immunity. Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita yang tersering menyebabkan tinea korporis. Dermatofita ini resisten terhadap eradikasi karena dinding selnya mengandung barier penghambat, yang menghambat cell-mediated immunity, menghambat proliferasi keratin dan meningkatkan resistensi organism pada pertahanan kulit alamiah. 2.5 Gambaran Klinis Awalnya tampak lesi eritema, yang dapat dengan cepat membesar dan meluas, dengan batas tegas dan konfigurasi anular karena resolusi sentral. Sebagai akibat proses peradangan dapat timbul skwama, krusta, papula, vesikel atau bahkan bula. Pada kasus yang jarang dapat timbul makula purpura, yang disebut tinea corporis purpura. Pada pasien yang terinfeksi HIV atau pasien dengan imunocompromised biasanya timbul abses atau infeksi kulit yang luas.1,2,3Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapatkan infeksi baru pertama kali.1 Penderita yang terinfeksi memiliki variasi gejala klinis, dan ada juga penderita dengan tanpa keluhan. Penderita umumnya mengeluh gatal, dan terkadang bisa mengeluh merasakan seperti terbakar. Adapun selain keluhan, hal-hal penting yang perlu digali adalah mengenai riwayat kontak dengan penderita ataupun dengan hewan peliharaan, karena tinea korporis dapat juga ditularkan melalui hewan peliharaan. Selain 10



itu perlu juga digali tentang pekerjaan atau kegiatan yang mungkin merupakan faktor risiko penularan tinea korporis. Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di Indonesia, misalnya Kalimantan, Sulawesi, Irian barat, juga di pulau Jawa.1 Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar.Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini, setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah luar, akan terasa jelas skuama yang menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. Granuloma majocchi, merupakan bentuk lain dari tinea korporis yang lebih berat, yang menyerang rambut, folikel rambut dan sekitar dermis, serta melibatkan reaksi granulomatosa. Penyakit ini umumnya terjadi pada wanita yang mencukur bulu kaki. Tinea korporis gladiatorum adalah infeksi dermatofita yang ditularkan melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, yang terjadi pada pegulat. Tinea incognito merupakan penyakit dengan gejala tidak khas karena dipengaruhi pengobatan kortikosteroid.



Gambaran klinis tinea korporis



11



Gambaran klinis dan predileksi tinea korporis



2.6 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%. Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa. b. Pemeriksaan dengan sinar wood Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk melihat dengan lebih jelas perubaha pigmentasi yang menyertai kelainan ini. c. Pemeriksaan Biakan. Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media biakan agar malt atau saboraud’s agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat 12



yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek. 2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis pada penyakit ini mudah ditegakkan karena sangat khas, yaitu : 1. Klinis : terdapat makula eritema batas tegas, tepi meninggi dan aktif, dan terdapat penyembuhan di bagian tengah 2. Pemeriksaan dengan lampu woods 3. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan kerokan kulit dari daerah lesi dengan larutan KOH 10-20%. Dibawah mikroskop terlihat hifa – hifa pendek dengan spora panjang seperti bambu. Diagnosis banding dari tinea korporis adalah : 1. Dermatitis seboroik : Kelainan kulit menyerupai tinea korporis, namum berbeda predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), dan daerah lipatan-lipatan kulit, misalnya di belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya. 2. Pitiriasis rosea : distribusi kelainan kulit simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan. Yang membedakan dengan tinea korporis adalah herald patch. 3. Psoriasis : berbeda predileksinya, yaitu daerah ekstensor,misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. 4. Dermatitis Numular : berbeda predileksinya, misalnya daerah ekstensor dan dengan karakteristik lesinya menyerupai koin, eritema dan berbatas tegas. Bila terdapat vesikel, lambat laun akan pecah, terjadi eksudasi dan mengering membentuk krusta kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah, sehingga menyerupai derrmatomikosis. 2.8 Penatalaksanaan Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama pengobatan bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien4. 1. Pengobatan Topikal 13



Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi oleh mekanisme kerja obat tersebut. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4 :  Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoate (6-12%) dalam bentuk salep (salep whitfield)  Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4)  Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, dan yang terbaru sertaconazole nitrate  Derivat alilamin : Naftifine, terbinafine  Kortikosteroid potensi rendah sampai sedang, namun penggunaannya tidak boleh dalam jangka waktu yang panjang 2. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik diberikan pada kasus tinea korporis dengan infeksi kulit yang luas, pasien imunocopromise, pasien resisten dengan pengobatan topical, dan komorbid dengan tinea kapitis atau tinea unguium. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4 :  Griseofulvin 0,5-1 gr untuk dewasa, sedangkan untuk anak-anak 0,25-0,5 gr atau 10-25 mg/KgBB sehari dalam dosis tunggal atau terbagi. Sediaan mikrosize 500 mg. Lama pemberian sampai gejala klinis membaik, dan umumnya 3-4 minggu  Derivat azol : ketokonazol 200 mg per hari selama 3-4 minggu, namun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan kelainan hati. Itrakonazol 100 mg per hari selama 2 minggu atau 200 mg per hari selama 1 minggu.  Derivat Alilamin : terbinafin 250 mg per hari selam 2 minggu 2.9 Prognosis dan Komplikasi Untuk tinea korporis dengan lesi yang terlokalisir, prognosisnya umumnya baik, dengan angka kesembuhan mencapai 70-100% setelah pengobatan dengan golongan azol atau alinamin topikal. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila pengobatan tidak berhasil menghilangkan organism secara menyeluruh, seperti misalnya pada pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan topical terlalu cepat 14



ataupun pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang diberikan.



15



DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.p. 92-99. 2. Lott, MER. Tinea Corporis eMedicine 1994-2009. [last update Juny 5, 2008]. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1091473 . (Accessed: 2 May, 2009). 3. Anonim. Dermatofitosis. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Denpasar. Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah; 2007. p.16-18. 4. Mansjoer A, et al. Tinea Korporis. In: Mansjoer A (ed). Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.p 98-99.



16