Laporan Kasus Ulkus Peptikum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



3.1 Identitas penderita Nama



:A



Umur



: 72 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Alamat



: Kota Atas, Sabang



Tanggal MRS



: 4 November 2017



3.2 Anamnesis 3.2.1



Keluhan Utama Lemas, Muntah-muntah, Nyeri perut



3.2.2



Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang diantar oleh ambulan dan keluarga ke IGD RSUD meuraxa. Pasien mengeluh mual dan muntah yang muncul setelah nyeri timbul. Muntah sebanyak 7x Rasa mual semakin memberat bilamana pasien makan dan umumnya disertai muntah. Muntahan berisi makanan yang dimakan sebelumnya dan air bewarna warna kehitaman. Riwayat BAB hitam 1 kali diakui oleh keluarga pasien. Pasien juga selama ini megeluhkan sakit perut sejak kemarin. Nyeri dirasakan di seluruh perut namun paling berat di ulu hati. Nyeri dirasakan menusuknusuk dan berlangsung terus menerus serta memberat bila pasien makan. Hal



1



ini menyebabkan nafsu makan pasien menurun drastis dan membuat pasien takut untuk makan. Minum air tidak memperberat rasa nyeri. 3.2.3



Riwayat Pengobatan Keluarga pasien membawa ke rumah sakit sabang karena keluhan tersebut. Selama ini pasien sering minum obat-obatan penghilang rasa sakit untuk penyakit rematiknya.



3.2.4



Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sering menderita nyeri perut sebelumnya terutama bila telat makan. Nyeri perut umumnya tidak berlangsung lama dan akan hilang beberapa saat setelah pasien makan. Pasien juga memiliki riwayat penyakit rematik pada lutut yang sering kumat, pasien juga memiliki riwayat darah tinggi dan DM sejak lama dan tidak terkontrol.



3.2.5



Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat nyeri perut atau tumor abdomen pada keluarga pasien.



2



3.3 Pemeriksaan fisik Status Present Keadaan umum



: Kesan lemah



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan Darah



: 150/70 mmHg



Nadi



: 60 kali/ menit, reguler, isi cukup



Respirasi rate



: 24 kali/ menit, reguler



Tempt axilla



: 36,5 C



Status Generalis Mata



: konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , reflek pupil +/+ isokor



THT



: Telinga



: sekret -/-



Hidung



: sekret -/-, napas cuping hidung (-), cyanosis (-)



Leher



: pembesaran kelenjar (-)



Thoraks



:



Jantung Inspeksi



: iktus kordis tidak terlihat



Palpasi



: iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-)



Perkusi



: batas jantung normal



Auskultasi



: S1S2 normal, regular, murmur (-)



Paru-paru



3



Inspeksi



: simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-)



Palpasi



: gerakan dada simetris



Auskultasi



: bronchovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-



Aksila



: pembesaran kelenjar (-)



Abdomen



: Inspeksi



: distensi (-)



Auskultasi



: bising usus (+) menurun



Palpasi



: hepar-lien tidak teraba, nyeri tekan (+) epigastrik dan hipokonriak kiri



Perkusi



: timpani



Kulit



: turgor normal



Ekstremitas



: akral hangat (+), cyanosis (-), edema (-), CRT < 2 detik



3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (4 Mei 2017) PEMERIKSAAN



HASIL



NILAI NORMAL



WBC



11,4 K/uL



4,5-10,0



RBC



2,23 M/uL



3,0-5,3



HGB



6,3 g/dL



9,5-15,0



HCT



22 %



29,0-43,0



MCV



98.7 fL



70,0-110



MCH



28,3 pg



24-38



4



PLT



341 K/uL



200-600



MPV



6,97 fL



0-100



3.5 Diagnosis klinis 



Anemia ec PSMBA dd: Ulkus peptikum Ulkus duodenum Varises Esofagus







DM type II terkontrol







HT Stage II







Gout Artritis







Low Intake



3.6 Penatalaksanaan Terapi Awal 



IVFD NaCl 0,9% 16 tetes/menit makro







Injeksi Pantoprazole 40mg/24 jam







Injeksi Ondansetron 4mg (extra)







Sucralfat Syr 3x IIC







Amlodipin 1x5mg







Allopurionol 1x300mg



5



Terapi Rawatan 



IVFD rl 20gtt/i







Lansoprazole 2x30mg







Donperidon 1x10mg







Amlodipin 1x5mg







Valsartan 1x160mg







Allopurinol 1x300mg







Sucralfat syr 3xCII



3.7 Planning 



Endoskopi



3.7 Prognosis Dubius ad Bonam



6



BAB IV PEMBAHASAN



Keluhan utama penderita yakni nyeri perut terutama pada ulu hati dan mual menunjukkan bahwa terjadi permasalahan pada lambung penderita. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan bahwa terdapat nyeri tekan pada daerah epigstrium dan hipokondriak yang merupakan lokasi referensi/daerah penyebaran nyeri pada lambung. Hal ini disebabkan karena organ-organ viseral tidak sensitif terhadap nyeri. Bilamana terjadi iritasi atau distensi maka sensasi nyeri akan dirasakan pada dermatom yang memiliki asal yang sama dengan organ yang bersangkutan sejak fase embrionik. Namun bilamana dilakukan palpasi pada organ yang bersangkutan maka akan timbul nyeri tumpul. Nyeri pada lambung dapat disebabkan oleh berbagai penyebab namun secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 yakni perlukaan atau distensi. Kedua hal ini dapat terjadi secara bersamaan karena iritasi atau perlukaan pada lambung dapat menyebabkan melambatnya peristaltik usus yang menyebabkan melambatnya gastric emptying. Perlambatan gastric emptying menyebabkan memanjangnya waktu transit makanan dan udara pada lambung sehingga memperberat sensasi nyeri akibat perlukaan. Pada penderita, nyeri lambung sudah sangat sering dialami dan semakin memberat. Rasa nyeri timbul hingga menghambat nafsu makan. Bahkan kehadiran makanan menyebabkan rasa nyeri semakin berat. Dari keluhan penderita ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi lesi di lambung. Dari beratnya rasa sakit dan riwayat penyakit terdahulu, dapat diasumsikan bahwa perlukaan yang terjadi tidak terbatas 7



pada iritasi lagi namun telah berkembang menjadi ulkus. Namun bilamana terjadi ulkus, kedalaman ulkus masih belum mencapai vaskuler karena tidak adanya gejala perdarahan pada penderita. Idealnya pada penderita dilakukan endoskopi untuk memastikan ada tidaknya ulkus. Pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi antigen H. Pilory juga direkomendasikan untuk dilakukan karena bakteri ini adalah salah satu faktor risiko kuat gastritis kronis atau ulkus peptikum. Akan tetapi, karena keterbatasan peralatan diagnostik pada puskesmas maka pemeriksaan ini tidak dilakukan. Penanganan penderita ulkus peptikum difokuskan pada peningkatan pH lambung dan menjaga tingkat pH tersebut sehingga memungkinkan regenerasi jaringan fibrosa dan epitelium pada lambung. Hal ini dicapai dengan pemberian yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek samping konstipasi, tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik. pemberian H2 blocker atau PPI. PPI bekerja dengan menghambat pompa proton sehingga menurunkan dengan drastis jumlah H+ yang dipompa ke lumen lambung. Sementara H2 blocker seperti ranitidin bekerja dengan menghambat efek stimulasi histamin pada sel parietal lambung sehingga menghambat proses pembentukan ion H+. Namun karena stimulasi produksi H+ juga berasal dari gastrin, maka H2 blocker tidak seefektif PPI. Akan tetapi, pada penderita yang sering mengalami gastritis pada malam hari, H2 blocker lebih efektif dibandingkan dengan PPI karena dominannya efek histamin pada saat tidur.



8



BAB V PENUTUP



Ulkus peptikum adalah terjadinya ekskavasi pada dinding lambung atau usus duabelas jari yang menembus ke lapisan bawah mukosa. Ulkus peptikum masih menjadi permasalahan umum yang terjadi di masyarakat terutama karena luasnya pengguanaan obat penghilang rasa nyeri (analgesic) NSAID atau kortikosteroid. Diagnosis ulkus peptikum secara definitif ditegakkan dengan endoskopi namun aspek anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat mengidentifikasi >70% kasus. Penanganan farmakologis ulkus peptikum meliputi penggunaan antasida, H2 blocker, PPI, dan sukralfat. Sementara penanganan non farmakologis meliputi pengaturan pola makan dan menghindari makanan yang mengandung lemak tinggi, protein tinggi atau kafein. 9